Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Aku Indira : Istri Ustadz Yang Haus

Pagi ini aku bangun pertama kali dengan senang karena merasakan sebuah pengakaman dan sensasi yang pertama kali aku dapatkan. Bercinta dengan laki-laki lain yang memberikan aku kepuasaan yang sangat. Belum pernah aku mendapatkan kepuasan birahi seperti yang dilakukan Dewa kepadaku. Sambil meregangkan badan aku melepas selimut dan aku merasakan sentuhan kain satin dasterku di puting buah dadaku dan entah kenapa rasanya nikmat dan merinding kulitku dibuatnya. Terasa putingku membesar dan keras. Cepat aku pergi mandi di shower, aku mandi air dingin. Air membuat kesegaran tersendiri dan aku merasa memekku merebak terkena air sejuk yang mengalir mengenai itilku. Kulitku meremang dan uhhh... aku tiba-tiba sadar bahwa aku menginginkan batang panas untuk mengisi lubang nikmatku. Ahhh... baru tadi malam juga dipuaskan oleh Dewa.

Aku pakai handuk melilitkan di badanku dan menyisir. Dari jendela kamarku ini aku bisa melihat ke luar dan Pak Alfian satpam perumahaan kami sedang mencuci motornya hanya menggunakan kaos dalam warna putih tanpa lengan, ahh... satpa, perumahaan kami itu memang rajin. Walau dia sibuk dengan tugas nya mengamankan perumaahaan ini dari bahaya kemalingan dan sejenisnya dia suka dan rajin mengurus taman di depan rumahku. Tiba-tiba ia ke belakang pohon dan membuka celana pendeknya, mau kencing! Aku berhenti menyisir dan mengamati, astaga besar benar batang kontolnyanya. Ia tak sadar ada yang meperhatikan dan diguncang-guncangnya menghabisi sisa urine-nya dan terasa kakiku melemah, lututku gemetar setelah melihat kontol Pak Alfian. Aku cepat ganti daster tipis pendek, BH dan CD tak sempat lagi kukenakan, dan nafasku menderu berlomba dengan nafsu yang sudah tak tertahan lagi geloranya. Buru-buru aku raih telepon untuk menguhubungi Dewa, ingin aku undang ke rumahku untuk melampiaskan nasfu pagi ku. Tetapi keberuntungan tidak di pihak ku. Dewa tidak menganggat telepon dariku. Dia hanya mengirim pesan bahwa dia sekarang lagi perjalanan ke client nya untuk membuat aplikasi sistem klinik di kota sebelah. Bingung aku sekarang harus berbuat apa dengan nafsu yang sangat tinggi karena melihat kontol Pak Alfian tadi.

Tiba-tiba teleponku berdering, berharap Dewa menelpon dan bilang akan membatalkan janjinya hanya untuk memuaskanku. Tapi ternyata aku salah. Yang menelepon adalah Yenny, bahwa dia baru pulang dari Jogja, kota kelahirannya. Dia bilang ada oleh-oleh kecil untuk aku.

Kalau aku tidak keluar rumah, Idang anaknya, akan mengantarkannya kerumahku. Ah, repotnya sahabatku, demikian pikirku. Aku sambut gembira atas kebaikan hatinya, aku memang jarang keluar rumah dan aku menjawab terima kasih untuk oleh-olehnya. Ah, rejeki ada saja, Yenny pasti membawakan bakpia patok, makanan tradisional dari Jogja kesukaanku. Aku tidak akan keluar rumah untuk menunggu si Idang, yang seingatku sudah lebih dari 10 tahun aku tidak berjumpa dengannya. Untuk sementara aku tahan nafsuku. Aku kenakkan lagi baju santai di rumah. Aku pilih baju semi piyama terusan panjang warna merah pagi ini.

03asmVIM_t.jpg


Menjelang tengah hari sebuah jeep Cherokee masuk ke halaman rumahku. Kuintip dari jendela. Dua orang anak tanggung turun dari jeep itu. Mungkin si Idang datang bersama temannya. Ah, jangkung bener anak Yenny. Aku buka pintu. Dengan sebuah bingkisan si Idang naik ke teras rumah,

"Selamat siang, Tante. Ini titipan mama untuk Tante Indira. Kenalin ini Ronny teman saya, Tante".
Idang menyerahkan kiriman dari mamanya dan mengenalkan temannya padaku. Aku sambut gembira mereka. Oleh-oleh Yenny dan langsung aku simpan di lemari es-ku biar nggak basi. Aku terpesona saat melihat anak Yenny yang sudah demikian gede dan jangkung itu. Dengan gaya pakaian dan rambutnya yang trendy sungguh keren anak sahabatku ini. Demikian pula si Ronny temannya, mereka berdua adalah pemuda-pemuda masa kini yang sangat tampan dan simpatik. Ah, anak jaman sekarang, mungkin karena pola makannya sudah maju pertumbuhan mereka jadi subur. Mereka aku ajak masuk ke rumah. Kubuatkan minuman untuk mereka.

Kuperhatikan mata si Ronny agak nakal, dia pelototi bahuku, buah dadaku, leherku. Matanya mengikuti apapun yang sedang aku lakukan, saat aku jalan, saat aku ngomong, saat aku mengambil sesuatu. Ah, maklum anak laki-laki, kalau lihat perempuan yang agak melek, biar sudah tuaan macam aku ini, tetap saja matanya melotot. Dia juga pinter ngomong lucu dan banyak nyerempet-nyerempet ke masalah seksual. Dan si Idang sendiri senang dengan omongan dan kelakar temannya. Dia juga suka nimbrung, nambahin lucu sambil melempar senyuman manisnya. Kami jadi banyak tertawa dan cepat saling akrab. Terus terang aku senang dengan mereka berdua. Dan tiba-tiba aku merasa berlaku aneh, apakah ini karena naluri perempuanku atau dasar genitku yang nggak pernah hilang sejak masih gadis dulu. Dan kini naluri genit macam itu tiba-tiba kembali hadir. Mungkin hal ini disebabkan oleh tingkah si Ronny yang seakan-akan memberikan celah padaku untuk mengulangi peristiwa-peristiwa masa muda sebelum aku di jodohkan dengan Mas Haris. Peristiwa-peristiwa penuh birahi yang selalu mendebarkan jantung dan hatiku. Ah, dasar perempuan tua yang nggak tahu diri, makian dari hatiku untukku sendiri. Tetapi gebu libidoku ini demikian cepat menyeruak ke darahku dan lebih cepat lagi ke wajahku yang langsung terasa bengap kemerahan menahan gejolak birahi mengingat birahi tertahan tadi pagi.

"Tante, jangan ngelamun. Cicak jatuh karena ngelamun, lho".
Kami kembali terbahak mendengar kelakar Idang. Dan kulihat mata Ronny terus menunjukkan minatnya pada bagian-bagian tubuhku yang masih mulus ini. Dan aku tidak heran kalau anak-anak muda macam Donny dan Idang ini demen menikmati penampilanku. Walaupun usiaku yang memasuki tahun ke 43 aku tetap "fresh" dan "good looking". Aku memang suka merawat tubuhku sejak muda. Boleh dibilang tak ada kerutan tanda ketuaan pada bagian-bagian tubuhku. Kalau aku jalan sama Oke, suamiku, banyak yang mengira aku anaknya atau bahkan "piaraan"nya. Kurang asem, tuh orang. Dan suamiku sendiri sangat membanggakan kecantikkanku. Kalau dia berkesempatan untuk membicarakan istrinya, seakan-akan memberi iming-iming pada para pendengarnya hingga aku tersipu walaupun dipenuhi rasa bangga dalam hatiku. Beberapa teman suamiku nampak sering tergoda untuk mencuri pandang padaku. Tiba-tiba aku ada ide untuk menahan kedua anak ini.
"Hai, bagaimana kalau kalian makan siang di sini. Aku punya resep masakan yang gampang, cepat dan sedap. Sementara aku masak kamu bisa ngobrol, baca tuh majalah atau pakai tuh, komputer si oom. Kamu bisa main game, internet atau apa lainnya. Tapi jangan cari yang 'enggak-enggak', ya..", aku tawarkan makan siang pada mereka.

Tanpa konsultasi dengan temannya si Ronny langsung iya saja. Aku tahu mata Ronny ingin menikmati sensual tubuhku lebih lama lagi. Si Idang ngikut saja apa kata Ronny. Sementara mereka buka komputer aku ke dapur mempersiapkan masakanku. Aku sedang mengiris sayuran ketika tahu-tahu Ronny sudah berada di belakangku.
Dia menanyaiku, "Tante dulu teman kuliah mamanya Idang, ya. Kok kayanya jauh banget, sih?".
"Apanya yang jauh?, aku tahu maksud pertanyaan Ronny.
"Iya, Tante pantesnya se-umur dengan teman-temanku".
"Gombal, ah. Kamu kok pinter nge-gombal, sih, Ron".
"Bener. Kalau nggak percaya tanya, deh, sama Idang", lanjutnya sambil melototi pahaku.
"Tante hobbynya apa?".
"Berenang di laut, skin dan scuba diving, makan sea food, makan sayuran, nonton Discovery di TV".
"Ooo, pantesan".
"Apa yang pantesan?", sergapku.
"Pantesan body Tante masih mulus banget".
Kurang asem Ronny ini, tanpa kusadari dia menggiring aku untuk mendapatkan peluang melontarkan kata-kata "body Tante masih mulus banget" pada tubuhku. Tetapi aku tak akan pernah menyesal akan giringan Ronny ini. Dan reaksi naluriku langsung membuat darahku terasa serr.., libidoku muncul terdongkrak. Setapak demi setapak aku merasa ada yang bergerak maju. Ronny sudah menunjukkan keberaniannya untuk mendekat ke aku dan punya jalan untuk mengungkapkan kenakalan ke-lelakian-nya.

"Ah, mata kamu saja yang keranjang", jawabku yang langsung membuatnya tergelak-gelak.
"Papa kamu, ya, yang ngajarin?, lanjutku.
"Ah, Tante, masak kaya gitu aja mesti diajarin".
Ah, cerdasnya anak ini, kembali aku merasa tergiring dan akhirnya terjebak oleh pertanyaanku sendiri.
"Memangnya pinter dengan sendirinya?", lanjutku yang kepingin terjebak lagi.
"Iya, dong, Tante. Aku belum pernah dengar ada orang yang ngajari gitu-gitu-an".
Ah, kata-kata giringannya muncul lagi, dan dengan senang hati kugiringkan diriku.
"Gitu-gituan gimana, sih, Ron sayang?", jawabku lebih progresif.
"Hoo, bener sayang, nih?", sigap Ronny.
"Habis kamu bawel, sih", sergahku.
"Sudah sana, temenin si Idang tuh, n'tar dia kesepian", lanjutku.
"Si Idang, mah, senengnya cuma nonton", jawabnya.
"Kalau kamu?", sergahku kembali.
"Kalau saya, action, Tante sayang", balas sayangnya.
"Ya, sudah, kalau mau action, tuh ulek bumbu tumis di cobek, biar masakannya cepet mateng", ujarku sambil memukulnya dengan manis.
"Oo, beres, Tante sayang", dia tak pernah mengendorkan serangannya padaku.
Kemudian dia menghampiri cobekku yang sudah penuh dengan bumbu yang siap di-ulek. Beberapa saat kemudian aku mendekat ke dia untuk melihat hasil ulekannya.
"Uh, baunya sedap banget, nih, Tante. Ini bau bumbu yang mirip Tante atau bau Tante yang mirip bumbu?".
Kurang asem, kreatif banget nih anak, sambil ketawa ngakak kucubit pinggangnya keras-keras hingga dia aduh-aduhan. Seketika tangannya melepas pengulekan dan menarik tanganku dari cubitan di pinggangnya itu. Saat terlepas tangannya masih tetap menggenggam tanganku, dia melihat ke mataku. Ah, pandangannya itu membuat aku gemetar. Akankah dia berani berbuat lebih jauh? Akankah dia yakin bahwa aku juga merindukan kesempatan macam ini? Akankah dia akan mengisi gejolak hausku siang ini? Nafsu birahiku?

Aku tidak memerlukan jawaban terlampau lama. Bibir Ronny sudah mendarat di bibirku. Kini kami sudah berpagutan dan kemudian saling melumat. Dan tangan-tangan kami saling berpeluk. Dan tanganku meraih kepalanya serta mengelusi rambutnya. Dan tangan Ronny mulai bergeser menerobos masuk ke blusku. Dan tangan-tangan itu juga menerobosi BH-ku untuk kemudian meremasi payudaraku. Dan aku mengeluarkan desahan nikmat yang tak terhingga. Nikmat kerinduan birahi menggauli anak muda yang seusia anakku, 22 tahun di bawah usiaku.

"Tante, aku nafsu banget lihat body Tante. Aku pengin menciumi body Tante. Aku pengin menjilati body Tante. Aku ingin menjilati memek Tante. Aku ingin ngentot Tante".
Ah, seronoknya mulutnya. Kata-kata seronok Ronny melahirkan sebuah sensasi erotik yang membuat aku menggelinjang hebat. Kutekankan selangkanganku mepet ke selangkangnnya hingga kurasakan ada jendolan panas yang mengganjal. Pasti kontol Ronny sudah ngaceng banget. Kuputar-putar pinggulku untuk merasakan tonjolannya lebih dalam lagi. Ronny mengerang. Dengan tidak sabaran dia angkat dan lepaskan baju piyamaku. Sementara baju piyama sudah terlepas bibirnya sudah mendarat ke ketiakku. Dia lumati habis-habisan ketiak kiri kemudian kanannya. Aku merasakan nikmat di sekujur urat-uratku. Ronny menjadi sangat liar, maklum anak muda, dia melepaskan gigitan dan kecupannya dari ketiak ke dadaku. Dia angkat bahuku Dia kuak BH-ku dan keluarkan buah dadaku yang masih nampak ranum. Dia isep-isep bukit dan pentilnya dengan penuh nafsu. Suara-suara erangannya terus mengiringi setiap sedotan, jilatan dan gigitannya. Sementara itu tangannya mulai merambah ke pahaku, ke selangkanganku. Aku tak mampu mengelak dan aku memang tak akan mengelak. Birahiku sendiri sekarang sudah terbakar hebat. Gelombang dahsyat nafsuku telah melanda dan menghanyutkan aku. Yang bisa kulakukan hanyalah mendesah dan merintih menanggung derita dan siksa nikmat birahiku.

Begitu baju piyamaku terlepas, Ronny langsung setengah jongkok menciumi celana dalamku. Dia kenyoti hingga basah kuyup oleh ludahnya. Dengan nafsu besarnya yang kurang sabaran tangannya memerosotkan celana dalamku. Kini bibir dan lidahnya menyergap memek, bibir dan itilku. Aku jadi ikutan tidak sabar.
"Ronny, Tante udah gatal banget, nih".
"Copot dong celanamu, aku pengin menciumi kontol kamu punya, kan".
Dan tanpa protes dia langsung berdiri melepaskan celana panjang berikut celana dalamnya. Kontolnya yang ngaceng berat langsung mengayun kaku seakan mau nonjok aku. Kini aku ganti yang setengah jongkok, kukulum kontolnya. Dengan sepenuh nafsuku aku jilati ujungnya yang sobek merekah menampilkan lubang kencingnya. Aku merasakan precum asinnya saat Ronny menggerakkan pantatnya ngentot mulutku. Aku raih pahanya biar arah kontolnya tepat ke lubang mulutku.
 
Pagi ini aku bangun pertama kali dengan senang karena merasakan sebuah pengakaman dan sensasi yang pertama kali aku dapatkan. Bercinta dengan laki-laki lain yang memberikan aku kepuasaan yang sangat. Belum pernah aku mendapatkan kepuasan birahi seperti yang dilakukan Dewa kepadaku. Sambil meregangkan badan aku melepas selimut dan aku merasakan sentuhan kain satin dasterku di puting buah dadaku dan entah kenapa rasanya nikmat dan merinding kulitku dibuatnya. Terasa putingku membesar dan keras. Cepat aku pergi mandi di shower, aku mandi air dingin. Air membuat kesegaran tersendiri dan aku merasa memekku merebak terkena air sejuk yang mengalir mengenai itilku. Kulitku meremang dan uhhh... aku tiba-tiba sadar bahwa aku menginginkan batang panas untuk mengisi lubang nikmatku. Ahhh... baru tadi malam juga dipuaskan oleh Dewa.

Aku pakai handuk melilitkan di badanku dan menyisir. Dari jendela kamarku ini aku bisa melihat ke luar dan Pak Alfian satpam perumahaan kami sedang mencuci motornya hanya menggunakan kaos dalam warna putih tanpa lengan, ahh... satpa, perumahaan kami itu memang rajin. Walau dia sibuk dengan tugas nya mengamankan perumaahaan ini dari bahaya kemalingan dan sejenisnya dia suka dan rajin mengurus taman di depan rumahku. Tiba-tiba ia ke belakang pohon dan membuka celana pendeknya, mau kencing! Aku berhenti menyisir dan mengamati, astaga besar benar batang kontolnyanya. Ia tak sadar ada yang meperhatikan dan diguncang-guncangnya menghabisi sisa urine-nya dan terasa kakiku melemah, lututku gemetar setelah melihat kontol Pak Alfian. Aku cepat ganti daster tipis pendek, BH dan CD tak sempat lagi kukenakan, dan nafasku menderu berlomba dengan nafsu yang sudah tak tertahan lagi geloranya. Buru-buru aku raih telepon untuk menguhubungi Dewa, ingin aku undang ke rumahku untuk melampiaskan nasfu pagi ku. Tetapi keberuntungan tidak di pihak ku. Dewa tidak menganggat telepon dariku. Dia hanya mengirim pesan bahwa dia sekarang lagi perjalanan ke client nya untuk membuat aplikasi sistem klinik di kota sebelah. Bingung aku sekarang harus berbuat apa dengan nafsu yang sangat tinggi karena melihat kontol Pak Alfian tadi.

Tiba-tiba teleponku berdering, berharap Dewa menelpon dan bilang akan membatalkan janjinya hanya untuk memuaskanku. Tapi ternyata aku salah. Yang menelepon adalah Yenny, bahwa dia baru pulang dari Jogja, kota kelahirannya. Dia bilang ada oleh-oleh kecil untuk aku.

Kalau aku tidak keluar rumah, Idang anaknya, akan mengantarkannya kerumahku. Ah, repotnya sahabatku, demikian pikirku. Aku sambut gembira atas kebaikan hatinya, aku memang jarang keluar rumah dan aku menjawab terima kasih untuk oleh-olehnya. Ah, rejeki ada saja, Yenny pasti membawakan bakpia patok, makanan tradisional dari Jogja kesukaanku. Aku tidak akan keluar rumah untuk menunggu si Idang, yang seingatku sudah lebih dari 10 tahun aku tidak berjumpa dengannya. Untuk sementara aku tahan nafsuku. Aku kenakkan lagi baju santai di rumah. Aku pilih baju semi piyama terusan panjang warna merah pagi ini.

03asmVIM_t.jpg


Menjelang tengah hari sebuah jeep Cherokee masuk ke halaman rumahku. Kuintip dari jendela. Dua orang anak tanggung turun dari jeep itu. Mungkin si Idang datang bersama temannya. Ah, jangkung bener anak Yenny. Aku buka pintu. Dengan sebuah bingkisan si Idang naik ke teras rumah,

"Selamat siang, Tante. Ini titipan mama untuk Tante Indira. Kenalin ini Ronny teman saya, Tante".
Idang menyerahkan kiriman dari mamanya dan mengenalkan temannya padaku. Aku sambut gembira mereka. Oleh-oleh Yenny dan langsung aku simpan di lemari es-ku biar nggak basi. Aku terpesona saat melihat anak Yenny yang sudah demikian gede dan jangkung itu. Dengan gaya pakaian dan rambutnya yang trendy sungguh keren anak sahabatku ini. Demikian pula si Ronny temannya, mereka berdua adalah pemuda-pemuda masa kini yang sangat tampan dan simpatik. Ah, anak jaman sekarang, mungkin karena pola makannya sudah maju pertumbuhan mereka jadi subur. Mereka aku ajak masuk ke rumah. Kubuatkan minuman untuk mereka.

Kuperhatikan mata si Ronny agak nakal, dia pelototi bahuku, buah dadaku, leherku. Matanya mengikuti apapun yang sedang aku lakukan, saat aku jalan, saat aku ngomong, saat aku mengambil sesuatu. Ah, maklum anak laki-laki, kalau lihat perempuan yang agak melek, biar sudah tuaan macam aku ini, tetap saja matanya melotot. Dia juga pinter ngomong lucu dan banyak nyerempet-nyerempet ke masalah seksual. Dan si Idang sendiri senang dengan omongan dan kelakar temannya. Dia juga suka nimbrung, nambahin lucu sambil melempar senyuman manisnya. Kami jadi banyak tertawa dan cepat saling akrab. Terus terang aku senang dengan mereka berdua. Dan tiba-tiba aku merasa berlaku aneh, apakah ini karena naluri perempuanku atau dasar genitku yang nggak pernah hilang sejak masih gadis dulu. Dan kini naluri genit macam itu tiba-tiba kembali hadir. Mungkin hal ini disebabkan oleh tingkah si Ronny yang seakan-akan memberikan celah padaku untuk mengulangi peristiwa-peristiwa masa muda sebelum aku di jodohkan dengan Mas Haris. Peristiwa-peristiwa penuh birahi yang selalu mendebarkan jantung dan hatiku. Ah, dasar perempuan tua yang nggak tahu diri, makian dari hatiku untukku sendiri. Tetapi gebu libidoku ini demikian cepat menyeruak ke darahku dan lebih cepat lagi ke wajahku yang langsung terasa bengap kemerahan menahan gejolak birahi mengingat birahi tertahan tadi pagi.

"Tante, jangan ngelamun. Cicak jatuh karena ngelamun, lho".
Kami kembali terbahak mendengar kelakar Idang. Dan kulihat mata Ronny terus menunjukkan minatnya pada bagian-bagian tubuhku yang masih mulus ini. Dan aku tidak heran kalau anak-anak muda macam Donny dan Idang ini demen menikmati penampilanku. Walaupun usiaku yang memasuki tahun ke 43 aku tetap "fresh" dan "good looking". Aku memang suka merawat tubuhku sejak muda. Boleh dibilang tak ada kerutan tanda ketuaan pada bagian-bagian tubuhku. Kalau aku jalan sama Oke, suamiku, banyak yang mengira aku anaknya atau bahkan "piaraan"nya. Kurang asem, tuh orang. Dan suamiku sendiri sangat membanggakan kecantikkanku. Kalau dia berkesempatan untuk membicarakan istrinya, seakan-akan memberi iming-iming pada para pendengarnya hingga aku tersipu walaupun dipenuhi rasa bangga dalam hatiku. Beberapa teman suamiku nampak sering tergoda untuk mencuri pandang padaku. Tiba-tiba aku ada ide untuk menahan kedua anak ini.
"Hai, bagaimana kalau kalian makan siang di sini. Aku punya resep masakan yang gampang, cepat dan sedap. Sementara aku masak kamu bisa ngobrol, baca tuh majalah atau pakai tuh, komputer si oom. Kamu bisa main game, internet atau apa lainnya. Tapi jangan cari yang 'enggak-enggak', ya..", aku tawarkan makan siang pada mereka.

Tanpa konsultasi dengan temannya si Ronny langsung iya saja. Aku tahu mata Ronny ingin menikmati sensual tubuhku lebih lama lagi. Si Idang ngikut saja apa kata Ronny. Sementara mereka buka komputer aku ke dapur mempersiapkan masakanku. Aku sedang mengiris sayuran ketika tahu-tahu Ronny sudah berada di belakangku.
Dia menanyaiku, "Tante dulu teman kuliah mamanya Idang, ya. Kok kayanya jauh banget, sih?".
"Apanya yang jauh?, aku tahu maksud pertanyaan Ronny.
"Iya, Tante pantesnya se-umur dengan teman-temanku".
"Gombal, ah. Kamu kok pinter nge-gombal, sih, Ron".
"Bener. Kalau nggak percaya tanya, deh, sama Idang", lanjutnya sambil melototi pahaku.
"Tante hobbynya apa?".
"Berenang di laut, skin dan scuba diving, makan sea food, makan sayuran, nonton Discovery di TV".
"Ooo, pantesan".
"Apa yang pantesan?", sergapku.
"Pantesan body Tante masih mulus banget".
Kurang asem Ronny ini, tanpa kusadari dia menggiring aku untuk mendapatkan peluang melontarkan kata-kata "body Tante masih mulus banget" pada tubuhku. Tetapi aku tak akan pernah menyesal akan giringan Ronny ini. Dan reaksi naluriku langsung membuat darahku terasa serr.., libidoku muncul terdongkrak. Setapak demi setapak aku merasa ada yang bergerak maju. Ronny sudah menunjukkan keberaniannya untuk mendekat ke aku dan punya jalan untuk mengungkapkan kenakalan ke-lelakian-nya.

"Ah, mata kamu saja yang keranjang", jawabku yang langsung membuatnya tergelak-gelak.
"Papa kamu, ya, yang ngajarin?, lanjutku.
"Ah, Tante, masak kaya gitu aja mesti diajarin".
Ah, cerdasnya anak ini, kembali aku merasa tergiring dan akhirnya terjebak oleh pertanyaanku sendiri.
"Memangnya pinter dengan sendirinya?", lanjutku yang kepingin terjebak lagi.
"Iya, dong, Tante. Aku belum pernah dengar ada orang yang ngajari gitu-gitu-an".
Ah, kata-kata giringannya muncul lagi, dan dengan senang hati kugiringkan diriku.
"Gitu-gituan gimana, sih, Ron sayang?", jawabku lebih progresif.
"Hoo, bener sayang, nih?", sigap Ronny.
"Habis kamu bawel, sih", sergahku.
"Sudah sana, temenin si Idang tuh, n'tar dia kesepian", lanjutku.
"Si Idang, mah, senengnya cuma nonton", jawabnya.
"Kalau kamu?", sergahku kembali.
"Kalau saya, action, Tante sayang", balas sayangnya.
"Ya, sudah, kalau mau action, tuh ulek bumbu tumis di cobek, biar masakannya cepet mateng", ujarku sambil memukulnya dengan manis.
"Oo, beres, Tante sayang", dia tak pernah mengendorkan serangannya padaku.
Kemudian dia menghampiri cobekku yang sudah penuh dengan bumbu yang siap di-ulek. Beberapa saat kemudian aku mendekat ke dia untuk melihat hasil ulekannya.
"Uh, baunya sedap banget, nih, Tante. Ini bau bumbu yang mirip Tante atau bau Tante yang mirip bumbu?".
Kurang asem, kreatif banget nih anak, sambil ketawa ngakak kucubit pinggangnya keras-keras hingga dia aduh-aduhan. Seketika tangannya melepas pengulekan dan menarik tanganku dari cubitan di pinggangnya itu. Saat terlepas tangannya masih tetap menggenggam tanganku, dia melihat ke mataku. Ah, pandangannya itu membuat aku gemetar. Akankah dia berani berbuat lebih jauh? Akankah dia yakin bahwa aku juga merindukan kesempatan macam ini? Akankah dia akan mengisi gejolak hausku siang ini? Nafsu birahiku?

Aku tidak memerlukan jawaban terlampau lama. Bibir Ronny sudah mendarat di bibirku. Kini kami sudah berpagutan dan kemudian saling melumat. Dan tangan-tangan kami saling berpeluk. Dan tanganku meraih kepalanya serta mengelusi rambutnya. Dan tangan Ronny mulai bergeser menerobos masuk ke blusku. Dan tangan-tangan itu juga menerobosi BH-ku untuk kemudian meremasi payudaraku. Dan aku mengeluarkan desahan nikmat yang tak terhingga. Nikmat kerinduan birahi menggauli anak muda yang seusia anakku, 22 tahun di bawah usiaku.

"Tante, aku nafsu banget lihat body Tante. Aku pengin menciumi body Tante. Aku pengin menjilati body Tante. Aku ingin menjilati memek Tante. Aku ingin ngentot Tante".
Ah, seronoknya mulutnya. Kata-kata seronok Ronny melahirkan sebuah sensasi erotik yang membuat aku menggelinjang hebat. Kutekankan selangkanganku mepet ke selangkangnnya hingga kurasakan ada jendolan panas yang mengganjal. Pasti kontol Ronny sudah ngaceng banget. Kuputar-putar pinggulku untuk merasakan tonjolannya lebih dalam lagi. Ronny mengerang. Dengan tidak sabaran dia angkat dan lepaskan baju piyamaku. Sementara baju piyama sudah terlepas bibirnya sudah mendarat ke ketiakku. Dia lumati habis-habisan ketiak kiri kemudian kanannya. Aku merasakan nikmat di sekujur urat-uratku. Ronny menjadi sangat liar, maklum anak muda, dia melepaskan gigitan dan kecupannya dari ketiak ke dadaku. Dia angkat bahuku Dia kuak BH-ku dan keluarkan buah dadaku yang masih nampak ranum. Dia isep-isep bukit dan pentilnya dengan penuh nafsu. Suara-suara erangannya terus mengiringi setiap sedotan, jilatan dan gigitannya. Sementara itu tangannya mulai merambah ke pahaku, ke selangkanganku. Aku tak mampu mengelak dan aku memang tak akan mengelak. Birahiku sendiri sekarang sudah terbakar hebat. Gelombang dahsyat nafsuku telah melanda dan menghanyutkan aku. Yang bisa kulakukan hanyalah mendesah dan merintih menanggung derita dan siksa nikmat birahiku.

Begitu baju piyamaku terlepas, Ronny langsung setengah jongkok menciumi celana dalamku. Dia kenyoti hingga basah kuyup oleh ludahnya. Dengan nafsu besarnya yang kurang sabaran tangannya memerosotkan celana dalamku. Kini bibir dan lidahnya menyergap memek, bibir dan itilku. Aku jadi ikutan tidak sabar.
"Ronny, Tante udah gatal banget, nih".
"Copot dong celanamu, aku pengin menciumi kontol kamu punya, kan".
Dan tanpa protes dia langsung berdiri melepaskan celana panjang berikut celana dalamnya. Kontolnya yang ngaceng berat langsung mengayun kaku seakan mau nonjok aku. Kini aku ganti yang setengah jongkok, kukulum kontolnya. Dengan sepenuh nafsuku aku jilati ujungnya yang sobek merekah menampilkan lubang kencingnya. Aku merasakan precum asinnya saat Ronny menggerakkan pantatnya ngentot mulutku. Aku raih pahanya biar arah kontolnya tepat ke lubang mulutku.
Mantab hu....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd