Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG A Diary of Dick (Season 2) - Multiple Strikes

Hebat hu. Ngak perlu dibuat lesbi. Toh armand yg buat mereka ngumpul. Jadi bibit lesbi nya ngak ada.
 
“Makan dulu nih a, pasti laper banget”, ujar Silvy sambil tersenyum dan menyuapiku.

“Iya nih tau aja”, aku lalu dengan lahap makan disuapi Silvy.

“A Armand tidurnya pules banget ampe ngorok, kirain gak bakal bangun lagi”, canda Silvy. Kucubit pelan lengannya sambil tertawa

“Ngomong-ngomong pada rapi-rapi mau kemana Vi ?”, tanyaku.

“Oh, kita mau jalan-jalan keluar a, lihat sunset, pas banget a Armand bangun, abis ini siap-siap juga ya”

“Oke ayo jalan, sambil malam mingguan”, ujarku.

Selesai makan aku lalu siap-siap, kemudian berangkat dengan para istriku. Di mobil kami mengobrol dan berdebat tentang pakai cadar atau jangan. Khawatir di tempat umum ada yang mengenali. Rara dengan pede tidak akan pakai, dia santai saja kalaupun ada yang mengenalinya, karena memang tempat-tempat seperti pantai adalah tempat mainnya. Tante Rani malah pakai burqa, khawatir teman klub-nya ada yang mengenali.

“Biasa lah tante-tante rempong, ntar kalau tahu tante disini, terus tanya nginep dimana dan ngajak kumpul-kumpul kan ribet, gapapa lah tante baju begini aja, biar kaya bini ustad, lagian emang sengaja udah disiapin karena yakin pasti bakal main ke pantai, lain kali aja kalo ke pantai ama bule baru pakai bikini hehehe”, seloroh tante Rani.

“Silvy gimana ?”, tanya Rara.

“Ah aku mah gausah pake Ra, siapa atuh temen Silvy yang maen sampe kesini-sini, Silvy mah kan dari dulu juga bukan anak gaul, ga ada yang ngenalin”, ujar Silvy.

“Gak gaul kok doyan ngentot”, ledek Rara. Kami pun tertawa, sementara Silvy cuma senyum-senyum.

Aku sendiri tidak perlu menyembunyikan diri, karena Vany memang tahunya aku sedang pergi ke pantai dalam rangka kerjaan sekalian main sebentar. Sesampainya di pantai kulihat sudah banyak orang, banyak bule juga. Rupanya selain mau lihat sunset, kebetulan malam ini ada konser DJ live di salah 1 spot di pantai, acaranya sudah dimulai dengan sejumlah artis untuk opening act. Kebetulan sekali.

Para ladies berdandan macam macam, Silvy tampak tampil sederhana khas gadis desa. Hijab berwarna kuning gading dengan jaket tebal (karena angin laut kencang dan takut masuk angin) dan rok panjang lalu sendal dengan kai yang dibalut kaos kaki. Sementara tante Rani memakai pakaian burqa ala timur tengah berwarna hitam, tertutup semua tubuhnya termasuk cadar di wajahnya. Rara yang paling gaul, memakai gaun terusan dengan rok yang pendek jauh diatas lutut, jaket blue jeans dan kacamata serta topi bundar berpita, kakinya hanya beralas sendal.

“Jaket-nya agak gak match gitu ya ama gaunnya, bodo amat lah dari pada gue masuk angin”, ujar Rara.

Kami berjalan beriringan mencari spot yang enak untuk melihat sunset, banyak wanita berbikini lalu lalang, tapi aku tak begitu nafsu, ada memek 3 biji gratis masak masih mau yang lain aja. Aku sempat ber-selfie dengan seorang bule pria, buat bahan laporan ke Vany kalau aku sedang di pantai dengan Mark, lagipula Vany tidak tahu wajah Mark.

“Thank you mister”, ujarku berterima kasih.

“OK you’re welcome, by the way, she is your mom ?”, ujar bule itu menunjuk tante Rani.

“Oh, her ? No, she is my wife, all of these woman is my wifes”, ujarku sambil merangkul para ladies. Bule tadi cuma geleng-geleng.

Kemudian kami berpencar, tante Rani bilang ingin menyendiri sambil lihat sunset, sementara Rara ingin nonton konser. Aku berduaan saja dengan Silvy di salah satu sudut di bibir pantai yang agak sepi, sambil minum kelapa muda. Kami ngobrol sambil tertawa-tawa. Intim sekali, layaknya sepasang suami-istri. Aku korek-korek masa lalunya dan hubungannya dengan Fildan, rupanya biar sedang bersamaku dia masih memikirkan suaminya. Silvy sayang betul dengan suami kampretnya itu, itulah yang membuatnya bersedia dinikahi dan bertahan dengan segala kelakuan Fildan serta masalah rumah tangganya, walaupun dia bilang nyaman berada di dekatku sambil menyandarkan kepalanya di bahuku. Sial, mulai baper aku gara-gara Silvy.

Tante Rani dan Rara lalu menghampiri kami saat hari sudah gelap, Rara mengajakku untuk menemaninya nonton konser.

“Ayo bang nonton, tante mah gak gaul, gak mau diajak nonton begituan”, ajak Rara.

“Bukannya gak mau Ra, masak tante mau nonton bajunya begini, bentar ganti baju dulu”, ujar tante Rani.

“Ah kelamaan, ayo bang, Silvy mau ikut ?”, ajak Rara. Silvy menggeleng.

“Yaudah sana nonton gih, tante disini dulu ama Silvy”, ujar tante Rani. Silvy menatapku seakan tak rela ditinggal, aku lalu mengecup bibirnya kemudian pergi dengan Rara.

Kami pun sampai di tempat konser, ramai sekali, konser gratisan yang disponsori produk rokok terkenal. Kulihat beberapa stand dan booth, ada makanan dan minuman, ada kumpulan anak-anak motor yang habis touring, dan tentunya mbak-mbak SPG yang montok-montok.

Rara begitu bersemangat mencari spot untuk nonton sampai kemudian kami terpisah, aku lalu mencari-cari Rara.

“Armand ! Armand !”, aku menoleh ke sumber suara, seorang wanita berhijab dengan polo shirt merek rokok melambai padaku. Sial, ada yang mengenaliku.

“Bener Armand ya, kirain salah orang”, ujar wanita itu setelah berhadapan denganku dan Rara.

“Dini ? ngapain disini ? jadi SPG ?”, tanyaku. Dini adalah teman SMP-ku, ibu-ibu, anaknya 2. Lumayan manis lah orangnya.

“Ngaco wae kamu mah, aku jadi supervisor SPG, ya buat tambahan lah mumpung suami lagi dinas, Armand ngapain disini ?”, tanya Dini.

“Kebeneran abis ngecek ada proyek deket sini, ini nganter temen kantor”, jelasku berusaha santai, padahal panik.

“Eh Man, minta nomer HP dong, kamu mah di bbm tanda silang wae, ada keperluan penting si aku teh sama kamu”, ujar Dini. Kami pun bertukar nomor handphone, lalu aku pergi.

“Have fun yaaahhh”, teriak Dini sambil melambaikan tangan.

Aku lalu bertemu Rara yang sudah memegang 2 botol bir berukuran besar, maka kami pun masuk ke kerumunan penonton.

Kemudian aku dan Rara larut dalam musik EDM yang menggempur telinga kami dan ratusan penonton yang hadir. Seorang DJ wanita bule tampak asik dibelakang turn-table nya memainkan lagu dengan beat cepat sambil sesekali mengangkat tangannya dan melambai ke penonton. Kulihat sejumlah pasangan bule yang saling bercumbu mesra tanpa ragu di hadapan banyak orang, bahkan sejumlah pasangan sesama jenis juga melakukannya, nah ini beneran jijik.

Aku dan Rara bercumbu di antara kepungan orang-orang bergoyang, kami berangkulan dan melompat-lompat sesuai beat musik. Sesekali kami menenggak minuman. Cumbuan kami makin ganas seiring suasana, makin lama suasana makin tak terkendali. Pasangan-pasangan di sekitar kami makin tak malu lagi melampiaskan nafsunya di depan umum, terutama para bule. Kulihat banyak perempuan bule berani melepas pakaiannya sehingga toket mereka diumbar di muka umum, ada pasangan yang sedang bercumbu panas dimana si pria menghisapi toket perempuan pasangannya, ada juga perempuan bule yang sedang nyepong. Makin lama makin banyak orang yang telanjang, berpelukan tanpa busana sambil mengikuti irama musik. Puncaknya, sepasang bule kulihat ngentot dalam posisi berhadapan dimana si wanita di gendong si pria.

Ini dugem pertama seumur hidupku dan langsung kulihat pemandangan gila seperti ini, apa memang dugem itu begini ? Apa warga sekitar pantai tidak komplain dengan hal ini ? Memang sih, kebanyakan orang masih sekedar joget menikmati musik, hanya sedikit yang ‘gila’, tapi kan... Aduh, apalagi ini pantai selatan yang terkenal mistis, tapi nampaknya orang-orang gila ini tidak peduli. Aku sempat menatap Rara yang ternyata ikut melongo juga melihat kegilaan di sekitar kami, namun kemudia aku dan Rara larut lagi dalam nafsu.

Akhirnya aku dan Rara ikut-ikutan menggila, aku menurunkan celanaku sedikit hingga kontolku nampak, kumasukkan kontolku ke memek Rara yang berdiri membelakangiku sambil mengangkat sedikit gaun terusannya dan meminggirkan tali g-stringnya, kurangkul leher dan pinggangnya sambil mengikuti beat pelan yang kini dimainkan. Kami masih belum berani segila para bule yang telanjang.

“Sssshhhhh...”, desah Rara pelan menikmati tusukan kontolku, sementara aku sambil mencumbu lehernya.

Tak lama kemudian aku dan Rara keluar dari kerumunan dan mencoba pergi ke belakang panggung. Kami mencari area yang sepi dan agak gelap untuk melampiaskan nafsu.

Lagi seru-serunya bercumbu, kudengar bunyi desahan tidak jauh dari tempatku dan Rara. Karena gelap, kunyalakan flash HP-ku ke arah suara. Rupanya sepasang bule sedang ngentot disitu. Si pria bule tampak kesal dengan sorotan flashlight-ku.

“Just do your own business !!!”, teriak si bule pria sambil mengacungkan jari tengah, sementara bule perempuannya tampak dalam posisi menunduk membelakangi si pria sambil berpegangan pada tembok.

“Oh okay, I’m sorry”, jawabku singkat lalu mematikan flashlightku.

Aku lanjut bercumbu dengan Rara dalam posisi berdiri dan Rara bersandar ke tembok, toketnya kuremas sementara tangan Rara mengelus selangkanganku.

“Aaaahhh eeemmmppphhhh...”, desah Rara menikmati rangsanganku. Kami begitu sibuk merangsang lawan jenis kami. Sebelah tanganku mulai bergerilya ke belahan memek di balik g-stringnya yang masih ditutup gaun terusan tipis.

“Shit you !!! Ah I fuck you bitch !!! Fuck Fuck Fuuuucccckkkk aaarrrrggggghhhhh !!!”, teriak si bule di dekat kami. Aku dan Rara tak peduli dan lanjut foreplay.

“Haaaaaaahhhhhh !!!! Hhhaaaaaahhhhhhhh !!! I fucking you motherfucker !!!”, teriak si bule makin kencang. Aku dan Rara lalu berhenti dan tertawa sambil menahan suara kami.

“Gak asik ya disini”, ujar Rara.

“Iya, pindah yuk”, ajakku. Rara setuju, dan kami pun pergi mencari tempat lain.

Sepanjang jalan mencari spot, aku dan Rara seperti sejoli dimabuk birahi, pelukan dan ciuman, sesekali aku menggesekkan kontolku dibalik celana ke pantat Rara, bahkan muterin pohon kelapa macam film India kami lakukan. Gairah kami sedang sama-sama tinggi, ditambah kami agak mabuk sedikit karena sepanjang jalan kami beberapa kali membeli bir, padahal aku habis tempur tadi siang dengan tante Rani.

Akhirnya kami sampai di salah satu area sepi di pinggir pantai, aku dan Rara lalu bercumbu sambil Rara bersandar di batang pohon kelapa. Kupegang memek Rara yang sudah becek sementara Rara menikmati cumbuanku di lehernya sambil menjambak rambutku.

Kami lalu melepas pakaian kami, setelah sama-sama telanjang bulat aku dan Rara berpelukan dan bercumbu sambil berguling-guling di pasir pantai. Angin pantai yang berhembus tidak membuat kami kedinginan karena sama-sama terbakar gelora birahi.

Tubuh Rara begitu mulus dengan kulit kecoklatan yang eksotis, toketnya tak sebesar punya tante Rani, namun padat dan bulat sempurna. Badan Rara yang padat berisi itu kujamahi setiap jengkalnya dengan lidah dan tanganku, sementara Rara yang terlentang begitu menikmati rangsanganku.

“Ah anjingggg.... Armand ah eemmmppphhhh”, desah Rara. Ia mendekap wajahku ke tubuhnya. Kuhirup aroma parfum Rara yang semakin membuat birahiku melonjak tinggi. Aku lalu tanpa ragu mengarahkan kepalaku ke selangkangan tempat memeknya berada, kuhirup wangi memek Rara lalu perlahan kujilati bagian luarnya.

“Aaaaaaahhhhhhhhh Armand... bang... Sssshhhhh”, desah Rara sambil membenamkan kepalaku ke memeknya dengan kedua tangannya.

Kutahan kedua paha Rara dengan lenganku sambil agak kuangkat. Kumainkan lidahku di celah memeknya, mencoba masuk ke dalam dan mengobok-obok liang senggamanya, tak peduli beragam rasa yang muncul di lidahku, libidoku sudah meninggi. Kudengar Rara mendesah, terkadang tertawa kegelian. Rara lalu iseng melingkarkan kakinya di kepalaku dan menekan kuat kepalaku ke memeknya hingga aku sulit bernafas.

“Makan tuh memek anjiiiiiinnnnnggggggggggg hhhhhhhaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh !!!”, teriak Rara. Kemudian aku berontak dan melotot ke arahnya, Rara lalu tertawa.

“Gantian ah sini”, ujarku. Rara lalu bangkit dan lalu giliranku selonjoran sambil agak duduk di pasir pantai. Rara lalu perlahan mencumbui perutku sambil tangannya bermain di kontolku, lidahnya menelusuri perut dan dadaku, sesekali ia mencumbu bibirku. Aku sesekali membantu mengibaskan rambutnya ke kiri atau ke kanan, maka tampak wajahnya hingga ke leher yang mulus itu, sensual sekali.

Rara lalu mulai memainkan lidahnya di kepala kontolku, memutar-mutar ujung lidahnya di kepala kontolku sambil tangannya mengocok, geli rasanya. Ia lalu menghisap lubang kencingku sambil menatap wajahku. Benar-benar sensual.

Aku lalu meraba sekitarku berusaha meraih botol bir, entah botol keberapa ini. Sambil disepong Rara sambil minum bir, surga dunia sekali ini. Rara sempat berhenti nyepong dan minum bir sedikit, lalu nyepong lagi. Aku juga menemukan rokok di jaket Rara yang berserakan dengan gaunnya, kunyalakan sebatang sambil menikmati sepongan Rara, bir, serta pemandangan pantai di malam hari yang indah plus angin sepoi-sepoi. Sedapnyeu.

“Minta minum lagi”, ujar Rara yang berhenti nyepong untuk minta seteguk bir. Alih-alih memberi Rara botol bir, aku malah mengalirkan bir ke tubuhku. Aliran minuman keras itu membasahi dada hingga pinggulku. Rara tersenyum mengerti maksudku.

Ia lalu menjilati tubuhku yang basah oleh bir, mulai dari pinggul dada hingga leherku. Kurasakan deru nafasnya yang menahan nafsu di telingaku, juga toketnya yang kenyal menyentuh dadaku yang basah. Ia bolak-balik naik turun menjilati tubuhku. Kemudian kami bercumbu mesra dan panas dengan lidah yang beradu, kurangkul Rara dengan sebelah tanganku, kuarahkan agak miring, lalu kusiramkan bir ke tubuh bagian depannya. Aliran air membasahi toket besarnya hingga ke perutnya serta sedikit ke leher dan punggungnya.

Aku lalu balik menjilati leher Rara, kurasakan Rara yang sudah gemas agak menggigit pundakku sambil kedua tangannya melingkar di leher dan pinggangku. Perlahan ku balik tubuhnya sehingga kini aku diatas. Kujilati lagi tiap jengkal tubuh Rara yang basah oleh bir, dari atas kebawah. Kuremas-remas toket Rara sambil kulumat habis toket dan putingnya bergantian.

“Sssssssshhhhhh... eeemmmmppphhhh hhhhhooooooohhhhhhh”, desah Rara. Tanganku menggerayangi memeknya yang sudah basah sekali. Tubuh kami pun basah oleh bir dan air laut yang sesekali menyentuh kaki kami di pinggir pantai, ada pula butiran pasir yang menempel di punggung kami. Kotor memang, sekotor nafsu birahi kami yang sebenarnya adalah ada hubungan darah, namun kami tak peduli.

“Ayooo masukin, udah gak kuaaaattttt”, pinta Rara. Aku setuju, kontolku sudah kelamaan menunggu.

“Haaaaaaahhhhhhh... eeeemmmmmmmmpppppppphhhhh”, desah kami kompak saat akhirnya kontolku menembus liang memek Rara.

Kuangkat kedua kaki Rara sambil kugoyang pelan memek Rara, sementara Rara nampak memejamkan matanya menikmati kontolku di memeknya, kedua tangannya meremas dadanya, sesekali meremas pasir pantai di sekitar kami.

Kupercepat genjotanku di memek Rara, terdengar bunyi kelamin kami beradu di tengah deru ombak menyapu bibir pantai dan membasahi tubuh kami. Rara menggeliat seperti cacing kepanasan diatas pasir. Kulit kecoklatan eksotisnya yang basah nampak begitu sensual, birahiku meninggi menatap pemandangan ini.

“Ah.. oh... ah... oh... uuuhhhhh hhhmmmmppppphhhhh...”, suara desah kami bersahutan. Kuberi Rara tusukan-tusukan dalam yang menembus jauh ke liang vaginanya, Rara membalasnya dengan menggoyang pinggulnya sehingga kontolku menjamah seisi liang memeknya. Gemas sekali aku dengan memek perempuan muda yang binal ini.

Kulebarkan bukaan selangkangan Rara dengan meninggikan kedua kakinya dan ditahan oleh lenganku, sementara kepalaku berusaha meraih bibir Rara untuk mencumbunya. Tusukan kontolku makin dalam pada posisi seperti ini, sementara Rara tak menyerah memberi perlawanan dengan goyangan pinggulnya. Kami pun berciuman dan bergantian mengobok-obok rongga mulut lawan dengan lidah kami masing-masing.

Aku lalu merebahkan tubuhku diatas badan Rara dan mencumbui lehernya, sementara kaki Rara melingkar di pinggangku juga tangannya melingkar memelukku. Matanya terpejam dan mulutnya menggumam menikmati persenggamaan kami.

“Anjiiiinnngggg ooooooooohhhhhh ngen... ooouuuhhhh ngentoooootttt nikmaaaattt...”, racau Rara.

Puas berada diatas, Rara lalu mendorong tubuhku ke samping dan kini dia ada diatas, woman on top. Rara memang tipe yang tidak sabaran, ia selalu ingin genjotan-genjotan high speed. Seperti sekarang ini, tanpa ampun ia menggenjot memeknya naik turun sambil memegang tanganku yang meremas toketnya.

“Ah ! ah ! ah ! Aaaaaahhhh !”, jerit Rara kencang sambil menggenjot memeknya. Kepalanya mendongak ke atas dan matanya sesekali terpejam. Liar sekali. Rara lalu berhenti sebentar dan memintaku mengambilkan rokok di jaketnya, ia lalu menyalakan dan menghisapnya. Keren juga, seorang wanita ngentot sambil merokok. Lalu ia mulai lagi menggenjot dengan liarnya.

“Heeeiiiiii !!!! ah... ah ! Bule goooobbbblllllooooggggg, kadieu ngentot anjiiiiiiinngggggg hahahahahahahahaha !!!”, teriak Rara sambil melambaikan tangan. Aku sontak menoleh kebelakang, rupanya ada 3 orang bule yang lewat, berjalan pelan sambil menatap kami. Mereka tampak geleng-geleng melihat tingkah kami. Sableng juga si Rara ini, ada orang ngeliat lagi ngentot malah diteriakin.

Rara lalu merebahkan tubuhnya dia atas tubuhku sambil masih memompa pinggulnya naik turun, ia mencumbu ganas bibirku dan menjilati leherku.

“Raaa... ahhhh, kamu gak bisa pelan apa ?”, tanyaku.

“Hmmmmhhhhh... ah ! aaahhh ? apa ?”, tanya Rara.

“Kamu gak bisa pelan apa ngegenjotnya ah...”, ucapku agak keras supaya terdengar.

“Oooohhhh... ssshhhh... kenapa emang bang ? Lu mau keluar ya njing ?”

“Bukan gitu kampret, kamu tu rusuh banget ngentotnya”, ujarku.

“Hahahahahahaahahahahaha... Abisnya enakan begini aaahhhhh... kalo pelan-pelan gak asik, enakan cepet begini”, jawab Rara. Ia lalu menambahkan, “lu kalo mau keluar bilang aja bang aaahhhhh.... kita barengan”.

“Ah baru juga setengah jam Ra, tapi kalo dihajar gini terus ya bakal keluar”, jawabku.

“Gapapa Man... ssshhhhh.... ntar ngentot lagi, mending sebentar-sebentar tapi sering dari pada ngentot lama tapi cuma sekali”, ujar Rara. Aku jadi tahu prinsip Rara seperti itu, ah namanya orang memang macam-macam jenisnya ya.

Rara masih terus memompa memeknya sambil bercumbu denganku dalam posisi woman on top, ketika genjotannya mulai pelan aku lalu iseng mencabut kontolku dan bangkit berguling ke samping meninggalkan Rara.

“Eeeehhhh kemana lu bang ? Ah nanggung nih !”, hardik Rara kesal. Aku tertawa.

“Salah sendiri kenapa genjotannya jadi pelan”, jawabku.

“Yeee... pinggang gue kan pegel kampret goyang melulu, lagian lu kagak keluar-keluar sih bang, gue udah nahan-nahan padahal”, teriak Rara.

Aku lalu berdiri menjauh, Rara bangkit mengejarku. Jadilah kami berlarian di pantai, main guyur-guyuran air ala sinetron, tapi sambil telanjang bulat. Lucu juga, seorang wanita mengejarku karena minta dientot hehehe.

“Kontttoooooolllll sini anjiiiinnngggg !!! Gue pengen dientoootttttt”, teriak Rara.

Aku sengaja memelankan lariku, lalu Rara pun melompat menangkap tubuhku, kami bercumbu dan berguling-guling di pasir pantai yang basah.

Puas mengisengi Rara, aku pun menyuruh ia menungging. Rara menurut dan tanpa basa basi aku menusukkan kontolku ke liang memeknya. Kugenjot cepet kontolku sehingga Rara menjerit-jerit menerima sodokanku, jeritan nikmat tentunya.

Debur ombak membasahi tubuh kami, merendam kakiku yang berlutut juga separuh kaki dan lengan Rara yang menungging. Rambut Rara yang lepek karena basah makin menambah gairahku dalam menggenjot memeknya.

Rara lalu menegakkan tubuhnya sambil masih kusodok dari belakang, kini aku bisa meremas dadanya dan menjilati lehernya sambil kupeluk pinggangnya. Sementara tangan Rara berusaha meraih kepalaku dari depan untuk kemudian mencumbu bibirku, sementara kaki kami terendam air hingga ke sebagian paha.

“Aaaahhhh Armand aaaahhhhh.... kontoooooollllll ngentooooottttt”, racau Rara.

Beberapa menit dalam posisi tersebut, aku dan Rara mengganti posisi. Kami mencari area yang agak jauh dari sentuhan ombak laut. Rara meminta ingin diatas lagi. Maka kembalilah kami dalam posisi woman on top saling berhadapan.

Rara menggenjot ganas memeknya, nampaknya ia sudah akan keluar. Aku pun lama-lama ingin keluar juga karena diberi serangan liar Rara. Kuremas-remas toketnya sambil kumainkan toketnya. Rara mendongakkan kepalanya ke atas seakan menikmati detik-detik menjelang orgasmenya.

“Ah... ohhhh... aaaahhhh... ssshhhh bentar lagi sampe aaaahhhh”, desah Rara.

“Ah aku juga Raaaa...”, jawabku. Rara mempercepat genjotannya, semakin dalam saja kontolku menembus liang memeknya.

“Haaaahhhh Raaaa !!! Keluar Ra AAAAAAAAARRRRGGGGGGGHHHHHHHH !!!”, teriakku. Aku berusaha mencabut kontolku, namun Rara justru menekan memeknya kuat-kuat sehingga muncratlah spermaku di dalam liang vaginanya.

“HHHHAAAAAANNNNJJJJJJJJJJJIIIIIIIIIIIIIINNNNNNNGGGGGG AAAAAAAAAAARRRRRGGGGGGHHHHHHHHHHH !!!!!!!!!!!”, jerit Rara mencapai orgasmenya.

Crot ! crot ! croootttt !!!

Usai orgasme, Rara ambruk menimpa tubuhku. Kami pun berpelukan sambil dibasahi ombak yang hanya menyentuh kaki kami.

“Ra, gue keluar di dalem loh”, ujarku sambil membelai lembut rambut Rara.

“Gapapa bang, tenang aja, gue gak bakalan bunting kok, udah diajarin trik-nya ama tante Rani, makanya dia juga berani aja pas lu barusan ngecrot di memeknya tadi siang”, jawab Rara.

Aku melongo, rupanya ada triknya toh. Benar-benar skill dewa si tante Rani.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd