Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT THREESOME, DRAMA DAN DILEMA

tks suhu @Big_O12 ....
enak banget bacanya... top suhu.

kepo dikit suhu, waktu suhu baca chapter 25 stlh wife selesai nulis...perasaan suhu gimana, mengetahui yg pertama trnyata wife blm dpt big O, sdg suhu sudah ??
(ktnya 50% real.... siapa tau yg moment ini real )

piss suhu, ampun suhu...
:ampun::ampun::Peace:
 
Jd semakin penasaran flashback rio vs evan dan fani :Peace: ..mkasih update nya suhu :beer:
 
Setelah kematian tokoh Evan, cerita menjadi monoton. Sayang sekali Evan yang berperan dalam hidup Wulan harus cepat tersingkir, padahal apa yang dibuat nya sebenarnya bukan kejahatan. Selanjutnya dipertanyakan apa sih kerja Rio sehingga sangat berkuasa untuk melenyapkan Evan?
 
Setelah kematian tokoh Evan, cerita menjadi monoton. Sayang sekali Evan yang berperan dalam hidup Wulan harus cepat tersingkir, padahal apa yang dibuat nya sebenarnya bukan kejahatan. Selanjutnya dipertanyakan apa sih kerja Rio sehingga sangat berkuasa untuk melenyapkan Evan?
kliatannya rio punya kuasa n pandai strategi, secara pernah tugas dinas ke luar negeri
 
CHAPTER 26

Rio berjalan perlahan, meneliti satu persatu baju baju bayi yang terpampang dihadapannya. Sesekali ia terhenti saat matanya tertuju pada salah satu model yang menarik perhatiannya. Senyum tampak samar terbayang disudut mulutnya, memperlihatkan betapa ia sangat menikmati kegiatan yang tengah dilakukannya. Rio memang sudah tidak sabar menanti kelahiran anak dalam kandungan Wulan yang kini memasuki usia 7 bulan. Sore ini, ia dan Wulan menyempatkan diri untuk membeli perlengkapan yang diperlukan untuk menyambut kelahiran anak mereka. Wulan sendiri sudah sangat lelah berjalan, sehingga Rio memintanya untuk duduk menunggu di salah satu resto, sementara Rio meneruskan perburuan baju bagi calon bayi mereka.
Rio memilih beberapa baju bayi laki laki dan memasukkannya ke dalam kantung belanja. Hasil USG menyatakan Wulan akan melahirkan bayi berjenis kelamin laki laki. Rio membawa baju baju pilihannya kearah kasir dan berdiri didalam antrian. Ada tiga pembeli lain yang sudah berbaris dihadapannya. Seraya menunggu, Rio mengeluarkan handphone nya dan menekan nomor telepon Wulan
"Bunda .." sapanya saat terdengar suara Wulan diujung sana "Ayah masih antri untuk bayar. Bunda sudah selesai makannya?"
"Sudah Yah .." jawab Wulan "Ini sudah Bunda pesankan nasi goreng untuk Ayah."
"Iya sayang .. sebentar lagi Ayah selesai. Ayah pilih baju baju lucu untuk baby kita .. nanti Bunda lihat ya pilihan Ayah" ujar Rio antusias.
Antrian bergerak cepat, giliran Rio tiba untuk membayar semua barang yang telah dipilihnya. Rio baru saja menyelesaikan pembayaran saat ia merasa bahunya ditepuk seseorang. Rio berbalik, seketika berhadapan dengan seorang wanita yang tersenyum manis kepadanya
"Rio?" sapa wanita tersebut dengan suara riang. Sesaat Rio memandang wanita tersebut, mencoba mengingat dimana ia pernah mengenalnya
"Fani?" tanya Rio terkejut segera setelah ia berhasil mengenali raut wajah cantik dihadapannya.
"Ya!" jawab Fani seraya menjulurkan tangan mengajak Rio berjabatan "Ya Tuhan .. sudah berapa lama ya kita tidak bertemu?
Rio tertawa canggung. Seketika pikirannya melayang kembali pada Evan dan kejadian buruk yang menimpa keluarganya hampir setahun yang lalu. Fani adalah janda Evan, laki laki yang hampir mencelakakan Wulan isteri tercintanya. Fani adalah wanita yang juga pernah mengisi hatinya saat mereka sama sama duduk di bangku SMA. Dua hal yang menyelipkan rasa tidak nyaman dihati Rio saat ini, saat mereka kembali bertemu secara tidak sengaja.
"Apa kabar?" tanya Rio berbasa basi untuk menutupi kecanggungan yang timbul diantara mereka.
"Baik .." jawab Fani seraya mengangkat bahunya "Dan kamu ?"
Rio tersenyum, menunjukkan kantung kantung belanjaan yang ada di kedua tangannya "Never been better " jawabnya. Fani tersenyum, paham akan apa yang disampaikan Rio
"Oh ya .. SMA kita akan mengadakan reuni akbar. Kamu sudah tahu, Yo?" tanya Fani. Rio mengangguk
"Ya .. aku ditawari untuk menjadi panitia, tapi karena kesibukan, aku menolak .. kalau tidak salah Andre yang menghubungiku dua bulan yang lalu. Andre Fisika 2 bukan?" tanya Rio
"Iya .. Andre memang ketua panitia acara reuni ini. Dia sekelas dengan Evan dulu, kamu mungkin tidak terlalu mengenalnya karena kalian beda kelas" jawab Fani santai. Rio memperhatikan raut wajah Fani saat menyebut nama Evan. Tidak ada raut kesedihan sama sekali pada wajah Fani. Atau mungkin ia sudah melupakan masa berkabungnya, Rio hanya bisa menebak. Fani tidak tahu bahwa Rio sangat berkaitan dengan meninggalnya Evan.
"Bagaimana kalau aku masukkan nomor teleponmu ke dalam grup SMA kita?" tanya Fani "Kalau merasa terganggu, kamu bisa mengatur notifikasi nya ke posisi mute. Yang penting komunikasi kita jadi mudah kalau suatu waktu ada keperluan penting" lanjut Fani saat dilihatnya Rio ragu untuk memberikan nomor teleponnya. Rio berpikir sejenak dan memutuskan untuk memberikan nomor teleponnya kepada Fani. Ia berpikir kata kata Fani cukup masuk akal.
Fani mengeluarkan Handphone nya dari dalam tas jinjingnya dan memasukkan nomor telepon yang diberikan Rio kepadanya. Diam diam Rio memperhatikan penampilan Fani.
Tas yang dibawanya setidaknya bernilai puluhan juta. Tas bermerek kelas atas yang sering Rio lihat terpampang di iklan dalam majalah. Sepatu yang dikenakannya juga bermerek sama. Fani mengenakan dress sepanjang lutut berwarna pink nude berkerah, berpotongan kancing depan bermotif garis halus, senada dengan tas dan sepatu kets yang dikenakannya. Rambutnya berwarna kecoklatan tergerai sepanjang bahu dengan potongan layer yang membingkai anggun wajah ovalnya. Fani masih terlihat menawan dan anggun untuk wanita seusianya. Siapapun yang melihat penampilannya akan segera tahu bahwa ia berada di kalangan atas dan berkelas. Kulitnya tampak terawat rapi, dengan kuku jari tangan panjang berpoles kutek yang sangat rapi. Riasan wajahnya terpoles tipis namun tegas, menonjolkan semua kelebihan pada dirinya.
"Oke .. selesai" ucap Fani riang "Nomormu sudah aku masukkan dalam grup ya Yo .."
Rio mengangguk. Pada waktu yang bersamaan Handphone nya berdering. Dari Wulan. Rio tersadar, Wulan pasti sudah menunggunya terlalu lama.
"Ayah .. kenapa lama sekali? Nasinya keburu dingin nanti ..." tanya Wulan di ujung sana
"Iya sayang .. Ayah bertemu teman .. sebentar lagi Ayah kesana ya" jawab Rio menenangkan
"Istrimu?" tanya Fani sambil tersenyum setelah Rio menutup telepon. Rio mengangguk. "Tidak ikut belanja?" tanya Fani lagi
"Ada .. dia menunggu di resto food court" jawab Rio cepat. Ia sadar, sebaiknya tidak membeberkan identitas Wulan kepada Fani. "Baiklah .. aku tinggal dulu ya Fan. Isteriku sudah menunggu"
Mereka kembali berjabat tangan dan Rio berlalu meninggalkan Fani. Tanpa disadari Rio, Fani memperhatikan laki laki yang dulu pernah dicintainya itu. Fani sadar sesungguhnya Cintanya untuk Rio tidak pernah benar benar menghilang. Waktu dan tempat lah yang memisahkan mereka dulu. Rio dan dirinya berbeda kampus, kesempatan mereka bertemu semakin jarang karena Rio menempuh pendidikan ikatan dinas yang tidak disukai Fani. Dan saat ini, setelah Evan tiada, Fani merasa sangat kesepian. Ia butuh pengganti Evan dan siapa tahu, Rio adalah orangnya. Fani tersenyum, melangkah memasuki satu toko miliknya yang dihadiahkan mendiang suaminya dulu.

Wulan tersenyum menyambut Rio yang segera menarik kursi dihadapannya. Ia menyodorkan sebotol air mineral untuk suaminya. "Minum dulu Ayah .." ujarnya seraya mengusap usap perutnya yang semakin membesar. "Bertemu siapa tadi?" tanya wulan lagi.
"Teman SMA Bun .." jawab Rio singkat. Wulan mengangguk. Rio tahu bukan sifat Wulan bertanya detail tentang apa yang menyangkut dirinya. Wulan akan menunggu sampai ia menceritakan sendiri apa yang terjadi. Dan bila Rio tidak bercerita, itu tandanya memang bukan hal penting yang harus ia ketahui.
Rio menyantap nasi goreng yang telah tersedia, sementara Wulan sibuk membuka baju baju yang telah dibeli Rio satu persatu. Matanya berbinar senang. Bayi mereka adalah anak pertama bagi Wulan. Ia sangat tidak sabar menjadi seorang ibu bagi buah hatinya. Rio menatap wajah wulan yang tampak semakin bulat karena berat badannya yang meningkat selama kehamilan. Ia tersenyum melihat wajah Wulan yang berseri seri. Wulan sedikit bertambah manja akhir akhir ini dan Rio memakluminya, berusaha memberikan lebih waktunya kepada Wulan yang tengah mengadung buah hati mereka. Rio sama sekali tidak pernah mengeluh bila dalam sebulan ia harus terbang ke Jakarta hanya untuk menemani Wulan kontrol kandungan ataupun berbelanja keperluan bayi. Ia juga tidak keberatan untuk menahan kantuk dini hari hanya untuk menanyakan kabar Wulan dan kandungannya, karena Wulan sangat menantikan perhatian Rio pada dirinya.
"Bagus kan Bun?" tanya Rio. Wulan tertawa, melipat kembali baju baju bayi tersebut dan memasukkannya kedalam kantong belanja.
"Iya Yah .. lucu lucu .." jawab Wulan riang "Apa yang belum ya ....?"
"Sudah dulu Bun .." ujar Rio "Bunda sudah lelah itu, nanti kakinya bengkak lagi .. Bulan depan kita cari lagi kebutuhan yang belum. Bunda bisa tulis perlengkapan apa yang belum ada, Bulan depan kita belanja lagi ya ..."
Wulan tersenyum dan mengangguk. Rio bangkit, menenteng semua plastik belanja dan menghampiri Wulan "Ayo Bun .. kita pulang .."
Wulan bangkit perlahan, sejenak mengelus perutnya yang terasa mengeras, menggamit lengan Rio dan melangkah perlahan disamping Rio, mengikuti langkahnya membimbing Wulan kembali ke apartemen mereka.

Fani menghempaskan tubuhnya di atas sofa kamar tidurnya. Diraihnya remote TV Plasma dan menekan beberapa tombol untuk memilih chanel yang ia inginkan. Kaki jenjangnya terjulur sepanjang Sofa. Tubuhnya berbalut kimono mandi berwarna putih yang dipinggangnya terdapat tali yang diikat secukupnya, sehingga sedikit menampakkan kedua paha dan belahan payudaranya. Rambutnya terbungkus handuk yang dililit rapi diatas kepalanya. Ia meraih sebotol champagne yang tersedia di meja, menuangkan sedikit isinya ke dalam gelas berkaki tinggi dan meneguknya perlahan.
Fani mengedarkan pandangannya kesekeliling kamar. Kamar tidur mewah berukuran luas yang dilengkapi perabotan mutakhir, tempat ia menghabiskan malam menunggu pagi setiap hari. Dulu, kamar ini pernah menjadi saksi kehangatan Cinta nya dengan Evan, suaminya, di beberapa tahun awal pernikahan mereka. Namun entah mengapa, beberapa tahun terakhir ini hubungan pernikahan mereka mulai terasa hambar, sampai akhirnya Evan pergi untuk selama lamanya. Fani tidak pernah ingat, kapan terakhir kali ia menghabiskan waktu bersama Evan di kamar ini. Fani selalu sibuk mengurus bisnisnya, sementara Evan sibuk dengan dunia artisnya. Ketidak hadiran buah hati menambah jauh hubungan mereka. Evan lebih suka menghabiskan waktu dan bermalam di studionya, sementara Fani lebih sering berada di luar kota untuk berbagai keperluan. Karenanya, kepergian Evan tidak terlalu memberikan dampak berarti bagi kehidupan Fani. Ia dan Evan terbiasa hidup dengan dunia masing masing dan mereka berdua tidak pernah berusaha untuk memperbaikinya.
Fani melirik tempat tidur besar di tengah kamar. Walaupun tanpa Evan, Fani sama sekali tidak pernah merasa kesepian. Entah sudah berapa laki laki yang menemaninya menghabiskan malam bersama semenjak kepergian Evan. Sekuat apapun, ia tetap seorang perempuan yang merasa kesepian. Ia perlu kehangatan yang sudah lama tidak ia dapatkan dari Evan. Fani tidak lagi perduli, entah itu laki laki sebaya ataupun lebih muda darinya, selama ia merasakan ketertarikan seksual, dengan kuasa yang dimilikinya, Fani akan mengajak laki laki tersebut untuk mau memuaskan rasa hausnya akan hubungan seksual. Dan selama ini, tidak pernah ada yang menolak ajakannya. Uang dan keindahan tubuhnya lah yang ia jadikan andalan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Hanya kenikmatan sesaat yang ia butuhkan dan tidak pernah lebih dari itu. Beberapa laki laki berusaha menggantikan posisi Evan untuknya, namun Fani merasa lebih nyaman memiliki kehidupan bebas seperti saat ini.
Fani meraih Handphone nya, menyandarkan punggungnya pada Sofa dan mulai membuka beberapa aplikasi Sosial Media. Pada salah satu laman instagram milik Evan, Fani kembali mengamati sebuah foto yang sejak kepergian Evan tidak pernah berhasil ia pahami. Dalam foto itu tampak Evan berpose didepan sebuah rumah mewah dengan 2 mobil keluaran terbaru terparkir di halamannya. Caption pada Foto bertuliskan "Mewujudkan impian, membawa istri tercinta kembali ke istananya" . Fani tercenung. Evan tidak pernah sekalipun memberikan padanya rumah tersebut. Ia tahu semua harta Evan, namun rumah mewah dan mobil dalam foto itu tidak pernah ia mengerti. Fani bahkan tidak mengetahui dimana lokasi foto tersebut diambil. Demikian pula dengan surat surat resmi berupa Sertifikat ataupun STNK, Fani tidak pernah berhasil menemukannya. Lantas bila bukan untuknya, siapa lagi yang dimaksud Evan sebagai "isteri" nya itu? Apakah Evan memiliki wanita lain? Fani ragu. Ia tahu Evan sangat mencintainya. Ia adalah obsesi Evan sejak mereka duduk di bangku SMA dulu. Dan saat akhirnya mereka menikah, Fani sangat yakin bahwa Evan tidak akan pernah berpaling darinya. Evan bahkan rela meninggalkan tunangannya dan gagal menikah hanya untuk mendapatkan dirinya. Jadi apa arti foto dalam instagramnya itu?
Fani menghela nafas. Ia mengakui bahwa sesungguhnya ia tidak benar benar mengenal Evan. Sebagai seorang suami, Evan memberikan kekayaan yang lebih dari cukup bagi Fani. Ia tidak pernah merasa kekurangan. Apapun yang ia minta, sanggup dipenuhi oleh Evan dari profesinya sebagai seorang musisi papan atas. Mulai dari perjalanan liburan domestik maupun luar negri, perhiasan emas hingga berlian, rumah, mobil mewah, penampilan ala jet star sampai dengan kerajaan bisnis miliknya sendiri telah diberikan Evan tanpa mengeluh. Bahkan setelah Evan tiadapun, bekal hidup yang ditinggalkannya untuk Fani tidak pernah berkurang.
Fani memindahkan laman Handphonenya ke status media sosial lain. Ia membuka grup WhatsApp alumni SMA yang baru beberapa hari terbentuk. Membaca percakapan didalamnya membuka nostalgia tersendiri bagi Fani. Matanya menangkap chat Rio dalam grup yang berisi sapaan singkat karena baru saja bergabung dengan grup..Ada desir aneh terasa dalam dada Fani saat membaca nama Rio dilayar HP nya. Ingatannya kembali pada sosok Rio saat bertemu di pertokoan sore tadi. Tubuh atletis Rio masih tidak berubah. Senyumnya masih menawan walau terlihat sangat jarang. Sorot mata Rio tajam menatapnya saat berbicara. Fani tersenyum saat mengenang kembali ia berhasil memenangkan hati Rio saat SMA dulu. Rio yang terkenal sangat sulit ditaklukan oleh wanita karena hatinya yang sedingin es, akhirnya menyerahkan hatinya kepada Fani. Fani bangkit, merebahkan dirinya di tempat tidur sambil menekan nomor Rio di layar HP nya.

Wulan duduk diatas kursi ruang TV apartemen mereka seraya memperhatikan Rio memasukkan beberapa perlengkapan bayi kedalam sebuah tas jinjing besar.
"Ingat ya Bun, tas ini kita tinggal di apartemen. Isinya keperluan melahirkan Bunda dan perlengkapan bayi kita nanti." ujar Rio sambil terus membereskan isi tas dihadapannya "Selimut bayi, baju Bunda .. semua ada disini. Kalau nanti tiba tiba Bunda merasa mulas, langsung pergi kerumah sakit dengan membawa tas ini"
Wulan mengangguk angguk seraya mengelus elus perut buncitnya.
"Dirumah ibu sudah ayah sediakan juga satu tas berisi perlengkapan yang sama" lanjut Rio, menutup zipper tas jinjing dan meletakkannya di atas meja "Itu untuk Bunda bawa kalau mulas nya terasa saat Bunda di rumah ibu"
Wulan tersenyum, kagum akan kesiapan Rio menyambut calon anak mereka. Walau jauh, Rio sudah mempersiapkan segalanya dengan detail sehingga Wulan tidak kuatir bila nanti keadaan memaksanya untuk melahirkan tanpa didampingi Rio. Dokter memang memperkirakan kelahiran sesar untuk Wulan karena posisi plasenta bayinya berada menghalangi jalan lahir. Namun Rio tetap mempersiapkan segala kemungkinan, termasuk bila saat melahirkan tiba lebih dahulu dari waktu sesar yang telah ditentukan
"ATM di dompet Bunda, sudah berisi uang yang cukup untuk biaya melahirkan termasuk semua keperluannya yang Ayah perkirakan" lanjut Rio yang kini duduk disamping Wulan "Jangan lupa Bunda bawa"
Rio mengecup perut Wulan, tersenyum dan berkata "Ayah sudah tidak sabar Bun ... seperti apa ya anak kita nanti ... mudah mudahan Ayah bisa mendampingi Bunda melahirkan nanti"
"Pasti gagah seperti ayahnya ..." ujar Wulan lembut, menyandarkan kepalanya pada bahu Rio. Tangan Wulan memeluk pinggang Rio, tanpa sengaja menyentuh Penis Rio yang hanya mengenakan celana boxer, membuatnya mulai mengeras. Rio menahan nafas. Sudah 7 bulan semenjak kehamilan Wulan, mereka tidak pernah melakukan hubungan suami isteri. Dokter memang melarang mereka melakukan hubungan sex karena posisi janin yang dikandung Wulan membuatnya sangat beresiko yang dapat berakibat fatal.
Rio melumat bibir Wulan penuh cinta. Nafasnya terengah menahan nafsu, demikian juga dengan Wulan
"Bunda ..." bisik Rio, menggenggam Payudara Wulan dengan satu tangannya. Wulan menggelinjang perlahan, kembali melumat bibir Rio dalam dalam, namun terhenti saat ia merasakan tendangan kecil dari dalam perutnya. Wulan menggumam perlahan, mengelus elus perutnya yang terasa menegang dan sedikit nyeri.
"Maaf ayah ..." bisiknya menatap Rio dengan penuh sesal. Rio tersenyum, mengelus rambut Wulan lembut "Tidak apa apa sayang ..." ujarnya menenangkan Wulan.
Nada dering terdengar dari HP Rio yang tergeletak di meja kamar tidur. Rio beranjak menuju kamar, meraih HP nya dan membaca nama Fani dilayar.
"Hallo .." suara lembut terdengar diujung sana "Rio? Ini Fani ..."
"Oh .. hai Fan ..." sapa Rio perlahan. Entah mengapa saat menerima telepon Fani, Rio sangat kuatir Wulan mendengar perkataan mereka. Rio menengok sejenak keluar pintu kamar dan melihat Wulan masih duduk menyaksikan acara TV dihadapannya "Ada apa Fan?"
"Mmh .. sedang sibuk?" tanya Fani
"Tidak juga .. " jawab Rio sambil sesekali melirik posisi Wulan di ruang TV "Ada yang penting?"
"Oh tidak juga .. aku hanya mau menanyakan apakah besok bisa datang ke rapat perdana panitia Reuni?" lanjut Fani
"Tapi aku bukan panitia" ujar Rio seraya tertawa kecil
"Tidak masalah kan?" jawab Fani "Kita anggap saja ini pertemuan perdana .. reuni kecil sebelum reuni besar nanti. Masih konsep awal kok, belum ada hal serius yang akan dibicarakan"
"Aku tidak tahu .." ujar Rio, merasa enggan untuk hadir memenuhi ajakan Fani "Aku lihat dulu acara besok ya. Kalau sempat, aku hadir"
"OK ... Aku tunggu ya ..." ujar Fani menutup telepon
Rio menghela nafas. Fani mengingatkan kembali pada kejadian yang melibatkan Evan. Rasa bercampur aduk memenuhi dada Rio. Ia lega telah melenyapkan Evan dan melindungi keamanan hidup Wulan isterinya. Namun kehadiran Fani sedikit menimbulkan rasa iba karena ia telah membuat seorang wanita yang ia kenal terpaksa menjanda setelah apa yang dilakukannya pada sang suami.
"Ayah ..." sapaan Wulan yang tiba tiba sudah berdiri di ambang pintu kamar mengejutkannya. Wulan menangkap raut muka Rio yang tidak biasa "Ada apa? Siapa yang menelepon tadi?"
"Teman Bun .. urusan reuni nanti seperti yang Ayah sudah ceritakan" jawab Rio mencoba tersenyum menyamarkan rasa yang berkecamuk dalam hatinya.
Wulan mengangguk "Ayo kita makan malam ..." ajaknya pada Rio. Rio melangkah mengikuti wulan menuju dapur.

Fani tersenyum berharap esok Rio dapat hadir. Ia merasa Vaginanya berdenyut pelan saat membayangkan Rio tadi...

Mendung menggantung di langit Jakarta sore itu. Fani duduk disudut smoking area salah satu resto, menikmati segelas wine favoritnya selepas menyantap sepotong Wagyu Steak dan Mashed Potato. Dihadapannya duduk seorang wanita cantik yang berpenampilan tidak kalah menarik dari Fani. Ditangannya terselip sebatang rokok yang menyala, sesekali wanita tersebut menghisap dan menghembuskan asap rokoknya perlahan dengan sangat santai.
"Dion sudah menghubungimu untuk janji malam ini?" tanya Wanita itu pada Fani. Fani menggeleng. "Aku batalkan" jawabnya singkat. Wanita itu mengerutkan keningnya tak mengerti "Kenapa?" tanyanya "Sudah satu minggu tidak ada satupun laki laki yang kau ajak bermalam Fan .. Biasanya kamu tidak pernah tahan lebih dari 3 hari tanpa sex .."
Fani tersenyum. Ditatapnya wajah Mala, sahabat karib yang selama ini selalu menjadi tempatnya berbagi suka dan duka. Tidak ada yang ia tutupi dari Mala, termasuk kehidupan sexnya bersama laki laki lain sekalipun.
"Sore ini,.aku harus menghadiri pertemuan dengan teman teman SMA ku .. membahas reuni kami yang akan datang" jelas Fani
"That's it ..." tanya Mala seraya mengangkat bahu "Sepenting itu sampai kau membatalkan sex mu dengan Dion? Come On, Fan ... aku tau selama ini kamu sangat menikmati hubungan sex dengan Dion yang selalu kau bilang 'dahsyat dan menggairahkan' itu .. He is so irresistible, you said .. dan sekarang hanya karena reuni kamu membatalkannya?"
Fani tertawa pelan "Memang ..." jawabnya "Dion selalu bisa memuaskanku diatas ranjang .. And You know what, dia tampaknya menikmati permainanku
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd