Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT THE QUEEN OF HEARTS

Bimabet
PART III


Rumah Nita

Surabaya 18 April 2019

“Bram bantuin...” pinta Nita sembari menyeret sebuah koper.

“Astaga Nit, gak kurang gede ta kopermu?” seruku shock melihat Nita menyeret sebuah koper besar. “Kita kan cuman tiga hari di Malang, Nit.”

“Oh, koperku kurang gede ya?” tanyanya polos. “Aku ada sih koper yang lebih gede dari ini, apa ganti koper itu aja ya?! Jadi bisa muat lebih banyak barang bawaanku.”

Aku menepok jidat mendengar ucapannya yang polos. “Haisss....”

“Kok gak sekalian kamu bawa lemari bajumu.” ujarku sinis sembari buru-buru menyambar kopernya sebelum ia berubah pikiran dan berganti membawa koper yang lebih besar dari ini.

“Nih anak bawak apaan sih? Berat banget kopernya.” gumamku saat memasukkan kopernya ke dalam bagasi mobil.

Tak lama kemudian kami pun sudah duduk di dalam mobil, dan aku melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Sambil tetap fokus nyetir, se-sekali aku melirik ke arah Nita yang hari ini nampak sangat ceria.

“Ceria amat mukanya.” seruku sambil tetap memperhatikan jalan.

“Seneng bisa jalan-jalan sama kamu. ‘Kan ini pertama kalinya kita liburan sebagai sepasang kekasih dan ini kencan pertama kita.” ujarnya dengan wajah memerah dan tersenyum ke arahku.

“Hmmm...” gumamku.

“Kok hmmm...?” tanyanya.

“Pasti hari ini menjadi hari patah hati nasional.”

“Hari patah hati nasional?” tanyanya dengan ekspresi bingung.

“Huum, pasti banyak perempuan di luaran sana yang patah hati kalau mereka tahu kita udah pacaran.” ujarku penuh percaya diri.

“Cowok narsis.” serunya sinis.

“Mau bukti?” ujarku sembari menepikan mobil ke bahu jalan.

“Kok berhenti?”

Aku keluar dari mobil dan mengambil sebuah bucket bunga mawar putih yang sengaja kubeli untuknya.

“Nih..” seruku sembari memberikan bucket tersebut.

“Ini buat aku?” ujarnya seakan tak percaya.

“Huum, bunga cantik untuk wanita cantik.”

“Makasih.” serunya girang sembari memeluk dan mencium pipiku.

“Kan aku udah janji sama kamu kalau aku akan beliin kamu bunga mawar.”

“Emang kapan belinya?” tanyanya.

“Tadi waktu nungguin kamu dandan sama packing baju, aku keluar sebentar untuk beli bunga mawar ini.”

“Kamu so sweet banget sih, Bram.”

Aku mengeluarkan HP dan mengajaknya berfoto selfie.


Aku memposting foto tersebut di Instagram milikku dengan caption bertuliskan, ‘Simply put, flowers make people happy 🌹’.

Lantas kami pun kembali melanjutkan perjalanan.

●°●°●​

Nita

“Kamu suka?” tanya Bram.

“Suka banget, makasih.” seruku sembari mencium aroma bunga mawar tersebut berulang kali.

Senyumku tak henti-hetinya mengembang saat aku teringat kembali kata-kata Bram waktu memberikan bunga mawar ini untukku:‘Bunga cantik untuk wanita cantik’. Entah kenapa kata-kata tersebut selalu terngiang-ngiang di kepalaku.

“Bram foto yang tadi kirimin ke aku dong, mau aku posting di Instagramku.” pintaku padanya.

“Nih...” serunya sembari memberikan HP-nya padaku. “Foto yang tadi udah aku posting juga di IG-ku.” ujarnya.

“Oh ya?!” seruku.

Aku pun mengirim foto-foto tersebut ke HP-ku melalui aplikasi Whatsapp. Setelah itu, aku langsung menyimpannya ke dalam gallery foto dan memperhatikannya satu per satu dengan perasaan senang. “Lucu..” gumamku sembari tersenyum melihat foto tersebut.

Saat akan memposting foto tersebut di IG, secara tak sengaja melihat foto itu muncul di beranda IG-ku. Bram memposting foto kami dengan caption bertuliskan: ‘Simply put, flowers make people happy 🌹’. Aku sempat kaget saat melihat postingan Bram tentang foto kamtelah di love sebanyak tiga ribu kali, padahal belum setengah jam ia mempostingnya.

“Ini anak followers-nya ada berapa sih? Perasaan barusan deh dia postingnya, kok udah banyak banget yang ngelove postingan dia.” batinku dalam hati.

Aku membaca komentar followernya satu persatu.

@qthi
Kamu jadian sama Nita, Bram?

@bhdb
Murid pintar.. Josss.

@kuciah
Mantab Baim.

@rani.syalala
Gak rela banget liatnya 

@febby_arista
Tuh cewek siapa sih? Sok kecentilan banget.

@nadinsekarr
Cantikan juga gue, sok cantik banget sih ini cewek, gayanya sok imut.

@ayu_m
So sad  @Debby

@bocahmumetz
Selamat Mas Bro..

@linna_
Ih... Gak banget deh ceweknya.

@rsp27
Wik wik Jozz. Langsung suwir, Bram.

@diyafahira
Ada yang tau ig si cewek? Gedek banget aku liat mukanya.

@merah_delima
Ini mereka gak beneran pacaran kan?? 

@merdel_official
Kamu udah benar-benar melupakan janji dan mimpi kita Bram? Tega kamu!! 

@upil_hero
Weh.. Gak sio-sio aku nurunno ilmuku!!

Aku sangat sock membaca kolom komentar foto kami yang terpajang di IG Bram, banyak sekali komentar negatif tentang diriku.

“Kok komen di IG-mu isinya gini banget sih Bram?” tanyaku padanya.

“Mana HP-ku.” pintanya.

“Nih..” seruku sembari memberikan HP-nya.

●°●°●​

Back to Bram

“Kok bete gitu mukanya?” tanyaku pada Nita sambil tetap memperhatikan jalan.

“Siapa coba yang gak bete baca komentar kayak gitu.” rajuknya dengan ekspresi cemberut.

“Nih komentarnya udah aku matiin.” ujarku padanya.

“Hihhhhh.....” geram Nita sembari memukul dan mencubit bahuku.

“Aduh sakiiit, Nit. Aku lagi nyetir loh, entar nabrak.”

“Julid banget sih followers-mu.”

“Namanya juga netizen, ngapain juga kamu hirauin! Mereka seperti itu karena mereka iri sama kamu, sebab kamu wanita yang beruntung bisa mendapatkan hati seorang Bramantyo. ‘Kan tadi aku udah bilang sama kamu kalo hari ini akan menjadi hari patah hati nasional.”

“Narsis..”

“Hahaha...Udah ah jangan bete lagi entar cantiknya ilang loh.” seruku padanya sembari mencium tangannya.

“Apa email IG-mu?” tanyanya padaku.

“Buat apaan?”

“Apaaa?”

“Hmmm!! [email protected].”

“Nama email aja narsis.” ujarnya sewot. “Passwordnya apa?” tanyanya lagi.

“Emmm....” aku sedikit ragu menyebutkan pasword IG-ku.

“Kenapa? Gak mau ngasih tau?” desaknya.

“Pasword-ku nama lengkap kamu.” ucapku lirih karena malu untuk mengatakannya.

“Hah.. Seriusan?” tanyanya seakan tak percaya.

“Iya password-ku nama lengkapmu, depannya pakai huruf besar. Emang buat apaan sih, Nit?”

Nita tak menjawab pertanyaanku, ia masih fokus pada smartphonenya.

“Tau kan sekarang, kenapa aku gak pernah posting foto kita berdua di IG-ku! Karena aku takut kamu marah seperti sekarang ini, tapi karena kamu sekarang sudah menjadi pacarku jadi mau gak mau ya kamu harus ngelawatin hal seperti ini. Resiko punya cowok ganteng dan keren yang mempunyai banyak fans di dunia nyata maupun di dunia maya.”

“Hahahaha.... Mamam tuh.” serunya sambil tertawa seakan puas.

Aku mengernyitkan dahi melihat ekspresi Nita yang berubah 180º.

“Nit, are you okay?”

“Aku posting banyak foto kita berdua di IG-mu, biar tambah panas tuh cewek-cewek gatel yang jadi followers-mu.”

“Hmmmm...” gumamku.

“Mulai sekarang IG-mu conect di HP-ku awas aja kalau sampai ketahuan ganjen atau bales DM cewek-cewek gatel yang ada di IG-mu. Tak tutuk kamu entar.” ancamnya.

“Hahaha.....”

“Masih jauh ya? Laper...”

“Mau berhenti makan di rest area? Atau entar kalau udah masuk Kota Malang? Sebentar lagi keluar tol.” tawarku.

“Makan di Malang aja, aku kepingin makan sate sama jagung bakar di Batu. Villanya di Batu kan?”

“Huum, kalau ke Batu, masih lumayan jauh loh.”

“Gakpapa makan di sana aja.”

“Aiii.. Aiii... Sir.”

“Mana tangannya.”

“Tangan?” tanyaku bingung.

Nita menggenggam tangan kiriku. “Tangannya tak pek, sekarang tangan kirimu punyaku.” serunya manja.

“Oh cuman tangan kiriku doang ?” godaku.

“Semuanya lah, sekarang semuanya yang ada di kamu udah jadi hak milikku.”

“Terus aku gak punya apa-apa dong?”

“Kan kamu punya aku.” serunya sembari tersenyum manis kepadaku.

Aku pun tertawa bahagia mendengarnya, sisa perjalanan kami lakukan sambil bergenggaman tangan, dan hanya terlepas saat aku memindahkan persneling.

Setelah menempuh 3 jam perjalanan akhirnya kami tiba di Alun-Alun Kota Batu Malang.

Kota Batu adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak 90 km sebelah barat daya Surabaya atau 15 km sebelah barat laut Malang. Wilayah Kota Batu terletak di dataran tinggi, tepatnya di lereng pegunungan dengan ketinggian 700 sampai 1.700 meter di atas permukaan laut.

Batu dikenal sebagai salah satu kota wisata terkemuka di Indonesia karena potensi keindahan alam yang luar biasa. Kekaguman bangsa Belanda terhadap keindahan dan keelokan alam Batu membuat wilayah Kota Batu disejajarkan dengan sebuah negara di Eropa yaitu Swiss dan dijuluki sebagai De Kleine Zwitserland atau Swiss Kecil di Pulau Jawa. Bersama dengan Kota Malang dan Kabupaten Malang, Kota Batu merupakan bagian dari kesatuan wilayah yang dikenal dengan Malang Raya (Wilayah Metropolitan Malang).


Setibanya di Alun-Alun Kota Batu, aku langsung memarkirkan mobil di tempat yang sudah disediakan oleh pihak pengelola, untuk menikmati kuliner yang berada di sekitar Alun-Alun.

“Pules amat tidurnya jadi gak tega buat bangunin.” aku membatin dalam hati saat melihat Nita tertidur dengan pulasnya.

“Nit, Nita...” ucapku membangunkan Nita dengan menggoyang-goyangkan badannya.

“Ini dimana? Hoaamm...”

“Di Alun-Alun Batu, ayo bangun. Kita keluar cari makan, tadi katanya laper.”

“Gak mau bangun.”

“Lah... Emang kamu gak laper? Tadi katanya mau makan sate.”

“Peluk dulu baru aku mau bangun.” serunya manja.

Aku pun menuruti permintaannya dengan memeluk Nita. Ia membalas pelukanku dengan sangat erat, seakan tak mau kehilangan diriku.

“Yok kita cari makan.” ajakku.

“Cium dulu bathuknya (keningnya).” pintanya manja dengan masih memelukku.

Aku menuruti permintaannya lagi untuk mengecup keningnya, entah kenapa akhir-akhir ini aku sedikit merasa aneh atas perubahan sikap maupun tingkah lakunya. Ia menjadi lebih manja terutama untuk hari ini. “Apa mungkin karena kami sekarang sudah resmi jadian kali ya, makanya ia bersikap lebih manja.” tanyaku dalam hati.

Nita masih terus mendekapku dengan sangat erat. “Terus makannya kapan kalau dipeluk terus?” tanyaku padanya.

Terasa air matanya menetes membasahi pundakku.

“Kok nangis?” tanyaku padanya sembari mengusap air matanya.

“Gakpapa lagi pingin nangis aja.” ujarnya.

“Hahaha... Mana ada orang nangis karena lagi pengen aja.”

“Ada.. nih buktinya aku.”

“Hmmm...” gumamku. “Sini cium dulu matanya biar gak nangis lagi.” ujarku sembari mengecup kelopak matanya secara bergantian.

“Laper...” rengeknya manja.

“Iya, sayank yok cari makan.”

“Kamu barusan tadi manggil aku apa?” tanyanya.

“Manggil sayank, kenapa? Gak mau di panggil sayang?”

“Mau...” jawabnya sambil tersenyum manis. “Love you.”

“Love you too..”

Lantas kami pun segera pergi untuk mencari makan di area Alun-Alun Kota Batu.

“Makan di sini aja ya?!” ajakku.

“Iya..”

Selang tak berapa lama seorang waiters datang menghampiri meja kami dan menyodorkan menu makanan dan minuman. “Permisi silahkan pesanannya?” ujar waiters sambil bersiap untuk mencatat pesanan kami.

“Mau makan apa?” tanya Nita padaku.

“Aku sate kelinci sama es teh manis.” balasku.

“Es teh manis satu, teh hangat tawar satu, sama dua sate ayam mbak. Oh ya nasinya yang satu porsinya setengah aja ya mbak.” ujar Nita pada waiters.

“Lah kok sate ayam?” tanyaku padanya.

Nita tak menghiraukan pertanyaanku, ia hanya melirik sekilas ke arahku.

“Baik mbak, ditunggu pesanannya.” ucap waiters lalu pergi meninggalkan meja kami.

“Kok sate ayam pesennya? Kan aku tadi mintanya sate kelinci.” tanyaku lagi padanya.

“Sudah sate ayam aja! Kelinci itu hewan untuk dipelihara bukan untuk di makan.”

“Haissss....”

“Mau kemana?” tanyanya saat aku beranjak dari kursi untuk mengganti pesanan.

“Ke toilet.”

“Gak boleh, sini duduk.” larangnya sambil menarik tanganku untuk kembali duduk.

“Kok gak boleh?”

“Kamu pasti mau ganti pesanan, kan?” serunya dengan mata melotot. “Jangan bohong, pakai alasan ke toilet.”

“Hehehe...” aku nyengir sembari menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

“Awas kalau sampai ganti pesanan terus mesan sate kelinci, aku ngambek gak mau ngomong sama kamu selama sepuluh tahun.” ancamnya.

“Yakin, gak mau ngomong sama aku selama sepuluh tahun?” godaku sembari mengangkat satu alisku.

“Yakin.” ucapnya datar.

“Oke.” ucapku singkat.

“Ya udah aku ngambek, aku gak mau ngomong sama kamu.” rajuknya.

“Lah... Kok ngambek? Kan aku gak jadi mesen sate kelinci.”

“Biarin kamu bencekno soale.” ujarnya sambil memalingkan wajahnya.

“Oke.”

“Permisi, pesanan-nya.” waiters datang dan meletakkan pesanan kami di atas meja.

“Terima kasih, Mbak.” ucapku.

Karena saking laparnya aku makan dengan lahap tanpa menghiraukan Nita.

“Bram pelan-pelan makannya, entar keselek (tersedak) loh.” serunya.

Aku tak menghiraukan perkataannya dan tetap makan dengan lahap.

“Tuh kan bumbu satenya kemana-mana. Hihhh... Udah gede makannya masih belepotan.” ujarnya sembari mengelap bibirku dengan tisu.

“Tadi katanya ngambek? Gak mau ngomong sama aku.”

“Hehehe... Gak jadi ngambeknya.” ujarnya sambil menyengir.

“Gak konsisten.”

“Di meja banyak tusuk sate nganggur ya Bram, kayaknya kalau di tusukin ke kamu enak deh.”

“Hahaha....”

●°●°●​

Nita

“Nit, jangan cepet-cepet jalannya.” seru Bram dari arah belakang mengikuti dengan napas ngos-ngosan.

“Buruan, aku kepingin naik itu.” seruku girang sambil menunjuk ke arah bianglala.

“Iya, bentar.” sahutnya.



“Sudah beli karcisnya?” tanyaku pada Bram.

“Sudah..” jawabnya.

Aku sangat tidak sabar ingin naik bianglala dan melihat pemandangan Kota Malang pada malam hari dari atas bianglala.

Setelah mengantri cukup lama akhirnya tiba giliran kami untuk menaiki bianglala. Kami duduk saling berhadapan dan saat aku mengalihkan pandanganku kearah jendela, terlihat pemandangan Kota Malang yang sangat indah. Ditambah dengan gemerlap lampu-lampu rumah warga yang menyinari Kota Malang pada malam hari.

“Bagus banget ya Bram pemandangannya.” seruku sambil menikmati keindahan pemandangan Kota Malang dari atas bianglala.

“....”

“Bram, bagus banget kan.” aku begitu kaget saat melihat keadaan Bram, wajahnya terlihat pucat pasi dengan mata tertutup dan kedua tangannya memegang teralis jendelan bianglala dengan sangat erat.

“Astaga, aku lupa kalau Bram fobia ketinggian.” gumamku membatin.

Aku mencoba menenangkannya, secara perlahan aku meraih kedua tangannya dan mencoba melepaskan genggaman tangannya pada teralis besi jendela bianglala. Tangan kiriku menggenggam kedua tangannya sementara tangan kananku mengusap lembut pipinya.

“Bram, look at me.” seruku padanya.

Ia perlahan-lahan membuka matanya dan menatapku.

Kucium lembut bibirnya. “Everything's gonna be okay.”ujarku padanya.

Kini Bram sudah terlihat mulai agak tenang namun raut mukanya masih terlihat cemas.

“Love you..” seruku padanya sembari mengecup lembut bibirnya.

“Love you too..” jawabnya lirih sambil tersenyum melihat kearahku.

Selang tak berapa lama akhirnya kami sampai di bawah dan petugas membukakan pintu bianglala untuk kami.

“Bram yok turun.” ajakku.

Aku sangat merasa bersalah pada Bram. Betapa bodohnya diriku, bagaimana bisa aku lupa kalau dia fobia ketinggian dan kenapa dia mau menuruti ajakanku untuk menaiki bianglala.

Aku mengeluarkan minuman dari dalam tasku yang tadi kubeli sebelum kami menaiki bianglala. “Nih minum dulu.” seruku pada Bram saat kami sedang duduk di bangku panjang yang lokasinya tak jauh dari bianglala.

“Makasih.”

“Maaf, aku lupa kalau kamu fobia ketinggian.” ucapku dengan wajah tertunduk merasa bersalah kepadanya.

“I’m fine.” serunya padaku sambil tersenyum.

“Kamu kan bisa nolak Bram waktu aku ngajak kamu naik bianglala. Kenapa kamu gak ngingetin aku kalau kamu fobia ketinggian.”

“Aku cuman pengen buat kamu seneng.”

Hatiku terenyuh mendengar ucapannya, mataku memanas.

“Apapun akan aku lakukan untuk bisa membuatmu tertawa bahagia denganku.” ujarnya lagi.

Dapat kurasakan mataku mulai berkaca-kaca. Aku mendongakkan kepala keatas, menahan air mataku supaya tidak jatuh, tapi...

Tes

Tes

“Hey... Kok nangis?!” serunya sembari mengusap air mataku. “I’ts okay, i’m fine.” ucapnya sembari memelukku dan mengusap lembut kepalaku.

Aku merasakan ketenangan dan kedamaian di dalam pelukannnya.

“Sudah ya jangan nangis lagi, kan ini kencan pertama kita.” ucapnya tersenyum sambil mengusap air mataku. “Tuh adek kecil itu sampai bengong loh lihat kamu nangis.”

Dan benar saja aku melihat ada anak perempuan kecil terbengong seperti bingung melihatku sedang menangis. Karena malu di lihat oleh anak kecil, aku buru-buru menghapus air mataku.

“Mama kakak itu udah gede kok masih cengeng ya?” tanya anak itu sembari menunjuk kearahku.

Kulihat Ibunya hanya tersenyum melihat kearahku.

“Hei, adek cantik siapa namanya?” Bram menghampiri gadis kecil tersebut.

“Tasya.” jawabnya riang. “Kakak bisa minta tolong.” tanya Bram padanya.

“Apa?”

Bram mengeluarkan sesatu dari saku celananya. “Ini kakak punya dua permen. Satu buat Tasya yang satunya lagi Tasya kasih ke kakak itu ya, biar dia gak sedih lagi.” ujar bram pada gadis kecil itu.

“Oh kakak itu nangis karena gak dapat pelmen ya?” tanyanya polos.

“Tasya, permennya kasih ke kakak cantik gih nak, biar kakak cantiknya gak sedih lagi.” seru Ibu gadis kecil tersebut.

Gadis kecil itu menghampiriku. “Nih pelmen buat kakak! Kakak jangan nangis lagi ya, kan udah dapet pelmen.” ucapnya polos.

Aku tersenyum melihat tingkah lucunya. “Terima kasih adek cantik.” seruku ramah padanya, sambil mengelus lembut pipinya.

“Tasya ayo pulang nak.” panggil Ibu anak tersebut.

“Kakak Tasya, pulang dulu ya. Kakak jangan sedih lagi.”

“Iya sayang. Makasih ya permennya.” jawabku tersenyum ramah padanya.

●°●°●
Back to Bram

Tiiiinnnnn.... Tiiiinnn....!! Suara klakson mobil.

Grreeeeeeeekkkkk...!! Suara pagar terbuka.

“Ini villanya?” tanya Nita.

“Huum, yuk turun!” ajakku.

“Mas Bram, gimana kabarnya?” ucap bapak penjaga villa.

“Alhamdulillah, baik Pak! Pak Yuliadi, gimana kabarnya?” tanyaku.

“Alhamdulillah, sae (baik) Mas.” jawabnya.

“Pak kenalin!” seruku memperkenalkan Nita kepada Pak Yuliadi.

“Nita.” ucap Nita memperkenalkan diri.

“Kalau butuh apa-apa saya ada di rumah jaga, Mas.” ujar Pak Yuliadi.

“Ngge (ya), Pak Yuliadi. Kalau gitu saya tinggal masuk dulu Pak.”

“Monggo (silahkan), Mas Bram.”

Villa yang kami kunjungi terletak di ketinggian 1.100 meter, penginapan ini dikelilingi perkebunan apel yang menjadi ciri khas Malang. Tempatnya masih sangat asri karena terdapat taman yang luas dengan bunga-bunga tropis dan pohon-pohon yang tinggi.

Dari sini terlihat lanskap Kota Batu Malang, letaknya yang tinggi membuat kita seolah-olah sedang berada di negeri awan karena saking tingginya.


“Gede banget villanya.” gumam Nita.

“Iya karena dulunya, niatnya dibikin resort, makanya gede banget.” ujarku menerangkan.

“Ini berarti sekarang lagi di renov untuk dibikin resort?”

“Enggak, cuman direnov beberapa bangunannya aja, dan sudah selesai proses renovnya. Makanya kita kesini untuk ngecek kurangnya dimana aja.”

“Ini berarti disewain villanya?” tanyanya lagi.

“Enggak.”

“Emang kenapa kok gak di sewain? Terus villa segede ini yang jaga cuman Pak siapa tadi namanya?”

“Pak Yuliadi.” sahutku.

“Iya, cuman Pak Yuliadi yang jaga villa ini?” tanyanya lagi.

“Ada dua security yang bergantian jaga sama anak dan istrinya Pak Yuliadi yang ikut membantu merawat dan membersihkan villa.”

“Kok sekarang gak ada security-nya?”

“Libur, kan besok tanggal merah. Makanya cuman ada Pak Yuliadi, karena beliau juga tinggal disini.”

“Oh... Terus emang kenapa kok gak disewain villanya?”

“Gak tau Bunda, kata Bunda sih agar bisa buat kumpul keluarga atau kalau lagi liburan ke Malang biar ada tempat singgah katanya, jadi gak perlu nyewa hotel atau villa lagi. Terus nanti mau dibuat kado pernikahan untuk anaknya.”

“Berarti buat kamu dong, kan kamu anak tunggal Bram.”

“Huum, sertifikatnya sudah atas namaku. Makanya beruntung banget kan wanita yang jadi istriku nanti.”

“Songongnya (sombongnya) kumat kan, bangga itu kalau bisa ngehasilin sesuatu dari keringatnya sendiri.”

“Hahaha... Mau gimana lagi kan aku udah terlahir sombong.”

“Hihhhh...” ujarnya geram.

“Lagian kan kamu tau sendiri aku sudah gak pernah minta uang sama orang tua semenjak SMA, mobil aja aku beli sendiri pakai uangku sendiri. Kurang apa coba aku? Sudah ganteng, keren, pekerja keras, pinter dan mapan di usia muda.”

“Songong.” serunya seraya berlalu meninggalkanku masuk ke dalam villa.

Semenjak kecil aku sudah dibiasakan untuk menyelesaikan masalahku sendiri bahkan dalam segi finansial sekalipun. Satu hal pesan mereka yang selalu kuingat, Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Hal inilah yang membuatku dapat hidup mandiri ketika dewasa.

Kenapa aku bilang dapat hidup mandiri ketika dewasa? Karena semenjak SMA, aku hampir tidak pernah meminta uang kepada orang tuaku untuk keperluan pribadiku dan lain sebagainya. Semenjak SMA aku sudah mulai belajar berbisnis dan mempunyai Event Organizer (EO) yang kukelola sendiri. Lumayanlah hasilnya nggak kalah sama gaji manager kantoran yang kerjanya setiap hari harus stay di kantor.

●°●°●
“Segarnya abis mandi.” gumamku sembari mengeringkan rambut dengan handuk.

Ceklek! Aku membuka pintu kamar mandi yang langsung terhubung dengan kamarku.

Aku pun langsung terperangah ketika melihat sosok wanita cantik yang sedang tiduran tengkurap di atas kasur sambil tersenyum ke arahku. Kedua tangannya dilipat untuk menyangga dagunya, bibir merahnya nampak kontras dengan kulitnya yang putih mulus.


“Cantiiikkkk banget....!!!” aku membatin dalam hati.

Aku sungguh mengagumi kecantikan Nita yang kini sudah menjadi kekasihku. Rambut panjangnya yang biasa ia urai, malam ini ia gelung rapi sehingga memamerkan lehernya yang jenjang.

Nita tersenyum manis, kedua kakinya diangkat membuat gaun yang ia kenakan turun. Kedua betisnya nampak putih dan seksi.

Melihatku hanya diam terpaku membuat Nita bersuara. “Bram, ngapain diem aja di situ?” Nita melambaikan tangannya. “Ayo sini, istirahat dulu!”

“I.. Iya...” sahutku dengan suara bergetar dan berat. Aku pun berjalan menghampirinya dan duduk di tepi ranjang.

“Kamu kenapa sih, kok liat akunya kayak gitu banget?” heran Nita.

“Kamu cantik banget, Nit.” aku jujur.

“Makasiiih.” Nita tersenyum, lalu bangkit sambil merentangkan kedua tangan. Ia memelukku dengan sangat erat.

Entah mengapa, pelukan Nita kali ini terasa berbeda. Kecantikannya bukan hanya membuatku semakin sayang, tetapi juga terangsang. Ganjalan payudaranya malah membuat anganku menghayal sehingga tubuhku merasa gerah karena gairah. Suhu tubuhku menjadi panas dan libidoku terasa mulai naik dan terus naik hingga menguasai pikiranku.

“Sadar, Bram.” aku mengingatkan diri sendiri. Tetapi isi celanaku berbanding terbalik dengan pikiran sehatku, penisku menggeliat dan mulai mengeras.

Batinku berperang untuk tidak menodai Nita, hatiku mengingatkan untuk menunggu sampai aku menghalalkannya. Tapi penisku malah semakin tegang dan bergetar-getar. Situasi ini membuatku tidak nyaman, keringat di tubuhku sepertinya mulai keluar dari pori-pori padahal aku baru selesai mandi, nafasku juga mulai berat, dadaku terasa sesak.

“Kok keringetan, Bram, panas ya? Maaf tadi aku matiin AC-nya karena aku kedinginan?” tanya Nita ketika melihatku gelisah dengan peluh di dahi. “Duh remote AC-nya mana tadi! Aku taruh di mana, ya?”

“Eh...!!! Enggak panas kok.” kuusap keringat dingin di dahiku.

“Bilang enggak panas tapi keringetan.” sindirnya sedikit tersenyum geli.

“Nggak kok.” aku menutupi kegugupanku dan berusaha bersikap santai. Lalu mengalihkan pembicaraan ke hal lainnya. “Istirahat gih, pasti capek kan seharian di jalan.”

“Belum ngantuk.” serunya. “Kamu pasti capek seharian nyetir.” ucapnya sembari memijat pundakku.

Aku memejamkan mata menikmati pijatan lembut dari Nita.

“Enak?” tanyanya.

“Enak banget.” jawabku.

“Satu detik seratus juta ya Mas ongkosnya.”

“Hah... Sedetik seratus juta?”

“Huum, aku sudah mijit selama lima menit. Berarti kamu harus bayar tiga miliar.”

“Mahal amat, kamu entar tak laporin ke kantor polisi loh kasus pemerasan.”

“Yaudah kalau gitu, entar tak tagih di akhirat uangnya.”

“Wew, hahaha....”

“Sekarang sudah lima belas menit berarti utangmu bertambah menjadi sembilan miliar.”

“Sudah mbak, terima kasih. Badanku sudah gak pegel lagi kok.”

“Hahahaha...” tawanya sembari memelukku dari belakang.

Cuup!!

Kurasakan sebuah kecupan mendarat di pipiku.

“Meluk bayar seratus milliar ditambah nyium pipi tiga ratus miliar.” ujarku.

Nita tertawa dan mengecup pipiku berulang kali.

“Terus aku harus bayar berapa?” tanyanya.

“Kamu gak akan mampu untuk membayarnya.” seruku sembari membalikkan badan.

Kupandang wajahnya, kami berdua terdiam sesaat dan hanya saling bertatapan. Perlahan-lahan tubuhku bergerak seperti ada magnet yang menarikku hingga tubuhku makin mendekat ke tubuhnya.

Segera kupeluk lembut tubuhnya, kukecup keningnya dan perlahan kecupanku turun dari kening bergerak ke kedua matanya lalu turun ke hidung dan sampailah di depan bibirnya yang merah merekah. Nafas hangat kami beradu, bahkan bibir Nita sedikit terbuka karena nafasnya sendiri nampak tersengal.

Tanpa ragu lagi segera kucium bibir Nita, kuhisap dan kukulum bibirnya dengan lembut dan perlahan. Nita membalas tak kalah lembutnya sehingga kami saling mengulum dengan syahdu. Aku menikmati setiap inci bibir Nita yang lembut, karena gemas lalu kugigit pelan bibir bawahnya.

Terdengar suara desahan Nita. Kulepas ciumanku dari bibirnya dan kutatap wajahnya sejenak. Terlihat Nita hanya memejamkan mata. Mulai kujilat daun telinganya sambil kuhembuskan nafasku. Aku bisikkan sesuatu di telinga Nita. “Love you.”

Kubelai lembut lehernya dengan ujung jemariku, kubasahi bibirku dan kukecupi kulit putihnya, dan juga garis lipatan di bawah dagunya. Di sela-sela ciuman, kuhembuskan nafas hangat berulang-ulang, dan Nita pun mendesah syahdu.

Kujilat leher indah Nita dengan ujung lidahku secara perlahan mulai dari bawah lalu naik ke atas. Kembali kucium pipi dan telinganya, kuhirup nafas dekat daun telinganya lalu kubisikan rasa cintaku. Pipi Nita merona, membuatku semakin gemas. Kuciumi, kembali kukecup ujung dagunya, lalu kuciumi kembali lehernya sehingga Nita mendongak sambil menghembuskan nafas berat. Aku terus mengecup, dan bahkan menghisap, sekali-kali dan kugigit lembut lehernya. Aku biarkan Nita merasakan sensasinya secara detail dan secara tiba-tiba kuhentikan ciumanku.

Terlihat raut wajah Nita berubah menjadi bingung dan tampak cemas menatapku. Dengan lembut kuusap tulang pipinya dan kutatap wajahnya dengan mata yang sedikit kusipitkan dan bertanya “How much I must pay?”

Nita tak menjawab dan hanya diam menatapku dengan mata tampak sayu dan menggigit bibir bawahnya sendiri. Kurasakan hembusan nafasnya yang mulai memburu di wajahku.

Tiba-tiba...

Nita mendorong tubuhku sampai jatuh terlentang di atas kasur. Nita bangkit dan duduk di atas tubuhku, dibukanya secara perlahan tali yang mengikat waffle kimononya dengan gerakan slow motion. Tampak keindahan tubuhnya yang masih dibalut bra berwarna merah selaras dengan warna celana dalam yang ia kenakan. Nita lalu mencium dadaku dan secara perlahan naik ke leherku. Aku hanya bisa mengerang dan mendesah menikmati cumbuannya di leherku, dihentikannya cumbuan di leherku dan dengan satu gerakan tangannya.

KLIK!!

Terbukalah bra merah yang menutupi tubuh indahnya, aku hanya bisa terdiam sambil menelan ludah dengan mata terbelalak. Kutatap wajahnya yang tampak memerah sambil berusaha mengatur nafasnya yang menderu, turun ke lehernya yang putih bersih lalu ke tulang selangkangannya dan akhirnya pada sepasang payudaranya yang indah menggelantung sempurna. Payudaranya berukuran sedang dengan bentuk payudara yang bulat indah, mancung, kecang dan padat berisi dengan kulit bewarna putih dan aerola yang berwarna coklat muda.

“Do you like it?” tanya Nita pelan sambil memegang payudaranya dan mendekatkannya pada wajahku.

“Su... Suka banget.” jawabku dengan suara bergetar dan berat.

Kusentuh payudara Nita dengan sangat lembut, kuraba dengan gerakan memutar lalu menyekanya ke arah pinggang bawah ketiak. Kukecup memutar payudaranya tanpa menyentuh aerola-nya dan secara perlahan-lahan mendekati puting susunya. Kuhembuskan nafas hangat tepat di puting susunya dan tanpa menyentuh puting susunya kujilati semua bagian payudaranya dengan ujung lidahku. Sengaja tak kusentuh puting susunya untuk membuatnya penasaran.

“Aaaaahhhhhh... Bram.... Hmmmpp... hisap susuku Bram Aaaarrghhhhh....!” Nita mendesah dan meracau sambil kedua tangannya memegang kepalaku, memandangku dengan pandangan memohon agar aku menghisap puting susunya.

Aku pun kembali merunduk dan langsung mengecup serta menggelitik puting susunya dengan ujung lidahku, terasa tegang dan mengeras puting payudaranya. Kutusukkan ujung lidahku pada puting susunya sambil ujung lidahku bergerak ke arah atas dan bawah payudaranya.

“Ooouuhhhhh.... Bram...! Aaahhhh...!!! Enak banget. Hisap Bram, ahhhhh...!!!”

Dijambaknya rambutku sambil tangannya menekan kepalaku agar aku menghisap puting payudaranya lebih kuat lagi.

Kuhisap perlahan-lahan sambil tetap memainkan ujung lidahku pada puting susunya. Kuremas dan kuhisap kedua payudaranya secara bergatian sambil tetap memainkan puting susunya dan terkadang kugigit-gigit pelan.

“Hisaaaap yang kuat Bram.... Arrrrggghhhh....!!! Enak banget dinenenin kamu.

Aahhhhhhh...!!!”

Kurebahkan Nita di sampingku. Kuelus rambutnya dan kukecup keningnya dengan penuh kasih sayang.

“Itu emang selalu kayak gitu ya? Kok bisa nonjol banget?” sambil memandang ke arah celana pendekku yang terlihat menonjol dikarenakan juniorku memberontak ingin segera terbebas dari sangkarnya.

Sambil kuelus rambutnya, “Kan ini gara-gara kamu.”

“Buka Bram, kasian dedeknya kejepit. Aku pingin lihat.” pintanya sambil matanya memandang ke arah celana pendekku.

Kubuka celana pendek beserta celana dalamku dan mencuatlah penisku yang sedari tadi menegang meronta-ronta agar terbebas dari sarangnya. Nita tampak terbelalak sambil menutup mulutnya sendiri.

Dengan dahi yang mengernyit Nita memandang kemaluanku, “Itu kok gede banget. Emang muat, ya?”

“Ini normal Nit. Ya muatlah, orang bayi yang segede gitu aja bisa keluar.” jawabku sekenanya.

Aku rebahan di samping Nita dan kugenggam tangannya mengarah ke arah penisku, tampak Nita sedikit ragu.

”Sayang, masak dilihatin doang dedeknya.”

Dipegangnya penisku seperti anak kecil yang mempunyai mainan baru. Dielusnya penisku mulai dari kepalanya sampai ke batangnya.

“Aaaahhhh.... Sayank enak banget yank. Iya gituin yank kocokin yank dedeknya.”

Dikocoknya penisku secara perlahan. Kucium bibir tipisnya, bibir tipis seksi bewarna merah jambu dengan posisi sedikit terbuka yang mengundang selera untuk segera disentuh. Kulumat bibirnya, lidah kami saling bersentuhan dan sesekali kugigit pelan bibir bawahnya.

Kupegang celana dalamnya dan saat akan membukanya, kuusap dengan lembut keningnya.

”Sayank boleh?” tanyaku dan dijawab dengan anggukan kepalanya.

Kubuka celana dalamnya yang berwarna merah. Tampak Nita terlentang polos tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh indahnya.

Kupandang wajahnya yang cantik, bibir tipis seksinya yang berwarna merah jambu, payudaranya yang indah membulat dan sedikit mengacung, perutnya yang rata dan vaginanya yang putih mulus merah merekah, bersih tanpa bulu ditambah kulitnya yang halus, putih, mulus tanpa cacat sedikit pun. Benar-benar Makhluk Terindah ciptaan Tuhan.

“Bram jangan dilihatin kayak gitu, malu akunya.” katanya dengan wajah merah merona dan berusaha menutupi kewanitaannya dengan kedua tangannya.

“Kamu cantik banget sayank.” rayuku sambil berusaha menyingkirkan tangannya yang menutupi kewanitaannya.

“Gombal...” sahutnya sambil tersenyum dan wajahnya tampak memerah.

Kuraba vaginanya dan kumainkan clitoris-nya sambil menghisap payudaranya.

“Aaaahhhhhh... Bram!!! Enak banget...” Nita mendesah sambil tangannya menekan kepalaku.

Kutindih tubuhnya sambil menggesekkan penisku di vaginanya yang telah basah. Kupandang wajahnya. Tampak keningnya mengernyit dan disertai dengan anggukan kecil dari Nita secara perlahan kaki Nita terbuka memperlihatkan vaginanya yang merah merekah.

Kugesekkan penisku dan secara perlahan penisku mencoba menerobos masuk ke vaginanya.

“Awwww... Sakit....!!!!” jerit Nita merintih kesakitan.

Kuhentikan gerakanku karena tak tega melihat Nita yang meringis kesakitan. Kuelus keningnya. ”Di tahan sebentar ya, sayank.”

Kulanjutkan gerakanku sepelan mungkin, selembut mungkin berharap Nita tak merasa kesakitan. Sedikit demi sedikit penisku mulai menyeruak masuk ke dalam miss V Nita, semakin lama semakin dalam dan kuhentikan saat ujung penisku mulai merasakan sesuatu di dalam vaginanya.

Kutatap wajahnya, Nita tersenyum lembut padaku seolah memberi persetujuan untuk meneruskannya.

Kulanjutkan menggoyang pinggul mendorong dengan hati-hati dan dengan sekali hentakan terasa ada sesuatu yang robek diiringi dengan nita yang memekik kecil, dipeluknya tubuhku dengan erat, dicengkeramnya punggungku hingga lecet. Terlihat Nita yang menangis membuatku tak tega dan menghentikan gerakanku. Namun kaki Nita melingkari pinggulku dan menekannya seakan menginginkannya.

Aku menggeleng pelan. Tak sampai hati, aku menyakitinya. Walaupun Nita rela namun tetap membuatku tak tega. Kudiamkan tubuhku dan bersabar agar kontur otot vaginanya menyesuaikan dengan ukuran penisku, paling tidak hingga dia tak merasa sakit.

Setelah beberapa saat kulihat wajah Nita mulai rileks. Perlahan Nita menganggukan kepalanya pertanda kalau dia telah siap. Kudorong pinggulku perlahan memasukkan penisku ke dalam titik terdalam miss V Nita, kudiamkan sebentar lalu kutarik secara perlahan dan kulakukan beberapa kali. Telihat raut muka Nita menunjukkan sudah mulai merasakan gairah.

Lubang vaginanya terasa mencengkeram erat namun sekarang sudah mulai licin tanda cairannya sudah mulai muncul, menggantikan rasa perih yang melanda sebelumnya. Kini aku mulai bersemangat kembali memompa tubuh Nita, semakin lama gerakanku semakin cepat.

“Ooouuuhhhh.... Bram...! Terusin....! Aaaarhhhhhh...!!!” terdengar Nita mulai meracau,

suaranya terdengar begitu seksi di telingaku, membuatku lebih bergairah untuk menancapkan kenikmatan di lubang vaginanya dan kini pinggulnya mulai bergoyang ke kanan dan ke kiri, mengikuti arah sodokan penisku. Menambah kenikmatan yang kurasakan menjadi berlipat ganda.

Kulumat bibir tipisnya, kugoyang pantatku lebih cepat, kumasukkan penisku begitu dalam menjelajahi setiap mili kedalaman miss V Nita. Kurangsang setiap saraf kewanitaannya.

“Ooohhh... Bram.... Arrrhhhggghh... Aku kepengen pipis.... Ooouuuuuhhhhhh...!!!” Mata Nita melotot ke atas, tangannya mencengkeram erat punggungku dan kakinya begitu kuat menekan pinggulku. “Serrrr.... Serrrr.... Serrrr...”

Kurasakan kedutan otot-otot miss V Nita lebih kuat mencengkeram penisku, terasa seperti memijat penisku. Membuatku tak tahan dan mendorong penisku lebih dalam ke miss V Nita.

“Yank... Aku ga tahan yank... Aaahhhhh...!!! Aku mau keluar yank.” Saat akan kucabut penisku. Tiba-tiba kakinya melingkari pinggulku, menahannya dan menekannya dengan kuat.

Aku yang sudah tak kuat lagi menahannya. “Arrrgghhhhh...!!!!” Bersamaan dengan keluar nya sperma yang sangat banyak ke dalam rahim Nita. “Crooottt.... Croooottt... Crooottt...
Crooottt.... Crooottt....”

Kudiamkan penisku terbenam di miss V Nita. Menikmati sensasi orgasme yang baru saja kurasakan. Kupeluk tubuhnya, kucium keningnya. Terdengar suara isak tangis Nita.

“Sayank maafin aku ya, tak seharusnya aku melakukan ini ke kamu. Seharusnya aku menjaga sesuatu yang paling berharga di hidup kamu, bukan malah merenggutnya.”

Nita hanya terisak dan memelukku dengan erat.

Sambil kuelus kepalanya. “Maafkan aku ya sayank, aku pasti akan bertanggung jawab atas semua yang telah kuperbuat padamu.”

Kukecup kening dan kuusap air matanya.

“Kamu gak salah kok Bram, kan aku juga yang mau. Aku menangis bukan karena aku menyesal, tapi karena aku begitu takut kehilanganmu.”

“Anita Kusumaningsih Bidadari manisku, I Will Love You Endessly (Aku akan mencintai dirimu untuk selamanya).” seruku padanya. “Sepulang dari Malang aku akan minta Bunda untuk melamarmu!”

“Kamu yakin?” tanyanya padaku.

“Kan seharusnya aku yang tanya sama kamu, Anita Kusumaningsih, Will You Marry Me?”

“Gak mau, kamu gak romantis. Udah gak bawak apa-apa, ngelamarnya telanjang lagi.”

“Jadi gak mau nih?” tanyaku sambil mengangkat satu alisku. “Ya udah kalau gitu aku akan minta Bunda untuk...”

Nita langsung memotong perkataanku. “Mau...”

Aku tersenyum mendengar pernyataannya. Nita memelukku dengan sangat erat, pelukan penuh cinta dan tanpa tuntutan.

“Nitaaaaa....!!!” teriakku menahan sakit karena pundakku di gigit olehnya.

“Kamu tadi pasti mau bilang kalau minta Bunda untuk ngelamarin cewek lain?! Ya kan?! Tak tutuk kamu Bram.”

“Hahaha... Kan bercanda, sayank.”

Kukecup keningnya dan secara perlahan kecupanku turun dari keningnya bergerak ke kedua matanya, turun ke hidung dan kembali lagi kucium dengan lembut bibirnya.

“Love you Bram zombie...”

“Love you too Queen zombie ...” jawabku. “Oh ya, aku mau tanya satu hal sama kamu.”

“Apa?” tanyanya.

“Tadi pagi waktu aku tanya kamu sakit karena apa? Kamu bilang cuman nyeri doang karena efek lagi datang bulan. Gak mungkin kan kalau tadi pagi kamu lagi datang bulan terus sekarang malam sudah bersih.” cecarku.

“Maaf, aku cuman gak mau bikin kamu khawatir, Bram!! Aku juga gak tau tadi pagi pinggang belakangku nyeri karena apa?”

“Emang sakit banget ya rasanya? Sampai bikin kamu nangis.”

“Iya akhir-akhir ini kadang daerah pinggang belakangku sering sakit. Maaf, aku gak ada niatan buat bohong sama kamu.”

“Hmmm... Terus kenapa gak periksa ke dokter?”

“Aku udah periksa di puskesmas deket rumah terus dikasih obat pereda nyeri sama dokternya. Rencananya dalam waktu dekat ini aku mau ke rumah sakit untuk periksa.” ujarnya.

“Ya udah besok aku anterin periksa ke rumah sakit.”

“Entar aja kalau udah di Surabaya.”

“Hihhh... Mesti ngeyel kalau di kasih tau.”

“I’m fine. Mungkin karena efek kecapean terus otot pinggangnya kaku makanya jadinya sakit.” ujarnya meyakinkanku

“Hmmm....” gumamku.

“Bubuk yuk, aku ngantuk...”

“Gak mau diganti dulu sprey-nya, ada banyak bekas noda darahnya loh? Besok biar di laundry sama istrinya Pak Yuliadi sprey-nya.”

“Gak mau... Gak boleh di laundrey, biarin aja, sprey-nya mau tak bawak pulang buat kenang-kenangan. Sudah sekarang ayo bubuk. Ituku masih terasa sedikit perih.”

“Iya sayank, maaf ya!”

“Punyamu sih kegedean. Sini peluk...!”

●°●°●​

Malang, 19 April 2019

“Ayank... Bangun yuk, udah siang loh! Muaach...” Nita membangunkan dengan cara menciumi pipiku berulang kali.

Tubuhku bergeliat sejenak. “Emang jam berapa sekarang?”

“Jam 9, ayo bangun!! Udah disiapin sarapan loh sama istrinya Pak Yuliadi.”

“Huum... Bangun. Nih udah melek matanya.”

“Melek apaan? Orang merem gitu kok. Ayo bangun aku udah harum loh.” serunya sembari mendekatkan wajahnya. “Harum kan! Gak kayak ayank yang masih bau jigong.”

Aku yang gemas mendengar ledekannya langsung mencium dan melumat bibirnya.

Lidah kami saling bersentuhan dan sesekali digigitnya pelan bibir bawahku.

“Ini-ku, juga ikut bangun.” aku membuka selimut yang menutupi tubuhku dan menunjuk ke arah penisku yang sudah berdiri dengan kokohnya.

“Dedek bubuk lagi ya, masih pagi loh.” serunya sembari mengelus lembut batang penisku.

“Kalau digituin yang ada malah tambah bangun dedeknya.” ujarku. “Aaaahhh.... Yank!” desahku.

Tangan Nita bergerak membelai pahaku, menggenggam batang penisku dan mulai mengocok dengan pelan.

“Yank...! Hmmmpp...” aku mendesah menikmati kocokan Nita di batang penisku.

Diciumnya kepala penisku lalu dijilatinya lubang kencingku. “Ooouucchhh... Yank, enak banget yank, aaaahhhh....” Otot pahaku mengejang, sensasi hangat menjalar di tubuhku ketika lidah Nita menyentuh ujung penisku, lidahnya memutar ke semua bagian kepala penis dan menurun pelan sampai ke bagian bawah buah zakar. Mata Nita terus memperhatikan aku yang mulai keenakan.

Aku menggelinjang merasakan penisku masuk ke dalam mulutnya. Kepalanya naik turun dengan perlahan saat mengulum batang kejantananku dan sesekali memainkan buah zakarku lalu lidahnya menjulur keluar dan dijilatnya mulai dari pangkal batang penis sampai ke ujung kepala penis dengan perlahan dan naik turun berkali-kali. Saat berada di kepala penis, lidahnya menari-nari di ujung lubang kencing sehingga memberikan sensasi yang sangat luar biasa. Sensasi geli dan nikmat menjadi satu.

“Oouuhhhhh...!! Enak banget yank, hisap yank. Aahhhhh....!” racauku.

Aku yang sudah tidak tahan langsung bangkit dan menarik tubuhnya untuk rebahan di atas kasur. Kudekap lembut tubuhnya, kukecup keningnya dan secara perlahan kecupanku turun dari kening, ke kedua matanya, turun ke hidung dan kucium lembut bibirnya, kuhisap dan kukulum bibirnya dengan perlahan, kunikmati setiap inci kelembutan bibirnya, kugigit pelan bibir bawahnya.

Kulepas ciumanku dari bibirnya terlihat matanya terpejam, kujilat daun telinganya dan secara perlahan jilatanku turun ke leher jenjangnya. Kujilat lehernya dengan ujung lidahku secara perlahan dan kembali kucium bibir tipisnya kami berpelukan semakin erat dan berciuman semakin intens, saling memagut dengan liar, tangannya bergerak dengan liar ketika merasakan dadanya kuremas dibalik kaosnya. Ciuman kami semakin liar membuat kepala kami yang tadinya hanya bergerak lembut sekarang bergerak cepat dan tak beraturan.

Kutarik ujung kaosnya ke atas sehingga terlihat payudaranya yang masih tertutup bra berwarna cream. Kucium perutnya, kumainkan lidahku di pusarnya dan secara perlahan kecupan dan jilatanku naik menuju belahan dadanya.

“Ahhhhh... Yank! Buka.” pintanya sambil berusaha melepas kaos dan bra yang ia kenakan.
Tak butuh waktu lama kini tubuh kami berdua sudah telanjang bulat tanpa ada sehelai benang pun yang menempel di tubuh kami.

“Sayank, kamu seksi banget.” ucapku.

“Ih, gombal!” serunya dan terlihat wajahnya memerah.

Kembali kucium dan kukulum bibir tipisnya kemudian menyasar ke arah dagu dan leher membuat tubuhnya menggelinjang dan bergerak semakin liar, desahannya semakin terdengar jelas.

Kusentuh payudaranya dengan sangat lembut, kuraba dengan gerakan memutar lalu menyekanya ke arah pinggang bawah ketiak. Kukecup memutar payudaranya, kukulum dan kuhisap puting susunya sambil tetap memainkan ujung lidahku pada puting susunya. Kuremas dan kuhisap kedua payudaranya secara bergantian dan terkadang kugigit pelan puting susunya.

“Hiisaaapp yang kuat, yank...! Ouuchhh... Enak banget yank, dinenenin.”

Ciumanku secara perlahan turun menuju perutnya dan lidahku bermain di pusarnya lalu secara perlahan turun ke arah vaginanya. Dengan cepat kujilati belahan vaginanya, kubuka belahan vaginanya kujilat dan kukulum klitorisnya, lidahku bermain-main dibelahan vaginanya membuat tubuhnya menggelinjang tidak beraturan sambil kedua tanganya menekan kepalaku.

“Aaaahhhh.... Aahhhhh.... Hmmmmmppp.....”

Desahannya berbaur menjadi satu dengan jilatanku di vaginanya. Nita menggerakkan pinggul dan pantatnya mengimbangi gerakan kepalaku yang naik turun menjilat vaginanya.

“Auuuchhh... Yank! Aku gak tahan, geli banget!” ucapnya sambil tanganya menekan kepalaku sehingga semakin tenggelam ke selangkangannya, punggungnya melengkung, pantatnya bergerak naik menyongsong bibirku yang masih terus menjilati vaginanya.

“Ooucchhhhh... Yank! Aku pipis....! Arrrhhhggghhhh...” tangannya menekan kepalaku dan meremas rambutku.

Criit....!! Crit...!! Crit....!! dari bibir vaginanya menyembur cairan yang begitu derasnya sampai mengenai wajahku. Aku yang kaget karena terkena semburan di wajahku dengan cepat menutup mata dan mulutku.

Kutatap wajahnya yang tampak memerah sambil berusaha mengatur napasnya yang menderu.

“Haah... Hahh... Haahh...” terlihat Nita sangat puas dan menikmati orgasmenya.

“Ayank maaf, aku gak nyangka kalau aku beneran pipis sampai kena wajahmu.” ucapnya merasa bersalah sambil berusaha untuk bangun dan mengelap wajahku yang basah karena semburan cairan squirting-nya dengan kaosnya.

“Aku kira kayak kemarin waktu aku kebelet pipis tapi gak keluar pipisnya, aku bener-bener gak nyangka kalau aku beneran pipis tadi.” Nita seperti merasa bersalah.

“Itu namanya squirt, sayank.” ujarku menjelaskan. “Sayank puas?” tanyaku padanya.

“Puas banget yank. Ayank pinter banget sih bikin enak.” ucapnya sambil mencium lembut bibirku. “Masukin yank.” pintanya.

Kutindih tubuhnya sambil menggesek kan penisku di vaginanya yang telah basah, secara perlahan kakinya terbuka. Kugesek kan penisku dan secara perlahan penisku mencoba menerobos masuk ke lubang vaginanya.

“Aaakkhhhh...” Desah kami berbarengan ketika penisku mulai memasuki lubang vaginanya.

“Ooouuucchhhh... Yank...! Pelan yank, sakit.”

Kudorong pinggulku perlahan memasukkan penisku ke dalam titik terdalam miss V Nita.

“Aaakkhhhh...” desah kami berbarengan ketika penisku mulai memasuki lubang vaginanya.

“Terusin yank...! Aaaarrhhhh...” racaunya.

Suara desahan dan lenguhanya membuatku bersemangat untuk menancapkan kenikmatan di lubang vaginanya dan kini pinggulnya bergoyang kekanan dan ke kiri mengikuti arah sodokan penisku yang semakin lama semakin cepat menusuk vaginanya.

Kulumat bibir tipisnya, kugoyang pantatku lebih cepat. Kurangsang setiap saraf kewanitaanya.

“Ouuuchhhh... Yank! Aku kepengen pipis lagi....! Arrrggghhhh...” Matanya melotot ke atas, tanganya mencengkeram erat punggungku dan kakinya begitu kuat menekan pinggulku.

Kedutan di otot-otot vaginanya terasa mencengkram penisku dengan sangat kuat, aku mendorong penisku lebih dalam ke vaginanya dan mempercepat sodokan penisku. Punggungnya melengkung, pantatnya bergerak naik keatas membuat penisku terlepas dari vaginanya.

“Arrrrggghhhhh....” erangnya di iringi dengan keluarnya cairan yang menyembur sangat deras dari bibir vaginanya. Criit...!! Criiitt...!! Criit...!!

Tubuh Nita mengejang dan menggelepak seperti cacing yang kepanasan. “Aaakkkhhhh.... Shit...”

Criit...!! Criiitt...!! Criit...!!

“Arrgghhhhhh... Damn... Memekku geli banget...” teriaknya.

Criit...!! Criit...!! Criit...!!

Aku terperangah melihat Nita mengalami, Multiple Squirting orgasm.

“Haahh.... Haah... Haaah...”

Matanya tampak sayu sambil berusaha mengatur napasnya yang menderu. “Haah... Hahh... Haahh...”

Aku membiarkannya agar tubuhnya bisa istirahat sejanak dan menikmati sisa-sisa orgasmenya.

“Yank sini..” pintanya sambil tangannya menepuk kasur di sebelahnya.

Aku menghampirinya dan duduk bersandar pada senderan tempat tidur tepat di sebelah kepalanya sambil mengusap lembut keringat yang ada di keningnya.

Nita menggenggam penisku dan mengocoknya secara perlahan, ia mengangkat kepalanya lalu mulai memasukan kembali batang penisku ke dalam mulutnya dan mulai menghisap sedalam mungkin. Lidahnya yang berada di dalam mulut bersentuhan langsung dengan batang bawah penisku sedangkan batang atas penisku bersentuhan langsung dengan rahang mulut atasnya. Lidahnya lalu menekan ke atas sehingga batang penisku seperti terjepit di mulutnya dan kemudiaan Nita mengulum penisku naik dan turun.

“Arrrgghhhh...!! Yank aku gak tahan yank, mau keluar yank.” Aku memberitahunya namun Nita tak menghiraukan-nya dan tetap menggerakkan mulutnya naik dan turun, malah dengan tempo yang lebih cepat.

“Yank, Arrrrggghhh...!!” bersamaan dengan keluarnya spermaku di dalam mulutnya.

Nita yang kaget menerima semburan spermaku dimulutnya seperti tersedak namun tetap membiarkan aku mengeluarkan seluruh spermaku, sebagian spermaku mengalir keluar dari mulutnya.

“Haahh... Hahh...” aku berusaha untuk mengatur nafasku yang menderu. Kulihat Nita tergeletak lemas di sebelahku dengan bibir yang masih belepotan sperma.

Aku segera bangkit mengambil handuk dan tisu lalu membersihkan sperma yang meleleh di bibirnya dengan tisu. “Sayank gak mau di lepeh (dimuntahkan kembali) spermanya?” tanyaku saat mengelap lelehan sperma di bibirnya.

“Apanya yang mau di lepeh?”

“Lah... Sayank telen spermanya?”

“Huum.” serunya.

Dengan telaten aku mengelap vagina dan tubuhnya yang basah karena cairan squirting-nya.

“Aawww, pelan sayank, masih ngilu banget memekku.” ujarnya.

“Iya, Maaf..”

“Ayank sini peluk.”

Aku mendekap tubuhnya, mengecup keningnya dan secara perlahan, kecupanku turun dari kening menuju ke kedua matanya lalu turun ke hidung dan kembali kucium dengan lembut bibirnya.

“Yank, aku lemes banget, kakiku sampai gemetar.” ujarnya.

“Iya sayank, sini istrihat.” seruku sembari memeluk tubuhnya.

“Kan, aku harus mandi lagi dan keramas lagi.” ucapnya dengan wajah cemberut. “Kamu seh pagi-pagi udah nakal.”

“Hahaha....”

“Jalan-jalannya entar sore aja ya yank, badanku lemes banget sekarang.” seru Nita.

“Huum..”

“Yok sekarang kita mandi terus sarapan.” ajakku.

“Gendong.. Kakikku lemes banget yank gak kuat berdiri, sampai sekarang masih gemetar.”

“Iya, hihh.... Manjanya.”

●°●°●​


Nita

ANITA KUSUMANINGSIH

“Sayank, ini kita mau kemana sih? Tumben amat minta aku dandan?” tanyaku pada Bram yang sudah bersiap dan menungguku di halaman depan villa.

Bram terlihat bergeming, dan hanya terpaku menatapku. “Kenapa aku gak pantes ya pakai dress?” tanyaku padanya. “Ya udah kalau gitu tunggu bentar aku ganti pakai baju biasa aja.” seruku sembari berbalik untuk kembali masuk ke dalam villa untuk berganti pakaian.

“Jangan..!!” cegahnya sambil menarik tanganku. “Kamu cantik banget..”

Mendengar ucapan Bram, wajahku seketika berubah merah. Aku bahagia mendengarnya, tetapi juga malu. “Gombal..” aku menutupi rasa maluku.

“Yok kita jalan.” ajaknya.

“Emang kita mau kemana?”

“Makan malam.”

“Makan di mana?”

“Rahasia.” serunya.

“Hihhh....”

“My, Princess..” seru Bram tersenyum manis dan memintaku untuk mengapit lengannya.

Malam ini Bram terlihat sangat tampan dan mempesona.



●°●°●​

“Ini dimana?” tanyaku karena saat ini Bram menutup mataku dengan kain.

“Pelan-pelan sayank jalannya bentar lagi juga sampai.” ujarnya.
“Jangan dibuka dulu ya matanya.” pintanya.

“Iya...”

“Bram...”

“....”

“Bram... Kamu dimana?” tanyaku masih dengan mata tertutup.

Tiba-tiba aku merasakan Bram memeluk tubuhku dari arah belakang.

“Sekarang boleh dibuka matanya.” bisiknya di telingaku.


Dengan posisi berlutut dan memegang tanganku. “Just stay on my side, and hold my hand if i fall. Don’t leave me alone because i can’t live without your love. Anita Kusumaningsih will you marry me?” ujarnya.

Kurasakan tanganku digenggamnya dengan sangat erat, menatapku dengan tatapan lembut.

Aku yang mendapat kejutan seperti itu, membuatku tak mampu untuk berkata-kata. Aku hanya mendekap mulutku dengan kedua telapak tangan dan menjawabnya dengan anggukan. Ini adalah suasana paling romantis yang pernah aku rasakan dalam hidupku.

Bram tersenyum dan memasangkan cincin di jari manisku.


“Makasih...” ucapku dengan mata berkaca-kaca.

“Hehehe.. Aku gak romantis, ya yank? Maaf ya, aku cuman bisa nyiapin ini buat kamu.”

“Hiks... Hiks.....” aku menangis sambil memeluknya. Dia adalah lelaki paling romantis di dunia.

nae songgeute geudaega seuchimyeon
Saat kau menyentuh ujung jariku
chagawotdeon simjange ongiga beonjijyo
Kehangatan menyebar di sepanjang jantung dinginku

salmyeosi dagaga gidaegoman sipjiman
Aku hanya ingin bersandar padamu
geudaewaui georineun jobhyeojijil anhneyo
Tapi jarak antara kita tidak dekat

manjil suga eobseodo dwae
Aku tidak bisa menyentuhmu
aneul sudo eobseodo dwae
Aku tidak bisa memelukmu
Lonely love
Kesepian cinta
Yes I love you nae unmyeongcheoreom
Ya, aku mencintaimu, seperti takdirku
geudael neukkil su isseoyo
Aku bisa merasakanmu

la la la- la la- la la-
la la la- la la- la la-
la la la- la la- la la- la la-
nae mam daheul su isseoyo
Hatiku bisa menghubungimu

du soneul naemireo geudael jabgo sipjiman
Aku ingin memegang tanganmu dan menahanmu
deo meoreojil geot gata geudae gyeoteul maemdoljyo
Tapi rasanya kita akan semakin jauh sehingga aku berlama-lama di sekitarmu

saranghal su eobseodo dwae
Aku tidak bisa mencintaimu
daheul sudo eobseodo dwae
Aku tidak bisa mencapaimu
Lonely love
Kesepian cinta
Yes I love you nan meolliseodo
Ya, aku mencintaimu, bahkan dari jauh
geudael bol suga isseoyo
aku bisa melihatmu

manjil suga eobseodo dwae
Aku tidak bisa menyentuhmu
aneul sudo eobseodo dwae
Aku tidak bisa memelukmu
Lonely love
Kesepian cinta
Yes I love you nae unmyeongcheoreom
Ya, aku mencintaimu, seperti takdirku
geudael neukkil su isseoyo
Aku bisa merasakanmu

la la la- la la- la la-
la la la- la la- la la-
la la la- la la- la la- la la-
nae mam daheul su isseoyo
Hatiku bisa menghubungimu

Lonely love
Kesepian cinta


●°●°●​


Back to Bram

Malang 19 April 2019

Batu Secret Zoo merupakan tempat wisata dan kebun binatang modern yang terletak di kota Batu, Jawa timur. Batu Secret Zoo yang berada di tanah seluas 14 hektare tersebut merupakan bagian dari Jatim Park 2, selain Pohon Inn dan Museum Satwa. Beberapa koleksi hewan dari berbagai habitat yang sebagian besar berasal dari Asia dan Afrika dapat ditemukan di kebun binatang ini, antara lain singa putih, kijang Afrika, burung macau dan bermacam-macam reptil. Yang tidak ada hanyalah Celenk Sumatera.

“Sayank, jangan cepet-cepet jalannnya!” seruku dengan nafas yang ngos-ngossan mengikuti langkahnya.

“Ayank, ayo sini cepetan! Ada kelinci, lucu di situ!” ujarnya kegirangan.

“Iya, sayank bentar!” sahutku. “Ini tempat gede amat, sih!” gerutuku karena kelelahan berjalan.

“Sayank, tungguin Yank!” teriakku sambil mengejarnya.

“Haisss.... Tuh anak jalannya cepet amat sih, udah ngilang aja.” gumamku mengeluh karena saat ini aku kehilangan jejaknya.

“Nih anak di mana sih dari tadi di telponin kagak diangkat.” gerutuku kesal.

“Nita...” gumamku kaget saat aku melihat Nita seperti orang kesakitan, ia jongkok sambil meringis memegang perutnya.

“Sayank kenapa?” tanyaku khawatir melihat keadaanya saat ini.

Wajah Nita sangat pucat dan bagian matanya terlihat bengkak.

Dengan hati-hati aku menggendong tubuhnya, dan berlari menuju parkiran mobil untuk segera membawanya ke rumah sakit terdekat.

“Ya ampun badannya panas banget.” gumamku saat menyentuh dahinya di dalam mobil.

“Bram...” panggilnya pelan.

Aku menancap gas, memacu mobilku agar segera sampai di rumah sakit terdekat.

“Sabar ya sayank, tahan dulu. Bentar lagi kita sampai rumah sakit.”

Sesampainya di rumah sakit, Nita langsung di periksa di ruang UGD dan aku langsung buru-buru mengabari Mamanya Nita dan Bunda perihal kondisi Nita saat ini.

●°●°●​

Saat ini Nita sudah berada di ruang inap di temani Bunda dan Mamanya. Nita akan segera dirujuk ke salah satu rumah sakit terbesar di Kota Surabaya.

Aku begitu shock saat mengetahui kondisi Nita dari dokter yang memeriksanya. Nita divonis gagal ginjal stadium 3 dan harus sesegera mungkin mendapatkan donor ginjal atau kondisinya akan bertambah memburuk.

Kenapa selama ini aku tidak menyadarinya, hampir setiap hari aku selalu bersamanya. Nita selalu tampak ceria seolah tanpa beban saat bersamaku. Aku membayangkan bagaimana rasa sakit yang ia rasakan saat tadi aku melihat wajahnya meringis kesakitan. Kenapa harus ginjal? Hatiku makin seperti diremas kuat oleh tangan tak kasat mata.

Tes..

Setetes air mataku keluar, aku merasakan sesak yang teramat sakit di dalam hatiku. Kenapa bisa orang yang kesakitan dapat menyembunyikan hal ini dengan rapi. Aku benar-benar merasa kecolongan.

●°●°●​

Surabaya 25 April 2019

Lokasi : RS. Premier Surabaya

Kondisi Nita semakin lama semakin memburuk, dokter menyarankan untuk sesegera mungkin mencari donor ginjal untuk Nita. Namun sampai saat ini kami belum menemukan donor ginjal yang cocok untuk Nita.

Aku benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana hidupku tanpa Nita. Melihatnya saat ini terbaring lemah di ranjang rumah sakit membuat hatiku teramat sangat sakit.

“Ayank.. Kenapa kok nangis?” tanya Nita tiba-tiba bangun dari tidurnya.

“Mataku kelilipan.” kilahku sembari mengucek mata.

“Yank, udah deh jangan bohong, aku bisa bedain mana orang lagi kelilipan sama orang lagi nangis.”

“Hahahaha... beneran kelilipan sayank. Kelilipan cintamu.”

“Gombal..”

“Hahaha...”

“Bram...” serunya lirih.

“Ya sayank..”

“Kamu pasti tadi nangis karena kondisiku sudah kritis ya? Iya, sih... Aku juga ngerasa tubuhku rasanya kayak hancur lebur. Bram kalau nantinya aku gak ada, kamu baik-baik ya tanpa aku. Rokoknya dikurangin ,kalau bisa berhenti, terus...”

“Nit...” potongku. “Udah deh gak usah mikir atau ngomong yang aneh-aneh.”

“Tapi...”

“Gak ada tapi-tapian apapun itu aku gak mau denger.” ujarku. “Percaya sama aku semuanya akan baik-baik saja.” kataku sembari memeluknya dan menyandarkan kepalaku di bahunya.

“Nit, kamu gak mau kan kelilipan di mataku tambah parah? Please stop bicara yang enggak-enggak.” seruku padanya.

Nita mengusap kepalaku dengan lembut.

“Iya sayank, maaf ya udah bikin kamu sedih. Aku cuman gak mau kamu merasa terbebani dengan kondisiku saat ini.” ucapnya.

“Nit.. Please stop.”

●°●°●​

Surabaya 27 April 2019

“Bun, Bram mau minta ijin mendonorkan ginjal Bram untuk Nita.” pintaku meminta ijin kepada Bunda.

“Kamu satu-satunya anak Bunda, Bram. Bunda gak mau kamu sakit atau terluka..., atau meninggal. Ini bukan perkara kecil.” ucap Bunda dengan suara parau. “Meskipun ini Nita... Bunda nggak bisa.”

“Tapi Bun.” bantahku. “Nita keadaannya semakin lama semakin memburuk Bun. Bram yakin Nita juga pasti akan ngelakuin hal yang sama kalau posisi ini dibalik, Bun.” kataku dengan suara parau. “Bram gak tau bagaimana jadinya hidup Bram tanpa Nita.”

Bunda menggeleng, air matanya sudah merebak.

“Nita, tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk antrean donor ginjal, Bun. Bram harus ngelakuin sesuatu untuk menolong Nita.”

“Bunda tidak bisa, Bram..” seru Bunda sembari memelukku. “Kamu adalah harta paling berharga buat Bunda.”

Aku mengusap lembut punggu Bunda. “Bun... Untuk sekali ini saja turutin permintaan Bram. Bun, Bram mencintai Nita. Nita pun harta berharga untuk Bram, sama seperti Bram harta berharga bagi Bunda.

Bunda menghela napas panjang. “Baik, tapi Bunda harus tahu dahulu bagaimana prosesnya dan apa resikonya untuk kamu dan Bunda akan bicarakan hal ini dengan Papa dan orang tuanya Nita.”

“Makasih Bun..”

Bunda pun memelukku sambil menangis keras, aku membalasnya sambil juga menangis.

●°●°●​

Surabaya 10 juni 2019

Sudah lebih dari sebulan aku berhenti merokok, dokter menyuruhku berhenti merokok selama 4 minggu agar aku memenuhi syarat untuk donor ginjal dan hari ini adalah hari ‘H’ dimana aku mendonorkan ginjalku untuk Nita.

Dokter dan suster tengah mempersiapkan pemindahan Nita dari ruang rawat inap menuju ruang operasi.

“Bram...” seru Nita lirih.

“Ya, sayank..”

“Aku takut..” lirihnya.

“Percaya sama aku, semuanya akan baik-baik saja.” ujarku meyakinnya.

“Janji ya tungguin aku selama operasi, aku mau kamu jadi orang pertama yang aku lihat saat aku membuka mata nanti.” ujarnya.

“Iya janji.”

“Mana jari kelingkingnya.” pintanya.

Aku menurutinya dan mengaitkan jari kelingkingku dengan jari kelingkingnya.

Dokter dan suster bergegas mendorong tempat tidur Nita menuju ruang operasi. Sekilas dokter menoleh ke arahku dan mengangguk mengisyaratkan bahwa aku pun harus segera bersiap-siap.

“Bun, doain Bram ya.” ucapku dan dijawab dengan anggukan oleh Bunda.

Dengan yakin aku melangkahkan kakiku menuju ruang operasi. “Ya Tuhan, berikanlah Nita kesembuhan.”

●°●°●​

Nita

Hal pertama yang aku ingat saat pertama kali membuka mata adalah Bram. Aku melihat sekeliling untuk mencari keberadaannya namun aku tak menemukannya.

“Ma, di mana Bram?” tanyaku pada Mama.

“Bagaimana perasaannya? Jangan banyak gerak dulu.” kata dokter yang sedang memeriksa keadaanku ditemani seorang suster yang sedang mengecek infusku.

“Bram di mana?” tanyaku lagi.

“Bram lagi ada urusan penting, sayang.” ujar Mama sambil mengusap lembut kepalaku. “Sudah sekarang kamu istirahat, nggak usah mikir yang aneh-aneh. Kesehatan kamu yang terpenting sekarang.”

“Tapi Ma... Hiks... Hiks.... Bram sudah janji sama Nita.” isakku.

Aku merasa sangat sedih dan kecewa karena Bram sudah janji padaku ia akan ada saat aku membuka mata. Dan ia ingkar janji, Bram tidak memenuhi janjinya.

“Bu, ini resep yang harus segera ditebus, ini obat untuk mencegah penolakan donor ginjal.” ucap dokter kepada Mama.

“Mana resepnya biar aku yang keluar untuk nebus obat.” kata Ayah meminta resep tersebut dari Mama.

“Kondisi pasien saat masih lemah, harus banyak istirahat agar kondisi tubuhnya cepat pulih.” ucap dokter. “Kalau gitu saya permisi dulu, ada pasien lain yang harus saya periksa.”

“Baik Dok, terima kasih banyak.” sahut Mama.

“Ma, Bram di mana? Hiks... Hiks.. Nita pengen ketemu sama Bram.”

“Nanti Bram pasti kesini sayang, kan tadi Mama udah bilang Bram lagi ada urusan penting. Sekarang kamu istirahat ya!! Mama mau keluar sebentar, ada hal yang harus Mama bicarakan sama Ayah.” ujar Mama sembari berlalu meninggalkanku.

“Bram, kamu dimana? Hiks.. Hiks...”

Baru kali ini Bram tidak menepati janjinya padaku.

●°●°●​

Surabaya 20 juni 2019

“Sayang, hari ini kata dokter kamu sudah boleh pulang.” kata Mama memberitahu.

“Ma, Bram di mana?” tanyaku pada Mama. “Sudah seminggu lebih Bram tidak ada kabar, HP-nya juga tidak aktif dan setiap kali aku mencoba telpon Bunda untuk menanyakan kabar Bram, Bunda tidak pernah menjawabnya. Telponku tidak pernah diangkat sama Bunda, WA dan SMS pun tidak pernah Bunda balas.”

Mama menghela nafas panjang, lalu ujarnya, “Sepertinya Mama memang harus memberitahu kamu yang sebenarnya, sayang.”

“Emangnya ada apa, Ma?” tanyaku, terlihat wajah Mama sangat cemas.

“Hiks.. hiks...” Mama malah menangis.

“Ma?”

“Hiks.. Dengerin mama, sayang, sebenarnya.. sebenarnya Bram-lah yang mendonorkan ginjalnya untukmu, dan sekarang Bram dalam keadaan koma pasca operasi.”

Aku sangat terkejut mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Mama.

Tes

Tes

“Hiks....Hiks....” air mataku langsung tumpah membanjiri pipiku, tangisanku lebih keras daripada tangis Mama.

“Braaam... kamu jahaaaat. Huaaa...” aku menangis dalam pelukan Mama.

“Sudah, sayang, kamu tenang yah.” Mama menenangkanku.

“Ma, sekarang Bram di mana? Nita kepingin lihat Bram. Hiks... Hiks...” pintaku parau.

“Iya sayang.” jawab Mama.

●°●°●​

Air mataku kembali mengalir deras. Dadaku terasa sesak melihat Bram terbaring koma dengan beberapa alat medis yang terpasang di tubuhnya.

“Bram, bangun.. Hiks... Hiks....” isakku.

Aku mengecup keningnya. “Sayank, aku ada disini. Hiks... Hiks...”

“Bram, please bangun...” isakku sembari menggenggam tangannya dengan erat.

“Maafkan aku, harusnya aku yang ada di sini.” ujarku sembari memeluk tubuhnya dan menangis sejadi-jadinya.

“Bram, bangun... Hiks... Hiks...” ratapku.

“Bukankah kamu sudah janji untuk selalu bersamaku!! Kamu jahat Bram...! Kamu jahat banget, sama aku..” ratapku dalam isak tangisku.

“Sayang, kamu tenang yah, kasian Bramnya kalau kamu guncang-guncang seperti itu.” Mama menenangkanku, sedangkan Bunda mengusapi rambutku sambil menangis.

Aku tak menghiraukan Mama dan Bunda yang terus menghiburku, inginku saat ini hanyalah Bram. Aku ingin Bram bangun, aku ingin ia selalu ada bersamaku.

Aku terus menangis sambil memeluk tubuhnya yang lemah. Aku sangat sedih. Aku sungguh tidak menyangka bahwa Bram akan melakukan hal ini, ia mendonorkan ginjalnya untukku. Untuk apa aku hidup dengan sehat kalau akhirnya aku harus kehilangan dia. Dasar pria bodoh. Hiiiks...!!

“Sayank, bangun.. hiiiks.. aku mohon, bangun sayaang.” aku terus terisak.

“Pokoknya aku akan terus di sini sampai kamu bangun. Hiiiks.. kamu telah ingkar janji, kamu gak ada waktu aku sadar setelah operasi. Sekarang aku janji padamu, aku akan menjadi orang pertama yang kamu lihat saat kamu membuka mata.” aku terus ngomong sendiri, tanpa peduli pada Mama dan Bunda yang menangis di samping kiri dan kananku.

Ratap sedihku membuat aku tidak terlalu menyadari pergerakan dan bahasa tubuh Bram. Aku terus saja memeluk dadanya sambil menangis.

“Bram..?” ujar Mama dan Bunda bersamaan, tapi kupikir karena mereka sedang bersedih.

Aku baru sadar ketika ada yang menyentuh rambutku, aku tercekat, dan dengan cepat mengangkat kepala.

“Sayang?!! Hiiiks... kamu udah sadar, sayank?” aku menghapus air mataku dengan cepat ketika melihat Bram sedang mengerjap seperti silau.

“Hmmm... uuuh...” Bram mengeluh seperti menahan rasa sakit.

“Sayang, ini aku..” aku langsung mendekatkan wajahku. Aku tersenyum dalam kucuran air mataku. Bahagia, sedih dan haru bercampur menjadi satu.

“Sayank, kenapa kok nangis?” terdengar lirih suara Bram di sela-sela tangisanku.

“Bram, kamu benar-benar sudah sadar?” seruku dengan sangat bahagia. “Terima kasih Tuhan...” ucapku penuh syukur dan mendekap tubuhnya dengan sangat erat.

“Aku masih ganteng, kan Nit?”

“Braaaam..!!! Baru siuman aja langsung narsis!!”


THE END
 
Terakhir diubah:

EPILOG


Surabaya 28 Desember 2019

“Sana ih.... Bram sanaah...” serunya kembali sembari menendang pantatku dan mendorong tubuhku.

Gedebuk!!

Tubuhku menggelundung dan terjatuh dari atas tempat tidur.

“Ya Allah...” ucapku kesakitan sambil mengusapi bokongku yang menimpa lantai. “Kenap lagi sih yank? Aku salah apa?”

“Sana tidur di luar aku gak mau tidur sama kamu.”

Karena sudah sangat mengantuk akhirnya aku menurutinya dan tidur di sofa ruang tamu.

●°●°●​

Surabaya 29 Desember 2019

Saat sedang enak-enaknya makan tiba-tiba ia mengambil piringku secara tiba-tiba. “Siapa yang suruh makan?”

“Lah?? Aku laper yank, ya makan lah. Masak makan harus nunggu disuruh dulu?”

“Nggak boleh, kamu nggak boleh makan! Badanmu udah gendut kamu harus diet.” Ujarnya sembari berlalu membawa piring makananku.

Astaga tuh anak kenapa lagi sih? Lama-lama tak makan juga ini meja makannya.


●°●°●​


Surabaya 30 Desember 2019

“Bram kamu belum mandi ya?”

“Sudah sayank, kan kamu tau sendiri aku barusan mandi.”

“Sana mandi lagi badanmu baunya nggak enak.”

“Ihhh... Sana mandi lagi.”

Haisssss........

●°●°●​

Surabaya 31 Desember 2019

“Bunda, Bram kangen..” seruku berlari ke arah Bunda dan memeluknya.

“Uuuhhh... Manjanya anak Bunda. Istrimu mana sayang?” tanya Bunda.

“Dirumah Bun, Bram kesini sendiri karena kangen sama Bunda.” ujarku.

“Loh emang kenapa kok nggak di ajak? Kan Bunda juga kangen sama menantu Bunda.”

“Bunda lebih kangen sama menantunya nih daripada sama anaknya sendiri?”

“Kan menantu Bunda juga anak Bunda..”

“Bunda masak apa? Bram laper.”

“Emang di rumah istrimu nggak masak? Kamu kenapa, lagi berantem ya kalian?”

“Auk, hobinya marah-marah mulu semenjak pulang dari Bali, kesambet penunggu pura kayaknya.”

“Huss... ngawur ngomongnya. Emang kenapa?” tanya bunda lagi. “Kamu pasti sering bikin salah makanya istrimu marah-marah terus.”

“Kagak Bun, Bram malah nggak tau salahnya Bram di mana? Setiap kali deket Bram bawaannya marah-marah mulu.” ujarku.

“Hmmm... Kan nggak mungkin orang marah tanpa sebab.”

“Beneran Bun, Bram juga heran kenapa akhir-akhir ia selalu marah-marah kalau deket Bram. Apapun yang Bram lakuin selalu salah.”

“Hamil kali..” seru Bunda.

“Orang hamil itu muntah-muntah Bun, bukannya marah-marah.”

“Entar biar Bunda yang bicara sama istrimu.”

“Bunda laper..” rengekku.

“Iya, bentar ya Bunda siapin makanan.”

●°●°●​

Surabaya 1 januari 2020

Drrrrttttt...! Drrrrrttttt....! Drrrrrttttt...!

Terasa getaran handphone disaku celanaku, kulihat ternyata Bunda yang menelpon.

“Hallo, Assalamualaikum Bunda.” ucapku memberi salam di ujung telpon.

“Waalaikum salam, sayang.” jawab bunda di ujung telpon sana.

“Ada apa, Bun?” tanyaku sopan.

“Buruan pulang gih! Ini Bunda lagi dirumahmu, ada kejutan buat kamu.” Seru Bunda di ujung telpon sana.

“Iya Bun, Bram pulang sekarang. Assalamualaikum.”

“Waalaikum salam.” jawab Bunda dari ujung telpon sana.

Setelah mendapat telpon dari Bunda aku langsung bergegas untuk pulang.

Setelah berjam-jam berjibaku dengan kemacetan dan hiruk-pikuk kota Surabaya akhirnya aku sampai juga dirumah. Setelah memarkirkan mobil, dengan langkah gontai aku masuk kedalam rumah.

“Assalamualaikum...” ucapku memberi salam saat memasuki pintu rumah.

“Waalaikum salam...” Bunda menjawab salamku.

Aku menghampiri Bunda dan menyalim tangannya.

“Bunda ke rumah sama siapa?” tanyaku.

“Sendirian sayang, Papa masih di kantor.” jawab Bunda.

“Bunda kok sendirian di ruang tamu? Nita kemana Bun?” tanyaku pada Bunda.

“Nita lagi masak di dapur.” jawab Bunda.

“Oh ya, emang ada apa Bun kok minta Bram buru-buru pulang?”

“Istrimu hamil Nak, tadi Bunda dari rumah sakit sama Nita untuk periksa, dan hasilnya Nita positif hamil. Usia kandungannya sudah menginjak 3 minggu.” seru Bunda.

“Bunda serius?”

“Iya sayang, selamat ya sudah jadi bapak sekarang.”

Saking girangnya mendengar kabar kalau Nita hamil aku langsung berlari menuju dapur dan memeluknya.

Tak terasa air mataku menetes dari sudut mataku. “Terima kasih, ya Allah.” ucapku penuh syukur sembari mendekap tubuh Nita.

“Ihh... Apaan sih, sana....!! Aku nggak mau di peluk sama kamu.” Serunya sembari berusaha melepaskan pelukanku dan berlalu meninggalkanku.

“........”

Aku seperti orang bodoh dan menggarukku rambutku yang tidak gatal.

Saat akan ke ruang tamu untuk berbicara dengan Bunda perihal Nita. Aku melihat Nita sedang menangis di pelukan Bunda.

“Bunda, Nita gak mau lihat Bram.. Hiks.. Hiks... Nita benci banget sama Bram..” isaknya sambil memeluk Bunda.

“Haissss, emang kalau orang lagi hamil gini banget ya?” batinku.

Ya Tuhan berilah hamba kekuatan untuk sembilan bulan ke depan.





Sampai berjumpa lagi di lain waktu dan di lain kesempatan.
Saya mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan dan apresiasi kawan-kawan selama ini.

Enjoy dan semoga terhibur.

See you in another chapter of life

lKEEP CALM AND STAY COOL
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd