Radicks
Tukang Semprot
[HIDE]
WARNING!!!
Cerita di bawah ini hanya karya FIKSI TS belaka, jika ada kesamaan nama, tempat dan karakter itu bukanlah suatu hal yang disengaja.
***************************************************************************************************************************************
Sekuel : Skandal Sekolah Pelosok
Chapter 22 : Seorang Asisten Dosen
***************************************************************************************************************************************
Boby
Setelah aku mengetahui mengenai kepergian aliyah dari kota ini, hal itu cukup melegakan bagiku, karena aku tidak diharuskan lagi untuk menikahinya kelak, cukup keperawanannya saja yang aku ambil, terkadang aku berpikir, “Apakah aku ini jahat kepada semua wanita yang pernah kutemui?” Biasanya pikiran seperti itu langsung lekas kusingkirkan dengan anggapan bahwa toh para wanita itu juga menikmati apa yang kuperbuat pada mereka, bahkan berujung tergila-gila kepada kejantananku seperti bu ecy.
Hari ini setelah perkuliahan pak anto selesai, aku mengunjungi ruang dosen hendak sekedar ngobrol dengan bu rida,”Permisi bu..” sapaku ramah. “Kamu mau apa?” tanya bu rida ketus. Karena di ruangan ini bukan hanya ada kami berdua, jadi aku berbicara padanya dengan sedikit berbisik. “Jutek amat sih bu, masa’ ndak rindu dengan saya?’ ucapku mengusilinya. “Hush…ngomong apa kamu, kamu ada perlu apa boby? Saya sedang sibuk” ucapnya jutek. Aku beranjak dan mendekat kesamping meja kerjanya, “Aih!” ia sedikit terpekik saat aku meraba toketnya dari balik gamis biru tua yang ia kenakan. Aku terus menerus meremas toketnya, “Bob hentikan..masih ramai disini” ucapnya seraya menahan pergerakan tanganku. “Jadi kalau udah sepi boleh bu?” bisikku ke telinganya, kulihat ia mengangguk pelan. Setelah mendapat jawaban yang kuinginkan, akupun lekas meninggalkan beliau dan menuju kantin.
Di kantin aku bertemu dengan wiwi, wiwi melambaikan tangannya memanggilku untuk duduk satu meja dengannya. “Duduk sini aja bob, ngobrol-ngobrol kita..” ucap wiwi. Akupun menghampirinya dengan membawa beberapa makanan. “Nah jadi apa cerita wi?” tanyaku. “Aku kemarin bertemu seseorang loh…” ucap wiwi membuatku penasaran. “Ketemu siapa emang?” tanyaku. “Ketemu mantan kamu..” ucap wiwi yang membuatku sedikit berfikir. “Hayoo ingat ndak?” ucap wiwi. “Novi?” tanyaku ragu. “Iya bener, 100 untuk boby!” ucapnya seraya tertawa. “Eh yang bener? Ketemu dimana?” tanyaku kaget. “Eh slow bob, rindu banget ya sama dia? Haha” ledek wiwi. “Mana ada rindu!” balasku jutek.
“Huu ngambek, kemarin aku jumpa di dalam bus yang menuju ke kosanku bob, aku rada risih dengan keberadaannya jadi gak banyak ngobrol langsung kutinggal saja dia” jelas wiwi. Aku hanya manggut-manggut saja, “Kalau jumpa dia, jangan sampai kepincut lagi ya bob, sayangi kontolmu, eh hatimu…salah sebut hehe” wiwi menasehatiku. “Iya deh iya wi, aku masih jengkel kok sama dia, dirimu sampai salah sebut gitu jangan-jangan karena kebanyakan ‘main’ nih?” tanyaku. “Yahh kamu kayak gak tau aku aja, hehe” ucap wiwi malu-malu. “Jadi apa kabar si aliyah yang bakal kamu nikahin itu?” tanya wiwi. Aku seketika murung, “Dia udah gak disini lagi wi, dia pulang ke kampungnya karena depresi tinggal disini, aku ngerasa bersalah banget” jelasku.
“Tuh kan, sering kubilang sama kamu jangan diikuti terus kemauan kontolmu itu, akibatnya kamu harus benar-benar berpisah dengan wanita yang mungkin saja tulus padamu itu” omel wiwi. Dalam benakku sama sekali tidak bersedih, aku hanya ingin menjaga citraku di depan wiwi. “Ya wi, maafkan aku yang selalu saja lupa nasehatmu” ucapku tertunduk. “Yasudah, mana tau nanti berikutnya kamu bisa dapat wanita yang bener-bener bisa melengkapi hidupmu” ucapnya. “Amiiinn..” balasku. Kulihat jam tanganku sudah menunjukkan waktu pukul setengah 6 sore, dimana pada jam ini biasanya ruang dosen sudah sepi dan hanya bu rida saja yang masih beraktifitas disana. “Aku pamit dulu ya wi, mau bimbingan sebentar” ucapku seraya meninggalkan wiwi.
Setibanya di ruang dosen, aku langsung menuju meja kerja bu rida. Disana kulihat ia masih asik saja berkutat dengan laptopnya, entah apa yang ia lakukan, wajahnya sangat serius, sehingga aku langsung berdiri disampingnya hendak melihat apa yang sedang ia kerjakan, ternyata dia sedang menyaksikan adegan sebuah video porno. “Bu..serius amat nonton bokepnya…sini saya bantu” ucapku seraya mulai menggerayangi toket kirinya dari balik gamis biru tua yang ia kenakan. “Uhh geli bob…” desahnya menikmati remasan pada toketnya. Akupun lekas menurunkan celana jeans yang kugunakan berikut dengan cdku. Kontolku masih belum tegang sempurna, aku tarik tangan kiri bu rida untuk menggenggam kontolku, tanpa diperintah, ia langsung mengurut dan mengocok kontolku. Aku merubah posisiku, yaitu aku duduk diatas meja kerja beliau, menyingkirkan laptop beliau, kuminta ia untuk mengulum kontolku yang mulai keras mengacung.
Ia yang sudah dilanda birahi menuruti saja permintaanku, pelan tapi pasti mulutnya mulai mengulum batang kontolku. “Hmmm..” desahnya setiap menyedot kontolku. Aku sedikit kesusahan untuk meremasi toketnya karena posisiku yang lebih tinggi dari tubuhnya, mengetahui apa yang kuinginkan, ia bangkit dari kursinya, lalu membungkuk ke arahku, sehingga kini toketnya menggantung bebas, aku meremasi kedua toketnya dengan cepat, aku harap dengan begitu, ia akan cepat ‘panas’.
Setelah kurasakan bahwa kontolku sudah siap, aku giring ia untuk naik dan mengambil posisi terlentang diatas meja kerjanya, namun aku kini tidak mau bermain cepat, aku naikkan gamis biru tua yang ia kenakan dan kulepaskan bra hitamnya, lalu langsung kucupang kedua toketnya kiri dan kanan secara bergantian. “Ahhh bob..” desahnya. Tangannya mendekap kepalaku agar terus mencupang toket beliau, setelah puas mencupang toketnya, aku naikkan rok biru tua beliau hingga ke pinggang dan kuturunkan cd pinknya ke lantai. Terlihat memek dengan bulu-bulu hitam lebat yang sedikit berkeringat tengah menunggu kontolku, dan lagi-lagi aku tak mau terburu-buru, karena aku ingin membuatnya terbuai dengan permainanku.
Kumasukkan dua jariku ke dalam memeknya, “Ahh ssh” desahnya saat kedua jariku mulai keluar masuk di memeknya. Sementara tanganku yang satu lagi meremas manja toket kirinya, permainan jariku membuat memek beliau menjadi sangat becek dan itu pertanda bagus, lalu kuposisikan kontolku tepat di depan memeknya, lagi-lagi aku ingin mempermainkannya, kugesek sedikit-sedikit palkonku ke bibir memeknya, sehingga tubuh beliau menggeliat-geliat dan sesekali terdorong ke arah kontolku, “Ahh bob..cepet..sshh” desahnya. “Cepet apa bu?” tanyaku.”Masukin bob…” desahnya yang sudah sangat tidak tahan dengan permainanku.
“Masukin apa bu? Ini?” ucapku seraya kembali memasukkan kedua jariku ke memeknya. “Bukan..ssh” tolaknya seraya menggoyangkan pinggulnya agar jariku terlepas dari memeknya. Melihatnya menggeliat menolak perbuatan usilku, akhirnya karena kasian akupun mulai memasukkan palkonku ke dalam memeknya, terasa pijatan hangat memeknya menyambut palkonku, “Ahh ..” desahnya singkat saat setengah kontolku mulai masuk, namun aku diamkan. Beliau yang sedari tadi memejamkan matanya, langsung menoleh kepada seolah menanyakan kenapa aku diam.
Namun bukannya menunggu jawabanku, beliau malah menggerakan sendiri pinggulnya maju mundur, agar kontolku yang sudah berada di dalam memeknya bergesekan dengan dinding memeknya. “Ahh kamu jahat banget..ssh” ucapnya yang masih sibuk memajumundurkan pinggulnya. Aku tertawa geli melihat dosen akhwat yang kukenal judes, kini bergoyang pinggul demi menggapai kenikmatan dunia dari seorang mahasiswanya. Melihatnya yang hampir tiba di puncak kenikmatan, akupun mulai menggerakkan pinggulku maju mundur, “Auhh uhh uhh gitu dong..” desah bu rida menerima genjotan kontolku pada memeknya, namun pinggulnya yang sudah bergoyang sejak tadi tidak tinggal diam, ia terus saja menggerakan pinggulnya mengikuti irama sodokan kontolku.
“Ahh cepetan bob…sshh ibu sampaiiihh” ucapnya diikuti semburan hangat cairan cintanya. Kedua tangannya meremas keras kedua lenganku saat desiran orgasmenya berlangsung. “Agghhh shhh aaahh” desahnya menikmati orgasme pertamanya saat ini. Kurasakan himpitan dahsyat dinding vaginanya, yang juga memberikan kenikmatan tersendiri bagiku, namun karena tadi pagi aku sudah berolahraga, sehingga kini staminaku sudah cukup banyak untuk memuaskan birahi terpendam bu rida. Saat kulihat beliau sudah mulai sedikit bertenaga, aku mulai melanjutkan sodokan demi sodokan kontolku di dalam memeknya, “Uhh sshh..” kembali terdengar desahan beliau. Disamping asyik menyodok memeknya, tangankupun aktif memainkan kedua toketnya. Terlihat wajah beliau tersenyum pasrah dan memejam nikmat. Aku terpana melihat kecantikan wajah bu rida yang sedang kuentot ini, terbersit rasa sayang di dalam hatiku padanya. “Apakah wajar jika aku jatuh hati pada dosenku sendiri?” seketika muncul pikiran seperti itu di dalam otakku.
Mendengar desahannya dan melihat wajah horny nya aku merasa bahwa aku benar-benar harus memilikinya, aku akan menjaganya. Berselang 5 menit, terasa dinding memeknya kembali berkedut pertanda bahwa ia akan menggapai orgasmenya yang kedua, “Ahh cepetan bob..sshh ibu mau sampaiiii lagiihh” desahnya diikuti gerakan pinggulnya yang semakin cepat. “Akkh ibu sampai boooobbbb..” desahnya diikuti semburan cairan cintanya yang begitu deras menghantam palkonku. Kulihat kepalanya mendongak keatas dan tersungging senyum di bibir merah mudanya. Saat gelombang orgasme keduanya usai, beliau yang masih terengah-engah berkata “Makasih yah, kamu perkasa banget bob..”, aku anggap itu sebagai pujian, kurebahkan tubuhku sehingga kini wajah kami saling berhadapan, kukecup lembut bibirnya, “Ya sama-sama sayang, saya cinta sama kamu” ucapku yang langsung disambut dengan kecupan hangat dari beliau.
Cukup lama kami berpagutan, kulepaskan ciumanku dari bibir merah mudanya, dan sekarang adalah aku yang berperan dalam permainan ini, aku mulai menyodok-nyodok memeknya dengan pergerakan yang lembut namun dalam, “akkhh nikmati tubuhku sayang” desah bu rida yang diikuti kata-kata sayang sangat memacu birahiku. Akupun langsung mempercepat gerakan kontolku di dalam memeknya, “Puasin aku sayang…sshh ahh” desahannya semakin menggila. Kedua toketnya yang ikut berayun berirama sodokanku tak kuabaikan, langsung kuremas keduanya dengan brutal. “auhh uhh remas..sodok terusss…” desah bu rida diikuti senyum tipis dari bibirnya. Tak butuh waktu lama, aku merasa bahwa semua pejuku sudah penuh terkumpul di palkonku, setiap palkonku bersentuhan dengan dinding rahim beliau, aku semakin tidak tahan untuk segera menyemprotkan pejuku di dalam rahimnya. “aakkhh cepetan bob, ibu hampir sampai lagiihh…puasin ibu dan dirimuuuhh” desah bu rida dengan goyangan pinggulnya yang begitu liar.
Aku menahan pejuku sekuat tenaga untuk tidak lekas menyembur, “Akkhh ibu sampaiiihh” desah bu rida diikuti semburan cairan cintanya yang ketiga. Merasakan hangatnya cairan cinta bu rida, aku sudah tak tahan lagi, “Akkhh buu..” ucapku diakhiri dengan hentakan kontolku dengan sangat dalam di dalam memeknya, “Croott..croott..crooott” ada sekitar 4 semburan pejuku di dalam memek bu rida. “Ihh ihh banyak banget sshh..di dalem pula ahhh” desah bu rida panik menerima semburan pejuku di dalam rahimnya. Aku menahan pinggulnya agar tak lekas ia lepaskan, aku ingin semua pejuku bersarang di rahimnya. Pinggul beliau masih bergetar hingga semburan terakhir pejuku di dalam memeknya selesai.
Aku cabut kontolku, terlihat cairan cinta beliau yang sudah bersatu dengan pejuku mengalir deras keluar dari memeknya. Bu rida panik bangkit dan duduk diatas meja beliau dengan kaki masih mengangkang, melihat dan mengorek memeknya untuk mengeluarkan sisa-sisa pejuku dari dalam memeknya, “Kenapa muncrat di dalam bob?” tanya bu rida panik seraya memukul-mukul bahuku. “Karena saya cinta ibu” jawabku singkat, tak mau mendengar banyak celotehan darinya, lekas kukecup bibirnya, dan bukannya menolak, beliau malah memainkan lidahnya dengan liar. Kulepaskan ciuman kami, dan beliau berkata “Kalau saya hamil gimana? Sperma kamu banyak banget lagi” tanyanya panik. “Saya bakal tanggungjawab bu, kan saya dah bilang bahwa saya cinta ibu” ucapku layaknya seorang pria gentle. “Kata cintamu gak bisa dijadikan pegangan, pokoknya kamu harus tanggungjawab bob!” ucap bu rida yang masih panik. “Iya sayang” ucapku seraya merapikan kembali pakaianku. Perasaanku saat ini benar-benar jujur, aku memang berencana untuk menikahi bu rida, disamping karena wajah dan tubuhnya yang indah, juga umurnya hanya berbeda 4 tahun denganku, tentu kedua orang tuaku di desa juga tidak bakal keberatan, bilang saja bahwa bu rida adalah seorang asisten dosen di kampusku.[/HIDE]
WARNING!!!
Cerita di bawah ini hanya karya FIKSI TS belaka, jika ada kesamaan nama, tempat dan karakter itu bukanlah suatu hal yang disengaja.
***************************************************************************************************************************************
Sekuel : Skandal Sekolah Pelosok
Chapter 22 : Seorang Asisten Dosen
***************************************************************************************************************************************
Boby
Setelah aku mengetahui mengenai kepergian aliyah dari kota ini, hal itu cukup melegakan bagiku, karena aku tidak diharuskan lagi untuk menikahinya kelak, cukup keperawanannya saja yang aku ambil, terkadang aku berpikir, “Apakah aku ini jahat kepada semua wanita yang pernah kutemui?” Biasanya pikiran seperti itu langsung lekas kusingkirkan dengan anggapan bahwa toh para wanita itu juga menikmati apa yang kuperbuat pada mereka, bahkan berujung tergila-gila kepada kejantananku seperti bu ecy.
Hari ini setelah perkuliahan pak anto selesai, aku mengunjungi ruang dosen hendak sekedar ngobrol dengan bu rida,”Permisi bu..” sapaku ramah. “Kamu mau apa?” tanya bu rida ketus. Karena di ruangan ini bukan hanya ada kami berdua, jadi aku berbicara padanya dengan sedikit berbisik. “Jutek amat sih bu, masa’ ndak rindu dengan saya?’ ucapku mengusilinya. “Hush…ngomong apa kamu, kamu ada perlu apa boby? Saya sedang sibuk” ucapnya jutek. Aku beranjak dan mendekat kesamping meja kerjanya, “Aih!” ia sedikit terpekik saat aku meraba toketnya dari balik gamis biru tua yang ia kenakan. Aku terus menerus meremas toketnya, “Bob hentikan..masih ramai disini” ucapnya seraya menahan pergerakan tanganku. “Jadi kalau udah sepi boleh bu?” bisikku ke telinganya, kulihat ia mengangguk pelan. Setelah mendapat jawaban yang kuinginkan, akupun lekas meninggalkan beliau dan menuju kantin.
Di kantin aku bertemu dengan wiwi, wiwi melambaikan tangannya memanggilku untuk duduk satu meja dengannya. “Duduk sini aja bob, ngobrol-ngobrol kita..” ucap wiwi. Akupun menghampirinya dengan membawa beberapa makanan. “Nah jadi apa cerita wi?” tanyaku. “Aku kemarin bertemu seseorang loh…” ucap wiwi membuatku penasaran. “Ketemu siapa emang?” tanyaku. “Ketemu mantan kamu..” ucap wiwi yang membuatku sedikit berfikir. “Hayoo ingat ndak?” ucap wiwi. “Novi?” tanyaku ragu. “Iya bener, 100 untuk boby!” ucapnya seraya tertawa. “Eh yang bener? Ketemu dimana?” tanyaku kaget. “Eh slow bob, rindu banget ya sama dia? Haha” ledek wiwi. “Mana ada rindu!” balasku jutek.
“Huu ngambek, kemarin aku jumpa di dalam bus yang menuju ke kosanku bob, aku rada risih dengan keberadaannya jadi gak banyak ngobrol langsung kutinggal saja dia” jelas wiwi. Aku hanya manggut-manggut saja, “Kalau jumpa dia, jangan sampai kepincut lagi ya bob, sayangi kontolmu, eh hatimu…salah sebut hehe” wiwi menasehatiku. “Iya deh iya wi, aku masih jengkel kok sama dia, dirimu sampai salah sebut gitu jangan-jangan karena kebanyakan ‘main’ nih?” tanyaku. “Yahh kamu kayak gak tau aku aja, hehe” ucap wiwi malu-malu. “Jadi apa kabar si aliyah yang bakal kamu nikahin itu?” tanya wiwi. Aku seketika murung, “Dia udah gak disini lagi wi, dia pulang ke kampungnya karena depresi tinggal disini, aku ngerasa bersalah banget” jelasku.
“Tuh kan, sering kubilang sama kamu jangan diikuti terus kemauan kontolmu itu, akibatnya kamu harus benar-benar berpisah dengan wanita yang mungkin saja tulus padamu itu” omel wiwi. Dalam benakku sama sekali tidak bersedih, aku hanya ingin menjaga citraku di depan wiwi. “Ya wi, maafkan aku yang selalu saja lupa nasehatmu” ucapku tertunduk. “Yasudah, mana tau nanti berikutnya kamu bisa dapat wanita yang bener-bener bisa melengkapi hidupmu” ucapnya. “Amiiinn..” balasku. Kulihat jam tanganku sudah menunjukkan waktu pukul setengah 6 sore, dimana pada jam ini biasanya ruang dosen sudah sepi dan hanya bu rida saja yang masih beraktifitas disana. “Aku pamit dulu ya wi, mau bimbingan sebentar” ucapku seraya meninggalkan wiwi.
Setibanya di ruang dosen, aku langsung menuju meja kerja bu rida. Disana kulihat ia masih asik saja berkutat dengan laptopnya, entah apa yang ia lakukan, wajahnya sangat serius, sehingga aku langsung berdiri disampingnya hendak melihat apa yang sedang ia kerjakan, ternyata dia sedang menyaksikan adegan sebuah video porno. “Bu..serius amat nonton bokepnya…sini saya bantu” ucapku seraya mulai menggerayangi toket kirinya dari balik gamis biru tua yang ia kenakan. “Uhh geli bob…” desahnya menikmati remasan pada toketnya. Akupun lekas menurunkan celana jeans yang kugunakan berikut dengan cdku. Kontolku masih belum tegang sempurna, aku tarik tangan kiri bu rida untuk menggenggam kontolku, tanpa diperintah, ia langsung mengurut dan mengocok kontolku. Aku merubah posisiku, yaitu aku duduk diatas meja kerja beliau, menyingkirkan laptop beliau, kuminta ia untuk mengulum kontolku yang mulai keras mengacung.
Ia yang sudah dilanda birahi menuruti saja permintaanku, pelan tapi pasti mulutnya mulai mengulum batang kontolku. “Hmmm..” desahnya setiap menyedot kontolku. Aku sedikit kesusahan untuk meremasi toketnya karena posisiku yang lebih tinggi dari tubuhnya, mengetahui apa yang kuinginkan, ia bangkit dari kursinya, lalu membungkuk ke arahku, sehingga kini toketnya menggantung bebas, aku meremasi kedua toketnya dengan cepat, aku harap dengan begitu, ia akan cepat ‘panas’.
Setelah kurasakan bahwa kontolku sudah siap, aku giring ia untuk naik dan mengambil posisi terlentang diatas meja kerjanya, namun aku kini tidak mau bermain cepat, aku naikkan gamis biru tua yang ia kenakan dan kulepaskan bra hitamnya, lalu langsung kucupang kedua toketnya kiri dan kanan secara bergantian. “Ahhh bob..” desahnya. Tangannya mendekap kepalaku agar terus mencupang toket beliau, setelah puas mencupang toketnya, aku naikkan rok biru tua beliau hingga ke pinggang dan kuturunkan cd pinknya ke lantai. Terlihat memek dengan bulu-bulu hitam lebat yang sedikit berkeringat tengah menunggu kontolku, dan lagi-lagi aku tak mau terburu-buru, karena aku ingin membuatnya terbuai dengan permainanku.
Kumasukkan dua jariku ke dalam memeknya, “Ahh ssh” desahnya saat kedua jariku mulai keluar masuk di memeknya. Sementara tanganku yang satu lagi meremas manja toket kirinya, permainan jariku membuat memek beliau menjadi sangat becek dan itu pertanda bagus, lalu kuposisikan kontolku tepat di depan memeknya, lagi-lagi aku ingin mempermainkannya, kugesek sedikit-sedikit palkonku ke bibir memeknya, sehingga tubuh beliau menggeliat-geliat dan sesekali terdorong ke arah kontolku, “Ahh bob..cepet..sshh” desahnya. “Cepet apa bu?” tanyaku.”Masukin bob…” desahnya yang sudah sangat tidak tahan dengan permainanku.
“Masukin apa bu? Ini?” ucapku seraya kembali memasukkan kedua jariku ke memeknya. “Bukan..ssh” tolaknya seraya menggoyangkan pinggulnya agar jariku terlepas dari memeknya. Melihatnya menggeliat menolak perbuatan usilku, akhirnya karena kasian akupun mulai memasukkan palkonku ke dalam memeknya, terasa pijatan hangat memeknya menyambut palkonku, “Ahh ..” desahnya singkat saat setengah kontolku mulai masuk, namun aku diamkan. Beliau yang sedari tadi memejamkan matanya, langsung menoleh kepada seolah menanyakan kenapa aku diam.
Namun bukannya menunggu jawabanku, beliau malah menggerakan sendiri pinggulnya maju mundur, agar kontolku yang sudah berada di dalam memeknya bergesekan dengan dinding memeknya. “Ahh kamu jahat banget..ssh” ucapnya yang masih sibuk memajumundurkan pinggulnya. Aku tertawa geli melihat dosen akhwat yang kukenal judes, kini bergoyang pinggul demi menggapai kenikmatan dunia dari seorang mahasiswanya. Melihatnya yang hampir tiba di puncak kenikmatan, akupun mulai menggerakkan pinggulku maju mundur, “Auhh uhh uhh gitu dong..” desah bu rida menerima genjotan kontolku pada memeknya, namun pinggulnya yang sudah bergoyang sejak tadi tidak tinggal diam, ia terus saja menggerakan pinggulnya mengikuti irama sodokan kontolku.
“Ahh cepetan bob…sshh ibu sampaiiihh” ucapnya diikuti semburan hangat cairan cintanya. Kedua tangannya meremas keras kedua lenganku saat desiran orgasmenya berlangsung. “Agghhh shhh aaahh” desahnya menikmati orgasme pertamanya saat ini. Kurasakan himpitan dahsyat dinding vaginanya, yang juga memberikan kenikmatan tersendiri bagiku, namun karena tadi pagi aku sudah berolahraga, sehingga kini staminaku sudah cukup banyak untuk memuaskan birahi terpendam bu rida. Saat kulihat beliau sudah mulai sedikit bertenaga, aku mulai melanjutkan sodokan demi sodokan kontolku di dalam memeknya, “Uhh sshh..” kembali terdengar desahan beliau. Disamping asyik menyodok memeknya, tangankupun aktif memainkan kedua toketnya. Terlihat wajah beliau tersenyum pasrah dan memejam nikmat. Aku terpana melihat kecantikan wajah bu rida yang sedang kuentot ini, terbersit rasa sayang di dalam hatiku padanya. “Apakah wajar jika aku jatuh hati pada dosenku sendiri?” seketika muncul pikiran seperti itu di dalam otakku.
Mendengar desahannya dan melihat wajah horny nya aku merasa bahwa aku benar-benar harus memilikinya, aku akan menjaganya. Berselang 5 menit, terasa dinding memeknya kembali berkedut pertanda bahwa ia akan menggapai orgasmenya yang kedua, “Ahh cepetan bob..sshh ibu mau sampaiiii lagiihh” desahnya diikuti gerakan pinggulnya yang semakin cepat. “Akkh ibu sampai boooobbbb..” desahnya diikuti semburan cairan cintanya yang begitu deras menghantam palkonku. Kulihat kepalanya mendongak keatas dan tersungging senyum di bibir merah mudanya. Saat gelombang orgasme keduanya usai, beliau yang masih terengah-engah berkata “Makasih yah, kamu perkasa banget bob..”, aku anggap itu sebagai pujian, kurebahkan tubuhku sehingga kini wajah kami saling berhadapan, kukecup lembut bibirnya, “Ya sama-sama sayang, saya cinta sama kamu” ucapku yang langsung disambut dengan kecupan hangat dari beliau.
Cukup lama kami berpagutan, kulepaskan ciumanku dari bibir merah mudanya, dan sekarang adalah aku yang berperan dalam permainan ini, aku mulai menyodok-nyodok memeknya dengan pergerakan yang lembut namun dalam, “akkhh nikmati tubuhku sayang” desah bu rida yang diikuti kata-kata sayang sangat memacu birahiku. Akupun langsung mempercepat gerakan kontolku di dalam memeknya, “Puasin aku sayang…sshh ahh” desahannya semakin menggila. Kedua toketnya yang ikut berayun berirama sodokanku tak kuabaikan, langsung kuremas keduanya dengan brutal. “auhh uhh remas..sodok terusss…” desah bu rida diikuti senyum tipis dari bibirnya. Tak butuh waktu lama, aku merasa bahwa semua pejuku sudah penuh terkumpul di palkonku, setiap palkonku bersentuhan dengan dinding rahim beliau, aku semakin tidak tahan untuk segera menyemprotkan pejuku di dalam rahimnya. “aakkhh cepetan bob, ibu hampir sampai lagiihh…puasin ibu dan dirimuuuhh” desah bu rida dengan goyangan pinggulnya yang begitu liar.
Aku menahan pejuku sekuat tenaga untuk tidak lekas menyembur, “Akkhh ibu sampaiiihh” desah bu rida diikuti semburan cairan cintanya yang ketiga. Merasakan hangatnya cairan cinta bu rida, aku sudah tak tahan lagi, “Akkhh buu..” ucapku diakhiri dengan hentakan kontolku dengan sangat dalam di dalam memeknya, “Croott..croott..crooott” ada sekitar 4 semburan pejuku di dalam memek bu rida. “Ihh ihh banyak banget sshh..di dalem pula ahhh” desah bu rida panik menerima semburan pejuku di dalam rahimnya. Aku menahan pinggulnya agar tak lekas ia lepaskan, aku ingin semua pejuku bersarang di rahimnya. Pinggul beliau masih bergetar hingga semburan terakhir pejuku di dalam memeknya selesai.
Aku cabut kontolku, terlihat cairan cinta beliau yang sudah bersatu dengan pejuku mengalir deras keluar dari memeknya. Bu rida panik bangkit dan duduk diatas meja beliau dengan kaki masih mengangkang, melihat dan mengorek memeknya untuk mengeluarkan sisa-sisa pejuku dari dalam memeknya, “Kenapa muncrat di dalam bob?” tanya bu rida panik seraya memukul-mukul bahuku. “Karena saya cinta ibu” jawabku singkat, tak mau mendengar banyak celotehan darinya, lekas kukecup bibirnya, dan bukannya menolak, beliau malah memainkan lidahnya dengan liar. Kulepaskan ciuman kami, dan beliau berkata “Kalau saya hamil gimana? Sperma kamu banyak banget lagi” tanyanya panik. “Saya bakal tanggungjawab bu, kan saya dah bilang bahwa saya cinta ibu” ucapku layaknya seorang pria gentle. “Kata cintamu gak bisa dijadikan pegangan, pokoknya kamu harus tanggungjawab bob!” ucap bu rida yang masih panik. “Iya sayang” ucapku seraya merapikan kembali pakaianku. Perasaanku saat ini benar-benar jujur, aku memang berencana untuk menikahi bu rida, disamping karena wajah dan tubuhnya yang indah, juga umurnya hanya berbeda 4 tahun denganku, tentu kedua orang tuaku di desa juga tidak bakal keberatan, bilang saja bahwa bu rida adalah seorang asisten dosen di kampusku.[/HIDE]