Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT THREESOME, DRAMA DAN DILEMA

dan di pagi hari hotel di Bogor...
dingin ac sudah tdk terasakan lagi, panas oleh desahan wulan ....

yg sibuk menikmati asinan bogor dg tubuh polosnya..

sementara Rio sibuk merekam semuanya, tersenyum puas

lanjut suhu...
:dance: :Peace:
 
Fani dendam ke Rio kayanya trus mngganggu rmah tangga Rio dg Wulan hahaha...sorry suhu skedar mnebak,mdah2 an cpat release chapter 23 -nya..thank's update nya suhu big_012 :beer:
 
CHAPTER 23

Ruang 301. Wulan melihat nomor yang tertera di pintu. Ini adalah ruangan yang akan ia gunakan untuk memperdalam kemampuan bahasa Inggrisnya 6 bulan kedepan. Ia memutuskan untuk mengambil kursus intensif di lembaga ternama ini karena hari tes yang semakin dekat. Universitas kenamaan yang dipilihnya untuk program S2, mematok standar sangat tinggi untuk kemampuan Bahasa Inggris
Wulan tidak ingin gagal kali ini, setelah begitu banyak kegagalan yang ia dapatkan akhir akhir ini.
Wulan membuka pintu ruangan. Masih kosong. Ia memang datang 30 menit lebih awal agar dapat sedikit beradaptasi. Ditebarnya pandangan ke seluruh ruangan, memilih salah satu tempat duduk di baris kedua dan duduk menunggu. Ruangan ini tidak terlalu luas, dilengkapi 12 kursi dengan meja lipat, white board, proyektor LCD dan meja guru. Kabarnya akan ada 9 murid lain yang akan bergabung bersamanya di kelas ini.
Wulan menghabiskan waktu membaca terlebih dahulu buku yang akan dipelajari hari ini. Satu persatu peserta kursus lain berdatangan. Hanya ada 2 wanita lain selain dirinya, selebihnya adalah peserta laki laki. Wulan sesekali tersenyum saat beberapa diantara mereka memasuki ruangan dan menyapanya. Seorang instruktur memasuki ruangan tepat saat jam menunjukkan waktu dimulainya kelas. Sesuai jadwal, hari ini ia akan mengikuti sesi selama 3 jam. Sesi pertama diisi dengan perkenalan diri masing-masing peserta. Tiap peserta diwajibkan untuk memperkenalkan identitas pribadi masing masing serta alasan mengikuti program ini dalam bahasa inggris. Beberapa memiliki kemampuan berbicara bahasa inggris yang cukup baik, serta tujuan yang beraneka ragam, termasuk untuk kepentingan akademis seperti dirinya.
Instruktur pada sesi ini sangat komunikatif. Wulan tidak merasa bosan setelah mengikuti 1.5 jam pelajaran tentang tata bahasa yang cukup rumit. Sebelum berlanjut, instruktur memberikan waktu istirahat selama 15 menit saja untuk peserta melepas lelah.
Wulan memilih tetap duduk di kelas. Ia merasa tidak memiliki keperluan khusus untuk meninggalkan kelas. Ia meneguk air mineral yang ia bawa khusus dari rumah, membuka sekeping coklat, mengunyahnya perlahan seraya memandang sekeliling. Di belakang, ada satu peserta perempuan yang duduk memakai head set dari Hand phone nya, mungkin mendengarkan musik. Bila Wulan tidak salah mengingat pada sesi perkenalan tadi, ia seorang mahasiswa. Tepat dihadapannya seorang peserta lain tengah menulis, ia adalah seorang pegawai swasta yang akan mencoba peruntungan bekerja di luar negri. Duduk diam di baris terdepan, disisi ujung kiri, seorang peserta lain, Pegawai salah satu instansi negara yang akan melaksanakan tugas belajar ke luar negri.
Wulan kembali meneguk air dalam botol minumnya setelah keping coklat dimulutnya habis tak bersisa. Beberapa peserta mulai kembali memasuki ruangan. Tak lama, sesi pelajaran selanjutnya dimulai. Instruktur kali ini terlihat berusaha menggali kemampuan berkomunikasi peserta dalam menggunakan bahasa Inggris. Ia memberikan topik yang sedang ramai diperbincangkan saat ini dan menggunakannya sebagai bahan diskusi. Beberapa peserta memberikan tanggapannya masing masing, termasuk Wulan. Dan ia merasa cukup puas karena kemampuan bahasa Inggrisnya cukup memadai untuk sekedar memberikan beberapa opini mengenai materi diskusi.
Sesi terakhir hari ini pun terlewati. Wulan membereskan bukunya, menarik nafas lega dan berjalan keluar ruangan. Besok ia harus kembali mengikuti sesi lanjutan. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih ada waktu sebelum memulai praktek sore ini. Wulan memutuskan untuk membeli secangkir kopi di cafe terdekat untuk menyegarkan diri.

###############################
Hujan cukup deras siang ini. Wulan melipat payungnya, membersihkan badannya dari sedikit sisa air hujan, menyimpan payung basahnya bersandar di dinding luar bangunan dan melangkah masuk. Jadwal kursus hari ini ia seharusnya sudah mengerjakan tugas menulis yang diberikan oleh instruktur. Tapi pasien pagi tadi tidak dapat dibendung, sehingga ia tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya. Wulan melangkah menuju cafetaria, memesan secangkir kopi susu hangat kemudian mengambil tempat duduk dan segera membuka bukunya, mencoba menyelesaikan tugas secepat mungkin. Masih ada 1 jam sebelum kelas dimulai.
Namun 5 menit pertama berlalu hanya dengan memandang hampa kertas kosong dihadapannya. Apa yang harus kutulis tentang pengalaman pribadiku, batin Wulan dalam hati. Tugas ini terasa begitu sulit karena akhir akhir ini yang ia ingat hanyalah mimpi buruk yang datang padanya sebulan yang lalu. Mata Wulan meredup. Evan. Kenangan buruk itu terbuka kembali. Seandainya semua berjalan sesuai rencana, seharusnya saat ini ia sudah menjadi isteri Evan. Namun laki laki yang dicintainya itu pergi begitu saja meninggalkannya, saat ia menemukan cinta lain yang lebih baik dari Wulan.
Cinta .. mengapa begitu sulit baginya untuk mengerti. Mengapa begitu sulit bagi Evan untuk memantapkan hati. Mungkin ia memang bukan yang terbaik, tapi ia yakin bisa menjadi isteri yang baik untuk Evan. Sayang, Evan tidak sependapat dengannya. Wulan bahkan tidak tahu jika Evan memiliki cinta lain selain dirinya.
Mencoba memahami bukanlah hal yang mudah. Sampai saat inipun ia masih berusaha melupakan hari hari indah kebersamaannya dengan Evan. Wulan menunduk semakin dalam, menyembunyikan butir air mata yang mulai jatuh dipipinya. Ia.menarik nafas dalam.Mungkin sebaiknya ia tulis saja mengenai Cinta. Cinta yang sesungguhnya ia harapkan, Cinta yang pernah terasa indah baginya saat bersama Evan.
Wulan meneguk kopi hangatnya perlahan. Ia menarik nafas panjang mencoba mengusir gundah di hatinya, mengambil pena dan mulai menulis kata satu persatu.
Tanpa Wulan sadari, sepasang mata mengawasinya diam diam .....


Hujan masih belum berhenti saat kelas berakhir. Wulan memandang langit gelap di luar sana. Terlalu deras untuk menembus tirai hujan yang lebat ini tanpa memakai payung. Wulan meraih payungnya, bersiap untuk membukanya saat ia melihat sosok tubuh tengah mematung memandang hujan. Wulan mendekati Rio, salah seorang peserta kursus dari kelasnya. Rio tampak bersiap menembus hujan untuk menuju tempat parkir mobilnya.
"Mas ..." sapa Wulan sedikit berteriak menghalau suara hujan yang sangat lebat "Tunggu ... hujannya terlalu deras. Lebih baik pakai payung saya ya .. saya antar mas ke mobil"
Rio memandang Wulan terkejut. Senyum tipis tersungging di wajahnya, nyaris tak terlihat
"Nanti baju mas basah .... Pakai payung saya ya ...
" Wulan meyakinkan
"Tidak usah, Dok" jawab Rio singkat dan tegas "Payungnya terlalu kecil untuk kita berdua. Nanti malah basah semua. Permisi ..."
Tanpa menunggu jawaban Wulan, Rio berlari menembus hujan masuk ke dalam mobilnya yang terparkir hanya sekitar 1 meter didepan gedung. Wulan tercekat. Arogan sekali, pikirnya sedikit gusar. Tidak ada sedikitpun ucapan terimakasih. Ini salah satu sebab Wulan sangat tidak menyukai profesi Rio. Dibenaknya, profesi itu pastilah kaku dan sombong, persis seperti yang ia alami sekarang ini. Wulan sedikit menyesali kebaikan hatinya yang menawarkan bantuan pada Rio.
Wulan membuka payungnya, berjalan pelan melewati mobil Rio tanpa perduli, menuju mobilnya sendiri.
Dari dalam mobil, tanpa wulan sadari, Rio memperhatikannya lekat lekat, memastikan Wulan berada aman dalam mobilnya sebelum ia sendiri pergi ...

###############################
Wulan berlari kecil menaiki tangga gedung kursus. Ia terlambat, sedikit mengumpat dalam hati mengapa gedung ini tidak dilengkapi escalator atau lift untuk memudahkan pesertanya menuju kelas. Nafas Wulan masih terengah saat mengetuk pintu dan membukanya. Beberapa peserta kursus dalam kelas menoleh kearahnya "Sorry I'm late ..." ucap Wulan kepada instruktur dan duduk di satu satunya kursi kosong barisan depan.
Tampaknya materi yang tengah dibahas adalah tentang kosa kata. Wulan membuka tasnya, mengeluarkan bukunya dan .. ia tidak dapat menemukan tempat pensilnya. Ya Tuhan .. dimana ia tinggalkan tempat pensilnya? Bagaimana mungkin ia menulis tanpa pena? Wulan berkali kali membolak balik isi tasnya, berharap ia membawa paling tidak satu buah pulpen atau pensil yang tersisa. Tapi nihil. Wulan menghembuskan nafas menahan kesal, saat sebuah tangan kekar menyodorkan sebuah pulpen dari sisi kirinya. Wulan menoleh. Rio, tanpa ekspresi menjulurkan pulpen kepadanya "Pakailah" katanya singkat. Wulan menerima pulpen yang disodorkan padanya dengan ragu "Mmh ... terimakasih ..." ujarnya sopan.
Sosok Rio yang terekam dalam benak Wulan masih sama. Sepertinya arogan, kaku, tidak bersahabat. Namun kali ini Wulan sedikit melihat pribadi Rio yang lain. Ada sedikit rasa peduli dalam diri Rio. Entahlah, mungkin hanya karena Rio ingin membalas apa yang sudah Wulan lakukan kemarin. Diam diam Wulan melirik Rio yang tetap memandang kedepan kearah instruktur yang sedang mengajar.
Rio memiliki bentuk wajah dengan karakter kuat, rahangnya terlihat kokoh. Posturnya tegap, dadanya bidang dan lebar. Secara keseluruhan, penampilan Rio terlihat rapi dan santai. Tampak cukup karismatik. Wulan ingat, sejak pertama datang, Rio selalu duduk di barisan terdepan. Datang tepat waktu dan pulang pun begitu. Jarang terlihat bercakap cakap dengan peserta lain. Suaranya yang berat dan dalam hanya sesekali Wulan dengar saat ia bertanya atau menjawab pertanyaan instruktur. Wulan juga tidak pernah melihatnya tersenyum. Sesekali hanya gambaran tipis senyum membayang pada bibirnya jika ada suatu kejadian lucu didalam kelas.
Wulan mengalihkan pandangannya kedepan, mencoba berkonsentrasi pada materi pelajaran yang tengah dijelaskan oleh instruktur.



Pelajaran kali ini membuat kepala Wulan sedikit berdenyut. Tata bahasa Inggris selalu membingungkan, membuat ia harus berpikir lebih keras. Wulan melangkah ke Starbuck yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat kursusnya. Secangkir machiato hangat mungkin dapat meningkatkan moodnya sebelum menemui pasien- pasiennya. Masih ada waktu.
Wulan mengambil tempat di sudut ruangan, memandang keluar jendela. Mendung kembali menggantung, sepertinya hari kembali akan hujan. Angan Wulan melayang pada Evan. Apa yang tengah dilakukan Evan saat ini? Apakah ia masih memikirkan Wulan seperti Wulan memikirkan Evan? Seperti langit cerah yang tiba tiba berawan, itu pula yang telah Evan lakukan padanya. Hubungan cinta yang nyaris tanpa hambatan selama bertahun tahun, terhapus oleh cinta lain hanya dalam waktu singkat. Bukan jodoh, selalu itu yang dibisikkan orang orang disekitarnya untuk menghiburnya. Tapi mengapa rasanya sulit sekali untuk bisa menerima kenyataannya.
"Selamat sore ..." suara yang cukup dikenalnya membuat wulan menoleh. Rio berdiri dihadapannya "Boleh bergabung disini?"
Wulan terperangah sesaat, sebelum mengangguk dan tersenyum pada Rio. Rio duduk dihadapan Wulan, meletakkan cangkir kopi yang dipegangnya diatas meja.
"Belum pulang mas?" tanya Wulan canggung.
"Belum ..." Jawab Rio tersenyum sekilas seraya membuka pembungkus roti yang ia bawa dan mengunyahnya perlahan. Walau sekilas, Wulan melihat senyum Rio yang sangat manis. Wulan bingung harus berkata apa lagi untuk mencairkan suasana.
"Dokter sendiri, kenapa belum pulang?" tanya Rio. Nadanya lembut, mulai memberikan kenyamanan bagi Wulan untuk menjawab. Serangkai kata terurai dari mulut wulan menjawab pertanyaan Rio. Rio mendengarkan dengan serius. Wulan mengajukan pertanyaan ringan pada Rio, berusaha untuk menjaga suasana tetap santai. Rio menjawab semua pertanyaan wulan seperlunya. Obrolan mereka mengalir santai sore itu, membiarkan waktu berlalu ke penghujung senja.

Hari hari berlalu tanpa terasa semakin mendekatkan Rio dan Wulan. Awalnya, mereka kerap menghabiskan waktu bersama untuk sekedar minum kopi ataupun mengerjakan tugas kursus. Beberapa kali pula Rio menjemput dan mengantar Wulan ke dan dari tempat kursus. Kedekatan ini membuat Wulan semakin memahami karakter Rio. Dibalik sikap dinginnya, Rio ternyata memiliki pribadi yang hangat. Rio memang tidak banyak bicara, tapi ia pendengar yang baik. Rio betah berlama lama mendengar ceritanya, memberi beberapa pandangannya bila diperlukan. Wulan merasa nyaman berbicara panjang lebar dengan Rio. Rio juga seorang laki laki yang sangat melindungi. Termasuk saat menolak pemberian payungnya tempo hari, semata mata karena Rio tidak ingin Wulan basah kuyup dan sakit. Wulan merasa aman berada di samping Rio. Rio juga cerdas, memiliki wawasan luas, segala hal yang Wulan tanyakan, rasanya tidak pernah Rio tidak memiliki jawabannya.
Dari kedekatan mereka, Wulan juga tau bahwa Rio sudah berkeluarga dan memiliki 2 orang anak. Kondisi ini membuat Wulan tetap menjaga hubungan pertemanan mereka. Ia sangat menghormati status Rio sebagai seorang Ayah dan Suami. Ia dan Rio hanya berteman akrab, tidak lebih.
Suatu sore yang hangat Rio pernah bertanya pada Wulan "Kalau melihat matamu, Dok .. seperti ada suatu luka hati yang sedang kau tutupi" Wulan terkejut. Ia tercenung .. masihkah terlihat jelas luka itu? Padahal semenjak kedekatannya dengan Rio, rasanya Wulan semakin melupakan luka hatinya karena Evan.
"Mungkin bisa diceritakan padaku, apa yang membuatmu bersedih ..." ujar Rio lagi
Wulan menggeleng lemah "Tidak ada ...." ucapnya. Dan ia tidak berbohong. Tidak ada lagi air mata untuk Evan sejak kedekatannya dengan Rio. Satu hal yang membuatnya heran. Entah apa yang terjadi tapi luka itu semakin samar dan Wulan berharap akan segera sirna.
"OK" jawab Rio singkat. Ia sangat memahami tidak mudah bagi Wulan untuk bercerita tentang suatu hal yang sangat pribadi kepada seseorang yang baru dikenalnya. Rio menyadari ia tidak lebih dari seorang teman kursus bagi Wulan.
Wulan melihat Rio sebagai seorang kepala Rumah Tangga yang sangat mencintai keluarganya dan berdedikasi tinggi pada tugas negara yang diserahkan kepadanya. Hal ini menambah kekaguman Wulan pada sosok Rio yang sebelumnya dirasa sangat arogan. Sementara Rio melihat Wulan sebagai seorang wanita lembut, sederhana dan apa adanya. Bagi Rio, Wulan tidak pernah bisa menutupi apa yang dirasanya. Keceriaan Wulan akan terpancar jelas dari senyum dan derai tawanya. Kesedihannya akan tergambar dari raut mukanya. Sementara kegalauan hatinya akan tercermin dari sikapnya. Rio seakan telah mengenal Wulan dengan baik jauh sebelum mereka dipertemukan saat ini. Ada sesuatu pada Wulan yang membuatnya ingin selalu melindungi Wulan dimanapun ia berada. Bahagia Wulan dapat membuat Rio pun merasa bahagia. Sedih dan kecewa Wulan bisa membuat Rio melakukan apapun untuk membuat Wulan kembali ceria.
Rio memang tidak lagi melihat air mata jatuh di pipi Wulan seperti ia melihatnya di cafetaria saat itu, tapi sesekali ia masih melihat Wulan termenung. Beberapa kali Rio bisa membuat Wulan kembali tersenyum dengan melempar satu cerita lucu, ataupun menyodorkan secangkir kopi hangat kesukaan Wulan. Senyum Wulan adalah segalanya bagi Rio.
Tanpa terasa, 6 bulan waktu kursus hampir berakhir. Setelah ujian akhir selesai, Rio berkesempatan mengajak Wulan menonton salah satu film yang dibintangi oleh aktor favorit Wulan.
"Besok semua tidak akan pernah sama lagi ....." bisik Wulan seraya memperhatikan tiket bioskop digenggamannya saat mereka menunggu teater dibuka. Rio yang duduk disamping Wulan menoleh terkejut. Dipandanginya Wulan lekat lekat "Kenapa?" tanya Rio.
Wulan menoleh, ia sendiri terkejut, karena tiba tiba saja kalimat itu terucap tanpa sadar dari mulutnya. Ia tidak mungkin lagi menyembunyikan semua dari Rio. Ada rasa kehilangan saat kursus akan berakhir, ia akan kehilangan Rio yang belakangan ini telah mewarnai hari harinya yang kelabu.
"Tidak apa apa ... lupakan saja" ujar Wulan tersenyum canggung dibawah tatapan Rio yang tajam
"Apa yang tidak akan sama?" tanya Rio lagi, tidak puas dengan jawaban wulan. Wulan memalingkan wajahnya, menunduk, ragu terbersit di hatinya. Haruskah ia katakan ini pada Rio? Benarkah apa yang ia rasakan ini, ataukah hanya karena ia tengah kecewa pada Evan dan Rio datang mengisi harinya?
Wulan tau, lambat laun Rio pun pasti akan meninggalkannya. Mereka harus kembali ke kehidupan masing masing, melanjutkan aktivitas masing masing dan melupakan cerita singkat yang pernah mereka jalani bersama. Tapi bila Wulan tidak mengutarakan isi hatinya, kapan lagi ia akan bertemu Rio? Rasanya lebih baik Rio tau apa yang ia rasakan saat ini, dan apa yang terjadi setelah itu biarlah waktu yang menentukan.
"Aku merasa sudah terbiasa dengan kehadiran Mas Rio disisiku selama 6 bulan ini ...." ujar wulan pelan, ada getar di dalam suaranya menahan haru "Aku pasti akan merasa sangat kehilangan ....."
Rio tidak melepaskan pandangannya dari Wulan. Ia sendiri belum merasa pasti akan apa yang dirasakannya. Benih rasa sayang memang mulai tumbuh dihatinya untuk wulan. Tapi rasanya ia tidak boleh membiarkan rasa itu tumbuh semakin kuat. Ada batas antara ia dan Wulan yang rasanya tidak mungkin ia lewati
"Semua akan berjalan baik baik saja ...." ucap Rio "Ayo, semangat menatap masa depan"
Wulan terdiam. Ada rasa kecewa mendengar tanggapan Rio yang diluar harapannya. Tapi Rio ternyata telah berhasil membuatnya menjadi seorang wanita yang lebih tangguh. Dalam setiap percakapan mereka Rio selalu menyelipkan pesan pesan dan kata kata motivasi untuk wulan yang tanpa disadarinya membuat wulan semakin percaya diri. Wulan tersenyum menatap Rio seraya mengangguk. Ia memang harus tetap berjalan melanjutkan hidupnya, apapun yang terjadi.
Rio dan wulan menghabiskan sore terakhir mereka bersama. Besok adalah penutupan kursus mereka. Setelah itu, Rio akan segera terbang ke negara tempatnya bertugas selama 1 tahun lamanya, sementara Wulan akan segera mendaftar melanjutkan pendidikan spesialisasinya.

Hari penutupan kursus tiba. Rio mengantar wulan ke klinik tempat wulan bekerja. Sore itu jadwal Wulan praktek, sementara setelah mengantar wulan Rio akan kembali pulang ke kediamannya. Hujan deras, Rio memacu mobilnya dengan hati hati. Wulan disampingnya duduk terdiam, memandang keluar jendela. Radio mobil Rio memutarkan lagu yang Rio tau merupakan lagu kesukaan wulan.
"Biasanyaaa, gadis cantik disebelahku ini akan ikut berdendang kalau mendengar lagu ini" goda Rio. Pancingannya berhasil membuat wulan menoleh padanya dan tersenyum. Senyum khas wulan yang pasti akan ia rindukan saat mereka jauh nanti. Rio terus menutupi rasa yang berkecamuk dihatinya. Jujur ia sangat menyayangi wulan, sama beratnya seperti yang Wulan rasakan. Tapi sesuatu menahannya untuk menutupinya, demi menjaga perasaan wulan terluka untuk yang kedua kalinya.
Wulan mulai berdendang kecil mengikuti lirik lagu, sementara Rio sesekali ikut pula bernyanyi. Sesampainya di depan klinik, Wulan menatap rio dengan mata berkaca kaca.
"Jadi sampai disini ..." ucapnya tercekat "Mas Rio hati hati ya .. selamat bertugas .. jaga kesehatan .. sampai bertemu lagi entah kapan"
Rio hanya mengangguk tersenyum tak sanggup berkata kata. Wulan membuka pintu mobil bersiap melangkah keluar meninggalkan Rio, saat ia merasa tangan Rio menggenggam erat tangannya. Wulan menoleh, memandang rio setengah terkejut.
"Apapun yang terjadi, tetaplah semangat dok ... Aku tidak ingin lagi melihat mata indahmu menangis ..."
Wulan menunduk. Kata kata Rio justru membuat air matanya tumpah ruah. Rio menggenggam tangan wulan erat erat, mengusap air mata yang jatuh di pipi wulan. Dibiarkannya wulan menumpahkan seluruh kesedihan dalam hatinya. Rio sabar menunggu hingga tangis wulan mereda. Sekali lagi diusapnya sisa air mata pada pipi wulan dan tiba tiba .. Wulan memeluknya erat, sangat erat. Rio terkejut sesaat, namun ia akhirnya membalas pelukan wulan dengan penuh kasih, membiarkan wulan dalam hangat peluknya selama beberapa saat.
Wulan melepas pelukannya perlahan, menatap kedua mata Rio seraya berkata
"Aku tidak akan melupakanmu, mas .. terimakasih sudah menjadi bagian hidupku walau hanya sesaat ...."
Entah apa yang terjadi, namun tanpa sadar rio telah mengecup bibir wulan dengan lembut. Ada cinta disana. wulan membalas kecupan rio dengan hangat
 
flash back..... cakep suhu.
nubi jadi baper bacanya... enak, nyaman tapi koq ser juga...
dinanti kelanjitannya suhu.
 
Bangke ni cerita....


Udah enak enak kmrn dibikin horny, eh makin lama malah makin bikin baper...

Mau gak dibaca, udah kadung kecanduan...


Lanjut mas lanjuuuuut.....
 
CHAPTER 24

Selama beberapa detik mereka hanyut dalam kemesraan, tanpa kata mengungkapkan cinta di hati masing masing dan membakar benih benih asmara dalam hati semakin membara. Rio tidak ingin melepas wulan, dan demikian sebaliknya. Waktu berlalu tanpa suara, hanya derai hujan yang semakin lebat menjadi saksi janji hati keduanya ...

Cinta terkadang tidak memerlukan kata kata. Cinta yang tumbuh perlahan pada hati Wulan dan Rio memilih jalannya sendiri untuk membuat keduanya menyadari. Wulan mengerti apa yang dirasakan Rio, sementara Rio tidak bisa lagi menyembunyikan rasa cintanya pada Wulan yang semakin bertambah.
Setelah perpisahan itu, Rio meninggalkan Wulan untuk menunaikan tugas belajarnya di Luar Negeri, sementara Wulan tetap melanjutkan pendidikan spesialis yang telah lama diimpikannya. Meski terpisah jarak dan waktu, Rio selalu berusaha menghubungi Wulan untuk sekedar menanyakan kabar atau mendengar cerita Wulan tentang kesehariannya sebagai seorang mahasiswa lagi. Wulan pun demikian. Tidak setiap hari mereka berkomunikasi, namun Wulan selalu memberi semangat kepada Rio pada kesempatan mereka berbicara. Rio dan Wulan sangat mengerti kesibukan masing masing.
Meski tenggelam dalam cinta, Rio dan Wulan menyadari ada tembok tinggi menjulang yang memaksa mereka untuk tidak bisa menjalani cinta selayaknya pasangan lain yang tengah dimabuk asmara. Status Rio yang sudah berumah tangga dan konsekuensi pekerjaannya, membuat ia dan Wulan seolah berada dalam batasan tertentu. Wulan dan Rio menyimpan erat hubungan mereka dari penglihatan orang lain, termasuk dari keluarga mereka sendiri. Apa yang kelak akan terjadi, mereka tidak tahu dan hanya membiarkan waktu yang akan memutuskan. Rio sangat bersyukur, Wulan tampak tidak keberatan dengan hal tersebut. Wulan sangat dewasa menyikapi hubungan mereka. Wulan mengerti batasan yang tidak boleh ia langgar, memberikan sepenuhnya hak Rio untuk membagi waktu utamanya bagi isteri dan anak anaknya, tidak menuntut dan selalu mendukung Rio apapun yang terjadi. Wulan menyembunyikan dirinya dengan rapi dibelakang Rio, tidak mencampuri urusan keluarga dan pekerjaan Rio. Rio merasa sangat nyaman menjalin hubungan dengan Wulan, tanpa ada rasa kuatir sedikitpun akan keutuhan keluarga maupun karirnya.
Wulan sendiri telah sangat memahami situasi yang ia alami bersama Rio. Ia hanya ingin Cinta Rio, tidak berkeberatan sedikitpun dengan status Rio yang harus membagi dirinya tidak utuh untuknya. Cintanya pada Rio sulit diungkapkan dengan kata kata. Wulan hanya ingin Rio selamanya bersamanya, tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada keluarga maupun karir Rio yang bisa membuat Rio jauh darinya. Wulan paham betul, sebelum membagi hati dengannya, Rio memiliki kehidupan yang sangat sempurna dan ia ingin menjaganya tetap demikian. Wulan sangat berhati-hati menjaga kerahasiaan hubungan mereka, berhati hati dalam bersikap dan berkata kata dan selalu memberikan kebebasan bagi Rio dalam membagi perannya.
Satu tahun berlalu, saat Rio memberi kabar bahwa ia akan kembali ke Indonesia karena tugas belajarnya telah selesai. Wulan sangat bahagia saat Rio berjanji akan menemuinya setelah semua urusannya selesai. Namun sambil menanti, Rio menyampaikan kondisi yang harus mereka lewati selama Rio kembali kepada keluarganya. Rio tahu, Wulan akan sangat paham dengan keadaan ini
"Selasa malam, Mas akan tiba di Bandara Sukarno Hata dan keluarga akan menjemput, Dek .. kemudian mas kembali ke rumah, ke kantor seperti biasa untuk menyelesaikan administrasi"
Wulan tersenyum. Ada sedikit sesak terasa di dadanya, namun ia tahu apa yang harus dilakukannya.
"Iya mas .. kontak terakhir kita sebelum penerbangan mas kembali ke Indonesia. Setelah itu aku hanya akan menunggu .. aku tidak akan menghubungi mas Rio sampai mas ada kesempatan menghubungi aku lagi ..."
Wulan tau, ini akan terasa berat. Menanti tanpa ketidak pastian bukanlah hal yang mudah. Tapi ia harus menyiapkan diri untuk ini semua, untuk Rio yang sangat ia sayangi.

Dua minggu berlalu sejak kepulangan Rio, Wulan masih menunggu .. tanpa kabar. Benaknya dipenuhi pertanyaan apa yang terjadi pada Rio, sehatkah ia disana, apa yang sedang dilakukan Rio, dan pikiran pikiran lain yang membuat dadanya sesak. Dilihatnya layar HP nya setiap saat, berharap Rio menghubunginya atau sekedar memberi kabar.

1 Bulan berlalu. Wulan masih tetap menunggu. Seperti biasa, sore itu ia menuju klinik tempatnya berpraktek sebagai dokter gigi. Sesampainya di klinik, ia segera masuk ke ruangan prakteknya, membuka lap topnya untuk mulai mengerjakan tugas kuliahnya, seraya bertanya pada perawat yang berjaga sebagai asistennya hari itu.
"Berapa pasien yang mendaftar hari ini, Lin?"
"3 Dok .. pasien terakhir saya jadwalkan pukul 8 malam" jawab asistennya
"Kenapa malam sekali?" tanya wulan melirik jam di dinding. Pukul 5 sore saat itu "Dua pasien paling aku hanya perlu waktu 2 jam saja. Majukan jadwalnya ke jam 7 saja Lin, hari ini aku ingin pulang lebih awal. Perutku sakit, sepertinya maag ku kambuh"
Lina sang perawat memperhatikan wajah wulan yang terlihat agak pucat, sesekali memegang perutnya dan meringis kesakitan
"Dokter akhir akhir ini sering makan tidak teratur" ujar Lina "Pasien terakhir baru bisa datang jam 8 selepas kantornya Dok ..."
"Kalau begitu di cancel saja Lin" ucap Wulan seraya menelan 2 butir obat maag untuk menghilangkan rasa sakit pada perutnya "Dijadwal ulang untuk besok dengan dokter Maya saja ..."
"Maaf Dok, ini kelihatannya pasien langganan Dokter karena beliau khusus meminta Dokter Wulan yang menanganinya" jawab Lina.
Wulan terdiam. Ia hanya mengangguk mengiyakan, kemudian memberi isyarat pada Lina untuk memulai pemeriksaan pasien pertama.

Pukul 8 kurang lima menit, Wulan merasakan perutnya semakin melilit. Ia hendak beranjak keluar saat Lina menyampaikan pesan bahwa pasien terakhirnya telah tiba. Wulan kembali kemejanya, Lina membawa pasien terakhirnya masuk, dan .... tepat dihadapannya berdiri Rio. Wulan terpaku, memandang Rio dengan senyumnya yang sangat Wulan rindukan. Sebongkah haru merasuk dalam dadanya, Wulan merasakan tubuhnya melemah, pandangannya tampak buram tertutup air mata yang mulai mengembang, perutnya terasa semakin teraduk aduk ...
"Mas ....." hanya kata itu yang terkhir ia ucapkan sebelum jatuh tak sadarkan diri .....

Wulan membuka matanya perlahan. Samar ia melihat wajah kuatir Rio disampingnya. Ia menatap sekeliling, merasakan sakit diperutnya sudah jauh berkurang.
"Dek ...." suara Rio lembut dan dalam. Wulan merasakan tangan Rio erat menggenggam tangannya "Adek di rumah sakit ... tadi pingsan waktu mas datang ... mas bawa kesini ... "
Wulan meneteskan air mata, mencoba tersenyum
"Mas Rio kemana saja .....? Aku tunggu kabar mas lama ....." ucap Wulan tersendat. Rio mengecup punggung tangan Wulan penuh cinta.
"Maafkan mas sayang ... " Rio mencoba menjelaskan "Setelah pulang banyak sekali yang harus mas urus. Mas juga langsung mendapatkan tugas baru di luar kota, jadi mas mengurus dulu kepindahan kesana, barulah mas bisa punya kesempatan menemuimu lagi ..."
Wulan tersenyum lega, meneteskan air mata bahagia.
"Perawatmu tadi sudah menghubungi Ibumu Dek, mengabarkan kamu ada disini ...." ucap Rio lagi. Wulan membelalakan mata. Itu berarti pertama kali Rio akan bertemu keluarganya disini. Tidak . Wulan belum siap menjelaskan siapa Rio. Banyak hal yang masih harus mereka sembunyikan, terutama status Rio
"Mas .. sebaiknya Mas Rio pulang sebelum ibu dan adik adik datang ...." pinta Wulan. Rio menatap Wulan bingung "Kenapa Dek?" tanyanya tak mengerti
"Mas .. nanti kalau ibu tanya mas siapa .. aku harus jawab apa ....." keluh Wulan bingung. Rio tercenung memikirkan perkataan Wulan "Tapi mas ingin menemanimu disini .. mas masih rindu dan kuatir ..." ujarnya ragu. Wulan tersenyum menyentuh pipi Rio lembut "Aku juga rindu mas Rio ...." ujarnya lembut "Tapi untuk kebaikan kita, lebih baik kita tunda dulu sampai semua benar benar siap, sampai saat aku tau harus bicara apa kepada ibu mengenai mas Rio ...."
Rio menunduk, mengecup kening Wulan lembut, mencium bibirnya dalam dalam beberapa saat sebelum berpamitan pergi.
Dalam perjalanan pulang, Rio merenungi kata kata Wulan. Ada sakit yang terasa dalam hatinya menyadari bahwa ternyata Wulan masih tidak dapat menjelaskan keberadaan dirinya kepada keluarganya. Sebagai seorang laki laki, harga dirinya terusik. Seharusnya ia dapat menyebutkan siapa dirinya dengan mantap dan jelas, memperkenalkan dirinya dengan tegas sebagai kekasih Wulan kepada ibu dan adik adik Wulan. Seharusnya ia bisa dengan bebas berada disamping Wulan, menemaninya melewati sakitnya tanpa menimbulkan rasa kuatir di hati Wulan, dan bukannya malah harus pergi meninggalkannya seperti saat ini. Seharusnya ia bisa menggantikan posisi Ayah Wulan yang telah tiada saat Wulan begitu memerlukan seseorang untuk menjaganya. Maka siapakah dirinya bagi Wulan sebenarnya. Ia paham hanya bisa memberikan separuh dirinya bagi Wulan, tapi ia ingin separuh itu adalah nyata untuk Wulan. Bukan separuh bayangan yang tidak jelas keberadaannya.
Setahun lebih mengenal Wulan sudah cukup membuktikan bahwa ia begitu mencintai Wulan. Wulan yang membuatnya nyaman, Wulan yang berhasil meyakinkan dirinya bahwa ia dapat diandalkan untuk mendampingi Rio dalam situasi apapun. Lalu apa bukti cintanya pada Wulan sekarang? Ia bahkan membiarkan Wulan terombang ambing dalam perasaan gelisah tanpa memberi kabar. Pantaskah Wulan diperlakukan demikian setelah apa yang ia berikan sebagai tanda cintanya pada Rio?
Sebersit harapan muncul di benak Rio. Ia akan membuktikan cintanya pada Wulan besok, dan ia berharap Wulan dapat menerimanya.

Wulan menerima suapan terakhir dari Sendok yang disodorkan Rio dan mengunyahnya perlahan. Makan siang telah selesai disantapnya. Rio menyodorkan air putih, memberikan 2 butir obat yang harus diminumnya setelah makan. Rio memeriksa selang infus Wulan, memperbaiki letak selimutnya dan duduk disamping wulan.
"Dokter bilang, maag Adek kambuh karena makan yang tidak teratur" ujarnya serius "Kurangi kopinya ya .. makan lah yang teratur, jangan terlalu banyak pikiran ... Itu juga bisa memicu asam lambungnya naik"
Wulan mengangguk.
"Dek ...." lanjut Rio "Besok Mas kembali ke Jogja ...."
Wulan mendengarkan dengan serius
"Maafkan Mas ya ... tidak bisa menemani sampai Adek sembuh ..."
Wulan meraih tangan Rio seraya tersenyum "Aku mengerti mas .. Mas Rio tidak usah kuatir .. aku baik baik saja ...." ujar Wulan menenangkan
"Dek ..." lanjut Rio lagi "Mas baru bisa datang bulan depan ... "
Wulan menghela nafas " Lamanya ...."ucapnya penuh sesal "Tapi tak apa mas .. aku mengerti"
"Tapi sambil menunggu mas datang kali ini, Mas punya satu permintaan untuk Adek ..." ucap Rio.
"Apa mas?" tanya Wulan curiga. Rio mendekatkan bibirnya pada telinga Wulan dan berbisik
"Jelaskanlah siapa Mas kepada keluarga Adek ... Jadi saat Bulan depan mas datang untuk melamar, mas sudah dapat lampu hijau dari ibu dan adik adikmu ...."
Wulan terperangah. Ia terdiam menatap Rio tanpa suara, masih tidak percaya akan apa yang baru saja ia dengar.
"Maksud Mas ........? Mas mau .........." Wulan tidak menyelesaikan kalimatnya, ragu. Rio meraih tangan Wulan, menggenggamnya erat dan mengecupnya lembut. Ia meraih sesuatu dari dalam saku kemejanya. Sebentuk Cincin emas disematkan perlahan ke jari manis tangan kanan Wulan. "Aku memang tidak bisa menjanjikan kehidupan yang sempurna untukmu .. Tapi maaf, aku tidak bisa hidup tanpamu .. Wulan Maharani, bersediakah untuk tetap ada disampingku, mendampingiku dengan segala kekuranganku, dan menjadi nyonya Rio Pramudya .....?"
Tangis Wulan pecah dalam senyuman . Ia menganggukkan kepalanya tanpa sanggup berkata kata. Rio memeluknya dengan sayang, membiarkan rasa lega dalam hatinya luruh dalam bahagia.
 
Bimabet
Semakin mnarik flashback nya...apakah akan ada flashback persaingan evan,rio dan fani?..bikin penasaran suhu...mkasih update nya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd