Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quest

Bimabet
pada Carrie waktu itu, holy light-nya diambil bukan pada waktu ulang tahunnya. holy light itu berhasil membangkitkan lucifer walau hasilnya carrie berubah chaotic menjadi unholy light karena efek samping peristiwa itu plus berbagai kebenciannya pada dunia.
pada Vany kali ini telah digunakan metode yg mirip. akankah terjadi hal buruk juga mengingat ini bukan pertama kalinya pemuda itu melakukan pengambilan shiny gems.
 
========
QUEST#04
========​

“Jadi ini orangnya, mas... Sudah jelas, kan?” kata Hellen.
Aku sedang berada di kamar Hellen. Ia sudah berhasil menemukan jati diri pemuda misterius itu.

Wira
“Namanya Wira Mitrasetya... Umurnya 17 tahun... sebaya denganku... Ini yang paling penting... Alamatnya... Nanti akan kudatangi dia...” gumamku mencatat semua data-data yang kuperlukan tentang orang yang selama ini menjadi ganjalan dalam usahaku mencari GOD MAESTER CORE.
Dari kertas notes yang ditinggalkannya di mall waktu itu, Hellen dapat ide untuk mencari data base polisi untuk sidik jari para pembuat SIM. Sidik jarinya tertinggal di kertas itu. Dari database samsat kepolisian, didapat data Wira saat membuat SIM A.
Sedangkan Vany memang sama sekali tidak ingat apapun tentang yang terjadi padanya, persis seperti apa yang dikatakan Wira. Itu memang lebih baik daripada meninggalkan trauma yang lebih menyulitkanku nantinya.
Kutinggalkan tubuh tak sadarkan dirinya di dalam mobilnya sendiri di depan gedung bimbel. Ia kebingungan untuk beberapa waktu karena terbangun di dalam mobilnya sore begini. Pasti ia sudah ketinggalan beberapa kelas kursusnya. Semoga ia tidak menangis karena kehilangan waktu berharganya. Sepertinya tidak. Ia cukup tangguh dan mulai mengemudi lagi untuk menghadiri kelas kursus berikutnya.
Aya juga kuberitahu untuk tidak menceritakan tentang kejadian penculikannya kemarin pada Vany dan bersikap biasa saja seperti tidak ada kejadian.
Aku tetap mencoba mendekatinya tetapi tetap sulit... Ia sepertinya tetap setia dengan pacarnya itu.
Bagaimana mungkin aku yakin kalau dia memang setia dengan pacarnya? Ini pemikiranku saja. Wira menemukan kalau Vany sudah tidak perawan dan juga sudah sering melakukan hubungan seks bahkan sering disodomi.
Kalau dia tidak melakukannya dengan pacarnya yang tidak kuketahui siapa... dengan siapa lagi? Mungkin saat ini pacarnya itu sedang keluar kota atau keluar negri... Siapa tau?
Sementara aku berpikir dan kebingungan begini, ulang tahunnya tinggal 2 hari lagi. Dan aku masih tidak bisa mendekatinya.
Tapi santai saja... Nanti waktunya tiba, aku tinggal menggunakan CHARM saja padanya. Lagipula Vany, kan sudah sering melakukan seks, jadi pasti ia akan terbiasa nantinya.
Kalau perlu aku akan menculiknya juga seperti apa yang dilakukan Wira kemarin.
Masalah Wira, aku akan mengurusnya nanti setelah urusanku dengan Vany selesai.
--------​
“Yayang yakin kalau dengan cara itu akan berhasil?... Bisa dibilang cara itu ada unsur paksaannya... Apa tidak lebih baik kalau Vany menunjukkan sedikit kerjasama... Yayang taulah...” kata Aya.
“Aku sudah tidak tau cara lain... Otakku sudah buntu... Apa lagi waktunya sudah dekat... Dua hari lagi...” kataku.
“Dengar... Ini pendapat wanita... Wanita akan lebih bahagia dan rela diapakan saja kalau ia sudah menyukai sesuatu dari yayang... Benar... ini serius... Seperti aku dan Jessie... Kami suka pada caramu memperlakukan kami... Makanya kami rela apapun yang Satria lakukan pada kami... walaupun kami tau bukan satu-satunya... Begitu, yang...” jelas Aya.
“Jadi bagaimana aku bisa tau apa yang dia suka... Ngobrol baik-baik sama Vany aja yang agak lama aja gak bisa...” jawabku.
“Itu gunanya diary... Setiap cewek pasti menyimpan semua keinginan dan mimpinya di diary... Satria hanya perlu menemukan diary itu dan mengetahui semua keinginannya...” usul Aya berapi-api seperti prospek MLM.
“Maksudmu aku harus menyusup ke kamarnya dan mencuri diary Vany...?” pahamku.
“Itu, kan tidak susah bagi Satria yang hebat seperti ini... Satria punya banyak core yang hebat... Pasti bisa bermanfaat...” kata Aya meyakinkanku.
Benar juga... Ini adalah salah satu cara yang paling masuk akal... Aku juga sudah bertekad... cara apapun akan kulakukan asal GOD MAESTER CORE dapat kupanggil...
“Baiklah... nanti malam sebelum Vany pulang... aku akan menyusup ke kamarnya dan mendapatkan diary-nya...” putusku.
“Yea... Itu baru Satria yayangku...” senang Aya dan memelukku erat sekali. Aku jadi grogi diperlakukan begitu di tempat umum begini.
--------​
Malam itu, tepat setelah Magrib, aku sudah memanjat dinding pagar belakang rumah Vany. Agar tak terlihat oleh siapapun, aku menyamarkan diriku dengan core ROSE DROP. Aku jadi menyatu dengan tumbuhan yang banyak di halaman belakang ini. Pergerakanku tersamar seperti dedaunan dihembus angin.
Aku tinggal mencari kamar Vany di antara banyak kamar di rumah yang besar ini.
Lewat balkon belakang, memanjat pergola tumbuhan merambat, aku masuk lewat jendela besar dengan cepat. Aku sudah menyiapkan semua core yang kupunya kalau-kalau diperlukan.
Sepertinya ada suara aktifitas di ruang tengah. Itu ruang makan... Sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ayah, ibu, dua orang anak remaja lelaki dan perempuan... kakek dan nenek... Ada sebuah kursi kosong... itu pasti kursi Vany...
Mereka berbicara dalam bahasa Hokkian yang aku tidak mengerti... Ini—ada foto keluarga... Semua yang ada di meja makan itu ada di dalamnya dengan tambahan Vany.
Bagus... mereka baru mulai makan... Itu artinya aku akan bebas mencari... Tapi aku harus berhati-hati... mungkin aku akan bertemu pembantu rumah ini...
Di lantai dua ini ada lima kamar... Aku memperkirakan dari posisinya... Yang paling besar ini... pasti kamar utama... kamar ayah dan ibu Vany. Di sampingnya... juga sama besar... mungkin kamar para kakek dan nenek...
Ada tiga kamar di ujung lorong ini... Pasti salah satu dari ketiganya milik Vany.
Ah... Mudah sekali... Ada namanya... Yang paling kiri pasti milik remaja tanggung lelaki adik Vany... Namanya Albert... Ada nama Tionghoa-nya... A Liong...
Yang diujung milik adik ceweknya yang paling kecil... Viola... Nama Tionghoa-nya A Hua...
Ini pasti kamar Vany... Nama Tionghoa-nya A Fang... Begitu... Mudah-mudahan tidak dikunci... Sialan... dikunci!
Duh... Aku sudah begitu dekat... Bagaimana ini? Masa aku membatalkan semuanya hanya karena pintu kamar yang dikunci...?
Ada ide... Ting! Sering banget lampu virtual ini muncul di atas kepalaku. Sering ide bodoh, sih. Jarang dapat ide bagus seperti begini.
Di atas pintu kamar ini ada lubang anginnya... aku lalu menjulurkan sulur tangan ROSE DROP bentuk CREATURE FORM-nya yang menyerupai tanaman pemakan serangga dengan banyak sulur. Tentakel berbahan dasar tanaman itu masuk ke lubang angin dan meraba-raba mencari pegangan pintu.
Kunci pintu kamar Vany yang berbentuk bulat ini menggunakan cara kunci satu sisi. Karena konsepnya melindungi privasi yang di bagian dalam kamar, jadi orang luar harus mempunyai kunci untuk masuk. Jadi aku hanya perlu membuka pintu dari bagian dalam... Klek!
Terbuka... Bagus!
Kembali aku mengunci pintu dari dalam...
Kamarnya lumayan rapi khas anak cewek baik-baik... Ngg... dimana dia menyimpan diary itu, ya?
Kunyalakan senter kecil yang kubawa... Udah kayak maling pro aja, nih. XOXAM kukerahkan berjaga di depan pintu untuk memberitahu kalau ada yang mendekati kamar. Karena ia tidak kelihatan, jadi ia menjadi mata-mata yang sempurna.
Yang pertama sekali kuperiksa adalah laci meja belajarnya. Tidak ada... Tumpukan buku pelajaran... Rak buku koleksi... Lemari pakaian... Bawah bantal dan kasur... Bawah tempat tidur... Ng?
Ini dia! Ada kotak kayu yang lumayan besar tersembunyi di bawah tempat tidur. Kutarik keluar... Berat juga. Apa yang disimpannya di dalam kotak ini? Stok makanan untuk jaga-jaga saat terjadi zombie apocalypse?
Digembok! Sial...
Kubongkar paksa aja... Sudah tanggung ini...
Tunggu bentar. Jangan main asal bongkar-bongkar aja. Kembali ide cemerlang itu datang. Dengan cakar XOXAM, aku membongkar bagian dasar kotak ini dengan terlebih dahulu membaliknya... TREK! Terbuka! Paku-paku yang menyatukan kotak ini tetap tertinggal di dasar papan jadi aku tinggal memasang dasar kotak ini dan tidak ketahuan bekas dibongkarnya. Ini cara jenius agar aku bisa mengetahui isi kotak tanpa membuka gembok. Karena berat, kotak ini hanya akan diseret oleh pemiliknya.
Ketemu!
Buku diary yang tebal itu berada paling atas dari tumpukan benda-benda lain seperti kotak VCD dan DVD. Juga kotak-kotak kardus kecil lainnya.
Dengan sekilas aku melihat tulisan-tulisan rapi Vany di diary ini... Ini yang aku perlukan... Ini tulisan terakhirnya kemarin.
Dear diary...
Hari ini Selasa 1 Juli 20XX, empat hari menjelang ulang tahun wa yang ke 18. Tidak ada yang istimewa di hari itu kecuali dua buah lilin dengan bentuk angka 1 dan 8 di kue ulang tahun nanti. Mungkin akan lebih bermanfaat kalau minyak lilin cair itu dituangkan ke tubuh wa yang lebih membutuhkannya.
Seperti di film Ethereal Bliss. Si cewek dituangi minyak lilin ulang tahunnya. Oohh... Dia sampai squirt mendapatkan siraman air surga itu. Mm...
Hari ini si Satria itu muncul lagi dan terus berusaha ngobrol dengan wa. Apa sih maunya?
Bete banget melihat tingkahnya. Aku tau apa maunya, sih. Sok manis gitu. Tipe cowok yang suka maenin perasaan cewek. Gak banget.
He... he... he... Dia sudah ingat denganku. Tapi kesannya benci gitu. Coba liat tulisan sebelumnya.
Dear diary...
Hari ini Senin 30 Juni 20XX. Hari terakhir bulan Juni ini.
Walau banyak kegiatan kursus tiap harinya, hanya Ethereal Bliss yang selalu wa ingat. Rasanya wa bisa meleleh kalau wa dikekang seperti itu.
Si Satria itu lagi. Lagi-lagi nongol gak diharapkan. Sepertinya dia ada dimana-mana gitu.
Lagi-lagi ia menyebut namaku. Ide Aya memang jempolan. Aku bisa tau isi hatinya setelah membaca ini. Baca lagi.
Dear diary...
Hari ini Minggy 29 Juni 20XX. Transfer dari Papa udah masuk ke rekening. Ada beberapa barang yang mau wa pesan lagi dari Hokkaido. Kiriman video baru sudah nyampe. Akhirnya Ethereal Bliss mendarat di kamar wa. Senangnya hati wa.
Apa anak sinting bernama Satria itu gak ada kerjaan lain, ya?
Tunggu sebentar... Kenapa DVD ini disimpan terpisah dari raknya dibawah TV...? Pasti ada sesuatu dengan benda-benda ini... Sesuatu yang bersifat nakal dan tabu?
Kotak DVD ini tanpa sampul tapi dari gambar yang tercetak di media disc-nya, ada gambar-gambar yang mengejutkan... Judulnya Ethereal Bliss. Ini dalam bentuk volume yang terdiri 4 DVD.
Aku sebenarnya tidak perlu mengambil benda-benda ini tapi aku bisa membayangkan isinya dari judul atau kilasan-kilasan gambar di permukaan media video ini.
Tapi karena penasaran aku memutar salah satu DVD nomor 1 yang sering disebut-sebut Vany dalam diary rahasianya ini; Ethereal Bliss. Sambil membaca diary, sesekali aku menonton film di TV.
Jadi... Ini semualah adalah fantasi tersembunyi Vany selama ini. Ia bahkan belum pernah punya pacar atau teman lelaki. Tetapi ia sudah tidak perawan.
Ia sendiri yang menjebol perawannya dengan alat seks yang juga kutemukan di dalam paket-paket yang dibelinya lewat mail-order. Pasti dari luar negri. DVD ini film BDSM Jepang (Bondage & Sado-Masocist). Ini jawaban hubungan intens-nya dengan kantor di Hokkaido itu.
Semua adegan dalam satu DVD ini adalah seks brutal dengan tema BDSM. Para wanita dalam cerita ini diikat dan disiksa demi kepuasan seks. Juga melakukan hal-hal kotor seperti dikencingi dan memakan kotoran sendiri. Weks!
Apa begini hal yang disukai Vany? Kalau ia ingin melakukan hal brutal seperti ini, dengan siapa ia melakukannya? Dimana? Kapan?
Aku terus menonton adegan demi adegan seram seks brutal di DVD koleksi Vany ini. Tapi walau seram, si otong ini bisa-bisanya ngaceng juga. Ah, elu gak bisa dikendaliin, mah.
Ada pada suatu DVD lain ada adegan seorang wanita yang sedang diikat, digauli seekor anjing, lalu kuda dan sapi yang sedang horny. (Beastiality)
Lalu setelah itu kemaluannya dijejali sebatang lilin besar altar yang sedang menyala hingga tetesannya mengeras di sekitar selangkangannya. Pasti sangat menyakitkan.
Ini semua sudah terlalu berlebihan padaku saat aku melihat sang wanita dicambuki sekujur tubuhnya hingga berbilur merah, lalu disemprot dengan air kencang. Disemprot terutama pada liang vaginanya.
Suara teriakan kesakitan wanita-wanita di film ini tidak bisa kudengar karena suaranya di-mute. Seks brutal ini sangat mengerikan.
Aku juga memulai semua kekuatan ini karena disiksa semacam ini. Diikat, dicakar, dicambuk, dimaki, diperkosa. Bagian diperkosanya sih enak. Tapi selebihnya—gak banget...
Tapi walau mengerikan, ada saja orang yang menyukainya. Jumlahnya pasti juga banyak terbukti dengan adanya film dengan genre seperti ini. Orang itu termasuk Vany yang suka menyiksa dirinya sendiri hingga mencapai kepuasan seks.
Alat-alat untuk penyiksa seperti yang ada di film, kutemukan di kotak-kotak kardus lain dalam peti ini. Vany melakukan semua penyiksaan ini sendirian. Tanpa bantuan orang lain. Mungkin ia belum bisa menerima kehadiran orang lain atau tidak bisa membagi rahasianya sebagai partner. Belum ketemu yang tepat kali, ya?
Ada borgol, rantai, tali, cambuk, lilin, penjepit baju, baju kulit, topeng, jarum, dan benda-benda yang tak kuketahui apa nama dan fungsinya karena terlalu aneh dan seram.
Sudah jam 21.00 WIB... Sekarang Vany sudah selesai kursus terakhirnya... dan sekarang dalam perjalanan pulang. OTW kembali ke fantasi-fantasi gelapnya.
Aku harus merapikan semua ini... aku sudah mendapatkan semua yang kuperlukan...
Entah harus lega atau apa setelah mengetahui rahasia tergelap Vany ini. Lalu apa yang harus kulakukan sekarang? Yang penting aku harus segera keluar dari kamar dan rumah ini segera.
--------​
Dari atas pohon masih di lingkungan rumahnya, aku melihat mobil Vany masuk ke halaman rumahnya dan parkir di carport. Beberapa saat kemudian, lampu kamarnya hidup terlihat dari kaca jendela bening kamarnya.
Aku ingin mengetahui apa saja yang sedang dikerjakan Vany saat sendirian di dalam kamarnya. Belajar giatkah dia? Atau melampiaskan fantasinya?
Dengan menggunakan ROSE DROP, aku menyamarkan diriku dengan daun pohon yang menyentuh dinding rumah dan jendela kamar Vany. Aku bisa leluasa melihat isi kamarnya karena ia merasa aman tidak harus menutup gorden jendela kamarnya.
Aku melihat dengan leluasa bagaimana Vany mengunci pintu lalu mengganti pakaian sehari-harinya saat kursus, kemeja putih tangan panjang, sweater tanpa lengan dan celana katun panjang dengan pakaian tidur model baby doll. Bodi montok semoknya yang sempat kulihat bugil akibat Wira
Ia lalu mengeluarkan peti rahasia dari bawah tempat tidurnya dan membuka gemboknya dengan kunci yang diambil dari tasnya. Hm... Rupanya ia selalu membawa kunci itu. Tapi itu tidak masalah karena aku sudah berhasil membuka dan menguak semua rahasianya sejelas-jelasnya.
Vany lalu tanpa curiga mengambil diary lalu mulai menulis di atas karpet tebal bersandarkan bantal.
Ia pasti sedang menuliskan fantasi-fantasi liarnya di diary itu. Sesekali ia merenung lalu lanjut menulis. Dear diary-Hari ini Rabu 2 Juli 20XX...
Setengah jam kemudian ia memilih dari sekian banyak koleksi DVD dari peti rahasianya. Ia pasti ingin menonton salah satu dari video brutal itu. Diambilnya salah satu volume Ethereal Bliss itu dan memutarnya di DVD player.
Kemudian ia sudah larut dalam fantasinya lewat film BDSM koleksi terlarang itu. Aku tidak bisa melihat film apa yang ditontonnya karena terhalang dinding. Bisa kubayangkan filmnya karena aku sudah mencoba satu-persatu DVD Ethereal Bliss dipercepat 2x percepatan. Aku bisa melihat ia mulai menyentuh dan meremas bagian tubuhnya dengan nafsu.
Dengan berbagai alat aneh untuk menyiksa dalam peti, ia mulai dengan aksi yang baru pertama kali kulihat. Sebuah penyumpal mulut dari plastik berbentuk bulat dijejalkan ke mulutnya dan talinya diikat di belakang kepala. Payudara montoknya diikat dengan tali rafia sampai keliling tubuhnya. Diikat hingga memerah mencuat lebih ketat karena tekanan tali. Urat-urat darah halus mencuat jelas berwarna biru kehijauan. Kedua puting payudaranya dijepit dengan penjepit baju. Ia mulai mencambuki kaki dan punggungnya hingga berbilur merah dengan cambuk kulit pendek. Penjepit baju itu lalu ditariknya tiba-tiba dan ia menjerit tak bersuara lagi,
Kamarnya itu pasti kedap suara karena Vany terlihat meringis dan berteriak kesakitan. Kini aku jadi tau kenapa ia selalu memakai pakaian yang tertutup. Itu semua untuk menutupi bekas-bekas penyiksaan diri sendiri itu.
Aku baru ingat, saat Wira menelanjangi Vany di kejadian pengambilan core dengan SHINY GEM mesin itu, ada beberapa bekas bilur yang mulai membaik. Tidak terlalu jelas terlihat, tetapi ada banyak. Terdapat di lengan, kaki, perut, dada... Punggung tidak kuperhatikan. Saat itu, kukira itu akibat debu dan pasir pembangunan yang bersentuhan dengan kulit putihnya.
Vany lalu kemudian terlihat memasukkan sebuah dildo besar berwarna hitam ke liang vaginanya. Lalu menyusul sebuah lagi yang sama ukurannya ke lubang anusnya.
Terjawab sudah semua pertanyaanku dan Wira...

Dua jam aku menonton aksi seks brutal Vany dan kini ia terbujur lunglai di karpet. Dua batang dildo besar hitam itu masih menjulang dari dua liang Vany yang memerah. Dadanya juga merah, begitu juga dengan bilur-bilur merah di sekujur tubuhnya.
Aku masih tidak habis pikir juga... Kenapa orang yang dingin seperti Vany itu mempunyai fantasi yang begitu liarnya. Sama sekali tidak disangka juga tak terduga. Weleh-weleh. Ada-ada aja fantasi orang, ya? Kalau tidak mau kusebut sebagai penyakit atau kelainan. Hobi halusnya.
 
cewe tsundere high class yg masochist, biasanya emg gt sih kalo d hentai yg gw tonton,
gw ngarepnya si Vany akhirnya jd suka sama Satria, tp cuma sebatas master and slave :pandajahat:
 
========
QUEST#04
========​

“Jadi anak itu suka bondage?” jelas Putri setelah kuceritakan aksiku barusan. Mengungkap rahasia fantasi Vany dan juga menyaksikannya secara langsung.
“Iya... Awalnya aku juga gak percaya... Tapi aku membaca diary-nya... koleksi filmnya... koleksi ABK (Alat Bantu Kemesraan)-nya... Lalu aku lihat sendiri ia menyiksa dirinya... sampai puas dan lemas...” terangku lagi.
“Wah... seleranya rupanya yang kasar begitu, ya?” renung Putri memikirkan atau membayangkan sesuatu.
“Apa yang elo khayalin...?” senggol Dewi. “Lo kan sejenis juga dengan dia... punya barang-barang aneh seperti itu...” lanjutnya.
“Tapi aku tidak suka bondage... Itu membuatku jadi tidak berdaya juga inferior... Aku lebih suka menguasai percintaan dari pada menyerah seperti bondage itu...” elak Putri gak mau disamakan dengan hobi Vany.
“Lagipula... aku tidak pernah mau disiksa begitu... Lo kan tau sendiri... Kalau tersiksa seperti itu aku bisa berubah jadi mahluk mengerikan tanpa perasaan itu... DUSK... Lo kan juga berubah jadi begitu juga, Wi... DAWN...” terang Putri.
“Benar... Satria juga memulai jadi seperti ini juga karena disiksa habis-habisan saat di villa kemarin dulu itu... jadi RAGE untuk pertama kalinya...” ingat Dewi.
“Iya... aku baru ingat... Aku juga diikat dan dicambuki sama... siapa namanya...? Vita... ya, Vita... Lalu dia membuatku... memaksa ngeseks dengannya...” ingatku.
“Ya udah... besok... ulang tahun anak itu... sebagai hadiah ulang tahunnya... elo berikan apa yang paling ia sukai... Penyiksaan Seks BDSM ala CHARM...” seru Putri dengan ide briliannya. Ini anak memang terkadang punya ide-ide sinting tandem dengan Dewi.
“... ala CHARM? Apa maksudmu?” Dewi tak mengerti.
“Iya... aku juga tidak mengerti...” aku ikut-ikutan. Selalu lemot sih.
“... Sebentar...” Putri lalu menuju lemari pakaiannya dan membongkar sesuatu di sana. Entah benda apa saja yang disimpannya di dalam sana. Bulan kemaren dia mengeluarkan penis palsu dengan pengikat di pinggang untuk ide dua penis untukku yang berujung pembangkitan kembali AZAZEL demi cincin penggandanya. Itu mungkin sejenis dengan kantong ajaib Doraemon yang menyimpan macam-macam barang. Barang mesum saja. Tak lama ia kembali membawa sebuah benda mirip jaket kulit berkilap. Bahannya norak banget kayak spandex.
“Ini pasti cukup buatmu...” Putri memampangkan sebuah baju kulit full body berwarna hitam. “Hanya perlu sedikit penyesuaian agar sempurna di badanmu...”
“Kamu dapat itu dari mana?” tanya kami berdua.
Putri hanya mengerlingkan matanya dengan genit. Dewi mendehem paham. Apa kini mereka mulai mengembangkan bahasa baru setaraf telepati Silva-Silvi?
“Aku mengerti sekarang...” seru Dewi. “Satria memakai baju kulit hitam ini seperti yang sering dipakai pemeran dalam film bondage itu... Iya, kan?” Dewi sudah mengerti rupanya maksud Putri.
“Memakai ini...” bingungku menimang baju yang aneh ini.
“Kamu coba dulu, deh...” usul Dewi.
Putri dan Dewi menelanjangiku lalu memakaikan baju kulit ketat ini. Penutupnya berupa restleting di bagian punggung, betis dan lengan.
Seluruh bagian tubuhku tertutup, termasuk kepala dengan topeng full face. Pakaian dan topeng ini hanya menunjukkan kedua mata dan mulut.
Batang kemaluan dan pelirku juga ikut tertutup dengan kantung menjuntai yang juga bisa dibuka dengan penutup velcro. (kalo pake restleting, mungkin bisa terjepit... hih)
“Nah... kan pas... Hanya perlu diketatkan di bagian perut... lalu di bahu... di selangkangan sedikit...” gaya Dewi bak seorang perancang busana. Putri ikut-ikutan. “Nanti kami permak sedikit, deh...” kata Dewi.
“Trus yang ini dikeluarin aja...” Putri membuka velcro.
“Tul-betul-betul...” setuju Dewi gaya Upin-Ipin mengalihkan perhatiannya pada apa yang dikerjakan Putri di penisku.
“Dah... mulai, deh...” gerutuku kesal. Ujung-ujungnya pasti deh begini. Yang lain aja napa? Kayak gak ada pembahasan lain aja. Hu-uh.
Mereka berdua hanya tersenyum lebar gaya iklan pasta gigi mesum.

========
QUEST#04
========​

Hari ini ulang tahun Vany yang ke-18. 04 Juli... Bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat ternyata. Kalau Vany lahir di sana mungkin udah diundang sama Obama ikutan upacara bendera terus ikut balap karung, makan krupuk, tarik tambang dan panjat pinang.
Karena ini hari libur—gak sekolah, pagi-pagi aku sudah menyatroni rumah Vany. Walaupun rumahnya dijaga satpam, tidak akan bisa menghentikanku dengan kekuatanku sekarang.
Aku kembali mengambil posisi seperti tadi malam, di atas pohon dan menyamarkan diriku dengan ROSE DROP. Gaya ninja-ninjaan di atas pohon udah kayak monyet aja, ahli manjatin segala yang tinggi.
Vany terlihat sedang mengenakan baju kesehariannya di depan kaca. Baju tebal lengan panjang dan celana panjang. Yang kurang mungkin tinggal pake jilbab aja kalau ia mulai menyiksa leher dan dada atasnya. Tapi ia sudah mengantisipasi itu jadi ia tidak pernah melakukannya. Menyisir rambut hingga rapi dan memakai bedak seadanya. Sederhana saja...
Lalu turun ke lantai bawah, mungkin untuk sarapan. Bercengkrama dengan keluarganya. Keluarga yang tak tau apa yang sudah dilakukan anak gadis mereka yang berpengetahuan super tetapi mempunyai fantasi tak biasa. Tapi semua itu pilihan murni Vany. Keputusannya. Entah apa yang membuatnya menjadi seperti ini. Alasan itu tidak kudapatkan di diary itu kemarin. Mungkin itu ada tertulis di diary sebelumnya yang entah dimana disembunyikan.
Terdengar suara nyanyian selamat ulang tahun lamat-lamat dari dalam rumah. Ternyata ada perayaan kecil di sana. Makan kue bentar dan foto-foto mungkin.
Tidak lama, setengah jam kemudian ia sudah keluar dengan mobil Land Cruiser-nya. Pergi kemana ia pada hari ulang tahunnya ini? Kursus juga?
Apa hari ulang tahunnya juga tidak begitu ia perdulikan karena ia terlalu sibuk dengan berbagai kursus dan kelas tambahan. Atau mungkin dia tak perduli? Apa sebenarnya yang ia cari dari ini semua? Dan apa hubungannya dengan hobi BDSM itu? Dimana garis merahnya? Penghubung semuanya...
Vany rupanya pergi ke kolam renang untuk kursus berenang. Kalau kelas ini berlangsung sekitar 2 jam. Ini tempat yang cocok untuk melakukan rencanaku. Gedung besar ini punya beberapa fasilitas olah raga seperti kolam renang, pusat kebugaran, lapangan tenis dan massage untuk tiap anggotanya.
Ia memakai pakaian renang one piece ketat, menunjukkan lekuk-lekuk tubuh montoknya kemana-mana yang lumayan melar. Kakinya yang besar berikut betis yang juga besar. Begitu juga lengan dan tangannya. Ia memakai swimming cap untuk menjaga rambutnya tetap kering dan juga kacamata renang ketat.
Aku memperhatikan bagaimana Vany berenang di bawah bimbingan instrukturnya di kolam renang ukuran Olympic ini. Cukup bagus. Ia bisa melakukan renang gaya bebas 100 meter dengan cukup sempurna. Masih sempat-sempatnya ia ikut kursus berenang padahal di rumahnya ada kolam renang sendiri. Cebur-cebur aja tiap hari, pasti bisa.
Lima menit kemudian aku mencoba merencanakan bagaimana aku membekap Vany dan membawanya ke tempat rencana hadiah ulang tahunnya.
Di lorong-lorong luas antara kolam renang dan loker ruang ganti adalah tempat yang paling tepat. Dua jam lagi, tempat ini akan masih sepi dari orang yang lalu lalang. Lorong ini cukup panjang dan lengang. Sepanjang 12 meter yang dipenuhi banyak loker member tempat ini. Lembab dan juga sejuk.
Aku memilih sudut yang paling strategis dan aman untuk bersembunyi nanti. Aku juga berencana untuk memakai core yang diperlukan nanti. Setelah dirasa cukup, aku kembali ke kolam dan terus mengawasi latihan renang Vany dari jarak yang aman.
Menurutku kalau ia terus berlatih seperti ini, pasti tubuhnya tidak gemuk seperti sekarang ini. Lebih langsing dan berisi akan lebih bagus kalau lebih intensif ditambah olahraga beban, banyak cardio dan menjaga pola makan yang sehat. Bisa lebih seksi, bo!
Kondisi ini mungkin akibat pola makannya yang tidak teratur dan tidak sehat. Setelah kuamati dan kuikuti beberapa hari, antar tiap kelas kursusnya, ia akan makan cemilan atau makanan pengganti makanan pokok yang cukup mengenyangkan. Burger, sandwich, spaghetti, kebab dan semacamnya. Porsinya memang tidak banyak tetapi sering. Sedikit memang. Sedikit-sedikit makan tapinya. Kelas kursusnya banyak beraktifitas duduk di tepat yang menoton pun membuatnya kurang bergerak. Ini salah satu kursus yang dalam kriteria pengecualian karena full gerakan.
Vany kali ini sedang berlatih renang gaya dada. Ia mengarungi lebar kolam beberapa kali tanpa pengawasan instruktur lalu beristirahat beberapa menit kemudian mulai lagi.
Saat Vany memanjat keluar dari kolam, aku bergegas menuju posisi persembunyianku. Sudah waktunya.
Di kegelapan bayangan sudut lorong ditambah ROSE DROP, aku menunggu Vany melewati tempat ini. Saat-saat mendebarkan waktu kudengar langkah kaki yang sudah sangat kukenal beberapa hari ini.
Vany atau Synvany alias A Fang masih memakai pakaian renang basah full body yang menutup seluruh tubuhnya dan dibaluti handuk pada bagian pinggang ke bawah. Titik-titik air masih menetes dari pakaian renang biru tua itu, meninggalkan jejak...
Saat Vany melewatiku... yang sedang bergantung di sudut ruangan yang gelap. Hup!
Hanya perlu waktu sekejap saja untuk membekap dan melumpuhkan Vany. Aku lalu membawanya keluar dari gedung ini lewat pintu belakang dengan kecepatan ARIES. Cukup berat juga, mungkin 70-an kilogram lebih.
Cewe yang montok ini terkulai tak berdaya di boponganku sebelum kubaringkan di jok belakang mobilku yang kuparkir di bagian belakang gedung. Aman tidak ada orang yang melihat perbuatanku ini. Ini kupastikan juga dengan menyebar XOXAM dan VOXA sebagai pengintaiku. Mereka akan langsung memberitahu bila ada yang mencurigakan.
Tubuh Vany yang masih basah dan memakai handuk kututupi dengan kain panjang berwarna kuning yang sengaja kubawa agar tidak terlihat karena kaca mobilku tidak terlalu gelap.
Segera saja aku mengendarai mobilku menuju tempat eksekusi yang sudah kusiapkan. Tempat ini sebenarnya sangat mudah dicapai tetapi kusiapkan agar tidak mudah dikenali.
Tempat ini adalah gedung yang sama dengan yang digunakan Wira waktu saat menculik Vany. Bedanya hanya ruangan apartemen yang kugunakan ini sudah mempunyai dinding yang lengkap. Juga kaca-kaca di jendela sudah terpasang, hanya belum berpintu.
Sedang yang dipakai Wira saat itu belum berdinding, hanya tiang-tiang beton dan lantai kasar berdebu.
Ruangan 5 x 5 meter yang sedianya diperuntukkan sebagai kamar ini sudah kubersihkan sebelumnya dari debu dan kotoran bekas pembangunan seperti potongan kayu, besi, pasir dan semen.
Seluruh dinding kutempeli kertas kado berwarna-warni sehingga terlihat sangat meriah. Semua peralatan untuk perayaan ulang tahun Vany sudah kusebarkan berkelompok menurut tingkat kedahsyatannya.
Pintu ruangan apartemen ini kututup dengan tripleks hingga pencahayaan hanya bersumber dari jendela besar yang menghadap keluar. Cahaya cukup terang tetapi masih aman bagiku dan acara ini.
Aku menyiapkan Vany dan diriku sendiri sebelum ia disadarkan...
“... Aduhhh...” keluh Vany coba untuk menyentuh tengkuknya yang sakit tapi tak bisa karena kedua tangannya terikat.
“Heh... hegh... Apa ini! Apa ini... Tolong! Tolong!” teriaknya. Ia menggeliat-geliat mencoba melepaskan ikatan di seluruh tubuhnya. Ia membelakangi jendela.
Sebatang besi bulat melintang di belakang lehernya dimana kedua pergelangan tangannya terikat dengan kuat di sana.
Leher dan bahunya juga terikat di batang besi itu. Tali-tali rafia itu juga melintang mengikat payudara, perut lalu turun ke selangkangannya lalu ke punggung. Paha dan betisnya juga terikat hingga ia duduk dengan tulang keringnya di atas hamparan kain kuning yang kupakai untuk menutupi tubuhnya di mobil tadi.
Ia mencoba mencari-cari orang yang melakukan ini padanya berkeliling tapi tak dapat ditemukannya karena aku berada di luar jendela, tepatnya balkon, menyiapkan kostumku.
Kostum ini sudah disempurnakan Putri dan Dewi dengan mengencangkan beberapa bagian yang kendor saat pertama kucoba. Pakaian ini menempel ketat di tubuhku seperti seragam Venom—rival Spiderman.
Kubiarkan Vany sekitar 15 menit kebingungan menyadari apa yang terjadi pada dirinya, terikat seperti fantasinya selama ini.
Ia tetap berteriak-teriak memanggil siapapun pelaku semua ini. Biar ia merasakan awal penderitaan dahulu. BDSM party milikku harus berawal seperti ini.
Vany mencoba menggeserkan tubuhnya mendekati dinding kanan ruangan tetapi setelah mencapai jarak tertentu kembali ke posisi semula karena tali yang mengekang batang besi kuikatkan di langit-langit kamar, juga akibat kain yang lumayan licin itu.
Keringat mulai menetes di tubuh telanjangnya karena gerakan juga sengatan sinar matahari di lantai 14 ini.
Sudah waktunya.
Prang!
Aku membuka jendela sorong besar itu dengan kasar dan menimbulkan suara bising dan nyaring. Vany menolehkan kepalanya dengan cepat kebelakang.
“Si...siapa... siapa kau?” serunya gugup dan takut bercampur kaget. Melihat ke arah jendela dengan sinar matahari pasti menyilaukan dan siluet diriku terlihat hitam.
Aku diam saja dan sebagai jawaban aku mencambuk lantai. Suaranya keras sekali. Vany bergidik takut.
Jendela kembali kututup dengan keras.
“Siapa... siapa kau? Apa... maumu?” ia memberanikan diri untuk bertanya lagi.
Kembali aku mencambuk lantai dengan keras. Suaranya kembali mengisi ruangan ini. Bising.
“Egh...” keluhnya. Rambut panjang lurusnya kurenggut dari belakang hingga kepalanya mendongak. Matanya terpejam menahan sakit.
“Kau suka ini, kan?” seruku.
Vany tak mampu menjawab. Mulutnya terbuka megap-megap seperti ikan dibawa nge-gym di darat, bernafas secepatnya.
Aku meneteskan ludah yang kukumpulkan di mulutku ke mulutnya yang terbuka.
Ia gelagapan dan menutup mulutnya. Kembali kurenggut rambutnya hingga mulutnya kembali mengaduh dan terbuka. Ludahku kembali masuk.
Mulutku sampai kering.
Lalu aku mengelus-elus kulit punggungnya. Masih ada bekas bilur yang mulai membaik. Ujung jariku yang dibalut bahan kulit hitam mengkilat berkisar di kulitnya yang meremang. Ia bergidik antara geli dan gemetar ketakutan.
“Kau sering dicambuk rupanya, ya?” seruku menyiapkan aksi berikutnya.
SPAK!
SPAK!
Dua kali kuayunkan cambuk ke punggungnya meninggalkan dua bilur merah saling silang.
Vany mengaduh sampai menangis. Aku puas sekali melihatnya menangis. Aku berpindah ke depannya.
“Hei! Lihat kemari!” seruku.
Di sela isakannya, ia menatapku yang berdiri tepat di depannya.
Berkacak pinggang dan cambuk di tangan. Baju kulit hitam ketat membalut seluruh tubuhku kecuali mata dan mulut. Baju kulit ini membalut sempurna di tubuhku karena sudah diperbaiki Putri dan Dewi. Keduanya sampe lembur mempermak benda koleksi Putri ini.
“Hik... hik... Siapa kau...? Apa salahku?... hik...hik... Apa maumu? Jangan siksa aku seperti ini...” ibanya.
“Ha...ha...ha...ha...” tawaku keras.
Aku lalu diam dan memperhatikan Vany yang tak berdaya di depanku. Cewe ini pura-pura atau memang takut benaran, aku tak tahu. Air mata masih berlinang di kedua pipinya. Keringat bercucuran dan bekas ludahku yang meleset masih membekas di tepi bibirnya.
Sesekali ia mencuri pandang seakan penasaran siapa aku sebenarnya. Beberapa kali ia meneguk ludah. Mungkin berpikir apa yang akan terjadi berikutnya atau apa yang akan kulakukan.
Aku sendiri tidak tau apa yang akan kulakukan selanjutnya, hanya mengikuti insting brutalku saja. Semoga aku tidak lepas kendali dan menjadi RAGE.
 
Aku mulai mengalihkan perhatianku pada peralatan seks bondage yang kutumpuk di empat sudut. Aku ambil sebatang lilin putih besar dan segera kunyalakan.
Vany melotot ketakutan melihatku menggengam erat lilin altar yang menyala ini. Bahunya turun naik karena nafas yang tak beraturan. Aku berjalan mengitarinya.
Setelah cukup terbakar dan ada genangan cairan lilin, aku meneteskannya di tubuh Vany...
“Aaakkkkhhhh...!” teriak Vany pilu. Pasti sangat pedih dan panas. Cairan lilin panas itu membekas di bahu, dada dan paha kirinya, lalu mengeras putih. Ia kembali menangis.
Lagi kuteteskan cairan lilin di dadanya, kali ini tepat di putingnya. Lalu kena perut dan sedikit di vaginanya.
Vany menangis sejadi-jadinya.
“Hehng... Enak, kan?... Sampe keluar gitu...” kataku mengejek cewe ini dengan segala fetish anehnya.
Ia malu sekali. Itu karena walau ia kesakitan dan menangis, cairan vaginanya malah menetes keluar. Lumayan banyak karena melembabkan kain yang didudukinya. Mukanya yang berkulit putih jadi memerah.
“He.. he... Kau mungkin bisa orgasme kalau kubakar, ya?” ancamku.
“Jangan!... Jangan...!” mohonnya ketakutan.
Lilin itu kulempar di atas kepalanya dan membentur jendela dan padam. Beralih keperalatan berikutnya.
Penjepit baju!
Aku tidak menghitung berapa jumlahnya karena ini kusambar dari jemuran di rumah. Mungkin nanti mereka kecarian...
Pandangan takut juga terbayang di wajah merah Vany saat kuacungkan sebuah penjepit baju itu.
Kupermainkan benda itu di depan matanya, berputar-putar dan akhirnya menjepit telinga kirinya. Ia meringis pelan. Belum seberapa.
Lalu sebuah lagi menjepit telinga kanannya.
Sebuah lagi kedekatkan kehidungnya... Vany memicingkan mata.
“Aakkkkhhh!” ia mengaduh kaget.
Ia mengira penjepit yang kuarahkan ke hidung itu yang akan menjepit, ia tidak melihat tangan kiriku.
Jari tengahku melesak masuk ke liang vaginanya, mengorek-ngorek hingga ia mendesah.
Saat ia akan lebih menikmatinya, penjepit di tangan kananku langsung kujepitkan di klitorisnya...
Klitorisnya langsung gepeng dan memerah bersamaan dengan jeritan lirihnya.
Jari tengahku langsung kucabut. Kupandangi cairan yang menempel lalu kucicipi dengan ujung lidahku.
“Enak juga... Terasa asin... Kamu kebanyakan makan micin, ya?” bentakku. Seluruh jari tengahku yang terbungkus sarung tangan kulit kukulum.
Selanjutnya dua buah penjepit baju kejepitkan di putingnya. Ia tetap meringis. Kulitnya yang putih sangat kontras dengan memerahnya kulit bagian dadanya yang kujepit.
“Apa kau melihat kehebatanku menggunakan benda ini?” bentakku mengacungkan cambuk. Ia melongo tak mengerti.
“OK... Kita lihat percobaannya...” Kuambil lilin yang kulempar ke jendela tadi lalu kujejalkan di batang besi pengikat Vany.
“Aku akan mencambuk lilin ini... dan pasti kena!” sesumbarku.
Aku bersiap-siap dan mengambil ancang-ancang dengan cambuk siap disabetkan.
SPAK!
Meleset... Aku menyumpah-nyumpah.
“Pasti kau bergerak, ya??” aku menuduh Vany.
“Tidak... aku tidak bergerak, kok...” takutnya.
“OK... Kita ulangi sekali lagi... Awas kalau kau bergerak..” Aku kembali bersiap-siap.
SPAK!
Meleset lagi...
“Kau bergerak lagi!”
SPAK! SPAK!
Dua kali cambukan mampir di kedua bahunya. Membuat dua luka bilur merah.
Vany menjerit kesakitan.
Tek...
“Kau beruntung... lilinnya sudah jatuh... Berarti tadi aku sudah berhasil...” gumamku bangga.
Sepertinya Vany lega kalau sudah berakhir.
“Kita akan mulai yang sesungguhnya...” Vany kembali risau mendengarnya.
“Eit... tadi kukatakan itu tadi percobaan... Kau ingat, kan?” seruku mengingatkannya. Ia mengangguk lemas.
“Yang sesungguhnya adalah aku akan mencambuk dua penjepit di dadamu ini... Kau mau benda ini lepas, kan?” terangku.
“Jangan... jangan... Biar saja disitu...” mohonnya.
“Apa! Jadi kau meremehkan kemampuanku!” bentakku marah sekali. Aku mengangkat cambuk itu.
“Tidak... tidak... Tapi biar saja benda itu di situ...” mohonnya lagi minta ampun. Takut kena cambuk tentu saja.
“Hm... Kau senang, ya... kalau pentilmu ini dijepit... Aku bawa tang... Kau mau coba?” ancamku.
Vany bergidik ngeri membayangkan puting susunya yang sedang dijepit penjepit baju akan dijepit dengan tang.
“Tidak... Jangan!... Jangan!...” serunya menolak lirih.
“Makanya... lebih baik kau bersiap saja menerima atraksiku dengan cambuk ini... Bersiaplah!” seruku mengambil sikap bersiap lagi dengan cambuk.
Vany memalingkan kepalanya kekiri dan mata terpejam. Menahan nafas.
SWAASSHH!
Cambuknya berkelebat cepat dan menyambar dua penjepit baju di puting Vany hingga lepas.
“Aghh...” keluh Vany.
Sebuah bilur tipis panjang terbentuk melintangi dadanya, kena puting. Pasti perih sekali.
“Kau lihat... Aku berhasil, kan?” seruku lagi. Ia tidak bisa protes. Kalau ada nada protes, pasti akan kuhajar lagi.
Dari getaran gemetar tubuhnya, aku baru ingat kalau ada sebuah penjepit lagi di tubuhnya.
“... Dan kita mencapai puncak atraksi... Penjepit ini!” tunjukku pada penjepit baju yang sedang menjepit klitorisnya.
Wajah Vany berubah menjadi tegang kembali. Ia pasti membayangkan kalau vaginanya kena cambuk. Sakit sekali. Peluh menetes deras dari dahinya.
Karena sekarang posisi Vany duduk, aku perlu mengatur posisi baru untuk atraksi ini. Aku hanya menambah dua utas tali baru di kedua kakinya lalu diikatkan di sisi ruangan.
“Bagus... posisi ini pasti cocok...” gumamku.
Sekarang Vany mengangkang menggantung. Batang besi yang mengikat tangan dan bahunya tidak terganggu. Tubuhnya menggantung ke depan dan paha dan betisnya yang terikat bersamaan menghadap ke atas. Aku bisa melihat dengan jelas penjepit baju di kemaluannya dari bukaan kakinya.
“Bersiaplah...” seruku mengambil posisi lagi.
Vany memejamkan matanya dan menahan nafas...
SPAK!
Dengan ayunan vertikal yang tidak terlalu cepat, cambukku berkelebat dan melepaskan penjepit baju itu dari klitoris Vany.
“Akh!” jerit Vany tertahan.
Walau tidak terlihat jelas, sudut mataku bisa menangkap kedutan pada permukaan vagina Vany, klitoris merah yang membengkak...
CUUSSHH!
Vany mengejangkan seluruh otot tubuhnya yang tergantung, menikmati orgasme akibat siksaan ini.
Tubuhnya berkelojotan dan bergetar keras. Hebat sekali.
“Kenapa kau tadi... Kesurupan, ya!” bentakku.
Vany terisak-isak saat menjawab semua bentakanku. Cairan vagina masih meleleh membasahi kain kuning di bawahnya.
“Kenapa ini? Kau kencing, ya! Jorok sekali kau ini!” bentakku lagi. Aku mengendusi selangkangannya. Tercium bau yang segar sekali. Aku suka sekali bau vagina yang seperti ini.
“Egh...” erang Vany saat ujung lidahku menyentuh pinggiran vaginanya.
Berikutnya adalah hal brutal yang kulakukan. Aku menggigiti daging-daging berlendir dikangkangan paha Vany. Terutama klitorisnya yang bengkak panjang.
Karena geram dengan vaginanya yang terasa enak, aku juga menjejalkan pegangan cambukku. Vany berteriak-teriak keenakan saat kumaju-mundurkan cambuk yang berdiameter 3 senti meter itu. Cukup besar.
Aku melihat kedutan itu lagi... Dengan cepat, gagang cambuk itu kucabut.
CUUUSSSHH...
Aku menampung semburan cairan orgasme Vany dengan membuka mulutku. Jarang-jarang aku menemukan wanita yang bisa nembak seperti ini. Kalau kuingat, baru si Vany ini yang bisa melakukannya...
Saat kulihat bagaimana wajah Vany sekarang dari bukaan pahanya, ia terlihat tersenyum lebar...
SPAKK!
“Siapa yang nyuruh kamu tersenyum!” cambukku mampir lagi di paha kirinya. Tubuhnya tersentak kaget.
“Kau kira ini semua untuk menyenangkanmu, ya! Kau akan terus menangis dan kesakitan sampai tengah malam... Tanpa henti...” seruku dengan nada tinggi.
Kembali aku menyalakan lilin yang kucambuk tadi dan kujejalkan ke lubang vaginanya. Ia pasti bisa merasakan panas di antara kakinya saat masih tergantung begini.
Ini penyiksaan tahap kedua...
Aku mengambil beberapa alat baru. Jarum peniti! Ada beberapa buah.
Vany mendelikkan matanya yang sipit melihatku mengacung-acungkan benda runcing itu.
“Ja... jangan... Jangan pakai benda itu...” melasnya.
“Diam! Kau tak ada hak untuk menolak... Apa kau mau kucambuk, heh!” bentakku.
Vany hanya bisa memandangiku dengan pandangan nanar saat aku berada di sisi kirinya.
Sebentar kuremas-remas dada kirinya juga mempermainkan putingnya yang mengacung keras. Putingnya yang berwarna coklat gelap dengan areola kecil itu sudah lumayan keras terangsang.
Dari bagian atas, aku menusuk-nusuk ujung runcing peniti pertama ke puting dada kirinya.
Vany meringis dan memalingkan wajahnya ke kanan. Sambil ia menahan nafas, aku tetap mempermainkan jarum itu. Kadang aku menjilati putingnya lalu menusuk-nusuk lagi.
Saat ia mengira hanya itu saja yang aku lakukan... JUSS!
“AAKKHH!” jerit Vany menahan sakit. Jarum peniti itu menembus pentilnya. Darah mengalir sedikit dari tembusan jarum itu. Aku mengancingkannya dan melihat Vany menangis tersedu-sedu.
“Apa yang kau tangisi..! Jarum ini bersih... Ini satu lagi!” Vany kembali memejamkan matanya erat-erat saat aku menempelkan ujung jarum lain di puting dada kanannya. JUSS!
Lengkap sudah. Kedua puting payudara gemuk Vany sudah berhiaskan dua jarum peniti yang dikancingkan.
Aku tertawa-tawa di antara tangis pilu Vany.
Tahap dua ini belum berakhir.
Aku kembali mengambil peralatan tahap dua. Berupa benang dan dua buah pir. Tangkai buah pir sudah diikat benang.
Melihat itu saja, Vany sudah kembali gemetar saat aku mendekatinya dan mulai mengikat pir berikat benang itu di jarum peniti yang kutindikkan di puting Vany.
Saat keduanya masih belum selesai, buahnya masih keletakkan di atas perutnya dan saat sudah selesai dengan santai keduanya kujatuhkan.
“Akh!” jeritnya tertahan menahan sakit perih akibat gaya gravitasi yang dihasilkan berat pir yang kugantung di putingnya. Benang itu menimbulkan tekanan di dadanya hingga membentuk belahan di sisi sampingnya.
“Bagaimana... Enak, kan? Kalau tetekmu dibegitukan... nanti bisa tambah panjang kaya’ orang primitif... Ha...ha...ha...” ejekku. Muka Vany bertambah merah karena malu dan tangis.
Aku tertawa-tawa berkeliling mengitarinya.
“Kita akan teruskan... tetapi kita perlu perubahan posisi...” kataku dan melepaskan tambatan tali pada kedua kakinya di dinding.
Agar lilin divaginanya tidak padam, aku memutar tubuhnya kearah atas dengan tetap kaki mengangkang.
Kini Vany tergantung menelungkup. Dadanya yang digantungi buah pir pasti akan terasa lebih sakit. Lilin yang menjejali liang vaginanya juga masih menyala.
“Ternyata kau memang jorok sekali, ya!” bentakku.
Ia berusaha melihatku yang berdiri di sampingnya. “Ke... kenapa...?” tanyanya.
“Kenapa... Kenapa... Lubang pantatmu ini memangnya bersih, hah?” bentakku. Jari tengah tangan kiriku kutusukkan ke anusnya. Masuk semua... Ternyata memang sudah longgar...
Ia diam saja dan meringis saat lubang anusnya kuaduk-aduk hingga lilin di vaginanya juga ikut bergoyang.
Ada nafas lega ketika jari tanganku keluar dari anusnya. Tapi hanya sebentar karena...
“Ini... rasakan sendiri... betapa joroknya lubang pantatmu!” aku menjejalkan jariku yang tadi masuk ke anusnya ke mulutnya. Pasti bau kotoran di anusnya tadi menempel di sarung tangan kulit ini.
Vany gelagapan merasakan kotorannya sendiri juga baunya yang menusuk. Bau tahi...
“Awas kalau muntah! Akan kupaksa kau makan muntahanmu! Ingat itu!” bentakku mengingatkannya.
Vany menahan nafasnya, sementara jariku masih dikulumnya. Ludah sudah menetes dari sudut bibirnya. Jariku terus kugosok-gosokkan di mulutnya. Sekalian membersihkan sarung tangan kulitku yang pasti berbau tahi.
“Bagus... Kau bisa membersihkan sendiri kotoranmu... Kau harus sering-sering membersihkannya... Akan kuberi contoh bagaimana cara membersihkannya...” aku kembali beranjak mengambil peralatan tahap kedua.
Sebuah alat suntik besar tanpa jarum dengan isi air sabun. (Wah... Jepang sekali...)
“Rasakan ini!” seruku dan membenamkan ujung alat suntik ke mulut anusnya. Ia mendesah, entah enak atau sakit.
Setengah isi air sabun dalam alat suntik ini kuinjeksikan ke anusnya. Pasti pantatnya terasa penuh. Masih ada setengah lagi...
Lilin yang masih menyala di vaginanya kucabut lalu ku letakkan di punggungnya, tetap menyala.
Sisa air sabun di alat suntik, kuinjeksikan ke liang vaginanya. Vany menggelinjang-gelinjang keenakan menerima cairan itu di uterusnya.
Kedua liangnya yang memang sudah longgar itu, meneteskan kembali air sabun itu. Dari vaginanya yang paling deras karena posisinya memang menurun sedang dari anusnya sudah berhenti. Kain kuning di bawahnya jadi basah.
Sesekali Vany mengaduh karena lelehan lilin panas mengenai kulit punggungnya.
“Sudah mengerti, kan... Sekarang pantat dan pepekmu sudah bersih... Begitu cara membersihkannya... Sekarang alat suntikku sudah kosong...” aku kembali menjejalkan ujung alat suntik itu di lubang anusnya. Sisa air sabun yang tersisa, kuhisap kembali. Lumayan banyak... Ada sekitar ¼ nya terisi kembali.
Karena iseng, dari vaginanya juga kuhisap kembali. Yang ada malah lendir vaginanya... Nafas Vany juga terengah-engah saat kulakukan itu. Aku jadi ingin melakukannya lagi.
Aku mengosongkan isi alat suntik dengan menyemprotkannya ke sekujur bongkahan pantat montoknya. Lalu kembali kuhisap liang vaginanya dengan alat suntik.
Ada desahan lirih lagi dari Vany merasakan lendir vaginanya tersedot. Lagi kulakukan itu, malah sampai berkali-kali. Tapi liang ini tidak akan pernah kering.
“Eh... Tunggu sebentar... Aku mo kencing...” seruku menghentikan aksiku. Kancing velcro yang membungkus penisku kubuka menimbulkan suara seperti kertas robek.
Dari sudut mataku, aku melihat Vany memperhatikan bagaimana aku mengeluarkan penisku yang belum menegang penuh itu.
Aku kencing di lantai, tepat di hadapannya. Sedikit saja yang keluar... Kuhentikan.
“Apa yang kau lihat! Belum pernah liat orang kencing, ya!” bentakku.
Berikutnya aku malah mengarahkan semprotan air kencingku ke mukanya. Kali ini kesemburkan sekuat-kuatnya.
Herannya, si Vany malah membuka mulutnya dan menelan semua air seni hangatku tanpa sungkan-sungkan. Sudah horny sekali dia?
Kencing yang masih banyak ini kembali kutahan dan aku berpindah ke belakang tubuhnya. Vany sedikit kecewa karena ia masih belum puas menikmati air kencingku.
Kembali aku menyemburkan kencingku dan kali ini kuarahkan ke selangkangannya. Lubang pantat dan vaginanya berkedut-kedut menerima curahan air deras itu.
“Aaahh... aahhh... uuhhh...” desah Vany nikmat sekali. Air kencingku menetes banyak sekali dan terciprat kesekitar gantungan Vany ini.
“Enak, kan... Kau mau yang lebih enak lagi?... Lebih besar? Lebih panjang? Lebih kasar?...” kataku sambil kembali menyimpan penisku dalam kantungnya.
Aku ke tumpukan tahap tiga. Ini sebagian adalah koleksi milik Putri berupa dildo dan ABK.
Sebuah kantong plastik hitam besar kubawa mendekatinya dan kukeluarkan sebuah kontol karet hitam yang panjangnya 30 sentimeter. Vany meneguk ludah...
Dengan sembarangan, asal masuk, kukuak bibir vaginanya dan penis karet itu kujejalkan hingga tidak bisa masuk lagi. Vany hanya bisa melenguh panjang. Sisa penis karet hitam menjuntai diluar bibir vaginanya.
Sebuah penis karet lainnya kukeluarkan, berwarna merah dan sepanjang 30 sentimeter juga. Penis karet ini kujejalkan di anusnya.
Tubuh Vany bergetar merasakan dua penis karet di kedua liangnya. Karena sudah lengkap begitu, aku mulai dengan aksiku. Kedua penis karet itu kukocokkan bergantian. Saat yang di lubang anus ditarik, yang di vagina didorong. Begitu sebaliknya.
“Aaahhhh...aaahhh... aauuuhhh... ssssttt... ooohhh... mmmhhh...aaaahhhh...uuuhhhh...” begitu rintihan Vany setiap kali batang penis karet itu bergerak cepat memberikan kenikmatan yang tiada tara di kedua liangnya.
Digantung begini, ia masih berusaha menggelinjangkan tubuhnya, mengencangkan otot-otot tubuhnya, menikmati berbagai sensasi seks di kedua lubangnya yang penuh terisi.
Ruangan apartemen yang belum selesai ini penuh dengan suara-suara erangan dan lenguhan nikmat Vany. Bau cairan vaginanya bercampur dengan bau pesing kencingku tadi.
Aku masih dengan tanpa henti dan lelah mengocokkan kedua penis karet itu di anus dan vagina Vany. Cairan vaginanya mengucur deras tanpa henti dan membekas di kain kuning pengalas lantai.
PLOOFF! Kedua penis karet berwarna hitam dan merah itu kucabut tiba-tiba dari anus dan vaginanya. Vany merengek minta dimasukkan kembali.
Aku mengambil benda lain dari kantong plastik. Sebuah timun dan terong ungu.
Vany kembali meneguk ludahnya melihat aku memegang kedua buah yang besar itu. Kedua buah itu hampir sama diameternya, yaitu 4 sentimeter.
Pertama sekali aku membasahi ujung timun dengan cairan vagina Vany yang masih menggenang di mulut kemaluannya. Ujungnya yang bulat kugesek-gesekkan demi meratakan cairan bening itu sebagai pemulus jalan masuknya.
Lalu kutarik keatas agar bukaan anusnya juga ikut basah karena timun itu akan masuk kesana. Sekujur pantatnya juga ikut basah baik cairan vagina maupun peluh.
Dan.. BLESS... Timun sepanjang 15 senti dan berdiameter 4 senti itu amblas ke anusnya.
“Aaaaaaa...” keluh Vany merasakan setengah timun itu bercokol di lubang anusnya.
Kuputar-putar buah yang masih segar itu sehingga Vany menggelinjang kesetanan dan suaranya melengking tinggi. Tak masalah. Biar saja ia berteriak sesukanya.
Sekarang giliran terong ungu.
Ujung terong yang bulat juga kupukul-pukulkan ringan ke bukaan vaginanya yang mengembang. Untaian cairan juga melekat di ujungnya memberi pelumas nantinya.
Diperlakukan begitu, mulut vaginanya membuka seakan menyambut terong yang besar itu agar segera masuk. Dagingnya yang lembab berdenyut menanti tak sabar lagi. Berdenyut kencang malah seperti membukakan diri.
Dengan tapak tangan, aku mendorong menjejalkan berputar terong ungu masuk ke liang vagina Vany...
“AAUUUuuuugggghhhhhh!” lenguhnya antara sakit dan nikmat. Sebagian bibir vaginanya ikut terjepit masuk liangnya sendiri.
Sungguh pemandangan yang sangat fantastis dan mengerikan. Dua benda yang begitu besarnya bisa masuk dan bercokol di dua lubang yang kutahu biasanya sempit. Entah sudah berapa kali Vany melakukan hal begini sendiri dan sudah dengan benda apa saja.
Vany bernafas dengan cepat terlihat dari tarikan buah pir yang digantung di payudaranya. Keringat bercucuran begitu juga cairan vaginanya menetes di kain kuning.
“Heh... Sepertinya kau sudah biasa, ya... memasukkan benda-benda besar seperti ini ke dalam pepek dan pantatmu...” tanyaku dekat wajahnya dengan menjambak rambutnya.
Ia tidak menjawab karena sibuk bernafas dengan megap-megap.
HOP!
Aku menjejalkan penis karet berwarna hitam yang tadi kupakai ke mulutnya. Biar dia tambah megap tidak bisa bernafas sekalian.
Vany kelimpungan karena mulutnya tersumbat penis karet dan ia hanya bisa bernafas dari hidung. Aku tetap memegangi dildo itu agar tidak dimuntahkannya keluar dari jalan nafasnya.
Tubuhnya yang tergantung telungkup itu bergoyang-goyang. Pantatnya mengacung-acung tinggi untuk merendahkan kepalanya.
Penyiksaan yang sangat disukai para penggemar bondage. Menyiksa jalan nafas untuk menyakiti seluruh tubuh.
“Mmmppph... mmmppphhh...” gumamnya karena mulutnya dijejali penis karet yang keras ini. FLOH!
Mukanya kembali merah saat aku melepaskan dildo itu dari mulutnya sehingga ia bisa bernafas lega.
“Rasain kau!” ejekku dan berjalan ke belakangnya. Aku bermaksud bermain dengan timun dan terong di pantat dan vaginanya.
“Wah... Pantat dan pepekmu ini ternyata sangat kuat sekali, ya...” kagetku. Itu karena saat kutarik sedikit, ternyata bekas katupannya sudah membekas menekan kulit timun dan terong.
Terutama terong yang mempunyai kulit relatif lebih lunak dari timun. Ini pasti terjadi saat aku menyumbat mulutnya hingga ia refleks menekan semua otot tubuhnya dan dalam hal ini otot anus dan vaginanya.
Bagaimana kalau penisku yang dijepitnya di sana...? Pasti akan hebat sekali jadinya.
Vany menundukkan kepalanya berusaha menenangkan diri juga karena malu dan lelah.
“Karena kau sudah berani merusak milikku... Kau akan mendapat hukuman lagi... Ini!” aku menekankan kembali kedua buah itu sekuat-kuatnya ke dalam liang anus dan vaginanya.
“AAAKKKKHHHH!... AAAAKKKKKHHHHH!” teriaknya memilukan hati. Tanpa ampun aku mendorong timun dan terong itu dengan sekuat-kuatnya. Sampai tidak bisa masuk lagi. Mungkin sudah mentok sekali.
Timun hanya menyisakan pangkalnya sepajang 3 sentimeter dan terong yang lebih panjang menyisakan 4 sentimeter belum termasuk tangkainya.
Di dalam sana, kedua buah ini pasti saling berdesakan menekan daging dan otot rectumnya. Rasakan itu!
Terpikirku, bagaimana mengeluarkan timun dari pantatnya, kalau terong masih ada pegangan tangkainya. Tetapi timun sulit karena pangkalnya yang bulat dan kulitnya yang licin pasti menyulitkan genggaman. Dibiarkan saja...
Vany masih menangis tersedu-sedu di sana merasakan sakit siksaanku pada pantat dan vaginanya. Kedua lubang itu sudah sangat merah dan bengkak. Isakannya membuat tubuhnya bergetar.
“Oooh...” keluhnya pendek saat aku membalik lagi posisinya hingga ia berbaring tergantung. Tali di kedua kakinya kembali kuikatkan ke dinding.
“Heh... Bagaimana rasanya... Enak, kan?” ejekku. Ia hanya memalingkan kepalanya.
Tangkai terong ungu itu kutarik. Keras sekali, pasti rahimnya mengatupkan buah ini.
Bergerak sedikit. Kembali kutarik dengan kuat agar banyak bergerak. Tertarik 10 senti... Terasa seret walaupun banjir begini.
Kembali kumasukkan kembali semampunya tidak terlalu kuat. Karena terlalu besar mungkin.
Vany menyeringai perih saat aku masih dengan perlahan mengeluar-masukkan terong ungu itu di vaginanya yang bengkak.
“Bagaimana... Sudah terasa enak...? Apa kau tau... Kontolku juga sebesar ini... Ini masih belum seberapa dibanding dengan kontolku... Kontolku bisa nembak... Pokoknya lebih enaklah... Kau mau?” bujukku.
Ia diam saja.
“JAWAB!” bentakku tiba-tiba. Berbeda sekali dengan pertanyaanku tadi. Vany terkaget sampai otot vaginanya mengatup erat terong hingga tidak bisa bergerak lagi.
“Kau jawab pertanyaanku... Atau kau tidak puas dengan ukuran sebesar ini... Aku punya pemukul baseball... Apa kau mau coba, heh?!” ancamku. Sebenarnya nggak ada, ding...
“Jangan... Jangan... aku tidak mau pemukul baseball...” tolaknya dengan tubuh menggigil. Pantas saja kalau dia ketakutan setengah mati seperti itu. Pemukul baseball itu kan keras sekali juga panjang. Apalagi kalau yang terbuat dari besi. (Ada dua bahan, kayu dan metal)
“Lalu... apa jawabanmu? Apa kau mau mencoba kontolku atau tidak? Pilihannya adalah kontolku atau pemukul baseball! Pilih salah satu!” bentakku lagi.
“Kontol... kontol saja...” jawabnya cepat.
“Nah... begitu, dong... Kau rupanya suka kontol juga, kan...” ejekku dan mencabut terong ungu itu dengan sekali tarik saja.
Kulit terong ungu itu sudah semakin berkilat oleh lendir vagina Vany dan pada beberapa bagian ada lecet karena katupan kuat otot vaginanya.
Aku kembali membuka kancing velcro pembungkus penisku. Ia melompat begitu saja setengah ereksi. Kulihat ekspresi liar di wajah Vany melihat penisku sekali lagi. Pertama kali ia melihatnya saat aku mengencingi tubuhnya tadi.
“Kau lihat ini, kan... Ini belum tegang... Tunggu sebentar...” aku mengocok perlahan penisku agar menegang.
“Timun itu biar di pantatmu saja, ya... Susah mengambilnya...” kataku meraba-raba pahanya sebagai perangsang diriku sendiri.
Batang penisku mulai memerah tanpa urat-urat vena dan berangsur mencapai ukuran ereksi maksimalnya.
Jari-jari tanganku juga menggelitik klitorisnya. Lalu melesak masuk dan mengorek-ngorek sejenak menunggu penuhnya ereksiku.
Vany mengerang-erang keenakan kupermainkan liang vaginanya. Suaranya mendesis-desis seperti ular yang mencari makan.
“Lihat ini... Sudah tegang! Lihat!” seruku mengacungkannya di depan liang vaginanya yang menganga.
Ia meneguk ludahnya lagi, mungkin membayangkan kalau sebentar lagi aku akan memasukkan penisku yang sepanjang 20 senti ini ke liangnya yang sudah kujejali terong ungu tadi.
Pertama sekali, aku menyentuhkan ujungnya ke bukaan liangnya yang basah. Lalu kugosok-gosokkan ke segala permukaannya hingga kepala penisku jadi belepotan lendir vaginanya.
Vany menahan nafasnya. Ini pasti penis asli pertama yang pernah menyentuhnya selama hidupnya bermain seks sendiri.
Setelah puas bermain-main di sekitar bagian luar vaginanya, aku menarik rambut-rambut halus di permukaan atas vaginanya sehingga lebih menganga. Pasti perih, karena dengan begitu liangnya lebih jelas terbuka.
Kepala penisku sudah terbenam seluruhnya. Longgar. Lalu mulai menyempit saat kulit batang penisku bergesekan dengan dinding liangnya yang bergerinjal.
Masuk seluruhnya... Terasa hangat dan basah.
Vany memejamkan matanya erat-erat menikmati besar batang penisku yang masuk.
Enak juga rasanya. Apalagi saat Vany berusaha untuk mencengkram erat penisku dengan otot dinding vaginanya. Kuat dan menggigit. Berkat cairan vaginanya aku bisa menarik dan gerinjal dindingnya memberikan sensasi geli yang melambungkan.
“Oohhhh...” desah Vany saat setengah penisku kutarik. Lalu segera kudorong masuk lagi. Mengulangi kenikmatan itu.
Semuanya kulakukan dengan sangat perlahan agar aku dan Vany dapat merasakan proses nikmat itu berulang-ulang dengan rasa yang sama.
FLOF!
Aku melepas seluruh penisku dari liangnya. Aku menggesek-gesekkan batangnya di bibir luar vagina Vany. Batangku berkilauan karena lendir yang menempel di sekujur permukaan sampai kepalanya yang merah. Aku menunggu reaksinya...
“Masukkan... masukkan lagi...” mohonnya berbisik dengan suara parau. Sudah kena rupanya.
Ini merupakan bagian dari penyiksaan. Siksaan kenikmatan Saat ia sudah menikmati sekali seks yang kulakukan tadi, aku menghentikannya dan otomatis ia menginginkannya diteruskan lagi. Tapi aku tidak memberikannya.
Penisku yang basah kubersihkan dengan menggosokkannya di pahanya hingga kering dari semua cairan lengket itu. Kemudian kusimpan lagi ke dalam kantong berkancing velcro. Masih menggembung besar karena sebenarnya aku juga masih mau. Tetapi hari masih sore... Masih banyak waktu.
Ia terus memohon agar aku memasukkan penisku lagi dengan suara paraunya. Begini kalau ia sudah sangat terangsang rupanya. Pintu lubang senggamanya juga berdenyut-denyut meminta kembali dimasuki penisku.
“Apa... Mau apa! Mau dikentot lagi, hah!” bentakku menjawab rengekannya.
SPAK!
Aku menampar vaginanya yang terbuka dengan tapak tanganku.
“Oooohhhh...” kagetnya.
CUUUUSSSSSHHHHHH!
Semburan kencang kembali terpancar kuat dari liang itu dan mendarat di kain kuning.
Wah... Vany sudah horny sekali, jadi dengan sekali tamparan begitu saja, ia sudah mencapai orgasmenya lagi.
Mukanya merah, lehernya merah, dadanya merah, pusarnya merah, dan vaginanya merah. Kontras sekali dengan kulit putih amoinya.
Mmp... Aku membenamkan mukaku di vagina gemuknya. Mulutku mengulum bibir tebalnya dan hidungku mengais-ais klitorisnya. Mukaku jadi belepotan cairan gurih-asin itu lagi.
“Hhhmmm...” aku bangkit dan menyeka mukaku dari cairan itu.
Vany memandangi dengan wajah sendu tak puas. Ingin terus dan lagi. Tapi aku yang memegang kuasa disini. Aku mau menyiksa lagi...
Dengan sebuah mancis, yang tadinya kugunakan untuk menyalakan lilin altar, menyala di tanganku.
“Aku akan membakar jembutmu!” seruku dengan suara yang diseram-seramkan.
“Ja... jangan... Jangan dibakar... Sakit...” mohonnya menghiba.
“Bagaimana kau tau sakit... Pasti kau sudah pernah membakarnya, ya? Kalau begitu tidak apa-apa, kan...” aku mendekatkan nyala api mancis ke permukaan vaginanya yang berambut halus.
Vany meronta-ronta ingin mengelakkan api itu. Aku menenangkannya dengan menusukkan jariku dan mengorek liangnya. Vany menggeliat keenakan.
BRUUR... Rambut halus di permukaan vaginanya terbakar seluruhnya. Menimbulkan bau khas bila rambut atau kulit terbakar. Ada beberapa helai yang tidak habis dan malah jadi keriting.
Buru-buru aku mengambil beberapa alat. Krim pencukur dan alat cukurnya. Permukaan vagina yang gemuk itu kuolesi krim pencukur lalu dengan perlahan kucukur dari bawah ke atas.
Semua rambut vaginanya habis licin tercukur...
“Nah... Kalau begini, kan terlihat bersih...” kataku mematut hasil kerjaku. “Kalau begini... kau terlihat cantik... Tapi kau masih terlalu gemuk... Lemakmu terlalu banyak menumpuk...” gumamku.
“Di sini...” aku menggamit lengannya yang gemuk bergelambir. Pinggulnya, perutnya, pantat, paha serta betisnya.
“Kalau ini selesai... aku mau lihat... apa kau masih tetap gemuk atau kurusan... Kalau kau masih gemuk juga seperti ini... aku akan kembali lagi... aku akan memotong lemak-lemakmu ini... Ingat itu! Camkan baik-baik!” ancamku.
Vany mengangguk-angguk mengerti.
Mudah-mudahan ancamanku ini mengena di hatinya dan ia akan berusaha untuk kurus. Sedikit langsing setidaknya.
“Aku akan selalu mengawasi dan mengikuti perkembanganmu tanpa kau tau siapa aku sebenarnya...” tambahku.
“Bahkan tak akan berguna kalau kau melapor pada polisi... mereka tidak akan percaya padamu karena aku pun punya bukti kalau kau sering melakukan ini sendiri... Kau akan dianggap gila dan terlalu berkhayal yang bukan-bukan...” sambungku.
“Kita sampai pada tahap keempat... Ini yang paling hebat... karena kau akan diperkosa oleh berbagai mahluk aneh... Tapi kau tak akan melihatnya... karena matamu akan ditutup!”
Aku lalu memakaikan sebuah kain hitam sebagai penutup matanya.
Mahluk aneh yang kumaksudkan adalah beberapa core milikku yang berpotensi untuk melakukan seks. Mereka adalah XOXAM, ARIES dan TAURUS dalam bentuk CREATURE FORM-nya.
XOXAM dengan bentuk SUB-HUMAN-nya sekarang. ARIES dan TAURUS dengan bentuk mahluk monster mereka. Kalau dalam bentuk SUB-HUMAN FORM tentu tidak berguna buat Vany. Kalau untukku pasti berguna. (Eh... Iya juga... Aku belum pernah main dengan bentuk manusia ZODIAC CORE ini... Apa rasanya, ya?)
Aku memakai mereka sebagai ganti penggunaan binatang dalam video fantasi bestiality milik Vany.
Suara dengusan nafas ARIES dan TAURUS dalam CREATURE FORM memenuhi ruangan ini. Suara-suara gaduh mereka sudah mirip suara binatang buas. Hanya XOXAM yang tak bersuara.
Vany ketakutan dan menggigil hebat mendengarnya. Untung saja ia tidak bisa melihat. Ini pertama kalinya aku mengeluarkan ARIES dan TAURUS dalam bentuk CREATURE FORM.
Mungkin ia teringat pada serangan menghebohkan iblis ata monster beberapa bulan lalu. Perbuatan anak buah si keparat LUCIFER itu.
Mereka semua dengan patuh menuruti apa yang kuperintahkan. Berdiri mengelilingi Vany.
Giliran pertama yaitu XOXAM.
“XOXAM... Kentot dia sepuasmu!” perintahku.
Black core itu mengangguk dan memulai aksinya.
Dari selangkangannya yang rata, menyembul batang penisnya. (Ini pertama kalinya aku melihat core pertamaku ini menunjukkan penisnya) Panjang dan besarnya lebih sedikit dari milikku. Tetapi tidak ada buah zakarnya.
“Siapa... siapa itu soksam? Siapa dia?” tanya Vany mencari jawaban dengan mata tertutup.
XOXAM memegangi pinggul Vany dan mengarahkan ujung penisnya tepat di belahan bibir vaginanya.
Dengan dorongan pasti, seluruh batang penisnya amblas habis.
“Oooohhh...” Vany sangat menikmati rojokan keras itu di rahimnya.
Dengan mulai perlahan, XOXAM mulai memompakan penisnya keluar masuk vagina Vany dengan pasti. Suara kecipak cairan vaginanya sangat terdengar jelas saat perut XOXAM membentur bibir vagina tebal Vany.
“Uuugghhh... Aaahhhh... Ooohh... Oohhhhh...” begitu terus keluhnya saat penis besar XOXAM menghajar dalam ke liang rahimnya.
Ada sekitar 15 menit XOXAM terus menerus tanpa henti melakukannya. Walaupun Vany berteriak-teriak minta ampun untuk berhenti atau karena ia habis orgasme, XOXAM tidak memberikan waktu jeda karena tidak ada perintah dariku.
Biasanya core dasarku, black core ini, fungsinya dalam seks adalah untuk memulihkan tenaga pemiliknya dan juga mendekatkan hubungan pemilik dan core sendiri. Tetapi karena aku dan XOXAM sama-sama lelaki, aku tidak bisa melakukannya seperti yang sering dilakukan Putri dengan XOTA dan Dewi dengan XOLA-nya. Juga kembar lima dengan core mereka masing-masing.
Sebagai gantinya aku bisa melakukannya dengan VOXA, white core, core kedua milikku. Itupun belum pernah kulakukan. Tapi menurut cerita saudara-saudaraku, VOXA pernah keluar sendiri untuk berhubungan seks denganku saat aku tidak sadar untuk menyembuhkanku, kemunculan pertamanya.
“XOXAM... cukup... Hentikan...” perintahku padanya. Segera ia berhenti memompakan penisnya. Ia lalu mencabut penisnya begitu saja tanpa perasaan.
Liang banjir milik Vany masih terbuka dan perlahan menutup. Vany menarik nafas lega panjang-panjang.
“Hei... Ini belum selesai... Masih ada monster lain... Jangan senang dulu...” sergahku.
“ARIES... sekarang giliranmu! Kentot dia sesukamu!” perintahku.
Monster bertanduk itu lalu mengeluarkan penis panjangnya dari rimbunan bulu-bulu di selangkangannya. Panjang sekali, ada sekitar 30 sentimeter. Batangnya mengacung tegang.
Kekuatan ARIES adalah kecepatannya, jadi aku sendiri tidak bisa melihat dengan jelas dan pasti bagaimana ia memulainya karena aku hanya melihat tubuh Vany terguncang-gucang karena dipompa ARIES dengan penis panjangnya.
Teriakan-teriakan Vany juga tidak bisa terdengar jelas.
Kasihan sekali, ia bisa mati kalau diperkosa seperti itu.
“ARIES... Cukup!” perintahku. Padahal baru satu menit.
Serta merta ia berhenti memompakan penisnya.
Posisinya ternyata biasa saja, sama seperti XOXAM tadi. Ia memegangi pinggul Vany dan penis tertancap dalam. Perut Vany agak menggembung karena desakan penis panjang yang memasuki rahimnya. Penis ARIES juga agak tertekuk di pangkalnya.
Saat ia sudah mencabut penisnya, ada limpahan cairan vagina Vany. Banyak sekali seperti keluar dari pipa saja dan menggenang di kain kuning.
Nafas Vany sudah payah sekali, ia bernafas lebih seperti megap karena kekurangan oksigen.
“Ayo... bernafaslah sepuasmu... Ini ada yang lebih dahsyat lagi... Kau pasti akan suka yang satu ini...” kataku.
“Sudah... sudah... Aku mohon hentikan... Aku sudah tidak kuat lagi... Badanku sudah sakit semua... Anuku sudah sangat perih.. sakit...” ibanya meminta belas kasihanku.
“Enak saja hentikan... Kau pikir ini bisa berakhir seperti itu saja... Aku belum puas, kok! TAURUS... Sekarang bagianmu! Kentot dia! Sampai kau puas!” perintahku.
Monster dengan tubuh raksasa setinggi lebih dari 2 meter itu mengeluarkan penisnya yang juga berukuran raksasa. Lebih besar dan panjang dari terong ungu tadi.
Tubuh Vany kaku saat TAURUS memegangi pinggulnya dengan tangannya yang besar. Kepala penisnya menempel dan berusaha menembus liangnya yang kurang besar untuk TAURUS.
“Aaaahhhh... Jangan! Jangan!” Vany berusah untuk mengelakkan pinggulnya agar benda asing itu tidak memasuki dirinya.
Mendapat perlawanan begitu, TAURUS menggeram dan memaksakan penis sepanjang 40 sentimeter dan diameter 5 sentimeter itu merangsek masuk.
“OOOOOOooooouugggggggghhhhhhhhhhhhhhh!” teriak pilu Vany menerima penis raksasa itu di liangnya yang secara normal longgar.
Tubuhnya pasti terasa terkoyak-koyak dijejali benda yang sebegitu besarnya. Penyiksaan yang sempurna!
Tanpa ampun, TAURUS menarik penis raksasanya dan dengan enteng memasukkannya lagi. BROF! BROF! Ada suara angin yang berat berhembus saat ZODIAC CORE keduaku ini memompakan penis yang luar biasa besar itu.
Vany tak mampu lagi bersuara. Mungkin ia hanya berharap bisa bernafas untuk tarikan nafas kehidupan terakhirnya.
Gawat! Ia bisa mati!
“Ia tidak akan mati... Core didalam dirinya sedang melawan serangan itu...” tiba-tiba XOXAM menjawab ketakutanku.
“Core di dalam dirinya?... CANCER!” gumamku.
FWAAAARRR!
Tubuh raksasa TAURUS sampai terdorong mundur dan penisnya tercabut.
XOXAM, ARIES dan TAURUS menunjukkan sikap siaga, siap bertarung.
Di depan Vany yang tergantung, muncul seorang wanita bersenjatakan penjepit tajam di kedua tangannya. Bisa kupastikan kalau ini adalah SUB-HUMAN FORM CANCER.

Cancer
Tapi kenapa ia keluar sendiri tanpa kupanggil.
“Ia sedang melindungi pemiliknya... gadis itu..” kata XOXAM.
“Hmm... begitu rupanya... Baiklah... Aku sudah mengerti. Kalian semua... Kembalilah!” perintahku. Aku menyimpan ketiga core milikku kembali.
“Dan untuk kau... Kau akan menjadi milikku!” seruku pada SUB-HUMAN FORM CANCER.
Mengenang kembali kala kami berdua saja di dalam kamarku yang kecil. Berdua saja dengan Carrie...
KREEKK!
Baju kulit hitam ini robek di sana-sini karena mengembangnya ototku. Penambahan massa tubuh dari bentuk CHARM-ku.
Topengku terlepas. Bahuku terbuka, juga perut dan paha. Jadi aku hanya memakai baju kulit minim yang masih membalut sedikit bagian tubuhku.
Ini semua adalah percobaanku... Apakah SUB-HUMAN FORM ZODIAC CORE CANCER yang notabene adalah wanita ini bisa terpengaruh pesona CHARM-ku.
Sepertinya berhasil karena CANCER tidak lagi menunjukkan sikap siap tempur. Bahkan ia menarik penjepit tajamnya dan berdiri santai dan rileks.
Vany yang masih menggantung pingsan di belakangnya tetap terkulai tak berdaya.
CANCER mendekatiku dengan langkah yang gemulai, langkah wanita yang sedang birahi. Pengaruh CHARM.
Bagus! Ternyata aku bisa juga menaklukkan bahkan core wanita. Asal ia lawan jenisku, akan terpengaruh. Sepanjang ini belum ada yang gagal dari pengaruh pesona CHARM.
CANCER mengalungkan tangannya di leherku hingga dadanya yang besar menekan dadaku. Ia juga menekankan pinggangnya pada gembungan kantung velcro tempat persembunyian batang kemaluanku. Terasa bentuknya...
Aku berusaha membukakan helm penutup kepalanya. Ia membiarkan saja aku melakukannya bahkan membantu dengan agak mendongakkan kepalanya.
Dengan mudah aku melepaskan helm itu. Wajahnya lumayan cantik dan bibir tebal seksinya. Matanya yang membedakannya dengan manusia biasa, seperti mata core pada umumnya dan mata bentuk VIOLENCE kami, tanpa kornea.
“Heeehhhmmmpp...” geramnya dan menekankan bibirnya padaku. Kusambut...
Aku dan core itu berciuman bibir. Saling pagut dan hisap. Tangannya mengusap-usap punggungku. Selangkangannya juga menekan gembungan selangkanganku.
Kedua bongkah pantatnya kuremas-remas dan ia membalas meremas rambutku. Lalu berpindah meremas kedua dadanya. Besar sekali hingga tangan CHARM-ku saja tidak bisa penuh menggenggamnya.
Ia lebih agresif dengan merogoh kantung velcro, tempat persembunyian penisku.
Sebentar saja ia sudah menggenggam batangku yang sudah menegang maksimal.
Celana panjang ketatnya sudah melorot dari tadi. Tapi aku tidak menemukan pakaian dalamnya. (Mungkin ia tidak pernah pakai CD, ya?)
Ia langsung saja mengangkat sebelah kakinya dan mengarahkan penisku ke vaginanya.
Dengan posisi begini, aku tidak bisa melihat bagian bawah yang indah itu. Hanya kepala penisku terasa menyentuh daging empuk lalu basah berlubang hangat.
Dan kenikmatan yang tiada tara menyusul setelah itu. Batang penis CHARM-ku masuk sepenuhnya.
SUB-HUMAN CANCER mengaitkan kakinya ke pantatku lalu aku mulai memompakan pantatku. Perlahan saja.
“Aaaahhhh... Ooooohhh...” CANCER melenguh tiap gerakan yang kubuat. Punggungnya melengkung.
Dengan punggung melengkung begitu, kusisihkan penutup dadanya. Sebelah kuhisap putingnya dan sebelah lagi kuremas.
Aku tidak bosan-bosannya menghisap dada core yang besar ini sementara penisku juga terus kugenjotkan ke liangnya pendek-pendek.
Lalu kudorong tubuhnya tanpa melepaskan penis atau dadanya, berbaring di lantai. Kedua kakinya kupegang lalu terus digenjot tanpa henti lagi.
Kala aku tidak perlu lagi memegangi kedua kakinya, aku kembali meremasi kedua payudaranya dengan gemas. Bergantian juga kuhisap dan jilat putingnya. Kadang juga kugigit. Kedua kakinya kini di bahuku.
Saat bercinta dengan core begini, saat aku dalam keadaan CHARM, aku bisa mengimbangi energi core istimewa ini.
Apa jadinya kalau aku dalam bentuk manusia biasa? Apa aku bisa mengimbanginya, ya? Nanti akan kucoba...
SUB-HUMAN FORM CANCER bersemangat sekali menerima setiap rojokan penisku. Ia menyambut tiap goyangan dengan remasan kuat di liangnya.
Ia lalu mendorongku hingga gantian aku yang berbaring. Ia kini menduduki penisku yang masih terbenam dalam di liangnya.
Lalu dengan penuh energi ia mengocokkan penisku dengan menaik-turunkan badannya.
Dadanya berguncang-guncang hingga aku kembali tergoda untuk meremasinya.
Dengan hentakan kuat ia menekankan selangkangannya padaku agar semua batang penisku dapat memenuhi liangnya yang menggila. Kadang ia memutar-mutar pinggulnya... Enak sekali.
Kami berdua terus begitu hingga malam semakin larut. Terus memacu nafsu. Sama-sama bersemangat untuk mendapatkan kenikmatan tertinggi. Seakan haus akan seks yang terhebat.
Tiap sudut ruangan apartemen kosong ini sudah menjadi tempat kami bergumul.
Berbagai cara dan gaya yang kuingat sudah kulakukan juga berbagai variasi. Sepertinya kami tidak puas-puas juga. Yang ada hanyalah pencapaian kenikmatan yang tiada henti.
Sekilas aku melihat HP-ku yang sedang dalam keadaan screen saver berbentuk jam... 23.38 WIB!
Sialan... Aku sampai lupa waktu. Tinggal beberapa menit saja kesempatanku mengambil ZODIAC CORE ini.
Aku kembali ke posisi paling konvensional; gaya missonary. Aku menindih CANCER, kakinya mengangkang. Dengan dorongan pendek-pendek...
Aku berkonsentrasi untuk melakukan langkah akhir, TRIGGENCE!
Mengingat masa bersama Carrie saat ia menyemangati aku saat latihan band dengan teman-temanku...
Kutekankan perutku sekuat-kuatnya ke selangkangan SUB-HUMAN FORM CANCER hingga bibir vaginanya gepeng!
CRRRRRROOOOOOOOOOOOOTTTTTTTTTTT!
“Oooohhh... hhooohhhhh...” keluhku.
Sperma TRIGGENCE yang banyak itu menyembur kencang dan memenuhi liang vagina CANCER.
Saat aku masih menikmati sensasi rasa nikmat itu...
Tubuh core itu mengabur. Aku bahkan bisa melihat penisku yang masih berada di dalam vaginanya yang menjadi transparan.
Juga sperma...ku... Cairan kental itu bergerak menyebar keseluruh penjuru tubuh CANCER.
Buru-buru aku mencabut penis CHARM-ku dan menyaksikan kejadian berikutnya.
Sperma itu menyelimuti tubuh CANCER yang bergelung memeluk kakinya.
Hilang!
Dari Vany, tepatnya dari liang vaginanya, melesat seberkas sinar terang yang terbang berputar-putar. Lalu berhenti di depanku.
Terasa hangat dan kuat INITIATE FORM CANCER ini. Berbentuk seperti capit kepiting berwarna ungu dengan simbol CANCER di dalamnya.
ZODIAC CORE keempat milikku! Sudah kudapatkan.
Bentuk SUB-HUMAN FORM CANCER yang sudah kugauli tadi kembali terlihat di pikiranku lalu CREATURE FORM yang seperti kepiting bercapit tunggal di punggung berukuran besar.
Pengalaman menjadi pemerkosa brutal... Sebenarnya tidak memperkosa karena sebenarnya si Vany inipun suka dibeginikan. Katakanlah berpura-pura menjadi pemerkosa brutal.
Sudah jam 12.12. Vany masih tergantung pingsan..
Aku harus membangunkannya lalu membebaskannya.
Sebelumnya aku harus memakai topengku kembali. Aku tidak mau jadi dikenalinya. Walau baju kulit ini sudah koyak-koyak karena bentuk CHARM tadi, tapi kegelapan malam cukup menyamarkanku dan kini aku sudah kembali ke bentuk normalku.

SPAK!
“Bangun!” teriakku. Aku mencambuk pahanya agar ia sadar dari pingsannya.
Ia terkaget bangun dan menyadari kalau ia sudah tidak terikat lagi. Ia beringsut menuju sudut ruangan dan menutupi tubuhnya dengan kain alas kuning itu.
“Kau sudah kulepaskan... Ingat! Aku akan selalu mengawasimu... Kalau kau masih gemuk seperti ini... aku akan menyiksamu yang lebih keras lagi... Ingat itu!” bentakku.
Ia mengangguk-angguk mengerti terus meringkuk di sudut ruangan dengan kain penutup kuning.
Aku pergi berlalu begitu saja...
Kalau ia mau mencari pakaiannya... ada di ruangan sebelah. Aku meletakkan semua barang-barangnya beserta tas miliknya begitu saja di lantai. Kalau ia mau mencari pasti ketemu.
Mobilnya ada kuparkir di bawah.
 
kalau gitu vany belum takluk dong sama satria,secara satria kan pakai topeng
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd