Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Aku Indira : Istri Ustadz Yang Haus

Setelah membersihkan diri, kami saling berpelukan dan aku masih menikmati sisa sisa kenikmatan tadi dalam keadaan telanjang bulat, hanya ditutup dengan selimut. Hujan mulai turun membasahi bumi. Situasi seakan mendukung peristiwa malam ini. Hujan mulai deras. Suara guyuran air masih terdengar di atas genting. Napasku sudah normal dan keringatku sudah mengering. Kepalaku masih berada di dadanya Dewa, mataku masih terpejam dan merenung sejenak, membayangkan apa yang baru saja terjadi.

Aku kemudian membuka mataku, meregangkan tubuhku dan menguap.

"Ngantuk aku, jam berapa sekarang?" tanyaku.
Dewa melihat jam beker di atas meja. "Sebelas lewat dua puluh," katanya.

Aku dipeluk dia lagi dan dihembusi belakang telingaku dengan napasnya. Aku menggelengkan kepalaku. Diremas payudaraku dengan lembut.

"Sudahlah Mas, aku mau istirahat. Kecuali kalau Mas bermaksud untuk.."

Tanpa menunggu lagi segera dilumat bibir indahku. Lipstik tipisku sudah pudar, namun rona merah masih membayang.

"Hmm.. Kuda arabku rupanya mengajak berpacu lagi..".
"Kok kuda arab?"
"Tubuhmu, Mas yang tegap dan dadamu yang berbulu mengingatkanku orang India atau Arab".

Kami berciuman lagi, semakin lama kembali semakin liar seiring dengan nafsu kami yang mulai bangkit lagi. Tanpa terasa selimut yang tadinya menutup tubuh kami sudah tersingkap jatuh ke lantai dan tubuh kami berdua kembali tidak tertutup apa-apa lagi.

Tiba-tiba kedua mata kami beradu pandang. Lama kami berpandangan sambil saling meremas jari tangan. Nafas kami mulai terasa berat dan degup jantung meningkat. Sementara derasnya hujan masih terdengar dari dalam kamar birahi Dewa. Kulihat dari lubang ventilasi di luar gelap. Sayup-sayup kudengar suara binatang malam yang membuat syahdu pertempuran birahi kami.

Bibir kami saling berpagut, hangat. Dilumat bibirku dengan penuh nafsu. Sekali-sekali digigit bibirku dan dimainkan lidahku di atas langit-langit mulutnya. Nafsu sudah mengasai kami berdua. Aku tahu itu sebenarnya tidak boleh, tetapi kami tidak bisa lagi untuk menghentikannya. Terlanjur basah, apapun yang terjadi, kataku dalam hati.

Kami semakin tenggelam dalam birahi. Kini leher jenjangku menjadi sasaran berikutnya. Diciumi dan dijilati sepuasnya. Hampir saja dicupang leherku, kalau tidak ditepis aku tepis.

"Jangan Mas.. Nanti kelihatan", bisikku.

Kemudian dijilat daun telingaku sambil dibisikkan sesuatu. Aku mengangguk dan tertawa kecil. Dipandangi tubuh indahku agak lama. Lidahnya tahu-tahu sudah memainkan puting payudaraku yang berwarna coklat muda dan keras itu. Pelan-pelan kaki kanannku diangkat dan diletakkan di atas perutnya.

Dalam posisi terlentang berdampingan jemari kiri nya pun memainkan bulu-bulu halus di sekitar memekku. Kadang agak ditarik pelan. Jarinya kemudian merambat menggesek-gesek lipatan pahaku. Pinggangku terangkat dan bergerak-gerak tidak beraturan. Aku melenguh-lenguh tanda terangsang.

"Ahh.. Ouuhgh.. Sedaap.. Ssshh.. Nikkmaatt.. Terusskan..".

Kakiku diturunkan dan dengan penuh nafsu serangan diteruskan. Lidahnya sudah berada di lipatan pahaku, menggantikan jarinya tadi. Sejenak Dewa tampak ragu apakah akan diteruskan atau tidak. Didekatkan hidungnya ke sela pahaku. "Tidak ada bau yang tidak sedap, kalaupun ada sekilas tercium bau segar yang khas seperti bau tubuh seorang wanita" puji Dewa terhadap tubuhku

Akhirnya diserang bibir memekku yang sudah basah lagi. Dijilat-jilat sambil sesekali menjepit bagian dalam bibir memekku itu dengan kedua bibirnya. Dengan sentuhan ringan tangannya sesekali mencolek daging kecil sebesar biji kacang tanah. Rupanya serangannya membuahkan hasil. Aku bergetar keras dan mulai meracau.

"Hmm.. SShh.. Ngghh.. Akhh. Hmm.. Pintar kamu. Aku juga mau Mas, berputar.. Berputar".

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, tapi tanganku kemudian memegang kepalanya, meraih pinggang dan menangkap kakinya dan memutarnya ke arah mukaku. Aku ingin Dewa mengikuti kemauanku. Kuanggap aku sedang berguru mempelajari ilmu bercinta.

Kami berbaring berlawanan arah. Dewa tengkurap diatas tubuhku. Kontolnya berada di atas mulutku dan sebaliknya sambil kami terus melakukan stimulasi di sekitar paha. Aku langsung melahap kontol Dewa sampai habis. Ku hisap-hisap, aku kocok-kocok dan aku jilati sampai puas. Kini Dewa yang menggelinjang hebat.

"Mmmhh.. Srup.. Srup..".

Kontolnya ku hiisap-hisap dan kujilati sampai bulu di badan Dewa berdiri. Aku memberi isyarat agar berubah posisi. Kami berguling ke samping dan kini masih tetap dalam posisi kepalanya pada memekku dan sebaliknya, Dewa sekarang yang berada di bawah.

Rupanya dengan posisi demikian aku lebih mudah menikmati kontolnya. Dewapun demikian, lebih leluasa untuk menjelajahi memekku. Kami saling merintih dan melenguh memberikan respon terhadap rangsangan yang diterima. Aku menggelinjang penuh kenikmatan ketika dijilat dan digigit itilku. Tetapi sebaliknya aku semakin gencar menyerang kontolnya dengan tak kalah hebatnya.

Kami tetap dalam posisi ini sampai beberapa menit. Tiba-tiba aku menghentikan seranganku dan duduk di tepi ranjang. Kutarik tangannya. Kupeluk dari samping dan kemudian ditariknya badanku sehingga kami jatuh ke karpet di lantai dekat ranjangku. Dipeluknya tubuhku dengan eratnya dan dengan gencar menciumiku, sampai aku kesulitan mengambil napas. Suara kecipak ciuman mulut kami semakin keras. Kami saling sedot, menjilat dan mengusap badan pasangan kami.

Sejenak kemudian aku menghentikan gerakanku. Dewa mencoba bangkit dan mengangkatku kembali ke ranjang. Tapi aku menggigit daun telinganya dan berkata lirih.

"Jangan Mas.. Jangan. Lebih nikmat di bawah.. Di lantai ini saja".

Dewa tidak jadi mengangkatku dan kembali direbahkan di atas karpet. Ditindih tubuhku dan aku mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar. Dicoba untuk menerobos lubang guanya, meleset, dicoba lagi meleset lagi sampai tiga kali. Kepala kontolnya sudah masuk dan menyentuh bibir memekku, tetapi setiap kali didorong batangnya terlipat dan terlepas lagi, maklum penuh nafsu. Aku merintih rintih minta agar Dewa segera memasukkan kontolnya.

"Masukan.. Mas... Masukin sekarang!".

Aku sudah tidak sabar lagi. Aku segera menggenggam batang kontolnya dan mengarahkan ke memekku yang merekah. Begitu seluruh kepala kontolnya yang besar sudah menerobos masuk ke bibir memekku aku tersentak dan menekan pantatnya dengan kedua tanganku.

"Dorong Mas... dorong kuat-kuat," desahku

Didorong pantatnya dengan kuat sampai semua batang kontolnya amblas di dalam liang memekku. Aku berteriak agak kuat, ditutup dengan tangannya. Dewa takut suaraku terdengar sampai ke luar kamar. Aku menggoyangkan kepalaku ke kanan ke kiri dan melakukan gerakan-gerakan tak beraturan. Dewa masih diam saja, menunggu aba-aba dariku.

"Gerak Mas.. Naikkan sedikit dan turunkan lagi. Kocok dalam lubangku," desisku seolah membimbingnya. Digerakkan badannya mendatar ke arah kepala dan kakinya.
"Bukan.. Bukan begitu, naik turun.. Yaa.. Gerakkan naik tu.. run, seperti mem.. momm.. paahh!"

Diangkat pantatku sedikit naik dan tanganku kemudian memegang pinggangnya untuk membantunya melakukan gerakan memompa. Gesekan kulit kontolnya dengan dinding memekku membuat Dewa mendesis nikmat. Dicium payudaraku dan digigit sampai merah. Aku sudah tidak peduli lagi dengan aksinya, hanya saja yang menjaga agar cupangnya tidak sampai pada bagian tubuh di luar baju, kelihatan orang nantinya.

Gelang kakiku mengeluarkan bunyi, crik.. crik.. criik, seirama dengan gerakanku. Semakin cepat gerakanku, maka bunyi crik.. crik.. criik tadi semakin sering terdengar. Terasa indah sekali terdengarnya.

Kini Dewa sudah bisa menikmati dan melakukan gerakan memompa dengan terkendali. Payudaranya dikulum sampai setengahnya dan puting susuku digigit kecil. Kepalaku tersentak menengadah sehingga leherku yang jenjang terlihat semakin menggairahkan. Kalau mulutnya di payudaraku, maka tangannya mengusap pipi dan leherku, jika mulutnya ada di leherku maka tangannya meremas payudaraku. Aku mengimbangi dengan menggerakkan pinggulnya memutar sehingga kontolnya terasa seperti tersedot suatu pusaran arus yang kuat.

Ditambah kecepatan permainan ini karena Dewapun merasa sudah mendekati saat-saat terakhir menggapai puncak. Kurasakan darah Dewa mengalir deras ke kontolnya. Digoyang, digenjot dan digoyang terus. Putaran pinggulku juga dipercepat. Tubuh kami saling merapat. Akhirnya disemburkan lagi pejunya spermaku kedalam memekku dengan menekan pantatnya kuat-kuat sampai menyentuh dinding rahimku.

Kurasakan dinding rahimku berdenyut-denyut. Dewa mencapai puncak kenikmatan terlebih dulu dan dalam hitungan hanya beberapa detik ketika kontolnya masih berdenyut, aku pun kemudian mendapatkan orgasmeku. Hampir saja aku ketinggalan lagi. Dilihat aku akan berteriak dan disumbat dengan mulutnya karena Dewa pun rasanya juga akan berteriak sambil memperketat pelukannya. Kontolnya terus berdenyut-denyut dan terasa dinding memekku pun juga berdenyut. Kedua kakiku terangkat ke atas dan bergerak-gerak seperti mendorong udara.

Semenit berikutnya kami berpagut mesra. Hingga akhirnya aku mendorong tubuh Dewa ke samping.


Sambil dipondong badanku kami masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuh kami. Di dalam kamar mandi kami masih sempat untuk saling mencubit dan saling menggelitik perut. Sebentar kemudian kami sudah menenakan pakaian kami kembali.

"Bu.. Bu Indira" panggilnya
"Mmhh.." jawabku manja.
"Kalau hanya kita berdua dan nggak ada orang lain boleh enggak aku memanggilmu dengan nama nyai sayang tanpa sebutan Ibu? Rasanya lebih enak diucapkan dan didengar," tanyanya
Aku tersenyum dan mengangguk. "Terserah kamu,Mas" kataku

Bagiku nama Nyai terdengar lebih manis dan mesra.

"Ada satu rahasia yang mau kuungkapkan. Aku sebetulnya sering mengintip setiap kali Ibu belanja di depan rumahku," godanya
"Ahh.. Kamu nakal.." sungutku sambil mencubit lengannya keras-keras.

Canda tawa dengan bisikan tertahan berakhir sampai aku berpamitan pulang dan kulihat hujan sudah agak reda dan langit gelap. Sebelum keluar pintu ku kecupnya pipi dan bibirnya. Dewa membalasnya lagi dengan penuh gairah dan dadaku diremas agak kasar. Aku mendorongku sambil berbisik di telinganya.

"Sudah dulu. Kutunggu kamu lain waktu".

Aku keluar dari rumahnya setelah mengintip keluar beberapa saat sampai ia yakin tidak ada orang yang melihatku keluar dari rumahnya. Malam itu aku tidur telanjang dan masih membayangkan Dewa ada di sisiku.
 
Setelah membersihkan diri, kami saling berpelukan dan aku masih menikmati sisa sisa kenikmatan tadi dalam keadaan telanjang bulat, hanya ditutup dengan selimut. Hujan mulai turun membasahi bumi. Situasi seakan mendukung peristiwa malam ini. Hujan mulai deras. Suara guyuran air masih terdengar di atas genting. Napasku sudah normal dan keringatku sudah mengering. Kepalaku masih berada di dadanya Dewa, mataku masih terpejam dan merenung sejenak, membayangkan apa yang baru saja terjadi.

Aku kemudian membuka mataku, meregangkan tubuhku dan menguap.

"Ngantuk aku, jam berapa sekarang?" tanyaku.
Dewa melihat jam beker di atas meja. "Sebelas lewat dua puluh," katanya.

Aku dipeluk dia lagi dan dihembusi belakang telingaku dengan napasnya. Aku menggelengkan kepalaku. Diremas payudaraku dengan lembut.

"Sudahlah Mas, aku mau istirahat. Kecuali kalau Mas bermaksud untuk.."

Tanpa menunggu lagi segera dilumat bibir indahku. Lipstik tipisku sudah pudar, namun rona merah masih membayang.

"Hmm.. Kuda arabku rupanya mengajak berpacu lagi..".
"Kok kuda arab?"
"Tubuhmu, Mas yang tegap dan dadamu yang berbulu mengingatkanku orang India atau Arab".

Kami berciuman lagi, semakin lama kembali semakin liar seiring dengan nafsu kami yang mulai bangkit lagi. Tanpa terasa selimut yang tadinya menutup tubuh kami sudah tersingkap jatuh ke lantai dan tubuh kami berdua kembali tidak tertutup apa-apa lagi.

Tiba-tiba kedua mata kami beradu pandang. Lama kami berpandangan sambil saling meremas jari tangan. Nafas kami mulai terasa berat dan degup jantung meningkat. Sementara derasnya hujan masih terdengar dari dalam kamar birahi Dewa. Kulihat dari lubang ventilasi di luar gelap. Sayup-sayup kudengar suara binatang malam yang membuat syahdu pertempuran birahi kami.

Bibir kami saling berpagut, hangat. Dilumat bibirku dengan penuh nafsu. Sekali-sekali digigit bibirku dan dimainkan lidahku di atas langit-langit mulutnya. Nafsu sudah mengasai kami berdua. Aku tahu itu sebenarnya tidak boleh, tetapi kami tidak bisa lagi untuk menghentikannya. Terlanjur basah, apapun yang terjadi, kataku dalam hati.

Kami semakin tenggelam dalam birahi. Kini leher jenjangku menjadi sasaran berikutnya. Diciumi dan dijilati sepuasnya. Hampir saja dicupang leherku, kalau tidak ditepis aku tepis.

"Jangan Mas.. Nanti kelihatan", bisikku.

Kemudian dijilat daun telingaku sambil dibisikkan sesuatu. Aku mengangguk dan tertawa kecil. Dipandangi tubuh indahku agak lama. Lidahnya tahu-tahu sudah memainkan puting payudaraku yang berwarna coklat muda dan keras itu. Pelan-pelan kaki kanannku diangkat dan diletakkan di atas perutnya.

Dalam posisi terlentang berdampingan jemari kiri nya pun memainkan bulu-bulu halus di sekitar memekku. Kadang agak ditarik pelan. Jarinya kemudian merambat menggesek-gesek lipatan pahaku. Pinggangku terangkat dan bergerak-gerak tidak beraturan. Aku melenguh-lenguh tanda terangsang.

"Ahh.. Ouuhgh.. Sedaap.. Ssshh.. Nikkmaatt.. Terusskan..".

Kakiku diturunkan dan dengan penuh nafsu serangan diteruskan. Lidahnya sudah berada di lipatan pahaku, menggantikan jarinya tadi. Sejenak Dewa tampak ragu apakah akan diteruskan atau tidak. Didekatkan hidungnya ke sela pahaku. "Tidak ada bau yang tidak sedap, kalaupun ada sekilas tercium bau segar yang khas seperti bau tubuh seorang wanita" puji Dewa terhadap tubuhku

Akhirnya diserang bibir memekku yang sudah basah lagi. Dijilat-jilat sambil sesekali menjepit bagian dalam bibir memekku itu dengan kedua bibirnya. Dengan sentuhan ringan tangannya sesekali mencolek daging kecil sebesar biji kacang tanah. Rupanya serangannya membuahkan hasil. Aku bergetar keras dan mulai meracau.

"Hmm.. SShh.. Ngghh.. Akhh. Hmm.. Pintar kamu. Aku juga mau Mas, berputar.. Berputar".

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, tapi tanganku kemudian memegang kepalanya, meraih pinggang dan menangkap kakinya dan memutarnya ke arah mukaku. Aku ingin Dewa mengikuti kemauanku. Kuanggap aku sedang berguru mempelajari ilmu bercinta.

Kami berbaring berlawanan arah. Dewa tengkurap diatas tubuhku. Kontolnya berada di atas mulutku dan sebaliknya sambil kami terus melakukan stimulasi di sekitar paha. Aku langsung melahap kontol Dewa sampai habis. Ku hisap-hisap, aku kocok-kocok dan aku jilati sampai puas. Kini Dewa yang menggelinjang hebat.

"Mmmhh.. Srup.. Srup..".

Kontolnya ku hiisap-hisap dan kujilati sampai bulu di badan Dewa berdiri. Aku memberi isyarat agar berubah posisi. Kami berguling ke samping dan kini masih tetap dalam posisi kepalanya pada memekku dan sebaliknya, Dewa sekarang yang berada di bawah.

Rupanya dengan posisi demikian aku lebih mudah menikmati kontolnya. Dewapun demikian, lebih leluasa untuk menjelajahi memekku. Kami saling merintih dan melenguh memberikan respon terhadap rangsangan yang diterima. Aku menggelinjang penuh kenikmatan ketika dijilat dan digigit itilku. Tetapi sebaliknya aku semakin gencar menyerang kontolnya dengan tak kalah hebatnya.

Kami tetap dalam posisi ini sampai beberapa menit. Tiba-tiba aku menghentikan seranganku dan duduk di tepi ranjang. Kutarik tangannya. Kupeluk dari samping dan kemudian ditariknya badanku sehingga kami jatuh ke karpet di lantai dekat ranjangku. Dipeluknya tubuhku dengan eratnya dan dengan gencar menciumiku, sampai aku kesulitan mengambil napas. Suara kecipak ciuman mulut kami semakin keras. Kami saling sedot, menjilat dan mengusap badan pasangan kami.

Sejenak kemudian aku menghentikan gerakanku. Dewa mencoba bangkit dan mengangkatku kembali ke ranjang. Tapi aku menggigit daun telinganya dan berkata lirih.

"Jangan Mas.. Jangan. Lebih nikmat di bawah.. Di lantai ini saja".

Dewa tidak jadi mengangkatku dan kembali direbahkan di atas karpet. Ditindih tubuhku dan aku mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar. Dicoba untuk menerobos lubang guanya, meleset, dicoba lagi meleset lagi sampai tiga kali. Kepala kontolnya sudah masuk dan menyentuh bibir memekku, tetapi setiap kali didorong batangnya terlipat dan terlepas lagi, maklum penuh nafsu. Aku merintih rintih minta agar Dewa segera memasukkan kontolnya.

"Masukan.. Mas... Masukin sekarang!".

Aku sudah tidak sabar lagi. Aku segera menggenggam batang kontolnya dan mengarahkan ke memekku yang merekah. Begitu seluruh kepala kontolnya yang besar sudah menerobos masuk ke bibir memekku aku tersentak dan menekan pantatnya dengan kedua tanganku.

"Dorong Mas... dorong kuat-kuat," desahku

Didorong pantatnya dengan kuat sampai semua batang kontolnya amblas di dalam liang memekku. Aku berteriak agak kuat, ditutup dengan tangannya. Dewa takut suaraku terdengar sampai ke luar kamar. Aku menggoyangkan kepalaku ke kanan ke kiri dan melakukan gerakan-gerakan tak beraturan. Dewa masih diam saja, menunggu aba-aba dariku.

"Gerak Mas.. Naikkan sedikit dan turunkan lagi. Kocok dalam lubangku," desisku seolah membimbingnya. Digerakkan badannya mendatar ke arah kepala dan kakinya.
"Bukan.. Bukan begitu, naik turun.. Yaa.. Gerakkan naik tu.. run, seperti mem.. momm.. paahh!"

Diangkat pantatku sedikit naik dan tanganku kemudian memegang pinggangnya untuk membantunya melakukan gerakan memompa. Gesekan kulit kontolnya dengan dinding memekku membuat Dewa mendesis nikmat. Dicium payudaraku dan digigit sampai merah. Aku sudah tidak peduli lagi dengan aksinya, hanya saja yang menjaga agar cupangnya tidak sampai pada bagian tubuh di luar baju, kelihatan orang nantinya.

Gelang kakiku mengeluarkan bunyi, crik.. crik.. criik, seirama dengan gerakanku. Semakin cepat gerakanku, maka bunyi crik.. crik.. criik tadi semakin sering terdengar. Terasa indah sekali terdengarnya.

Kini Dewa sudah bisa menikmati dan melakukan gerakan memompa dengan terkendali. Payudaranya dikulum sampai setengahnya dan puting susuku digigit kecil. Kepalaku tersentak menengadah sehingga leherku yang jenjang terlihat semakin menggairahkan. Kalau mulutnya di payudaraku, maka tangannya mengusap pipi dan leherku, jika mulutnya ada di leherku maka tangannya meremas payudaraku. Aku mengimbangi dengan menggerakkan pinggulnya memutar sehingga kontolnya terasa seperti tersedot suatu pusaran arus yang kuat.

Ditambah kecepatan permainan ini karena Dewapun merasa sudah mendekati saat-saat terakhir menggapai puncak. Kurasakan darah Dewa mengalir deras ke kontolnya. Digoyang, digenjot dan digoyang terus. Putaran pinggulku juga dipercepat. Tubuh kami saling merapat. Akhirnya disemburkan lagi pejunya spermaku kedalam memekku dengan menekan pantatnya kuat-kuat sampai menyentuh dinding rahimku.

Kurasakan dinding rahimku berdenyut-denyut. Dewa mencapai puncak kenikmatan terlebih dulu dan dalam hitungan hanya beberapa detik ketika kontolnya masih berdenyut, aku pun kemudian mendapatkan orgasmeku. Hampir saja aku ketinggalan lagi. Dilihat aku akan berteriak dan disumbat dengan mulutnya karena Dewa pun rasanya juga akan berteriak sambil memperketat pelukannya. Kontolnya terus berdenyut-denyut dan terasa dinding memekku pun juga berdenyut. Kedua kakiku terangkat ke atas dan bergerak-gerak seperti mendorong udara.

Semenit berikutnya kami berpagut mesra. Hingga akhirnya aku mendorong tubuh Dewa ke samping.


Sambil dipondong badanku kami masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuh kami. Di dalam kamar mandi kami masih sempat untuk saling mencubit dan saling menggelitik perut. Sebentar kemudian kami sudah menenakan pakaian kami kembali.

"Bu.. Bu Indira" panggilnya
"Mmhh.." jawabku manja.
"Kalau hanya kita berdua dan nggak ada orang lain boleh enggak aku memanggilmu dengan nama nyai sayang tanpa sebutan Ibu? Rasanya lebih enak diucapkan dan didengar," tanyanya
Aku tersenyum dan mengangguk. "Terserah kamu,Mas" kataku

Bagiku nama Nyai terdengar lebih manis dan mesra.

"Ada satu rahasia yang mau kuungkapkan. Aku sebetulnya sering mengintip setiap kali Ibu belanja di depan rumahku," godanya
"Ahh.. Kamu nakal.." sungutku sambil mencubit lengannya keras-keras.

Canda tawa dengan bisikan tertahan berakhir sampai aku berpamitan pulang dan kulihat hujan sudah agak reda dan langit gelap. Sebelum keluar pintu ku kecupnya pipi dan bibirnya. Dewa membalasnya lagi dengan penuh gairah dan dadaku diremas agak kasar. Aku mendorongku sambil berbisik di telinganya.

"Sudah dulu. Kutunggu kamu lain waktu".

Aku keluar dari rumahnya setelah mengintip keluar beberapa saat sampai ia yakin tidak ada orang yang melihatku keluar dari rumahnya. Malam itu aku tidur telanjang dan masih membayangkan Dewa ada di sisiku.
Ajib hu, moco e karo dikancani mbak kunti seng lagi sangeh 🤣🤣🤣
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd