Chapter I
Act 2
WELCOME HOME
By : Marucil
"Yayaang"
"Yayaaaang"
Tok tok tok tok
"Yayang, bangun sayang, sudah pagi ayoo sarapan dulu itu ditunggu papa sama dek Marissa looh!!!"
"Bangun yayaang" suara mama mengetuk pintu dan terus membangunkanku sedari tadi.
"Iya iyaaa iyaaaa maah, Yayang udaaah banguuun kook"
"Yah udah ni buka pintunya dulu dong sayaaangggg."
Akhirnya dengan kondisi yang masih sangat mengantuk, aku berjalan menuju pintu dan membukakan pintu kamarku untuk mamah. Lalu aku kembali ke atas kasur kesayanganku dan menjatuhkan tubuhku dengan posisi telungkup.
"Aduhh yayang, kok malah tidur lagii"
"Ayoo ayoo banguun, tidurnya udah puaas kan.
"Ayooo dong bangun, lihat tuh dek Marissa saja udah bangun dari tadi"
"Ayo ayooo, cuci muka cuci mukaa."Bujuk mamah agar aku bangun.
"Iya iya mamah, ini aku banguuun kokk" kataku sambil berusaha bangkit lagi dari kasur.
"Nah gitu, yah udah kamu mandi cepet mama tunggu dibawah, kita sarapan bareng soalnya papah mau pergi"
"Iya maaahhhh."
Akhirnya kukumpulkan tenagaku, kuregangkan tubuhku agar teras fresh kembali. Lalu bergegas kumasuk kedalam kamar mandi cuci muka sikat gigi lalu kurapikan sedikit rambut singaku Kulihat kumis dan berewokku sudah mulai tumbuh lagi. Emm tapi nanti sajalah aku cukur, aku masih punya banyak waktu untuk melakukannya.
Seusai membersihkan diri aku segera turun dari kamarku dan bergegas menuju ruang makan. Sesampainya di sana, papa Mama dan mbak Icha telah siap di meja makan. Ku sapa mereka semua dan memberikan kecupan pagi untuk hari ini.
"Pagii pahh, Maaah, Mba Ichaaa"
"Pagiiiii, ayooo duduk kita sarapan dulu" Jawab papah
"Kamuu ini kalau di rumah bangunnya susaaah sekali, ya sudah ayoo sarapan duluu" kata mama sambil menuangkan makanan diatas piring lalu memberikannya padaku.
"Memang kalau di kos juga suka begitu ya dek Marissa?" Telisik mama mencoba mengorek kebiasaanku kalau di kosan.
"Wahh kalau di kosan malah lebih gawat Tante, waktu itu kan pernah kita semua janjian buat Jogging pagi, dan yang bikin rencana itu yah Bastian sendiri. Tapi yang gak ikut justru malah dia sendiri, eh pas kita dah pulang jogging dia masih tidur juga" jelas Mba Icha panjang, berhasil membongkar semua aibku
"Sampai segitunya.. Yah ampuun yayang, kamu tu lohhh jangan keseringan begadang ah, ndak baik buat kesehatan." Kata mama menasihatiku.
"Iya maaah iyaa. Ah mbak ichaa nihhh pake diceritain segalaa." Kataku sedikit malu.
"Udah gak apa apa, jaman papa kuliah juga kaya gitu kook, " kata papa membelaku.
"Asiiik ada yang ngebelaiin, tos duluu paaah" Sahutku sambil Tos dengan papah.
"Haduuuh ini anak sama papanya sama aja memang, ya sudah yu kita makan duluuu"
"Ayoo papah jangan baca koran terus ahh.oran kemarin kok yo dibaca hari minggu, " Sahut Mamah menyuruh papa berhenti membaca koran.
"Baca koran kan nda ada batasan hari mau di baca kapan, lagian ini ada berita menarik, sedang hangat dibincangkan di media."
"Memanggg beritaaaaa apaaan paaah" kataku dengan makanan yang sudah aku masukan kedalam mulut.
"Berita tentang jaringan kelompok mafia di Indonesia, nah yang bikin menarik itu ternyata yang memimpin itu adalah kelompok aliran sesat.
Ngeri yah, ternyata di Indonesia ada kaya gitu juga" Jawab papa sambil menekuk korannya dan mulai menyantap makanan yang sudah disajikan.
"Ohhh beritaa ituuu."
"Hmmm, maaah ini yang masak siapa mah? Kok rasanya beda sama masakan mamah"
"Ini yang masak dek Marissa, tahu ndak dari tadi pagi dek Marissa udah bantuin mamah loh, nemenin kepasar bantuin masak juga, kamu malah molor terus" jawab mamah.
"Iyaaa Mba, ini kamu yang masak" Tanyaku.
Mba icha hanya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya.
Akhirnya kami meneruskan makan buatan mbak Icha ini. Kami sudahi dulu mengobrol sembari makan. Rupanya Masakan mbak Icha cukup enak juga. Gak kalah sama masakan mamah. Gak nyangka dehh. Tak lama kami pun selesai makan, mama segera membereskan piring dan membawanya kebelakang.
"Wahhh masakan kamu memang enak yah dek Rissa, Gak salah kamu pilihh pacar Bas.." Kata papah yang sedikit membuat aku dan mba Icha terkejut.
"Memang kalian sudah berapa lama pacaran? Kok kamu nda pernah bilang papa sih? " Tanya papa.
"Ahhh, siapa yang pacaran paah, kami cuma teman kokkk. Papa ini mengada-ada deh" Bantahku.
"Halaaah, gak mau ngaku kamu ini." Pancing papa lagi.
"Beneran Paahh, aku sama mbak Icha ini cuma temen, lagian kan mbak Icha lebih tua 6 tahun dari Bastian, gak mungkinlah kita pacaran" sanggahku lagi.
"Loohh yah gak masalah, Nabi saja sama siti Maryam beda 20 tahun tapi mereka bisa saling mencintai. Umur gak jadi masalah" sahut Papah mulai bersemangat.
"Aduh papa ini pagi pagi kok yo bahasnya pacaran mbok yo bahas yang lain toh yoo". Mama mencoba menghentikan papa.
"Hahaha, yah gak apa apa lah mamah."
"Maaf yah dek Marissa papanya Bastian ini memang kaya gitu, orangnya suka ceplas ceplos." Kata Mamah sambil duduk lagi di meja makan.
"Ah gak apa apa kok Tante," Jawab Mba Icha sambil tersipu malu.
Sialan nih papa pagi-pagi dah buat geger aja.
"Eh dek Marissa jadi pergi jam berapa?" Tanya mama tiba tiba.
"Acaranya si Siang Tante, tapi palingan saya jalan jam 9an biar nda telat."
"Memang dek Rissa mau ke mana?" Tanya papa menyambung.
" Anu Om saya ada hunting Foto siang ini." Jawab mbak Icha singkat.
"Lohhh , rupanya kamu ini photographer tohh? "
"Iya om, ya cuma sekedar hobi sih om, tapi ya hobi yang menghasilkan sihh" jawab mbak Icha mulai mencair.
"Wahhh om pikir malah kamu yang jadi modelnya, eh malah kamu yang jadi photographer, kamu pakai gear apa dek?" Tanya papa.
"Saya pake Nikon Om dari dulu." Jawab Mba Icha.
"Waaahhhh kalau gitu kita sama dong dek? Om juga dulu pakai Nikon"
" Jadi Om suka photography juga?" Tanya mbak Icha terpancing.
"Yah jaman muda duluu sih, kalau sekarang sudah nda sempat."
"Lah papa kok gak pernah bilang sih kalau hobi foto?" Tanyaku.
"Yah kamu gak pernah tanya kan? Lagian dari dulu papa lihat kamu gak ada tanda tanda bakal suka foto sih jadi papa gak pernah kasih tahu kamu .." Jelas papa.
"Ahh papa mah gituuu"
"Yahh kan papa lupaa Bass. Hahaha" Jawab papa sambil. Tertawa.
"Yah sudah kalau gitu nanti kamu bareng om saja ya kesananya"
"Memang gak ngerepotin Om?"
"Halaah enggak lah, masa sama calon mantu sendiri ngerasaa direpotiin." Canda papa lagi.
"Papaaa, Udaah dong kasihan Marissa tuh dari tadi papa candain terus." Kata mama
"Tahuu nih papah mah gak berubah nih dari dulu suka ngejailin temenya babas..."
"Hahahahaha" " Kan gini-gini papa masih berjiwa muda, hahahaha"
"Papah papah" mama menggelengkan kepala
Sementara itu mbak Icha semakin dibuat tersipu. Kulihat pipinya mulai memerah, membuatnya terlihat begitu manis dengan rambutnya yang ia gulung kebelakang.
"Oh iya Mah Pah Bastian jadi lupa kan gara gara papa becanda terus"
"Nahh bastian mau kasih tunjuk ini niiih" kataku sambil menyodorkan amplok berisi KHS ku semester ini.
"Apa ini" kata mama sambil membuka amplop dan melihat isinya.
"Nahhh gituu dong, ini baru anak mamah yang pinter, lihat Pah Bastian dapet IP 3 lagi"
"Nah sesuai janji donggg paaah?"
"Yah yah, karena papa udah janji bakal kasih kamu reward kalau kamu dapet IP 3 lagi makannya papa akan penuhin semua. Sekarang kamu
apa sebagai rewardnya."
"Ehmmm apaa yaaah?" Agak sedikit bingung.
"Kalau satu set kamera pro boleh gak pah?"
"Deal" tanpa basa basi papa langsung menjulurkan tangannya kearahku.
"Jadi boleh nihhh."
"Bolehh banget lah, kalau kamu mintanya itu, akan segera papa penuhi biar kamu semakin serasi sama dek Marissa ini, Hi hi hi hi" kata papa sambil berjabat tangan denganku.
"Ahh papa mah ngomongnya kaya begitu terus, aku jadi gak enak nihh pah sama mbak Icha" Kataku lirih
"Tapi beneran kan jadi beliin Kamera?" tanyaku memastikan.
"Beneeer, besok deh papah cariin yang terbaru."
"Asiikkk, Makasih ya paaah.
Akhirnya keriuhan di meja makan pun berakhir. Papa ini ada-ada saja mana mungkin aku sama mbak Icha pacaran. Dia gak tahu aja kalau mbak Icha itu lesbian. Dasar papa gara-gara omongannya mbak Icha jadi malu kaya gitu. Yah namanya juga papa, dia memang orangnya seperti itu. Senang sekali menjaili teman-temanku yang main kerumah. Tapi aku senang berkat nilaiku di semester ini yang kembali mendapat IP 3 aku akan mendapat seperangkat kamera sebagai reward atas keberhasilanku. Senangnya hatiku.
Setelah itu, Papa langsung masuk kekamarnya untuk bersiap diri. Katanya dia ada pertemuan dengan klien atau apalah dia tidak bilang. Papaku ini bekerja sebagai head manager disebuah perusahaan yang berjalan dibidang Property di Jakarta. Ya, itulah yang membuat keluarga kami terbilang berkecukupan. Sedangkan mama dia adalah seorang pengajar di sebuah universitas Swasta di Jakarta, selain itu mamah juga memiliki sebuah sanggar rias dibilangan Menteng Jakarta. Yah makanya mama selalu terlihat cantik di berbagai kesempatan.
Aku berasal dari keluarga yang beragama, namun mama dan papa cukup moderat selama ini. Sekarang saja mama sudah tidak lagi menyuruhku untuk sholat. Baginya aku sudah cukup dewasa untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak. Sehingga sudah tidak ada kekangan lagi dari mereka terhadapku terkait masalah keimanan. Baik tidaknya aku, bergantung pada diriku sendiri. Itulah yang selalu mereka ajarkan padaku sedari kecil. Tetapi disamping itu semua, ada satu hal yang selalu ditanamkan pada didiriku oleh kedua orang tuaku terutama papa.
Papa selalu mengajarkan padaku bagaimana kita harus senantiasa bertenggang rasa kepada semua orang. Hal terkecil adalah baik kepada tetangga sekitar. Sifat ayah yang satu itu membuatnya sangat di hormati dilingkungan tempat kami tinggal. Semua penduduk di perumahan ini sangat mengghargai keluarga kami. Karena kebaikan papah kepada para tetangga aku juga ikut dihormati dan disayangi oleh semua warga. Kemanapun aku pergi pasti diberi senyuman dan sapaan yang ramah. Tak jarang juga aku kerap dijamu makan oleh beberapa tentanggaku. Beruntungnya.
Aku membuat kopi seorang diri, karena di rumah pembantu hanya datang hari senin hingga jumat. Setelah membuat kopi aku duduk di teras depan. Ingin sekali aku menghisap rokok, tetapi sampai sekarang kedua orang tuaku belum tahu kalau aku sudah mulai merokok. Jadi kalau di rumah aku selalu menekan keinginanku untuk merokok. Tersiksa memang, tapi mau bagaimana lagi.
Di depan teras kulihat para tetangga sedang menikmati minggu pagi dengan melakukan jogging di sekitar lingkungan. Sesekali mereka berhenti di depan rumah dan menyapaku dengan ramahnya. Berulang kali aku harus membalas senyuman mereka hingga mulut ini terasa pegal. Banyak orang beranggapan, hidup diperkotaan akan mengikis rasa solidaritas sebagai manusia. Tapi nyatanya tidak, aku cukup beruntung tinggal dilingkungan yang peduli dengan sesama.
Asyik menikmati kopi, tiba tiba mbak Icha datang menghampiri. Ia telah siap dengan perlengkapan photographynya. Ia berpenampilan sangat casual, Blue Jeans ketat, sepatu boot, atasan tank top putih dengan paduan kemeja flanel. Rambutnya ia ikat ke belakang dan hanya menggunakan riasan sederhana saja. Dia sudah tidak terlihat seperti model lagi. Saat ini ia sudah terlihat seperti seorang seniman, seorang photographer.
"Ngopii sendiriaan ajaa loo, bagii dong" Sapa Mba Icha sambil duduk dan mengambil gelas kopiku dan menyeruputnya.
"Habis tadi aku teriak teriak mbak Icha gak jawab yah udah aku buat satu ajaa" Jawabku membela diri. Padahal aku sama sekali tidak menawarkannya tadi.
"Eh Mbaaa" sahutku
"Yee pa aan"
"Maaf yaah atas omongan papa tadi..."
"Omongan yang mana dah?" Tanya dia.
"Yang nyangka kalau kita Pacaran. Aku jadi gak enak sama kamu mbak" jelasku
"Halaaah, sante aja kali, guanya ja gak masalaah kaan"
"Lagian bokap lu emang lucu sihh. Eh tapi si bokap emang beneran suka motret yah"
"Yah gak tahu, aku aja baru tahu tadi kan, papa emang gak pernah ngasih tahu ini sebelumnya." Jawabku
"Ohh gituuu. Ehhh asikkk dong lo mau dibeliin Kamera, jadi gue ada temen hunting sekarang"
"hehehe, namanya aja hadiah mba musti di syukurin.”
Tak lama papapun keluar dia juga telah siap. Mama membawakan tas papa dan menaruhnya di dalam mobil kemudian kembali lagi kepada kami di sofa teras depan.
"Marissa kita berangkat sekarang ajaa yah? Sudah siap kan?" Tanya papa
"Sudah kok om," jawab Mba Icha singkat.
"Mah papa berangkat yaah'
"iyaa ati ati, pulangnya jangan kesorean"
"Enggak kok mah, kan cuma sampai siang saja. Sore juga sudah pulang kok."
"Oh ya sudah, dek Rissa juga hati-hati yah, kalau ada apa apa bilang saja ke Bastian"
"Iya Tante, makasih loh sebelumnya saya sudah disambut dengan hangat sama om dan tante." Kata mba Icha.
"Sudah nda udah ngerasa sungkan, anggap saja sama keluarga sendiri" jawab mama dengan ramah
"Yah dah Tante saya jalan duluu. Bass Gue jalaan yaa" Kata mbak Icha berpamitan
"Bastian, jangan maraah yah pacarnya Papa yang nganteer" hehehe" Canda papa lagi
"Ahh terserah papa dehh" Jawabku sedikit kesal
"Ayoo kita jalan calon mantuku" Kata papa kepada mbak Icha
Akhirnya papa pun pergi dengan mobil fortunernya bersama mbak Icha. Papa pergi dengan disupiri oleh mang Ujang supir keluarga kami yang sedari pagi sudah menunggu dimobil. Setelah papa dan mbak Icha pergi mama kembali duduk di sampingku ia ingin melepas rasa rindunya lagi dengan anak satu satunya ini
"Maahh, lihat deh si papa, masa nyangka aku sama mbak Icha pacaran, kan Bastian jadi gak enak sama Mba Ichanya maah...." curhatku
"Yah mau gimana lagi papa kamu kan orangnya memang seperti itu, tapi sebenernya kamu sama Marissa itu ada hubungan apa? Tanya mama
"Gak ada hubungan apa-apa maah, Dia kan cuma temen kosan Tian ajaa maah."
"Ehh tapi mah, kalau misalnya aku punya pacar kaya gitu gimana mah?" Tanyaku
"Kaya gitu gimana maksud kamu..." Kata mama Balik bertanya
"Yah yang penampilannya seperti mba Icha gitu loh mah, Rambutnya diwarnain badannya tatoan." Tanyaku lagi
"Yah kalau mama sih memang kepengennya kamu dapet pacar nanti yang soleh, baik, baik sama mama sama papa. Tapi kan yang jalanin kamu kan, jadi yah ... terserah kamu saja mau memilih yang seperti apa. Mamah sih ya gak mempermasalahkan penampilan yang penting akhlaknya baik..' Jawab mama langsung sedikit berceramah.
"Mamah kan gak pernah ngelarang kamu buat pacaran sama siapa saja. Yah asal setidaknya seiman lah.: lanjut mamah
"Lahh dulu waktu SMA kok aku gak diizinin pacaran sih"
"Yah kan beda, dulu kamu masih SMA, masih labil, sekarang kamu sudah kuliah udah bisa membedakan mana yang baik atau yang buruk. Lagian kenapa mama dulu ngelarang kamu buat pacaran, karena mama kepengen masa sekolah kamu dulu itu diisi dengan kegiatan yang positif, cari temen yang banyak, cari pengalaman. Kalau mama dulu izinin kamu buat pacaran. Takutnya kamu malah keasyikan pacaran jadi lupa belajar dehh." Jelas mama panjang.
"Iya sih memang ada benernya. Makasih yah mah dulu udah ngajarin aku hal kaya gitu, sekarang Bastian jadi bisa ngerti alesan mama suka ngelarang aku.." Jawabku sambil mencium pipi mama.
Mamapun tersenyum kepadaku. Ia mengusap rambutku dengan lembut.
Tiba Tiba.....
"Kaaaakaaaaaa......."
Suara anak kecil memanggilku dengan kencang
"Ehh si Bryyaaan....." Aku langsung menghampiri suara itu rupanya itu adalah suara Bryan anak tetanggaku yang selama ini menjadi teman bermainku.
"Ehhh Bryaan sekarang udah gedeee.."
"Kaak bastiaan udah pulang kok gak ngasih tahuu akuu sihh" Tanya anak berusia 9 itu kepadaku.
"Ini kakak baru mau kerumah kamu, ehh kamunya sudah nyamperin kesini duluaan".
"Kamuu sehaaat kaaan, kakak kangeen deh sama kamu" Kataku sambil memeluknya.
"Tuhh udah ketemuu kan sama kak Bastiannya." Kata mbak Melanie ibunya Bryan sambil berjalan menghampiri kami.
"Dari tadi pagi ribut terus mbak, sampe pusing aku, katanya "Mah itu Kak Bastian pulang yah maah ayo mah kesana mah ayo mah”
"Aduuh ni anak kalau ngelihat Bastian sudah kayak kakaknya sendiri" Kata Mba Melanie kepada mamah.
Mamah hanya senyum senyum saja melihat anak tetangga ini begitu manjanya kepadaku layaknya kakaknya sendiri. Yah aku memang sayang dengan dia. karena aku adalah anak tunggal dan aku sangat mengharapkan kehadiran seorang adik dari dulu. Makanya aku sangat menyayangi Bryan bagai adikku sendiri.
"Gak apa apa dek namanya juga anak kecil,kan wajar. lagian kan Bryan kan memang gak punya kakak laki-laki dan bastian juga anak tunggal yah wajar lah mereka bisa akrab"
Aku terus bermain dengan Bryan, kugendong dan kulemparkan atas. Aku sangat merindukan anak ini. Lalau ketika aku melihat Ibunya, mbak Melanie, ada yang berbeda darinya. Ohhh ternyata.
"Lohhh, Mba Hamil lagi yah sekarang".......