Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

The GODFATHER - original by Mario Puzo

Maaf jd agak lama,maklum ada aja kegiatan.padahal saya bukan orang kantoran.
Semoga sodara2 masih sabar menunggu.




:ampun:
 
BAB 22 a


Lucy Mancini, setahun sesudah kematian Sonny, masih sangat merindukannya, meratapi Sonny lebih sedih daripada kekasih mana pun dalam kisah cinta. Dan mimpinya bukan mimpi sambil lalu anak sekolahan, kerinduannya bukan kerinduan istri yang berbakti. Ia tidak merasa kehilangan "teman hidup", atau merindukan Sonny sebagai tokoh pelindung. Ia tidak memiliki kenang-kenangan berupa hadiah yang sentimental, atau pemujaan kekanak-kanakan terhadap senyumannya, kilau geli di mata Sonny sewaktu Lucy membisikkan rayuan atau lelucon. Tidak. Ia merasa kehilangan Sonny untuk alasan yang lebih penting, bahwa Sonny satu-satunya pria di dunia yang mampu membuat tubuhnya merasakan kenikmatan cinta. Dan, dalam usianya yang masih muda dan polos, ia tetap yakin Sonny satu-satunya pria yang mungkin bisa melakukan hal itu.

Sekarang, setahun kemudian, Lucy Mancini tengah berjemur di udara Nevada yang lembab. Di kakinya, seorang pemuda yang ramping dan berambut pirang tengah mempermainkan jemari kaki Lucy. Mereka berada di tepi kolam renang pada Minggu sore, dan walaupun banyak orang di sekeliling mereka, tangan pemuda itu merayap naik ke pahanya yang telanjang.

"Oh, Jules, berhenti," kata Lucy. "Kukira dokter sedikitnya tidak sekonyol pria-pria lain."

Jules tersenyum kepadanya. "Aku dokter Las Vegas." Ia menggelitik sisi dalam paha Lucy dan takjub betapa hal-hal kecil seperti itu sangat merangsang Lucy. Itu tampak pada wajah wanita itu walaupun ia berusaha menyembunyikannya. Ia benar-benar gadis yang primitif, sangat polos. Lalu mengapa aku belum juga berhasil menembusnya? pikir Jules. Ia harus mengetahui jawabannya dan tak mempedulikan omong kosong tentang cinta hilang yang tidak akan tergantikan. Yang ada di bawah tangannya adalah jaringan hidup, dan jaringan hidup memerlukan jaringan hidup lain.

Dr. Jules Segal memutuskan akan melakukan tindakan besar malam ini di apartemen yang ditinggalinya Ia ingin membuat Lucy datang kepadanya tanpa tipu muslihat apa pun. Tapi kalau memang tipu muslihat diperlukan, ia pria yang mahir dalam hal itu. Semua demi kepentingan ilmu pengetahuan, tentu saja. Dan di samping itu, gadis malang ini memang sangat memerlukannya.

"Jules, berhenti, tolong berhenti," kata Lucy. Suaranya bergetar.

Jules seketika menurut. "Oke, Sayang," katanya. Ia membaringkan kepala pada pangkuan Lucy dan menggunakan paha yang empuk sebagai bantal, lalu tidur. Ia senang ketika Lucy menggeliat, memancarkan panas dari perut bagian bawahnya dan ketika Lucy menyentuh kepalanya untuk mengelus rambutnya, Jules menangkap tangannya, pura-pura bermain-main tapi sesungguhnya merasakan denyut nadinya. Denyut nadinya sangat cepat. Ia akan menaklukkan Lucy malam ini dan mengungkap misteri, apa pun itu.

Dengan penuh keyakinan, Dr. Jules Segal terlelap. Lucy mengawasi orang-orang di sekeliling kolam renang. Ia tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah sedemikian rupa dalam waktu kurang dari dua tahun. Ia tidak pernah menyesali "ketololan" yang dilakukannya pada pesta perkawinan Connie Corleone. Itu peristiwa paling indah yang pernah dialaminya dan ia mengulanginya berkali-kali dalam mimpi. Dan ia mengingatnya lagi berulang kali bulan-bulan berikutnya. Sonny mengunjunginya seminggu sekali, kadang-kadang lebih, tidak pernah kurang. Hari-hari sebelum Lucy bertemu lagi dengan Sonny, tubuhnya tersiksa. Nafsu yang mereka rasakan terhadap satu sama lain adalah jenis yang paling dasar, tidak diencerkan puisi atau bentuk intelektualisme apa pun. Ini cinta dalam sifatnya yang paling kasar, cinta ragawi, cinta jaringan tubuh dengan jaringan tubuh lain. Kalau Sonny menelepon untuk mengatakan ia akan datang, Lucy menyediakan minuman keras juga makanan yang cukup banyak di apartemennya untuk makan malam dan makan pagi, karena biasanya Sonny baru pergi pagi berikutnya.

Sonny ingin menikmatinya sampai puas sebagaimana Lucy juga ingin menikmati Sonny sampai puas. Sonny mempunyai kunci sendiri dan ketika ia datang, di pintu Lucy langsung berlari ke rengkuhan lengannya yang kokoh. Mereka berdua begitu langsung dan brutal, primitif. Selama ciuman pertama mereka saling membukakan pakaian dan Sonny mengangkatnya ke udara, Lucy membelitkan kedua kakinya pada paha Sonny yang kekar. Mereka bercinta sambil berdiri di apartemen seakan harus mengulangi permainan cinta mereka yang pertama, lalu Sonny menggendongnya ke kamar tidur. Mereka berbaring di ranjang dan bercinta lagi.

Mereka hidup bersama di apartemen selama enam belas jam, telanjang bulat. Lucy memasak untuk Sonny, sangat banyak. Terkadang Sonny menerima telepon bisnis di sana, tapi Lucy tidak pernah mendengarkan pembicaraannya. Ia terlalu sibuk bermain-main dengan tubuh Sonny, membelainya, menciumnya, mengulumnya. Kadang kalau Sonny berdiri untuk mengambil minuman, Lucy tidak bisa menahan diri untuk mengulurkan tangan menyentuh tubuhnya yang telanjang, memegangnya, bercinta dengannya seakan bagian-bagian khusus tubuhnya itu mainan, mainan yang dibuat khusus, rumit namun polos, yang mengandung keasyikan-keasyikan yang sudah dikenalnya tapi tetap mengejutkan.

Mula-mula Lucy malu pada kelakuannya yang berlebihan, tapi segera melihat bahwa tindakannya menyenangkan kekasihnya, bahwa kepasrahan seksual total dirinya pada tubuh Sonny menyebabkan pria itu tersanjung. Dalam semua ini terdapat kepolosan hewani. Mereka bahagia bersama-sama.

Sewaktu ayah Sonny dihujani tembakan di jalan, Lucy memahami untuk pertama kalinya bahwa kekasihnya mungkin terancam bahaya. Sendirian dalam apartemennya, ia tidak menangis, ia meraung sekeras-kerasnya, raungan binatang. Sewaktu Sonny tidak datang menemuinya selama hampir tiga minggu, ia bergantung pada obat tidur, minuman keras, dan penderitaannya sendiri. Sakit yang dirasakannya adalah sakit fisik, seluruh tubuhnya terasa nyeri. Waktu akhirnya Sonny datang, nyaris sepanjang waktu ia memegangi tubuh pria tersebut. Sesudah itu Sonny datang minimal seminggu sekali hingga ia terbunuh.

Lucy mengetahui kematiannya dari berita di koran dan malam itu juga ia minum pil tidur dengan dosis berlebihan. Entah mengapa, bukannya membunuh, pil-pil itu menyebabkan ia kesakitan setengah mati hingga terhuyung-huyung ke lorong apartemen dan roboh di depan pintu lift, di mana ia ditemukan dan dibawa ke rumah sakit.

Hubungannya dengan Sonny tidak diketahui umum sehingga kasusnya hanya diberitakan sepanjang beberapa inci di tabloid.
Sewaktu ia dirawat di rumah sakit itulah Tom Hagen menjenguk dan menghiburnya. Tom Hagen juga yang mengusahakan pekerjaan baginya di Las Vegas, di hotel yang dikelola adik Sonny, Freddie. Tom Hagen juga mengatakan ia akan menerima tunjangan dari keluarga Corleone, bahwa Sonny telah mengatur bagiannya. Tom Hagen menanyakan apakah ia hamil, seakan itulah alasan ia overdosis, dan ia menjawab tidak. Tom bertanya apakah Sonny akan menemuinya pada malam yang sial itu atau meneleponnya untuk memberitahu akan datang, dan Lucy menjawab tidak, Sonny tidak menelepon. Bahwa Lucy selalu berada di rumah menunggu Sonny setelah selesai bekerja.

Dan Lucy berkata jujur pada Hagen. "Ia satu-satunya pria yang bisa kucintai," katanya. "Aku tidak bisa mencintai pria lain." Ia melihat Tom Hagen tersenyum tipis tapi juga tampak terkejut.

"Menurutmu itu tidak bisa dipercaya?" tanya Lucy. "Bukankah ia yang mengajakmu ke rumahnya sewaktu kau masih kanak-kanak?"

"Ia orang yang berbeda," kata Hagen. "Ia tumbuh menjadi orang yang berbeda."

"Bagiku tidak," kata Lucy. "Mungkin begitu bagi semua orang lain, tapi bagiku tidak." Ia masih terlalu lemah untuk menjelaskan bagaimana Sonny selalu bersikap lembut padanya. Sonny tidak pernah marah padanya, bahkan tidak pernah jengkel atau gelisah.

Hagen membereskan segala sesuatu menyangkut kepindahan Lucy ke Las Vegas. Apartemen sewaan sudah menunggu. Hagen sendiri yang mengantarnya ke bandara dan membuatnya berjanji kalau Lucy merasa kesepian atau ada yang tidak beres, ia harus menelepon Hagen dan Hagen akan berusaha menolongnya sebisa mungkin.

Sebelum naik ke pesawat, Lucy bertanya pada Hagen dengan ragu-ragu, "Apakah ayah Sonny mengetahui tindakanmu?"

Hagen tersenyum. "Aku bertindak atas namanya selain diriku sendiri. Ia orang yang kuno dalam hal-hal seperti ini dan tidak akan melakukan apa pun yang merugikan istri sah putranya. Tapi ia merasa kau hanyalah gadis muda dan Sonny seharusnya lebih bijak. Dan perbuatanmu meminum pil itu menyebabkan semua orang panik."

Hagen tidak menjelaskan betapa sulit bagi orang seperti Don untuk percaya ada orang yang mencoba bunuh diri.

Sekarang, sesudah hampir delapan belas bulan berada di Las Vegas, Lucy heran mendapati dirinya nyaris bahagia. Beberapa malam ia memimpikan Sonny dan berbaring dengan mata terbuka lebar sebelum fajar, melanjutkan mimpi dengan belaiannya sendiri hingga ia terlelap kembali. Sejak kejadian itu ia belum berhubungan dengan pria lain. Tapi kehidupan Las Vegas cocok baginya. Ia berenang di kolam renang hotel, berlayar di Danau Mead, dan bermobil di gurun pada hari libur. Lucy menjadi lebih kurus dan dengan begitu bentuk tubuhnya jadi lebih bagus. Ia masih montok, tapi lebih dengan gaya Amerika daripada gaya Italia lama. Ia bekerja di bagian humas hotel sebagai resepsionis dan tidak memiliki hubungan apa pun dengan Freddie, sekalipun kalau bertemu mereka selalu bercakap-cakap sebentar. Lucy terkejut melihat perubahan pada diri Freddie. Freddie menjadi penakluk wanita, berpakaian rapi, dan tampaknya memiliki bakat alam untuk mengelola resor perjudian. Ia mengendalikan bagian hotel, yang biasanya tidak dilakukan pemilik kasino. Karena musim panas yang panjang dan sangat panas, dan mungkin karena kehidupan seksualnya yang lebih aktif, Freddie juga jadi lebih kurus dan gaya pakaian Hollywood yang dikenakannya menyebabkan ia tampak hampir flamboyan dengan kesan berbahaya.

Sesudah enam bulan berlalu, Tom Hagen datang untuk melihat keadaan Lucy. Selama itu Lucy menerima cek enam ratus dolar sebulan, setiap bulan, sebagai tambahan gajinya. Hagen menjelaskan bahwa uang itu harus dikesankan berasal dari suatu tempat dan memintanya menandatangani surat pelimpahan wewenang hukum agar Hagen bisa menyalurkan uang dengan cara yang seharusnya. Ia juga mengatakan pada Lucy bahwa untuk formalitas ia akan terdaftar sebagai pemilik lima "poin" di hotel tempatnya bekerja. Ia harus menjalani semua formalitas hukum yang dituntut undang-undang Nevada, tapi segalanya akan dibereskan baginya dan kesulitannya akan ditekan hingga sekecil mungkin. Namun Lucy tidak boleh menceritakan pengaturan itu pada siapa pun tanpa persetujuan Hagen. Ia akan dilindungi secara hukum dalam segala hal dan pengiriman uang setiap bulannya akan dipastikan. Kalau pihak berwenang atau lembaga penegak hukum menanyainya, Lucy harus meminta mereka menghubungi pengacaranya dan ia tidak akan diganggu lagi.

Lucy setuju. Ia memahami apa yang terjadi tapi tidak keberatan terhadap cara ia dimanfaatkan. Rasanya itu imbalan yang masuk akal. Tapi saat Hagen memintanya membuka mata lebar-lebar mengawasi hotel, mengawasi Freddie dan bos Freddie, orang yang memiliki dan mengoperasikan hotel ini sebagai pemegang saham utama, ia berkata pada Hagen, "Oh, Tom, kau tidak ingin aku memata-matai Freddie, bukan?"

Hagen tersenyum. "Ayahnya mengkhawatirkan Freddie. Ia berhubungan erat dengan Moe Greene dan kami hanya ingin memastikan ia tidak mendapat kesulitan apa pun."

Hagen tidak bersusah payah menjelaskan kepada Lucy bahwa Don mendukung pembangunan hotel di gurun Las Vegas bukan hanya untuk membangun perlindungan bagi putranya, tapi juga untuk mendapatkan pijakan menuju operasi yang lebih besar.

Tidak lama sesudah pembicaraan ini, Dr. Jules Segal datang untuk bekerja sebagai dokter hotel. Ia sangat kurus, sangat tampan dan mempesona, serta tampak masih terlalu muda untuk menjadi dokter, setidaknya menurut Lucy. Lucy bertemu dengannya waktu di atas pergelangan tangannya tumbuh benjolan. Ia gelisah karenanya selama beberapa hari, lalu pada suatu pagi mengunjungi ruang praktik dokter hotel. Dua gadis pengiring penyanyi ada di ruang tunggu, asyik bergosip. Mereka memiliki kecantikan dan rambut pirang yang selalu menyebabkan Lucy iri. Mereka benar-benar secantik bidadari. Tapi salah seorang gadis berkata, "Aku bersumpah kalau diberi obat lagi aku akan berhenti berdansa."

***
 
BAB 22 b


Sewaktu Dr. Segal membuka pintu kamar praktik untuk meminta salah seorang gadis panggung masuk, Lucy tergoda pergi, dan pasti akan pergi kalau tidak ada hal lain yang lebih pribadi dan lebih serius.

Dr. Segal mengenakan celana panjang dan kemeja terbuka. Kacamata berbingkai tanduk membantu menaikkan nilainya dan sikapnya tenang terkendali, tapi kesan yang diberikannya tidak formal. Dan seperti orang-orang yang pada dasarnya kuno, Lucy tidak percaya pengobatan dan ketidakresmian bisa dipadukan.

Sewaktu akhirnya Lucy masuk ke ruang praktik, ada sesuatu yang meyakinkan dalam sikap Dr. Segal sehingga semua kecurigaannya lenyap. Dr. Segal nyaris tidak berbicara tapi ia tidak tergesa-gesa, semua dilakukannya dengan hati-hati. Lucy bertanya mengenai benjolan pada tangannya dan dengan sabar Dr. Segal menjelaskan benjolan itu hanya pertumbuhan jaringan biasa yang tidak ganas dan tidak perlu dikhawatirkan.

Dr. Segal mengambil buku kedokteran yang tebal dan berkata, "Ulurkan tanganmu."

Lucy memenuhi perintah itu.

Dr. Segal tersenyum kepadanya untuk pertama kali. "Aku tidak keberatan tidak dapat uang operasi," katanya. "Aku akan memukulnya dengan buku ini dan benjolan itu akan hilang. Mungkin benjolan itu bisa tumbuh lagi tapi kalau kusingkirkan dengan pembedahan, kau akan kehilangan uang serta harus memakai perban dan segala macam. Oke?"

Lucy tersenyum padanya. Entah kenapa Lucy percaya penuh padanya. "Oke," katanya.

Detik berikutnya ia menjerit sewaktu Dr. Segal memukulkan buku kedokteran yang berat itu ke tangannya. Benjolannya jadi rata, nyaris. "Sakit sekali, ya?" tanya Dokter.

"Tidak,'' jawab Lucy. Ia mengawasi dokter yang tengah mengisi kartu riwayat pengobatannya itu. "Sudah?"

Dr. Segal mengangguk, tidak memperhatikannya lagi. Lucy pergi.

Seminggu kemudian Dr. Segal melihat Lucy di kedai kopi dan duduk di sampingnya dekat meja panjang. "Bagaimana tanganmu?" tanyanya.

Lucy tersenyum padanya. "Baik," katanya. "Kau memang tidak biasa, tapi sangat andal."

Dr. Segal tersenyum padanya. "Kau tidak mengetahui betapa tidak biasanya aku. Dan aku tidak mengetahui sekaya apa dirimu. Majalah Sun Vegas baru saja menerbitkan daftar pemilik poin hotel dan Lucy Mancini menguasai sepuluh poin. Seharusnya aku bertambah kaya karena benjolan kecil itu."

Lucy tidak menjawab, tiba-tiba teringat pada peringatan Tom Hagen.

Dr. Segal tersenyum lagi. "Jangan khawatir, aku tahu yang sebenarnya, kau hanya salah satu boneka. Vegas penuh dengan boneka. Bagaimana kalau kau menonton salah satu pertunjukan denganku malam ini dan kutraktir kau makan malam? Aku bahkan akan membelikan keping rolet untukmu."

Lucy agak ragu-ragu. Dr. Segal mendesaknya. Akhirnya Lucy berkata, "Aku ingin datang tapi aku khawatir kau akan kecewa pada saat malam berakhir. Aku bukan gadis bebas seperti sebagian besar gadis di Vegas sini."

"Itu sebabnya aku mengajakmu," kata Jules gembira. "Aku ingin istirahat malam ini."

Lucy tersenyum padanya dan berkata agak sedih, "Sejelas itu?"

Jules menggeleng dan Lucy berkata, "Oke, kalau begitu kita makan malam, tapi aku akan membeli keping rolet sendiri."

Mereka pergi makan malam di restoran yang menyajikan pertunjukan dan Jules membuat Lucy tertawa terus dengan memberitahukan istilah medis untuk berbagai jenis paha dan payudara; tapi tidak dengan nada mengejek, semua dengan selera humor yang baik. Sesudah itu mereka bermain rolet bersama dan menang lebih dari dua ratus dolar. Lalu mereka bermobil ke Boulder Dam di bawah sinar bulan dan Dr. Segal berusaha mengajaknya bercinta. Tapi sewaktu Lucy menolak sesudah beberapa ciuman, Dr. Segal mengetahui Lucy bersungguh-sungguh dan menghentikan usahanya. Sekali lagi ia menerima kekalahan dengan lapang dada.

"Sudah kukatakan aku tidak mau," tegur Lucy dengan nada agak bersalah.

"Kau pasti merasa sangat terhina kalau aku tidak berusaha," kata Jules. Dan Lucy tertawa karena itu memang benar.

Beberapa bulan berikutnya mereka bersahabat akrab. Hubungan mereka bukan berdasarkan cinta karena mereka tidak pernah bercinta, Lucy tidak pernah memberinya peluang. Lucy mengetahui Jules bingung dengan penolakannya tapi tidak sakit hati seperti pria pada umumnya dan itu membuat Lucy semakin mempercayai dirinya. Lucy mengetahui di balik penampilan luarnya sebagai dokter ia pria yang suka bersenang-senang dan pantang mundur. Setiap akhir pekan Jules mengendarai mobil sport MG miliknya di balap mobil California. Kalau libur panjang, ia pergi ke pedalaman Meksiko, daerah yang benar-benar masih liar, katanya kepada Lucy, tempat orang asing dibunuh hanya untuk mendapatkan sepatunya dan kehidupan di sana seprimitif seribu tahun yang lalu. Secara tidak sengaja Lucy mengetahui Jules dulu dokter bedah dan memiliki hubungan dengan rumah sakit terkenal di New York.

Semua ini semakin membingungkan Lucy soal mengapa Jules menerima pekerjaan di hotel ini. Sewaktu ia menanyakannya, Jules menjawab, "Ceritakan rahasiamu padaku, akan kuceritakan rahasiaku."

Wajah Lucy memerah dan ia tidak melanjutkan masalah itu. Jules juga tidak mengejarnya dan hubungan mereka berlanjut, hubungan persahabatan yang hangat dan disukai Lucy lebih daripada yang disadarinya.

Sekarang, sewaktu duduk di tepi kolam renang dengan kepala Jules yang berambut pirang di pangkuannya, Lucy merasakan kasih sayang yang besar pada pria itu. Pangkal paha terasa sakit dan tanpa sadar jemarinya mengelus-elus leher Jules. Tampaknya Jules tidur dan tidak sadar, sementara Lucy bergairah hanya karena menyentuh pria itu.

Tiba-tiba Jules mengangkat kepala dari pangkuan Lucy dan berdiri. Ia memegang tangan Lucy dan membimbingnya melewati lapangan rumput ke jalan setapak dari semen. Lucy mengikutinya dengan patuh bahkan sewaktu Jules membimbingnya ke salah satu pondok yang merupakan tempat tinggal pribadinya. Setelah mereka berada di dalam, Jules membuat minuman dalam gelas-gelas besar untuk mereka berdua. Sesudah merasakan sinar matahari yang terik dan pikirannya sendiri yang dipenuhi gairah, minuman itu naik ke kepala Lucy dan menyebabkan ia pusing. Lalu Jules memeluknya, dan tubuh mereka yang telanjang, hanya mengenakan pakaian renang minim, saling menekan. Lucy menggumam, "Jangan," tapi tidak ada ketegasan dalam suaranya dan Jules tidak mempedulikannya.

Dengan cepat Jules menanggalkan bagian atas pakaian renang Lucy sehingga bisa membelai payudara Lucy yang besar, menciuminya, lalu membuka celana renang Lucy. Sambil melakukannya, Jules tidak berhenti menciumi tubuh, perut, dan bagian dalam pahanya. Jules menegakkan tubuh, melepas celana renangnya sendiri, dan memeluk Lucy, lalu, sambil berpelukan dalam keadaan telanjang, mereka berbaring di tempat tidur dan Lucy bisa merasakan Jules memasukinya, dan itu sudah cukup baginya. Hanya dengan sedikit sentuhan, ia mencapai klimaks, dan beberapa detik kemudian Lucy bisa mengetahui dari gerakan tubuh Jules bahwa pria itu keheranan. Lucy sangat malu, seperti sebelum mengenal Sonny. Tapi Jules mendorong tubuhnya ke tepi ranjang, mengatur kakinya, dan Lucy membiarkan ia mengendalikan tubuh dan tangan serta kakinya, lalu memasuki Lucy sekali lagi sambil menciuminya. Kali ini Lucy bisa merasakannya, tapi yang lebih penting lagi ia mengetahui ada yang dirasakan Jules dan pria itu mencapai klimaks.

Sesudah Jules berguling dari tubuhnya, Lucy bergelung di sudut ranjang dan mulai menangis. Ia begitu malu. Lalu ia heran mendengar Jules tertawa dan berkata, "Kau gadis Italia yang malang, jadi itu sebabnya kau menolakku selama berbulan-bulan ini? Dasar bodoh." Ia mengatakan "dasar bodoh" dengan keramahan penuh kasih sayang sehingga Lucy berbalik menghadapinya.

Jules memeluk tubuhnya yang telanjang, merapatkannya ke tubuhnya sendiri, dan berkata, "Kau gadis abad pertengahan, kau benar-benar gadis dari abad pertengahan." Tapi suaranya menenangkan, sementara Lucy terus menangis.

Jules menyulut sebatang rokok dan menyelipkannya ke mulut Lucy sehingga Lucy tercekik asap dan berhenti menangis.

"Sekarang dengarkan aku," kata Jules. "Kalau kau dibesarkan secara modern dengan kebudayaan keluarga abad kedua puluh, masalahmu pasti bisa dipecahkan bertahun-tahun yang lalu. Sekarang akan kukatakan apa masalahmu: masalahmu bukan tampang buruk, kulit yang jelek, atau mata sipit yang tidak bisa diatasi dengan operasi plastik. Masalahmu seperti kutil atau benjolan pada dagu, atau telinga yang salah bentuk. Jangan dipikirkan bahwa kau punya kotak besar yang tidak disukai pria mana pun karena tidak cukup menyentuh kejantanannya. Masalah yang kaumiliki ini adalah kelainan bentuk pada pelvis yang disebut para ahli bedah sebagai pelemahan dasar pelvis. Hal tersebut biasanya terjadi setelah melahirkan anak tapi mungkin juga karena struktur tulang. Itu merupakan kondisi biasa dan banyak wanita hidup sengsara karenanya padahal operasi sederhana bisa memperbaikinya. Beberapa wanita bahkan sampai bunuh diri. Tapi aku tidak pernah mengira kau punya kondisi itu karena tubuhmu demikian indah. Kupikir karena kondisi psikologis, sebab aku tahu riwayatmu, kau menceritakannya padaku begitu sering, kau dan Sonny. Tapi baiklah, kau akan kuperiksa secara menyeluruh dan aku bisa mengatakan dengan tepat berapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Sekarang pergilah mandi."

Lucy masuk kamar mandi dan menggunakan pancuran. Dengan sabar dan sambil menghadapi protes Lucy, Jules menyuruhnya berbaring di tempat tidur, dengan kaki mengangkang. Jules memiliki satu tas dokter lagi di apartemennya dan tas itu terbuka. Ia juga punya meja kaca di sisi tempat tidur yang berisi beberapa peralatan kedokteran lain.

Sekarang Jules serius sekali, memeriksanya, memasukkan jari, dan menggerakkannya ke sana kemari. Lucy mulai merasa terhina ketika Jules mencium pusarnya dan berkata, hampir seperti tak sadar, "Untuk pertama kalinya aku menikmati pekerjaanku." Kemudian ia membalik tubuh Lucy dan memasukkan satu jari ke rektumnya, meraba sekelilingnya, tapi tangannya yang satu lagi membelai leher Lucy dengan penuh kasih sayang. Setelah selesai, Jules menelentangkan tubuh Lucy kembali, mencium bibirnya dengan lembut, dan berkata, "Sayang, aku akan membentukmu jadi baru di bawah sana, kemudian aku akan mencobanya sendiri. Yang pertama akan merupakan pengujian medis, aku akan menuliskannya di kertas kerja untuk jurnal kedokteran resmi."

Jules melakukan semuanya dengan kasih sayang dan gembira. Begitu jelas bahwa ia menyayangi Lucy, sehingga Lucy bisa mengatasi rasa malu. Ia bahkan menurunkan sebuah buku kedokteran dari rak buku untuk memperlihatkan kasus seperti yang dialaminya dan prosedur medis untuk memperbaikinya. Lucy ternyata cukup tertarik.

"Tindakan ini untuk kesehatan juga," kata Jules. "Kalau kondisimu tidak diperbaiki, kau akan mendapat banyak masalah di kemudian hari. Struktur itu makin lama akan makin lemah kalau tidak diperbaiki dengan operasi. Sayang sekali orang-orang kuno menyebabkan banyak dokter keliru tidak bisa membuat diagnosis yang benar dan memperbaiki kondisinya, dan banyak wanita tidak mau terang-terangan mengemukakan keluhan tentang hal itu."

"Jangan bicarakan, tolong berhentilah membicarakannya," kata Lucy.

Jules bisa melihat Lucy masih sangat malu karena rahasianya, malu karena "cacatnya yang buruk". Walaupun menurut pikirannya yang berlatar belakang medis ini merupakan ketolololan besar, ia cukup sensitif untuk memahami perasaan Lucy. Ia juga jadi kembali berusaha membuat Lucy merasa lebih baik.

"Oke, sekarang aku sudah tahu rahasiamu dan aku akan menceritakan rahasiaku," kata Jules. "Kau selalu menanyakan padaku apa yang kulakukan di kota kecil ini, padahal aku salah satu ahli bedah paling muda dan cemerlang di Timur." Jules menyindir laporan beberapa surat kabar mengenai dirinya.

"Sebenarnya aku pendukung ******, yang sesungguhnya tidak terlalu buruk, seperti separo profesi medis, tapi aku ketahuan. Aku punya teman, dokter bernama Kennedy. Kami berpraktik bersama, ia benar-benar orang yang lurus, tapi ia mengatakan akan menolongku. Aku tahu Tom Hagen telah mengatakan kepadanya kalau ia memerlukan pertolongan menyangkut apa saja, Keluarga Corleone berutang budi padanya. Maka ia bicara dengan Hagen. Tahu-tahu tuduhan terhadap diriku dicabut, tapi Asosiasi Medis dan pihak berwenang Timur memasukkan namaku ke daftar hitam. Maka Keluarga Corleone memberiku pekerjaan ini di sini. Gadis-gadis panggung itu selalu mengalami "kecelakaan" dan menggugurkan kandungan mereka merupakan pekerjaan paling mudah di dunia kalau mereka segera datang padaku. Aku menguret mereka seperti kau membersihkan penggorengan. Freddie Corleone benar-benar momok bagi mereka. Menurut hitunganku saja, ia sudah menghamili lima belas gadis selama aku di sini. Dengan serius aku mempertimbangkan untuk mengajaknya bicara tentang seks seperti bapak dan anak. Terutama karena aku sudah tiga kali mengobati penyakit raja singanya dan sekali untuk sipilis. Freddie benar-benar penunggang kuda tanpa pelana."

Jules berhenti bicara. Ia sengaja membocorkan rahasia itu, yang tidak pernah dilakukannya, supaya Lucy tahu bahwa orang lain, termasuk seseorang yang dikenalnya dan agak ditakutinya seperti Freddie Corleone, juga punya rahasia yang memalukan.

"Anggaplah bagian itu sekeping plastik di dalam tubuhmu yang sudah kehilangan kelenturannya," kata Jules. "Dengan memotongnya sedikit, aku akan membuatnya lebih kencang, lebih elastis."

"Aku akan memikirkannya," kata Lucy, tapi ia yakin akan melakukannya, ia menaruh kepercayaan penuh pada Jules. "Berapa biaya yang diperlukan?"

Jules mengerutkan kening. "Di sini aku tidak punya fasilitas untuk pembedahan seperti itu dan aku bukan ahlinya. Tapi aku punya teman di Los Angeles yang paling jago di bidang itu dan punya fasilitas di rumah sakit terbaik. Bahkan dialah yang mengencangkan semua bintang film, setelah nyonya-nyonya itu mengetahui bahwa mengoperasi muka dan payudara mereka saja bukan jawaban yang cukup untuk membuat pria mencintai mereka. Ia berutang budi padaku, jadi ini tidak akan memerlukan biaya apa pun. Aku melakukan ****** untuknya. Dengar, kalau ini tidak melanggar etika, aku bisa menyebutkan padamu nama-nama ratu seks layar putih yang pernah menjalani operasi."

Lucy seketika tertarik "Ah, ayolah, katakan padaku," katanya. "Ayolah."

Ini akan menjadi bahan gosip yang menyenangkan dan salah satu kebaikan Jules adalah ia tidak pernah mengejeknya karena suka bergosip.

"Akan kuceritakan padamu kalau kau mau makan malam bersamaku dan tidur denganku," kata Jules. "Kita harus mengejar banyak ketertinggalan karena kebodohanmu."

Lucy merasakan kasih sayang yang sangat besar padanya karena begitu baik hati dan ia bisa mengatakan, "Kau tidak harus tidur denganku, kau tahu kau tidak akan menikmatinya karena kondisiku sekarang ini."

Jules tertawa terbahak-bahak. "Kau benar-benar bodoh. Apakah kau tidak pernah mendengar cara lain untuk bercinta, yang jauh lebih kuno, jauh lebih beradab? Apakah kau benar-benar sepolos itu?"

"Oh, itu," kata Lucy.

"Oh, itu," Jules menirukannya. "Gadis baik-baik tidak melakukannya, dan pria jantan tidak melakukannya. Bahkan pada tahun 1948. Nah, Sayang, aku bisa membawamu ke rumah seorang wanita tua di Las Vegas sini, germo paling muda di rumah bordil paling populer ketika daerah barat masih liar, tahun 1880, kurasa. Ia senang berbicara mengenai masa lalu. Kau tahu apa yang diceritakannya padaku? Bahwa para jago tembak, para koboi yang mahir main pistol dan jantan, selalu minta layanan 'Prancis' pada gadis-gadis, yaitu apa yang disebut fellatio dalam istilah kedokteran, dan kau menyebutnya 'oh, itu'. Kau pernah berpikir untuk melakukan 'oh, itu' dengan kekasihmu Sonny?"

Untuk pertama kalinya Lucy benar-benar mengejutkan Jules. Ia memperlihatkan pada Jules apa yang hanya bisa dianggap pria itu sebagai senyum Monalisa (pikiran ilmiahnya kontan bertanya, mungkinkah ini pemecahan misteri yang sudah berusia berabad-abad tersebut?) dan berkata pelan, "Aku melakukan segalanya dengan Sonny."

Itu pertama kalinya ia mengakui sesuatu seperti itu pada orang lain.

Dua minggu kemudian Jules Segal berdiri di ruang operasi rumah sakit Los Angeles dan mengamati sahabatnya Dr. Frederick Kellner melakukan operasi spesialnya.

Sebelum Lucy dibius, Jules membungkuk dan berbisik, "Aku sudah mengatakan padanya bahwa kau gadis istimewaku, jadi ia akan membuat dinding yang benar-benar kencang."

Tapi tablet yang tadi diminum Lucy membuatnya lemas dan ia tidak tertawa atau tersenyum. Gurauan Jules itu tidak menghilangkan kengeriannya terhadap operasi.

Dr. Kellner membuat sayatan dengan penuh keyakinan, seperti pemain biliar jagoan melakukan sodokan yang mudah. Teknik pembedahan untuk memperkuat dasar tulang panggul membutuhkan tercapainya dua hal. Otot panggul musculofibriuos harus diperpendek agar kekenduran bisa diatasi. Dan tentu saja mulut vagina, titik kelemahan dasar pelvis itu sendiri, harus ditarik ke depan, ditempatkan di bawah lengkungan pubis sehingga terbebas dari tekanan langsung di atasnya. Memperbaiki elastisitas tulang panggul disebut perineorrhaphy. Sedangkan menjahit dinding vagina disebut colporrhaphy.

Jules melihat Dr. Kellner sekarang bekerja dengan hati-hati, bahaya besar dalam pemotongan adalah kemungkinan mengiris terlalu dalam dan mengenai rektum. Sebenarnya ini tidak rumit, Jules sendiri sudah melihat semua hasil tes dan rontgen. Sebetulnya tidak ada yang bisa salah, tapi dalam pembedahan kemungkinan salah selalu ada.

Kellner menangani otot diafragma, menggunakan forcep T untuk menahan bibir vagina sehingga otot ani dan fasei yang membentuk dinding vagina terlihat jelas. Jari Kellner yang terbungkus sarung tangan mendorong ke samping jaringan penghubung yang kendur. Mata Jules terus mengawasi dinding vagina untuk melihat munculnya urat-urat darah, yang mengisyaratkan bahaya terlukanya rektum. Tapi Kellner sangat menguasai bidangnya. Ia membentuk dinding baru semudah tukang kayu memaku balok-balok dua kali empat.

Kellner sekarang merapikan kelebihan dinding vagina dengan menjahitnya, memastikan tidak terbentuk tonjolan yang mengganggu. Kellner mencoba memasukkan tiga jari ke mulut yang sudah dipersempit itu, kemudian dua jari. Ia hanya berhasil memasukkan dua jari, memasukkannya dalam-dalam, dan sesaat ia memandang Jules, matanya yang biru di atas masker operasi berkedip-kedip seakan menanyakan apakah lubang sebesar itu sudah cukup sempit. Lalu ia kembali sibuk menjahit.

Semuanya pun selesai. Mereka mendorong ranjang Lucy ke ruang pemulihan dan Jules berbicara dengan Dr. Kellner.

Kellner tampak gembira, pertanda terbaik bahwa segala sesuatunya berjalan lancar. "Sama sekali tidak rumit, my boy" katanya pada Jules. "Tidak ada yang tumbuh di sana, kasus yang sangat sederhana. Ia memiliki otot tubuh yang sangat bagus dan sekarang dalam kondisi puncak untuk kesenangan dan permainan. Aku iri padamu, my boy. Tentu saja kau harus menunggu beberapa waktu, tapi sesudah itu kujamin kau akan menyukai hasil karyaku."

Jules tertawa. "Kau benar-benar Pygmalion, Dokter. Sungguh, kau hebat sekali."

Dr. Kellner mendengus. "Itu semua permainan anak-anak, seperti ****** yang kaulakukan. Kalau saja masyarakat mau bersikap realistis, orang-orang seperti kau dan aku, yang benar-benar berbakat, bisa melakukan karya yang penting dan meninggalkan pekerjaan seperti ini untuk tukang jagal. Oh ya, aku akan mengirim seorang gadis padamu minggu depan, gadis yang manis sekali, tampaknya gadis seperti itu selalu mengalami 'kecelakaan'. Itu akan membuat kita impas untuk pekerjaan yang kulakukan hari ini."

Jules menjabat tangannya. "Terima kasih, Dokter. Datanglah ke tempatku kapan saja dan akan kuusahakan kau mendapat seluruh fasilitas hotel."

Kellner tersenyum masam padanya. "Aku berjudi tiap hari, aku tidak memerlukan roda rolet dan meja pokermu. Aku sudah terlalu sering berjudi dengan nasib. Kau hanya membuang-buang waktu di sana, Jules. Dua tahun lagi di sana, maka kau boleh melupakan operasi serius. Kemampuanmu akan menurun." Ia berbalik.

Jules mengetahui kata-kata itu tidak dimaksudkan sebagai teguran, hanya peringatan. Sekalipun begitu, perasaannya tersinggung juga.

Karena Lucy baru akan meninggalkan ruang pemulihan dua belas jam lagi, ia pergi ke kota untuk mabuk-mabukan. Sebagian penyebabnya adalah karena lega segala sesuatu soal Lucy berjalan lancar.

Keesokan paginya ketika mengunjungi Lucy di rumah sakit, Jules terkejut melihat dua pria berada di sisi tempat tidur Lucy dan bunga memenuhi kamarnya. Lucy duduk menyandar ke bantal, wajahnya berseri-seri. Jules heran karena Lucy sudah putus hubungan dengan keluarganya dan melarangnya memberitahu mereka kecuali kalau ada yang tidak beres. Tentu saja Freddie Corleone tahu ia masuk rumah sakit untuk operasi ringan. Itu perlu supaya mereka berdua bisa mendapat liburan, dan Freddie telah mengatakan pada Jules bahwa semua tagihan Lucy akan dibayar sepenuhnya oleh pihak hotel.

Lucy memperkenalkan mereka dan salah seorang di antara mereka langsung dikenali Jules. Johnny Fontane yang terkenal. Yang satu lagi pria Italia berbadan tinggi besar dan berotot bernama Nino Valenti. Mereka berdua berjabat tangan dengannya kemudian tidak memperhatikannya lagi. Mereka bergurau dengan Lucy, membicarakan lingkungan lama di New York, orang-orang dan peristiwa yang tidak ada hubungannya dengan Jules. Maka ia berkata pada Lucy, "Aku akan datang lagi nanti, aku harus menemui Dr. Kellner dulu."

Tapi Johnny Fontane mengarahkan pesonanya padanya. "Hai, Kawan, kami sendiri juga harus pergi, kautemani Lucy dulu. Jaga ia baik-baik, Dok."

Jules menyadari suara parau Johnny Fontane dan tiba-tiba teringat bahwa orang itu sudah lebih dari setahun tidak lagi menyanyi di depan umum, dan bahwa ia memperoleh Oscar untuk aktingnya. Mungkinkah suara orang itu berubah di usia setua ini dan surat kabar merahasiakannya, setiap orang merahasiakannya?

Jules menyukai gosip orang dalam dan terus mendengarkan suara Fontane dengan cermat untuk mendiagnosis kesulitannya. Mungkin hanya karena ketegangan biasa, atau terlalu banyak merokok dan minum minuman keras, atau bahkan terlalu banyak main perempuan. Suaranya bergetar buruk, dan ia tidak bisa lagi disebut penyanyi bersuara merdu.

"Kedengarannya kau seperti terserang flu," kata Jules pada Johnny Fontane.

Fontane berkata sopan, "Hanya sedikit tegang, aku mencoba menyanyi semalam. Kurasa aku hanya tidak bisa menerima kenyataan bahwa suaraku berubah, semakin tua, kau tahu." Ia nyengir tak acuh pada Jules.

Jules berkata sambil lalu, "Kau tidak memeriksakannya ke dokter? Mungkin itu bisa disembuhkan."

Fontane sekarang tidak begitu mempesona lagi. Ia lama menatap Jules dengan dingin. "Itu yang pertama kali kulakukan dua tahun yang lalu. Spesialis-spesialis terbaik. Dokterku sendiri, yang katanya paling top di California sini. Mereka menyuruhku banyak beristirahat. Tidak ada yang tak beres, hanya aku sudah semakin tua. Suara orang berubah kalau ia semakin tua."

Fontane tidak mengacuhkannya lagi sesudah itu, menujukan perhatian pada Lucy, mempesonanya sebagaimana ia mempesona semua wanita. Jules terus mendengarkan suaranya. Pasti ada yang tumbuh di pita suaranya. Tapi kenapa dokter spesialis tidak menemukannya? Apa yang tumbuh itu ganas dan tidak bisa dioperasi? Kalau begitu ada masalah lain.

Ia menyela Fontane dengan bertanya, "Kapan terakhir kali kau diperiksa dokter spesialis?"

Fontane tampak jengkel sekali tapi berusaha bersikap sopan demi Lucy. "Kira-kira delapan belas bulan yang lalu," katanya.

"Apa doktermu sendiri juga sesekali memeriksa?" tanya Jules.

"Tentu saja," jawab Johnny jengkel. "Ia memberiku obat semprot kodein dan memeriksaku. Ia mengatakan padaku itu hanya suara yang menua, karena minum, merokok, dan segala sesuatu lainnya. Mungkin kau lebih tahu daripada dirinya?"

Jules bertanya, "Siapa namanya?"

Fontane berkata dengan nada agak bangga, "Tucker, Dr. James Tucker. Bagaimana pendapatmu mengenai dirinya?"

Nama itu tidak asing lagi, dihubungkan dengan bintang-bintang film, wanita, dan sebuah pusat kesehatan yang mahal.

"Pakaiannya selalu rapi," kata Jules sambil tersenyum.

Fontane sekarang marah. "Menurutmu kau dokter yang lebih baik daripada dia?"

Jules tertawa. "Apa kau penyanyi yang lebih baik daripada Carmen Lombardo?" Ia terkejut waktu Nino Valenti tertawa, sampai membentur-benturkan kepala ke kursi. Leluconnya tidak selucu itu. Lalu di antara suara tawa terbahak-bahak itu ia mencium bau bourbon dan mengetahui bahwa sepagi ini pun Valenti, siapa pun dia, sudah setengah mabuk.

Fontane nyengir pada temannya. "Hei, kau seharusnya tertawa mendengar leluconku, bukan lelucon dia."

Sementara itu Lucy mengulurkan tangan kepada Jules dan menariknya ke samping ranjang.

"Ia tampak seperti gelandangan, tapi sebenarnya ia dokter bedah yang andal," Lucy memberitahu mereka. "Kalau ia mengatakan dirinya lebih baik daripada Dr. Tucker, ia lebih baik daripada Dr. Tucker. Dengarkan kata-katanya, Johnny."

Perawat datang dan memberitahu mereka bahwa mereka harus pergi. Dokter akan memeriksa Lucy dan memerlukan privasi. Jules geli melihat Lucy membuang muka sewaktu Johnny Fontane dan Nino Valenti menciumnya sehingga mereka hanya mengenai pipi, bukan bibirnya, tapi tampaknya mereka telah menduga hal itu.

Lucy membiarkan Jules mencium bibirnya dan berbisik, "Kembalilah nanti malam ya?"

Jules mengangguk.

Di luar, sesudah mereka tiba di koridor, Valenti bertanya pada Jules, "Untuk apa operasi itu? Apa kasusnya gawat?"

Jules menggeleng. "Hanya sedikit kelainan pada organ kewanitaannya. Cuma operasi rutin, percayalah. Aku lebih berkepentingan daripada kalian, aku berharap akan menikahi gadis itu."

Mereka memandangnya dengan tatapan menilai dan Jules bertanya, "Bagaimana kalian bisa mengetahui ia masuk rumah sakit?"

"Freddie menelepon kami dan meminta kami mengunjunginya," kata Fontane. "Kami semua dibesarkan dalam lingkungan yang sama. Lucy menjadi pengiring pengantin sewaktu adik perempuan Freddie menikah."

"Oh," kata Jules. Ia tidak memberitahu mereka bahwa ia tahu segalanya, mungkin karena mereka begitu ingin melindungi Lucy dan hubungannya dengan Sonny.

Sementara mereka menyusuri koridor, Jules berkata pada Fontane, "Aku punya hak istimewa sebagai dokter tamu di sini, bagaimana kalau kuperiksa tenggorokanmu?"

Fontane menggeleng. "Aku terburu-buru."

Nino Valenti berkata, "Tenggorokannya bernilai sejuta dolar, ia tidak mengizinkan dokter murah memeriksanya."

Jules melihat Valenti tersenyum padanya, jelas sekali Valenti berpihak padanya.

Jules berkata riang, "Aku bukan dokter murah. Aku dokter bedah muda dan ahli diagnostik yang paling cemerlang di Pantai Timur sampai mereka menjatuhkanku karena perkara ******."

Sebagaimana yang sudah diduga Jules, ucapannya itu menyebabkan mereka memandangnya dengan serius. Dengan mengakui kejahatannya, ia membuat pengakuannya tentang tingginya kompetensinya lebih meyakinkan. Valenti yang pulih terlebih dulu. "Kalau Johnny tidak bisa menggunakan keahlianmu, aku punya teman wanita yang perlu kauperiksa, sekalipun bukan tenggorokannya."

Fontane bertanya gelisah, "Berapa lama waktu yang kaubutuhkan?"

"Sepuluh menit," jawab Jules. Ia bohong, tapi ia memang tidak keberatan membohongi orang. Bicara jujur dan pengobatan tidak seiring, kecuali dalam keadaan darurat. Itu pun kadang-kadang.

"Oke," kata Fontane. Suaranya lebih kasar, lebih serak, karena ketakutan.

Jules merekrut seorang perawat dan meminjam ruang konsultasi. Ruangan itu tidak memiliki semua perlengkapan yang diperlukan, tapi sudah mencukupi. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit ia mengetahui ada jaringan tumbuh pada pita suara Johnny Fontane, mudah. Tucker, dokter bajingan tak kompeten dari Hollywood itu, seharusnya bisa menemukannya. Ya Tuhan, mungkin orang itu bahkan tak memiliki izin praktik, atau kalau memang memilikinya, mungkin sudah dicabut.

Jules sekarang tidak memperhatikan kedua orang itu lagi. Ia mengangkat telepon dan minta spesialis THT rumah sakit agar datang menemuinya. Lalu ia berbalik dan berkata pada Nino Valenti, "Kurasa kau akan menunggu lama, sebaiknya kau pergi saja."

Fontane memandangnya dengan tatapan tidak percaya. "Keparat, kaupikir kau bisa menahanku di sini? Menurutmu kau bisa mengobrak-abrik tenggorokanku?"

Jules, dengan perasaan gembira yang melebihi dugaannya, berkata terus terang padanya, "Kau boleh berbuat sesukamu," katanya. "Ada semacam jaringan tumbuh di pita suaramu, di larynx. Kalau kau tinggal di sini beberapa jam lagi, kita bisa menentukan apakah jaringan itu ganas atau tidak. Kita bisa menentukan kau membutuhkan pembedahan atau perawatan. Aku bisa mengungkapkan semuanya padamu. Aku bisa memberimu nama spesialis paling top di Amerika dan kau bisa mendatangkannya malam ini dengan pesawat terbang, berkat uangmu, kalau kurasa perlu. Tapi kau juga bisa meninggalkan tempat ini dan menemui temanmu si dokter gadungan itu atau berkeringat dingin sementara kau mempertimbangkan menemui dokter lain, atau direferensikan kepada seseorang yang tidak andal. Jadi kalau jaringan tumbuh itu ganas dan cukup besar, mereka akan memotong seluruh larynx dan kau bakal mati. Atau kau akan gelisah selamanya. Tinggallah di sini bersamaku dan kita bisa membereskan masalah ini dalam waktu beberapa jam. Ada acara lain yang lebih penting bagimu?"

Valenti berkata, "Kita tinggal di sini dulu saja, Johnny, persetan dengan yang lain. Aku akan ke ujung koridor dan menelepon studio. Aku bahkan tidak akan mengatakan apa pun pada mereka, hanya bahwa kita tertahan di sini, dan sesudah itu aku akan kembali kemari untuk menemanimu."

Ternyata sore itu menjadi malam yang panjang, tapi ada hasilnya. Diagnosis ahli THT sangat kuat sejauh yang bisa dilihat Jules sesudah rontgen dan analisis sapuan. Ketika dalam proses pemeriksaan, Johnny Fontane, mulutnya penuh iodin, muntah di atas gulungan perban yang dijejalkan ke mulutnya, meminta pemeriksaan dihentikan. Nino Valenti memegang bahunya dan mendorongnya kembali ke kursi.

Setelah pemeriksaan selesai, Jules tersenyum pada Fontane dan berkata, "Kutil."

Fontane tidak mengerti.

Jules mengatakannya lagi. "Hanya kutil. Kita bisa memotongnya dengan mudah. Beberapa bulan lagi kau akan sembuh total."

Valenti berteriak tapi Fontane masih mengernyit. "Bagaimana kalau nanti aku menyanyi lagi, bagaimana pengaruhnya pada suaraku?"

Jules mengangkat bahu. "Tidak ada jaminan. Tapi karena sekarang pun kau tidak bisa menyanyi, apa bedanya?"

Fontane memandangnya jengkel. "Nak, kau tidak mengetahui apa yang kaubicarakan. Kau bersikap seakan-akan memberiku kabar baik, padahal yang kaukatakan padaku adalah aku mungkin tidak bisa menyanyi lagi. Benarkah itu, mungkinkah aku tidak bisa menyanyi lagi?"

Akhirnya Jules jengkel. Ia melakukan operasi seperti layaknya dokter dan ia senang melakukannya. Ia ingin menolong keparat ini tapi si keparat malah bersikap seakan ia melakukan kejahatan. Jules berkata dingin, "Dengar, Mr. Fontane, aku dokter medis dan kau bisa memanggilku Dokter, bukan Nak. Dan aku sudah memberimu kabar yang baik sekali. Waktu membawamu kemari, aku yakin ada jaringan tumbuh yang ganas dalam larynx-mu yang menyebabkan seluruh pita suaramu harus dipotong. Atau jaringan tumbuh itu bisa membunuhmu. Aku sempat khawatir harus memberitahumu bahwa kau akan mati. Dan aku senang sekali sewaktu bisa mengatakan 'kutil'. Sebab nyanyianmu memberiku begitu banyak kesenangan, membantuku merayu gadis-gadis sewaktu aku masih muda, dan kau benar-benar seniman. Tapi kau juga pria yang sangat manja. Apa karena kau Johnny Fontane maka kau tidak bisa kena kanker? Atau tumor otak yang tidak bisa dioperasi? Atau gangguan jantung? Apa menurutmu kau tidak bisa mati? Well, hidup ini bukan hanya terdiri atas musik yang merdu di telinga. Kalau kau ingin melihat masalah yang sesungguhnya, susuri rumah sakit ini, kau pasti bakal menyanyikan lagu cinta mengenai kutil. Jadi hentikan semua omong kosong ini dan laksanakan saja apa yang harus kaulakukan. Dokter sahabatmu yang hebat itu bisa mendapatkan ahli bedah yang baik, tapi kalau ia mencoba memasukkanmu ke ruang operasi, kusarankan kau melaporkannya pada polisi karena melakukan percobaan pembunuhan."

Jules mulai melangkah ke luar ruangan sewaktu Valenti berkata, "Bagus, Dok, biar tahu rasa dia."

Jules berbalik dan berkata, "Kau selalu mabuk sebelum tengah hari?"

Valenti berkata, "Tentu," dan tersenyum padanya begitu riang sehingga Jules berkata lebih lembut daripada yang diinginkannya, "kau harus tahu kau akan mati lima tahun lagi kalau mempertahankan kebiasaanmu itu."

Valenti menghampiri Jules dengan langkah-langkah seperti orang menari. Ia memeluk Jules, napasnya berbau minuman keras. Ia tertawa sangat keras. "Lima tahun?" tanyanya sambil terus tertawa. "Apakah akan selama itu?"

Sebulan sesudah operasi, Lucy Mancini duduk di tepi kolam renang hotel Vegas, satu tangan memegang gelas koktail, dan tangan lainnya mengelus-elus kepala Jules di pangkuannya.

"Kau tidak harus membangkitkan keberanianmu," kata Jules dengan nada menggoda. "Aku sudah menyiapkan sampanye yang menunggu kita di kamar."

"Kau yakin tidak apa-apa secepat ini?" tanya Lucy.

"Aku dokter," kata Jules. "Malam ini akan menjadi malam yang istimewa. Apa kau menyadari bahwa aku akan menjadi dokter bedah pertama sepanjang sejarah kedokteran yang pertama kali mencoba hasil operasi medisnya? Kau tahu, Sebelum dan Sesudah. Aku akan senang sekali menulisnya untuk jurnal. Kita lihat, 'walau Sebelum sangat menyenangkan karena alasan psikologis dan karena kelihaian sang dokter bedah-instruktur, koitus pascaoperasi sangat memuaskan betul-betul hanya karena alasan neurologis'..." -ia terdiam karena Lucy menjambak rambutnya begitu kuat sehingga ia berteriak kesakitan.

Lucy tersenyum padanya, "Kalau kau tidak puas malam ini, aku bisa mengatakan itu salahmu," katanya.

"Aku memberi garansi untuk karyaku. Aku yang merencanakan meskipun Dr. Kellner yang melakukan pekerjaan kasarnya," kata Jules. "Sekarang mari kita beristirahat, kita menghadapi malam panjang untuk melakukan riset."

Ketika mereka naik ke suite -mereka sekarang hidup bersama- Lucy mendapati ada kejutan yang menunggunya, makan malam yang mewah, dan di samping gelas sampanye ada kotak berisi cincin pertunangan dengan berlian yang sangat besar.

"Itu untuk menunjukkan padamu sebesar apa keyakinanku terhadap pekerjaanku," kata Jules. "Sekarang kita lihat apa kau layak mendapatkannya."

Jules sangat lemah lembut, begitu berhati-hati dengannya. Mula-mula Lucy agak takut, tersentak menjauhi sentuhan Jules. Tapi setelah ia merasa tenang, tubuhnya merasakan gairah yang belum pernah dirasakannya.

Sesudah mereka melalui yang pertama, Jules berbisik, "Hasil kerjaku bagus," dan Lucy membalas, "Oh, ya, benar; ya, benar."

Dan mereka berdua tertawa bersama sambil mulai bercinta lagi.

***
 
●● BUKU ENAM ●●

BAB 23 A


Sesudah lima bulan diasingkan di Sisilia, Michael Codeone akhirnya memahami sifat ayahnya dan takdirnya sendiri. Ia bisa memahami orang-orang seperti Luca Brasi, Caporegime Clemenza yang tak kenal belas kasihan, kepasrahan dan penerimaan ibunya terhadap perannya sebagai ibu. Sebab di Sisilia ia bisa melihat akan menjadi apa mereka seandainya memilih tidak berjuang melawan nasib. Ia memahami kenapa Don selalu mengatakan bahwa "Setiap orang hanya memiliki satu takdir." Ia jadi memahami kebencian terhadap pihak berwenang dan pemerintah yang sah, kebencian pada setiap orang yang melanggar omerta, hukum tutup mulut.

Dengan mengenakan pakaian usang dan topi, Michael dipindah dari kapal yang merapat di Palermo ke pedalaman Pulau Sisilia, ke jantung provinsi yang dikuasai Mafia, di mana capo-mafioso setempat sangat berutang budi pada ayahnya karena suatu kebaikan di masa lalu. Di provinsi itulah kota Corleone berada, yang namanya dipakai Don sewaktu berimigrasi ke Amerika bertahun-tahun yang lalu. Tapi di sana sudah tidak ada lagi kerabat Don yang masih hidup. Kaum wanitanya sudah meninggal karena usia tua. Semua pria tewas akibat vendetta atau beremigrasi juga, ke Amerika atau Brasilia, atau ke provinsi lain di Italia daratan. Ia baru mengetahui belakangan bahwa kota yang dilanda kemiskinan ini memiliki angka pembunuhan tertinggi di dunia.

Michael ditempatkan sebagai tamu di rumah paman bujangan sang capo-mafioso. Paman ini, yang umurnya sudah tujuh puluhan, juga dokter wilayah itu. Sang capomafioso adalah pria berumur hampir enam puluh tahun bernama Don Tommasino dan ia beroperasi sebagai gabbellotto untuk estate sangat luas milik salah satu keluarga paling terhormat di Sisilia. Gabbellotto, semacam mandor untuk mengawasi tanah milik orang kaya, juga memastikan agar orang miskin tidak berusaha merebut tanah yang tidak digarap, tidak berusaha mengganggu tanah itu dengan cara apa pun, dengan melakukan perburuan gelap di sana atau menanaminya untuk kepentingan sendiri. Singkatnya, gabbellotto adalah mafioso yang menerima sejumlah uang untuk melindungi tanah milik orang kaya supaya tidak direbut orang miskin, baik secara legal maupun ilegal. Kalau ada petani miskin mencoba menggunakan hukum yang mengizinkannya membeli tanah yang tidak digarap, gabbellotto menakut-nakutinya dengan ancaman penganiayaan atau kematian. Urusannya hanya sesederhana itu.

Don Tommasino juga mengontrol hak penguasaan air di wilayah itu dan memveto pembangunan bendungan di tempat tersebut oleh pemerintah Roma. Bendungan seperti itu akan membuyarkan bisnis menguntungkan menjual air dari sumur-sumur artesis yang dikontrolnya, membuat air jadi terlalu murah, merusak seluruh perekonomian air yang penting, yang dibangun dengan susah payah selama beratus-ratus tahun. Sekalipun begitu, Don Tommasino kepala Maha yang kuno dan tidak mau terlibat dalam peredaran narkotika atau pelacuran. Dalam hal ini Don Tommasino berselisih dengan para kepala Mafia generasi baru yang bermunculan di kota-kota besar seperti Palermo, orang-orang baru yang dipengaruhi gangster Amerika yang dideportasi ke Italia, yang tidak mengharamkan hal-hal tersebut.

Kepala Mafia ini pria yang sangat gemuk, "pria berperut", dalam pengertian sebenarnya maupun sekadar ungkapan yang artinya orang yang bisa menimbulkan ketakutan pada diri orang lain. Dalam perlindungannya, Michael tidak perlu takut pada apa pun, tapi masih dianggap perlu merahasiakan namanya sebagai pelarian. Karena itu gerak-gerik Michael dibatasi hanya dalam lingkungan estate yang dikelilingi dinding milik Dr. Taza, paman Don.

Dr. Taza jangkung untuk ukuran orang Sisilia, tingginya nyaris enam kaki, dengan pipi kemerahan dan rambut seputih salju. Walaupun sudah berusia tujuh puluhan, setiap minggu ia pergi ke Palermo untuk mengunjungi pelacur-pelacur muda kota itu, makin muda makin baik.

Kegemaran Dr. Taza lainnya adalah membaca. Ia membaca segala hal dan membicarakan apa yang dibacanya dengan teman-temannya yang sekota dengannya, dengan pasiennya para petani yang buta huruf, dengan penggembala, dan itu menyebabkan ia dianggap tolol. Apa perlunya buku bagi mereka?

Setiap sore Dr. Taza, Don Tommasino, dan Michael duduk-duduk di taman luas penuh patung marmer yang di pulau itu seperti tumbuh dari tanah dengan cara yang sama ajaibnya seperti anggur-anggur hitam yang memabukkan. Dr. Taza senang sekali menceritakan kisah Mafia dan aksi mereka selama berabad-abad, dan pada diri Michael Corleone ia mendapati pendengar yang terpesona. Ada saat-saat ketika Don Tommasino pun terhanyut oleh lembabnya udara, anggur yang memabukkan, keindahan dan kenyamanan taman yang sunyi, sehingga ia menceritakan kisah-kisah pengalamannya sendiri. Sang dokter merupakan legenda, dan Don realitanya.

Di taman antik itu, Michael Corleone mengetahui asal-usul ayahnya. Bahwa kata "Mafia" aslinya berarti tempat pengungsian. Kemudian kata itu menjadi nama organisasi rahasia yang muncul untuk berjuang melawan penguasa yang menghancurkan negeri ini dan penduduknya selama berabad-abad. Sisilia adalah tanah yang ditindas lebih kejam daripada negara mana pun dalam sejarah. Para penjajah menyiksa orang kaya maupun miskin. Para tuan tanah dan penguasa Gereja Katolik berkuasa mudak atas penggembala dan petani. Polisi menjadi alat kekuasaan mereka dan dengan begitu disamakan dengan mereka. Karena itu, disebut polisi merupakan penghinaan paling buruk yang bisa dilontarkan orang Sisilia terhadap sesamanya.

Menghadapi kebiadaban kekuasaan mudak ini, rakyat yang menderita belajar untuk tidak menunjukkan kemarahan dan kebencian karena takut dihancurkan. Mereka belajar untuk tidak menjadikan diri mereka lemah dengan mengucapkan ancaman apa pun, karena memberi peringatan seperti itu memastikan pembalasan yang cepat. Mereka belajar bahwa masyarakat adalah musuh mereka dan dengan begitu kalau ingin mencari keadilan, mereka pergi ke dunia bawah tanah pemberontak, Mafia. Dan Mafia memastikan kekuasaannya dengan menciptakan hukum tutup mulut, omerta. Di pedalaman Sisilia, orang asing yang menanyakan arah menuju kota terdekat tidak akan mendapat jawaban. Dan kejahatan terbesar yang bisa dilakukan anggota Mafia adalah memberitahu polisi nama orang yang menembak atau melukai dirinya. Omerta menjadi agama rakyat banyak. Wanita yang suaminya dibunuh tidak akan memberitahu polisi nama pembunuh suaminya, bahkan juga pembunuh anaknya, pemerkosa putrinya.

Keadilan tidak pernah datang dari penguasa, dan dengan begitu rakyat selalu menemui Mafia yang bagai Robin Hood. Hingga batas tertentu Mafia masih menjalankan peran ini. Orang menemui capo-mafioso setempat untuk meminta bantuan dalam setiap keadaan darurat. Ia pekerja sosial mereka, kapten distrik mereka yang selalu siap dengan keranjang makanan atau pekerjaan, pelindung mereka.

Tapi apa yang tidak ditambahkan Dr. Taza, apa yang diketahui Michael sendiri pada bulan-bulan berikutnya, adalah Mafia di Sisilia telah menjadi kaki-tangan ilegal orang kaya, bahkan polisi rahasia bagi struktur hukum maupun politik. Mafia telah menjadi struktur kapitalis yang bobrok, antikomunis, antiliberal, memungut pajak sendiri atas setiap bentuk bisnis, tidak peduli sekecil apa pun.

Michael Corleone memahami untuk pertama kalinya kenapa orang-orang seperti ayahnya lebih suka menjadi pencuri dan pembunuh daripada menjadi anggota masyarakat yang legal. Kemiskinan, ketakutan, dan kemerosotan terlalu buruk untuk bisa diterima orang yang memiliki semangat. Dan di Amerika, beberapa orang Sisilia yang beremigrasi beranggapan di sana ada penguasa yang sama kejamnya.

Dr. Taza mengajak Michael ke Palermo dalam kunjungan mingguannya ke rumah bordil, tapi Michael menolak. Pelariannya ke Sisilia membuatnya tidak bisa mendapatkan perawatan medis yang seharusnya untuk merawat rahangnya yang patah dan sekarang ia membawa kenang-kenangan dari Kapten McCluskey di sisi kiri wajahnya. Tulang-belulangnya tersambung kembali tidak seperti seharusnya dan menyebabkan wajahnya miring, membuatnya tampak cacat kalau dipandang dari sisi itu.

Michael selama ini selalu menyombongkan wajahnya yang tampan dan cacatnya ini menyebabkan ia sangat gundah. Rasa nyeri yang datang dan pergi sama sekali tidak dipikirkannya. Dr. Taza memberinya pil penghilang rasa sakit. Dr. Taza menawarkan merawat wajahnya tapi Michael menolak. Ia sudah cukup lama di sana untuk mengetahui bahwa Dr. Taza adalah dokter yang paling buruk di Sisilia. Dr. Taza membaca segala hal kecuali literatur kedokteran, yang diakuinya sendiri tidak bisa dipahaminya. Ia lulus ujian sekolah kedokteran berkat jasa kepala Mafia paling berpengaruh di Sisilia, yang berkunjung ke Palermo khusus untuk berbicara dengan para dosen Taza mengenai nilai-nilai yang harus mereka berikan padanya. Ini juga memperlihatkan betapa Mafia di Sisilia merupakan kanker bagi masyarakat yang ditempatinya. Kepandaian tidak ada artinya. Bakat tidak ada artinya. Kerja tidak ada artinya. Profesimu sekadar merupakan hadiah dari Godfather Mafia.

Michael memiliki banyak waktu untuk memikirkan segala sesuatu. Siang hari ia berjalan-jalan di pedesaan, selalu ditemani dua penggembala yang bekerja di estate Don Tommasino. Penggembala di pulau itu sering direkrut sebagai pembunuh bayaran Mafia dan melakukan pekerjaan tersebut semata-mata agar mendapat uang untuk bertahan hidup. Michael memikirkan organisasi ayahnya. Kalau terus makmur, organisasi itu akan tumbuh menjadi apa yang ada di pulau ini, kanker yang akan merusak seluruh negara. Sisilia sudah menjadi pulau hantu, kaum prianya beremigrasi ke negara lain untuk bisa mencari nafkah, atau hanya untuk melarikan diri dari pembunuhan karena menikmati kebebasan politik dan ekonominya sendiri.

Dalam acara jalan-jalan yang berlangsung lama ini, hal yang paling menarik di mata Michael adalah keindahan luar biasa daerah ini; ia melalui kebun-kebun jeruk yang membentuk gua dalam dan teduh dengan air memancur keluar dari moncong ular batu yang diukir pada zaman sebelum Kristus lahir. Rumah-rumah dibangun seperti vila Romawi kuno, dengan pintu gerbang marmer besar dan ruangan-ruangan yang luas, dan kini menjadi puing-puing atau dihuni domba-domba yang tersesat. Di kaki langit, bukit-bukit telanjang memantulkan cahaya seperti tulang-tulang putih yang dagingnya sudah habis dipatuki burung dan menumpuk tinggi. Kebun dan ladang, dengan warna hijau kemilau, menghiasi pemandangan gurun seperti kalung zamrud gemerlapan. Dan terkadang ia berjalan-jalan begitu jauh sehingga tiba di kota Corleone, penduduknya yang delapan ribu jiwa tinggal di rumah-rumah yang memenuhi lereng gunung terdekat, dalam pondok-pondok reyot yang dibuat dari batu-batu cadas hitam yang digali dari gunung. Tahun lalu terjadi lebih dari enam puluh pembunuhan di Corleone dan rasanya kematian masih menghantui kota. Lebih jauh lagi, tampak hutan Ficuzza menyela pemandangan dataran rendah yang subur tapi membosankan itu.

Kedua penggembala pengawalnya selalu membawa lupara kalau mengikuti Michael berjalan-jalan. Senapan tabur Sisilia yang mematikan itu merupakan senjata yang paling disukai kalangan Mafia. Bahkan kepala polisi yang dikirim Mussolini untuk membersihkan Mafia dari Sisilia, sebagai langkah pertamanya, memerintahkan meruntuhkan semua dinding batu di Sisilia menjadi tidak lebih dari satu meter tingginya; hal itu dilakukan agar pembunuh bersenjata lupara tidak bisa menggunakan dinding batu sebagai tempat persembunyian untuk menyerang. Ini tidak terlalu berhasil dan menteri kepolisian memecahkan masalah dengan menangkapi setiap orang yang dicurigai sebagai mafioso dan mengirim mereka ke koloni-koloni kerja paksa.

Sesudah Pulau Sisilia dibebaskan tentara Sekutu pejabat pemerintah militer Amerika yakin bahwa setiap orang yang dipenjarakan rezim Fasis adalah orang demokrat dan banyak di antara mafiosi ini yang diangkat menjadi kepala desa atau penerjemah bagi pemerintah militer. Nasib baik ini memungkinkan Mafia bangkit kembali dan menjadi lebih kuat daripada sebelumnya.

Acara jalan-jalan yang lama, sebotol anggur keras di malam hari dengan seporsi besar pasta dan daging, membuat Michael bisa tidur. Ada buku-buku dalam bahasa Italia di perpustakaan Dr. Taza, dan sekalipun Michael berbicara dengan bahasa Italia sehari-hari dan belajar bahasa itu di perguruan tinggi, membaca buku-buku tersebut membutuhkan banyak waktu dan usaha. Bicaranya menjadi nyaris tanpa aksen, dan walaupun ia tidak bisa dibilang mirip penduduk asli distrik ini, orang akan mengira ia orang Italia asing dari ujung utara Italia yang berbatasan dengan Swiss dan Jerman.

Cacat pada sisi kiri wajahnya menyebabkan Michael tampak lebih mirip lagi dengan penduduk setempat. Itu merupakan cacat yang umum di Sisilia karena kurangnya fasilitas kesehatan. Luka kecil yang tidak bisa dipulihkan hanya karena tidak adanya uang. Banyak anak kecil, pria dewasa, menyandang cacat yang di Amerika bisa dipulihkan dengan operasi kecil atau perawatan medis yang maju.

Michael sering memikirkan Kay, memikirkan senyumnya, tubuhnya, dan hatinya selalu terusik karena meninggalkan kekasihnya begitu saja tanpa sepatah kata perpisahan. Anehnya, nuraninya tidak pernah terganggu oleh dua orang yang dibunuhnya; Sollozzo berusaha membunuh ayahnya, sedangkan Kapten McCluskey membuatnya cacat seumur hidup.

Dr. Taza selalu merecokinya mengenai operasi yang perlu dilakukan untuk memulihkan wajahnya yang cacat, terutama waktu Michael minta obat penghilang rasa sakit, rasa sakitnya
makin parah seiring berlalunya waktu, dan makin lama makin sering. Taza menjelaskan ada saraf wajah di bawah mata yang melebar ke seluruh jaringan saraf. Memang itulah titik yang paling disukai penyiksa Mafia, yang mencarinya di pipi korbannya dengan pemecah es berujung seruncing jarum. Saraf di wajah Michael terluka atau mungkin ada serpihan tulang yang menusuknya. Pembedahan ringan di rumah sakit Palermo akan menghilangkan rasa sakitnya selamanya.

Michael menolak. Sewaktu dokter itu menanyakan sebabnya, Michael tersenyum dan menjawab, "Ini kenang-kenangan dari rumah."

Dan ia benar-benar tidak keberatan dengan rasa sakit itu, yang lebih daripada sekadar nyeri, kepalanya terasa berdenyut-denyut, seperti mesin yang tersendat-sendat karena kurang oli.

Sesudah hampir tujuh bulan Michael menjalani kehidupan daerah pedalaman yang santai, barulah ia benar-benar bosan. Pada waktu itu Don Tommasino sangat sibuk dan jarang terlihat di vila. Ia menghadapi masalah dari "Mafia baru" yang timbul di Palermo, orang-orang muda yang menimbun kekayaan dari pembangunan pascaperang yang booming di kota itu. Dengan kekayaan tersebut mereka berusaha menggeser kedudukan kepala Mafia lama di daerah pedalaman, yang dengan kebencian mereka juluki Pete Kumis. Don Tommasino sibuk mempertahankan wilayahnya. Dan karena itu ia tidak pernah lagi menemani Michael dan Michael harus puas dengan cerita Dr. Taza, yang mulai diulang.

Pada suatu pagi Michael memutuskan berjalan-jalan jauh ke pegunungan di seberang kota Corleone. Tentu saja ia ditemani dua penggembala pengawalnya. Ini bukan perlindungan yang sesungguhnya dari musuh-musuh Keluarga Corleone. Tindakan ini diambil hanya karena terlalu berbahaya bagi siapa pun yang bukan penduduk asli untuk berkeliaran seorang diri. Bahkan penduduk asli tidak berani berkeliaran seorang diri. Daerah itu dipenuhi bandit, anggota-anggota Mafia yang saling bertempur, dan permusuhan itu membahayakan orang lain. Mungkin juga ia bisa keliru dianggap pencuri pagliaio.

Pagliaio adalah gubuk beratap rumbia yang didirikan di ladang-ladang untuk tempat peralatan pertanian dan tempat berteduh bagi pekerja tani sehingga mereka tidak harus membawa peralatannya jauh-jauh dari rumahnya di desa. Di Sisilia, petani tidak tinggal di tanah yang mereka kerjakan. Itu terlalu berbahaya dan setiap tanah yang bisa ditanami, kalau itu miliknya sendiri, terlalu berharga. Jadi petani tinggal di desanya dan pada saat matahari terbit memulai perjalanan untuk bekerja di ladang yang jauh dengan berjalan kaki. Buruh tani yang datang ke pagliaio dan mendapati peralatan pertaniannya dicuri orang benar-benar sakit hati. Hari itu rotinya dirampas dari mulutnya. Sesudah upaya hukum terbukti tidak ada gunanya, Mafia mengambil alih kepentingan petani di bawah perlindungannya ini dan memecahkan masalah dengan cara yang khas. Mafia memburu dan membantai semua pencuri pagliaio. Terkadang tidak terelakkan bahwa orang yang tidak bersalah jadi korbannya. Mungkin saja Michael kebetulan mengembara melewati pagliaio yang baru saja dirampok dan dituduh sebagai pelakunya kecuali ada orang lain yang menjamin ia tidak bersalah.

Jadi pada suatu pagi yang cerah ia mulai berjalan melintasi ladang-ladang diikuti dua penggembalanya yang setia. Seorang di antara mereka adalah pemuda yang sangat sederhana, nyaris bodoh, pendiam seperti mayat, dengan wajah tanpa ekspresi seperti orang Indian. Tubuhnya kecil dan kurus seperti umumnya orang Sisilia sebelum menginjak usia paro baya. Namanya Calo.

Penggembala yang satu lagi lebih ramah, lebih muda, dan cukup berpengalaman. Ia sudah cukup banyak melihat dunia, terutama samudranya, sebab ia pernah menjadi kelasi Angkatan Laut Italia selama perang dan sempat ditato sebelum kapalnya tenggelam dan ia ditangkap tentara Inggris. Tato itu membuatnya terkenal di desa. Orang Sisilia jarang membiarkan dirinya ditato, mereka tidak memiliki kesempatan maupun kecenderungan untuk berbuat itu. (Si penggembala, Fabrizzio, melakukannya terutama untuk menutupi tanda lahir bercak kemerahan pada perutnya.) Tapi gerobak-gerobak pasar Mafia dipenuhi lukisan berwarna-warni di bagian sampingnya, lukisan primitif indah yang dibuat dengan penuh kasih sayang.

Bagaimanapun, Fabrizzio, sesudah kembali ke kampung halaman, tidak terlalu membanggakan tato di dadanya, walau tato itu memperlihatkan adegan yang sesuai dengan "kehormatan" Sisilia, suami menikam pria dan wanita telanjang yang berpelukan di perutnya yang berbulu. Fabrizzio bisa bergurau dengan Michael dan bertanya-tanya tentang Amerika, sebab tentu saja mustahil untuk terus merahasiakan kebangsaan Michael yang sesungguhnya pada mereka. Sekalipun begitu, mereka tidak benar-benar mengetahui siapa dirinya, hanya tahu ia bersembunyi dan tidak boleh dibicarakan. Fabrizzio terkadang membawa keju segar untuk Michael, keju yang masih mengeluarkan keringat susu yang membentuknya.

Mereka berjalan di sepanjang jalan desa yang berdebu, melewati keledai-keledai yang menarik gerobak berlukisan warna-warni. Negeri ini penuh bunga merah jambu, perkebunan jeruk, rumpun pohon kenari dan zaitun, yang semuanya berbunga. Ini salah satu kejutan baginya. Michael menduga akan melihat tanah gersang karena kemiskinan Sisilia yang legendaris. Namun ia ternyata mendapati tanah yang subur makmur, dengan permadani bunga dan udara yang penuh aroma bunga jeruk. Pemandangan yang begitu indah sehingga ia heran bagaimana para penghuninya bisa tega meninggalkan kampung halaman. Seberapa kejam orang terhadap sesamanya bisa diukur dari eksodus besar-besaran dari tempat yang tampak seperti Taman Firdaus ini.

Ia merencanakan berjalan ke desa pantai Mazara, lalu naik bus kembali ke Corleone sorenya, dan membuat tubuhnya cukup kelelahan agar bisa tidur nyenyak. Kedua gembala itu menyandang ransel berisi roti dan keju yang bisa mereka makan di perjalanan. Mereka membawa lupara terang-terangan seakan tengah berburu.

Pagi itu sangat indah. Michael merasa seperti ketika masih kanak-kanak, sewaktu bepergian pagi-pagi sekali untuk main bola. Saat itu setiap hari tampak seperti baru dicuci, baru dilukis. Dan begitulah keadaannya sekarang, Sisilia dilapisi hamparan bunga yang indah, aroma bunga jeruk dan lemon yang begitu tajam hingga dengan cedera wajah yang menekan indra penciumannya pun ia masih bisa menghirupnya.

Luka di sisi kiri wajahnya sudah sembuh total, tapi tulangnya tersambung kembali kurang sempurna dan tekanan pada sinusnya menyebabkan mata kirinya terasa sakit. Itu juga menyebabkan hidungnya terus-menerus mengeluarkan ingus. Ia membersihkan hidung dengan saputangan dan sering juga membuang ingus ke tanah seperti penduduk desa setempat. Itu kebiasaan yang menyebabkan ia jijik waktu masih kecil, saat melihat orang Italia yang sudah tua, yang menganggap saputangan banci, membuang ingus ke selokan di tepi jalan.

Wajahnya juga terasa "berat". Dr. Taza mengatakan kepadanya itu disebabkan tekanan di sinusnya akibat luka yang sembuh kurang sempurna. Dr. Taza menyebutnya retakan kulit telur pada zygoma; kalau ditangani sebelum tulangnya tersambung, dengan mudah bisa disembuhkan melalui prosedur pembedahan ringan menggunakan alat sederhana seperti sendok untuk mendorong tulang ke bentuk yang seharusnya. Tapi sekarang, kata dokter tersebut, sekarang ia harus memeriksakan diri ke rumah sakit Palermo dan menjalani prosedur besar yang disebut pembedahan maxillo-facial dan tulangnya harus dipatahkan lagi. Itu sudah cukup bagi Michael. Ia menolak. Tapi lebih daripada rasa sakit, lebih daripada hidung yang selalu berair, ia terganggu oleh rasa berat di wajahnya.

Ia tidak pernah tiba di pantai hari itu. Sesudah berjalan sejauh lima belas mil, ia dan penggembala pengawalnya berhenti di perkebunan jeruk yang hijau, teduh, dan dialiri anak sungai, untuk makan siang dan minum anggur bekal mereka. Fabrizzio berceloteh akan ke Amerika suatu hari nanti. Sesudah makan dan minum mereka beristirahat di keteduhan dan Fabrizzio membuka kemejanya, lalu menggunakan otot perutnya untuk menghidupkan tatonya. Pasangan telanjang di dadanya tampak menggeliat dan tikaman belati sang suami bergetar di tubuh mereka. Atraksi tersebut menghibur mereka semua. Saat hal ini berlangsunglah Michael mengalami apa yang disebut orang Sisilia sebagai "sambaran petir".

***
 
BAB 23 B


Di seberang kebun jeruk terbentang ladang hijau milik seorang tuan tanah. Pada jalan di ujung rumpun-rumpun jeruk ada vila yang begitu bergaya Romawi sehingga tampak seperti digali dari reruntuhan Pompeii. Bangunan itu merupakan istana kecil dengan serambi marmer besar dan pilar-pilar Yunani. Dari balik pilar-pilar itu muncul serombongan gadis desa ditemani dua wanita dewasa berpakaian hitam-hitam. Mereka datang dari desa dan tampaknya baru saja menyelesaikan tugas membersihkan vila sang tuan tanah, atau kalau tidak, mempersiapkannya untuk kedatangan musim dingin. Sekarang mereka pergi ke padang untuk memetik bunga yang akan digunakan sebagai penghias ruangan. Mereka mengumpulkan bunga sulla berwarna ungu, mencampurnya dengan bunga jeruk dan lemon. Gadis-gadis itu, tidak melihat ketiga pemuda yang tengah beristirahat di bawah rumpun jeruk, semakin dekat.

Mereka mengenakan rok bermotif bunga-bunga dari kain murah yang melekat pada tubuh mereka. Usia mereka baru belasan tahun tapi sudah memiliki tubuh wanita dewasa yang cepat matang karena terpanggang sinar matahari. Tiga atau empat gadis mulai mengejar salah seorang di antara mereka, mengejarnya ke arah rumpun jeruk. Gadis yang dikejar memegang setangkai buah anggur ungu di tangan kiri dan tangan kanannya memetik anggur yang menjuntai berkelompok dan melemparkannya ke arah para pengejarnya. Ia memiliki rambut hitam keunguan seperti warna kulit anggur dan tubuhnya tampak sangat montok.

Sewaktu hampir tiba di rumpun jeruk ia berhenti, terkejut, matanya menangkap warna asing kemeja yang dikenakan para pemuda. Ia berhenti dan berdiri berjinjit seperti rusa yang siap lari. Sekarang ia sangat dekat, cukup dekat sehingga para pemuda bisa melihat setiap inci wajahnya.

Gadis itu serba oval -matanya berbentuk oval, begitu pula tulang pipinya, alisnya. Kulitnya berwarna krem tua dan matanya yang besar berwarna ungu tua atau cokelat tapi tampak gelap karena dilindungi bulu mata yang tebal dan panjang di wajahnya yang cantik. Bibirnya tebal tapi tidak berlebihan, manis tapi tidak lemah dan berwarna merah tua karena cairan buah anggur. Ia begitu cantik sehingga Fabrizzio bergurau dengan bergumam, "Demi Tuhan, ambillah jiwaku, aku mati", tapi kata-katanya terlontar agak terlalu parau. Seakan mendengarnya, gadis itu menjejakkan telapak kakinya dan memutar tubuh memunggungi mereka, lalu berlari kembali ke arah para pengejar. Ia bergerak seperti hewan liar di balik rok bermotif bunganya yang ketat; begitu primitif dan penuh nafsu yang polos. Sesudah kembali bersama teman-temannya, ia berbalik dan wajahnya tampak seperti cekungan gelap dengan latar belakang padang yang penuh bunga berwarna cemerlang. Ia mengulurkan tangan yang penuh buah anggur, menunjuk ke arah rumpun jeruk. Gadis-gadis itu lari sambil tertawa, tapi ibu-ibu berpakaian hitam yang mendampingi memarahi mereka.

Sedangkan Michael Corleone, tanpa disadarinya sudah berdiri, jantungnya berdebar-debar, ia merasa agak pusing. Darahnya menderu ke seluruh tubuhnya, melalui semua anggota badan sampai ke ujung kaki. Semua wewangian di pulau itu datang kepadanya melalui angin, bunga jeruk, bunga lemon, buah anggur, dan semua bunga lain. Rasanya arwahnya melompat keluar dari tubuhnya. Kemudian ia mendengar kedua penggembalanya tertawa.

"Kau tersambar petir, eh?" kata Fabrizzio, sambil menepuk bahunya.

Bahkan Calo menjadi ramah, menepuk-nepuk lengannya dan berkata, "Tenang, Bung, tenang," tapi dengan penuh kasih sayang. Seakan Michael habis tertabrak mobil.

Fabrizzio memberikan botol anggur dan Michael meneguknya berlama-lama. Minuman menjernihkan pikirannya. "Sialan, apa maksud kalian, pencinta domba?" katanya.

Kedua penggembala tertawa. Calo, mukanya yang jujur memancarkan kesungguhan, berkata, "Kau tidak bisa menyembunyikan akibat sambaran petir. Kalau petir menyambarmu, semua orang bisa melihatnya. Ya Tuhan, Bung, kau tidak usah malu, banyak yang berdoa semoga disambar petir. Kau orang yang beruntung."

Michael tidak terlalu senang emosinya bisa dibaca demikian mudah. Tapi ini pertama kalinya seumur hidup hal seperti ini terjadi pada dirinya. Itu tidak seperti jatuh cinta ketika remaja, juga tidak seperti cinta yang dirasakannya pada Kay, cinta yang berdasarkan kemanisan gadis itu, kecerdasannya, dan keseimbangan terang dan gelap. Ini merupakan hasrat luar biasa untuk memiliki, gambaran wajah gadis itu tidak bisa bilang dari pikirannya, dan ia tahu gadis tersebut akan terus menghantui ingatannya kalau k tak bisa memilikinya. Hidupnya jadi sederhana, terpusat pada satu titik, semua yang lain jadi tidak layak mendapatkan perhatian walau sedetik pun. Dalam pengasingannya ia selalu menularkan Kay, walaupun ia merasa mereka tidak akan bisa menjadi sepasang kekasih lagi, bahkan tidak bisa lagi bersahabat. Bagaimanapun, ia pembunuh, Mafioso yang sudah "membuktikan diri". Tapi sekarang Kay tersapu habis dari benaknya.

Fabrizzio berkata cepat, "Aku akan pergi ke desa, kita akan menyelidiki dirinya. Siapa tahu, ia bisa kita dapat lebih mudah daripada yang kita kira. Hanya ada satu obat untuk sambaran petir, eh, Calo?"

Penggembala yang satu lagi hanya mengangguk dengan muka serius. Michael tidak mengatakan apa-apa. Ia mengikuti kedua penggembala itu ketika mereka mulai menyusuri jalanan menuju desa tempat rombongan gadis tadi menghilang.

Desa tersebut merupakan kelompok rumah yang mengelilingi alun-alun berair mancur. Tapi letaknya di jalan utama sehingga ada beberapa toko, kedai anggur, dan kafe kecil dengan tiga meja di teras. Kedua penggembala duduk menghadapi sebuah meja dan Michael bergabung dengan mereka. Tidak ada tanda-tanda apa pun tentang gadis itu, sama sekali tidak ada jejaknya. Desa tersebut seperti ditinggalkan penduduk, hanya ada beberapa anak laki-laki kecil dan seekor keledai yang berkeliaran.

Pemilik kafe keluar untuk melayani mereka. Ia pria yang pendek gemuk, hampir seperti orang kate, tapi ia menyambut mereka dengan gembira dan meletakkan sepiring kacang di meja. "Kalian orang asing di sini," katanya. "Jadi baiklah, kuberi kalian nasihat. Cicipilah anggurku, buah anggurnya berasal dari kebunku sendiri dan anak laki-lakiku yang membuatnya. Mereka mencampurnya dengan jeruk dan lemon. Ini anggur paling nikmat di Italia."

Mereka membiarkannya menyajikan anggur dalam guci dan rasanya bahkan lebih nikmat daripada yang diakuinya, warnanya ungu tua dan sekeras brendi.

Fabrizzio berkata pada pemilik kafe, "Aku berani bertaruh kau kenal semua gadis di sini. Kami melihat beberapa gadis cantik datang dari ujung jalan itu, salah satu dari mereka menyebabkan temanku ini tersambar petir." Ia menunjuk Michael.

Pemilik kafe memandang Michael dengan lebih penuh perhatian. Wajah Michael yang rusak agaknya merupakan hal biasa baginya, tidak perlu dipandang dua kali. Tapi pria yang tersambar petir merupakan masalah yang berbeda. "Sebaiknya kau bawa beberapa botol pulang, Sobat," katanya. "Kau membutuhkan bantuan untuk bisa tidur malam ini."

Michael bertanya pada orang itu, "Apa kau kenal gadis yang rambutnya ikal semua? Kulitnya sangat krem, matanya sangat besar, warnanya sangat gelap. Apa kau mengenal gadis seperti itu di desa ini?"

Pemilik kafe menjawab singkat, "Tidak, aku tidak mengenal gadis seperti itu." Ia berlalu dari teras dan menghilang ke dalam kafe.

Ketiga pria itu meminum anggur pelan-pelan, menghabiskan satu guci, dan meminta tambah. Pemilik kafe tidak muncul kembali.

Fabrizzio masuk ke kafe mencarinya. Sewaktu keluar, Fabrizzio tersenyum dan berkata pada Michael, "Tepat seperti dugaanku, putrinyalah yang kita bicarakan dan sekarang ia ada di belakang dengan darah menggelegak, ingin mencelakai kita. Kupikir sebaiknya kita mulai berjalan ke Corleone."

Sekalipun sudah berbulan-bulan tinggal di pulau itu, Michael masih belum terbiasa dengan sifat mudah tersinggung orang Sisilia dalam masalah seks, dan itu sangat ekstrem bahkan untuk ukuran orang Sisilia. Tapi kedua penggembala itu agaknya menganggap hal itu masalah biasa.

Mereka menunggu Michael untuk pergi. Fabrizzio berkata, "Keparat tua itu bilang memiliki dua putra, pemuda tangguh yang bisa dipanggilnya hanya dengan satu suitan. Kita pergi saja."

Michael menatapnya dengan pandangan dingin. Hingga saat ini ia hanyalah pemuda yang pendiam, lemah lembut, khas Amerika, tapi karena bersembunyi di Sisilia, ia pasti telah melakukan sesuatu yang jantan. Saat itulah pertama kalinya kedua penggembala melihat tatapan mata Corleone.

Don Tommasino, yang mengetahui identitas dan tindakan Michael yang sesungguhnya, selalu mewaspadai dirinya, selalu memperlakukannya sebagai "pria terhormat". Tapi para penggembala domba terbelakang ini punya pendapat sendiri tentang Michael, dan pendapat mereka tidak bijaksana. Pandangan yang dingin, wajah Michael yang kaku, amarah yang terpancar dari dirinya seperti asap dingin yang menebar dari es. Itu menghentikan tawa mereka dan memadamkan keramahan yang biasa mereka tampilkan.

Sesudah melihat mereka telah memperhatikan sebagaimana mestinya dan penuh rasa hormat, Michael berkata pada mereka, "Panggil orang itu menemuiku."

Mereka tidak ragu-ragu. Mereka menyandang lupara dan masuk ke kafe yang gelap tapi sejuk. Beberapa detik kemudian mereka muncul kembali bersama pemilik kafe. Pria pendek tersebut tidak tampak takut sedikit pun, tapi kemarahannya mengandung kewaspadaan.

Michael menyandar ke kursi dan mengawasi orang itu sejenak. Lalu ia berkata sangat pelan, "Aku mengerti telah menyinggung perasaanmu karena membicarakan putrimu. Aku minta maaf, aku orang asing di daerah ini, aku tidak begitu memahami adat istiadat di sini. Begini, aku tidak bermaksud tak menghormati dirimu atau putrimu."

Kedua penggembala pengawalnya terkesan. Suara Michael tidak pernah terdengar seperti itu sewaktu berbicara dengan mereka. Ada nada berkuasa dan penuh wibawa dalam suaranya sekalipun ia tengah meminta maaf. Pemilik kafe mengangkat bahu, lebih waspada lagi, mengetahui dirinya bukan berurusan dengan buruh tani. "Kau siapa dan apa yang kauinginkan dari putriku?"

Tanpa keraguan sedikit pun Michael berkata, "Aku orang Amerika yang sedang bersembunyi di Sisilia, dari polisi dan dari negaraku. Namaku Michael. Kau bisa memberitahu polisi dan mendapat banyak uang, tapi lalu putrimu akan kehilangan ayah dan bukannya mendapatkan suami. Bagaimanapun, aku ingin bertemu putrimu. Dengan seizinmu dan di bawah pengawasan keluargamu. Dengan penuh sopan santun. Dengan penuh rasa hormat. Aku orang terhormat dan tidak pernah berpikir akan bertindak tidak hormat terhadap putrimu. Aku ingin bertemu dengannya, berbicara dengannya, lalu kalau diantara kami ada kecocokan aku ingin menikahinya. Kalau tidak, kau tidak akan melihatku lagi. Mungkin ia takkan menganggap diriku orang yang simpatik sedikit pun, dan tidak ada yang bisa mengubah pendapat itu. Tapi sesudah saat yang tepat tiba, akan kuceritakan segala sesuatu mengenai diriku padamu, semua yang harus diketahui ayah seorang istri."

Ketiga pria itu memandangnya tertegun. Fabrizzio berbisik kagum, "Benar-benar sambaran petir."

Untuk pertama kalinya pemilik kafe tidak tampak yakin, atau benci; kemarahannya sekarang disertai ketidakpastian. Akhirnya ia bertanya, "Apa kau teman dari teman-teman?"

Karena kata Mafia tidak pernah boleh diucapkan orang Sisilia biasa, hanya itulah istilah paling dekat yang bisa dikatakan pemilik kafe untuk menanyakan apakah Michael anggota Mafia. Itu cara yang biasa untuk menanyakan apakah seseorang menjadi anggota, tapi biasanya tidak ditanyakan secara langsung kepada yang bersangkutan.

"Bukan," jawab Michael. "Aku orang asing di negeri ini."

Pemilik kafe memandangnya lagi, memperhatikan sisi kiri wajahnya yang rusak, kaki panjang yang langka di Sisilia. Ia memandang kedua penggembala yang menyandang lupara begitu terang-terangan tanpa takut dan teringat bagaimana mereka memasuki kafenya lalu mengatakan padrone mereka ingin berbicara dengannya. Pemilik kafe membentak, mengatakan ia ingin keparat itu pergi meninggalkan terasnya dan salah seorang penggembala berkata, "Percayalah, sebaiknya kau keluar dan berbicara sendiri dengannya." Dan sesuatu menyebabkan ia keluar.

Sekarang ada yang membuatnya sadar bahwa sebaiknya ia menunjukkan rasa hormat kepada orang asing ini. Ia berkata jengkel, "Datanglah ke sini hari Minggu sore. Namaku Vitelli dan rumahku di sana di atas bukit, di atas desa. Tapi datanglah ke kafe ini dan aku akan mengajakmu ke atas."

Fabrizzio hendak bicara tapi Michael menatapnya dan lidah si penggembala langsung kelu. Itu tidak luput dari perhatian Vitelli. Jadi sewaktu Michael berdiri dan mengulurkan tangan, pemilik kafe itu menyambutnya sambil tersenyum. Ia akan menyelidiki dan kalau jawabannya salah, ia masih bisa menyambut Michael bersama kedua putranya yang bersenjatakan senapan tabur. Pemilik kafe itu bukannya tidak memiliki koneksi dengan "teman dari teman-teman". Tapi ia merasa kejadian ini merupakan salah satu kedatangan nasib baik yang selalu diyakini orang Sisilia. Ia merasa kecantikan putrinya akan mendatangkan keberuntungan padanya dan keluarganya akan sejahtera. Dan memang benar. Beberapa pemuda setempat sudah mulai mengerumuni putrinya dan pemuda asing berwajah rusak ini bisa menakut-nakuti mereka. Vitelli, untuk menunjukkan niat baik, melepas kepergian pemuda asing itu dengan sebotol anggur dingin yang terbaik. Ia melihat salah seorang penggembala mengeluarkan uang untuk membayar. Itu menyebabkan ia semakin terkesan, jelaslah Michael atasan kedua pria yang menyertainya.

Michael tidak tertarik lagi berjalan-jalan. Mereka menemukan bengkel dan menyewa mobil dengan sopirnya untuk membawa mereka kembali ke Corleone. Dan beberapa waktu sebelum makan malam, Dr. Taza pasti sudah diberitahu kedua penggembala mengenai apa yang terjadi.

Sore itu, sewaktu duduk-duduk di taman, Dr. Taza berkata pada Don Tommasino, "Teman kita disambar petir hari ini."

Don Tommasino tampak tidak heran. Ia menggeram. "Aku ingin sekali beberapa pemuda di Palermo disambar petir, mungkin dengan begitu hidupku akan lebih tenang." Ia membicarakan kepala-kepala Mafia gaya baru yang bermunculan di Palermo dan menantang kekuasaan pembesar rezim lama seperti dirinya sendiri.

Michael berkata kepada Tommasino, "Aku ingin kau memberitahu kedua penggembala domba itu untuk tidak menggangguku hari Minggu besok. Aku akan pergi ke rumah keluarga gadis itu untuk makan malam dan aku tidak ingin mereka menungguiku.''

Don Tommasino menggeleng. "Aku bertanggung jawab atas keselamatanmu pada ayahmu, jangan meminta hal itu padaku. Masalah lain, kudengar kau bahkan sudah membicarakan pernikahan. Aku tidak bisa membiarkannya sebelum aku dapat mengirim orang untuk berbicara dengan ayahmu."

Michael Corleone berhati-hati sekali, bagaimanapun Don Tommasino pria terhormat. "Don Tommasino, kau mengenal ayahku. Ia menjadi tuli kalau ada yang bilang tidak padanya. Dan pendengarannya baru pulih sesudah mereka mengatakan ya. Well, ia sudah berkali-kali mendengar kata tidak dariku. Aku mengerti mengenai kedua pengawal itu. Aku tidak ingin menimbulkan masalah bagimu, mereka boleh ikut denganku hari Minggu nanti, tapi kalau aku ingin menikah, aku akan menikah. Tentu saja kalau aku tidak membiarkan ayahku sendiri mencampuri kehidupan pribadiku, ia akan terhina kalau kubiarkan kau berbuat begitu."

Sang capo-mafioso menghela napas. "Baiklah, kalau begitu, kau boleh menikah kalau mau. Aku tahu petir yang menyambarmu. Ia gadis baik-baik dari keluarga terhormat. Kau tidak boleh mencemarkan kehormatan mereka, si ayah pasti akan berusaha membunuhmu, lalu kau harus menumpahkan darah. Di samping itu, aku mengenal baik keluarga gadis itu, jadi aku tidak bisa membiarkan kau mencemarkan kehormatan mereka."

Michael berkata, "Mungkin ia tidak akan tahan melihat tampangku, dan ia gadis yang masih sangat muda, ia akan menganggapku tua." Ia melihat kedua pria tersebut tersenyum padanya. "Aku membutuhkan uang untuk hadiah, dan kurasa aku akan membutuhkan mobil."

Don mengangguk. "Fabrizzio akan membereskan segalanya. Ia anak yang pintar, mereka mengajarinya seluk-beluk mesin di Angkatan Laut. Uangnya akan kuberikan besok pagi dan akan kuberitahu ayahmu apa yang terjadi. Aku harus melakukannya."

Michael berkata pada Dr. Taza, "Apa kau punya obat yang bisa mengeringkan ingus sialan yang selalu mengalir dari hidungku ini? Aku tidak bisa membiarkan gadis itu melihatku terus-menerus mengusap ingus."

Dr. Taza berkata, "Akan kututup dengan obat sebelum kau menemuinya. Obat itu akan membuat tubuhmu agak mati rasa, tapi jangan khawatir, sementara ini kau toh belum akan menciumnya."

Dokter maupun Don tersenyum karena komentar lucu tersebut.

Pada hari Minggu, Michael mendapatkan mobil Alfa Romeo, agak bobrok tapi masih bisa digunakan. Ia juga pergi ke Palermo menggunakan bus untuk membeli hadiah bagi si gadis dan keluarganya. Ia sudah mengetahui nama gadis itu Apollonia dan setiap malam ia memikirkan wajah cantik dan nama gadis itu yang indah. Michael harus minum anggur sebanyak-banyaknya agar bisa tidur nyenyak. Dan wanita tua yang menjadi pelayan di rumah diperintahkan meletakkan sebotol anggur dingin di sisi ranjangnya. Michael meminumnya hingga habis setiap malam.

Pada hari Minggu, saat lonceng gereja berdentang di mana-mana di seluruh Sisilia, Michael mengemudikan Alfa Romeo ke desa dan memarkir mobilnya di depan kafe. Calo dan Fabrizzio duduk di kursi belakang dengan lupara masing-masing dan Michael memerintahkan mereka menunggu di kafe, tidak ikut ke rumah. Kafe tutup waktu itu, tapi Vitelli menunggu mereka, menyandar ke pagar terasnya yang kosong. Mereka berjabatan dan Michael mengambil tiga bungkusan, hadiah, dan mendaki bukit bersama Vitelli ke rumah pria itu. Ternyata rumahnya lebih besar daripada pondok-pondok lain di desa, rupanya Vitelli bukan orang miskin.

Di dalam rumah ada patung-patung Bunda Maria di dalam kotak kaca, dan lampu merah yang berkelap-kelip di kakinya. Kedua putra Vitelli telah menunggu, juga mengenakan pakaian hari Minggu yang terdiri atas setelan jas hitam. Mereka dua pemuda kekar yang baru saja lepas dari masa remaja tapi tampak lebih tua karena kerja keras di ladang. Ibu mereka wanita yang gemuk, segemuk suaminya. Si gadis tidak terlihat di mana pun.

Setelah perkenalan, yang tidak didengar Michael, mereka duduk di ruangan yang merupakan ruang duduk tapi juga bisa menjadi ruang makan resmi. Ruangan penuh segala macam perabotan dan tidak begitu luas, namun bagi orang Sisilia sudah merupakan kemewahan kelas menengah.

Michael memberikan hadiah kepada Signor Vitelli dan Signora Vitelli. Untuk si ayah pemotong cerutu dari emas, dan untuk si ibu satu bal kain paling halus yang bisa dibeli di Palermo. Ia masih punya sebuah bungkusan untuk si gadis. Hadiahnya diterima dengan ucapan terima kasih tertahan. Hadiah itu diberikan agak terlalu dini; seharusnya ia tidak memberikan apa pun sampai kunjungan kedua.

Si ayah berkata kepadanya, sebagai sesama pria sesuai gaya pedesaan, "Jangan mengira kami keluarga murahan karena begitu mudah menerima orang asing di rumah kami. Tapi Don Tommasino menjaminmu secara pribadi dan tidak ada seorang pun di provinsi ini yang pernah meragukan kata-kata orang baik itu. Dengan demikian kami menyambut kedatanganmu dengan baik. Tapi aku harus mengatakan kepadamu kalau kau punya maksud yang serius terhadap putri kami, kami harus tahu lebih banyak tentang dirimu dan keluargamu. Kau bisa mengerti, keluargamu juga berasal dari negeri ini."

Michael mengangguk dan berkata sopan, "Aku akan menceritakan kepadamu apa pun yang ingin kauketahui, kapan saja."

Signor Vitelli mengangkat tangannya. "Aku bukan orang yang suka mencampuri urusan orang lain. Mari kita lihat lebih dulu apakah itu perlu. Sekarang ini kau diterima dengan baik di rumah sahabat Don Tommasino."

Walaupun bagian dalam hidungnya dilumuri obat, Michael benar-benar bisa mencium kehadiran si gadis dalam ruangan itu. Ia menoleh dan melihat si gadis berdiri di ambang pintu melengkung menuju bagian belakang rumah. Gadis itu menebarkan aroma bunga-bungaan segar dan bunga lemon, tapi ia tidak memakai apa pun pada rambutnya yang hitam legam dan keriting. Ia hanya mengenakan gaun hitam biasa, jelas sekali itu pakaian hari Minggu-nya yang terbaik. Ia melayangkan pandangan cepat kepada Michael dan tersenyum simpul sebelum menurunkan pandangan dengan malu-malu dan duduk di samping ibunya.

Sekali lagi Michael merasa sesak napas, dan sesuatu bagai mengaliri sekujur tubuhnya, bukan sekadar hasrat biasa melainkan keinginan memiliki yang menggebu-gebu. Untuk pertama kalinya ia memahami kecemburuan klasik laki-laki Italia. Pada saat itu ia siap membunuh siapa saja yang berani menjamah gadis itu, yang berusaha mendapatkannya, merebutnya darinya. Ia begitu ingin memiliki gadis itu, seperti orang kikir menginginkan uang emas, selapar penggarap lahan yang ingin memiliki tanah sendiri. Tidak ada yang akan bisa menghalangi dirinya memiliki gadis itu, menguasainya, menguncinya dalam rumah dan menjadikannya tawanan bagi dirinya sendiri. Ia bahkan tidak ingin orang lain memandang gadis itu.

Sewaktu si gadis berpaling dan tersenyum pada salah seorang kakaknya, Michael memandang pemuda itu dengan pandangan bengis ingin membunuh tanpa disadarinya. Keluarga itu melihat yang terjadi adalah kasus klasik "sambaran petir", dan mereka merasa yakin. Pemuda ini akan menjadi seperti tanah liat di tangan putri mereka hingga keduanya menikah. Setelah itu tentu saja keadaan akan berubah, tapi itu bukan masalah.

Michael membeli baju baru bagi dirinya sendiri di Palermo dan tidak lagi tampak seperti petani lusuh, dan jelas sekali bagi keluarga itu bahwa ia semacam don. Wajahnya yang rusak tidak menjadikan dirinya tampak sejahat yang dikiranya; sebab profil lainnya begitu tampan sehingga bisa mengompensasi sisi yang cacat. Bagaimanapun, di Sisilia tidaklah gampang untuk bisa disebut cacat, karena banyak yang menderita cacat parah.

Michael memandang langsung gadis itu, wajah cantiknya yang oval.

***
 
BAB 23 c


Sekarang ia bisa melihat bagaimana bibir si gadis hampir berwarna biru karena darah yang berdenyut-denyut didalamnya. Ia berkata, tanpa berani menyebut nama gadis itu, "Aku melihatmu di kebun jeruk hari itu. Waktu kau lari. Kuharap aku tidak membuatmu takut."

Gadis tersebut menengadah dan memandangnya hanya sedetik. Ia menggeleng. Tapi keindahan matanya menyebabkan Michael membuang muka.

Ibu Apollonia menegur ketus, "Apollonia, bicaralah pada pemuda itu. Kasihan. Ia datang jauh-jauh untuk menemuimu."

Tapi bulu mata si gadis yang panjang dan hitam tetap menutup seperti sayap yang dilipat. Michael memberikan hadiah yang terbungkus kertas emas dan gadis itu meletakkannya di pangkuannya. Ayahnya berkata, "Bukalah, Nak," tapi tangan Apollonia tidak bergerak. Tangannya kecil dan kecokelatan, tangan anak-anak.

Ibunya mengulurkan tangan dan membuka hadiah itu dengan tidak sabar, walau tetap berhati-hati agar tidak merobek pembungkusnya yang mahal.

Kotak perhiasan dari beludru merah di balik kertas menyebabkan si ibu menghentikan gerakannya. Ia belum pernah memegang benda seperti itu dan tidak mengetahui cara membuka kancingnya. Tapi ia bisa membukanya karena naluri semata dan mengeluarkan hadiah yang ada di dalamnya.

Hadiah itu seuntai kalung emas yang berat. Dan itu menyebabkan mereka tertegun, bukan hanya karena harganya yang pasti mahal, tapi juga karena hadiah emas dalam masyarakat itu merupakan pernyataan maksud yang paling serius. Hadiah seperti itu tidak kurang dari lamaran resmi, atau lebih tepatnya isyarat bahwa ada niat untuk melamar. Mereka tidak lagi meragukan keseriusan pemuda asing ini. Dan mereka tidak lagi meragukan kekayaannya.

Apollonia masih belum menyentuh hadiahnya. Ibunya mengangkat hadiah itu agar ia bisa melihatnya. Dan Apollonia mengangkat bulu matanya yang panjang sejenak, lalu memandang lurus pada Michael, mata cokelatnya yang seperti mata rusa betina tampak serius, dan berkata, "Grazia." Itu pertama kalinya Michael mendengar suaranya. Suaranya mengandung kelembutan beludru yang menandakan kemudaan dan sikap pemalu, menyebabkan telinga Michael mendenging. Ia terus membuang muka dari si gadis dan berbicara pada ayah dan ibunya, semata-mata karena memandang gadis itu membuat perasaannya sangat kacau. Tapi Michael menyadari bahwa meskipun pakaian yang dikenakan gadis itu kebesaran, tubuhnya bagai memancarkan cahaya menembus rok yang dikenakannya. Dan ia melihat kulit wajah si gadis yang memerah, kulit tubuhnya yang berwarna krem menjadi lebih gelap karena darah naik ke wajahnya.

Akhirnya Michael bangkit untuk pamitan dan keluarga itu pun ikut berdiri. Mereka mengucapkan selamat berpisah secara resmi. Gadis itu akhirnya berhadapan dengannya dan menjabat tangannya. Dan Michael merasakan sengatan kulit gadis itu pada kulitnya, kulit si gadis terasa hangat dan kasar, kulit petani.

Si ayah menuruni bukit bersamanya menuju mobil dan mengundangnya makan malam hari Minggu berikutnya. Michael mengangguk tapi menyadari tidak bisa menunggu seminggu penuh untuk bertemu gadis itu lagi.

Ia memang tidak menunggu. Hari berikutnya, tanpa dikawal para penggembala, ia bermobil ke desa dan duduk di teras taman kafe untuk bercakap-cakap dengan ayah si gadis. Signor Vitelli merasa kasihan padanya dan memanggil istri serta putrinya agar datang ke kafe dan turut bercakap-cakap.

Pertemuan itu tidak lagi canggung. Si gadis Apollonia tidak malu-malu lagi dan lebih banyak bicara. Ia mengenakan rok sehari-hari bermotif bunga, yang lebih cocok dengan warna kulitnya.

Keesokannya kejadian yang sama terulang. Hanya kali ini Apollonia mengenakan kalung emas pemberian Michael. Michael tersenyum padanya, mengetahui ini merupakan isyarat baginya. Ia berjalan bersama Apollonia mendaki bukit, ibu gadis itu tidak jauh di belakang mereka. Tapi mustahil bagi kedua anak muda itu untuk mencegah tubuh mereka bersentuhan dan, sekali, kaki Apollonia terkait dan ia jatuh sehingga tubuhnya menabrak Michael dan Michael harus memeganginya. Tubuh Apollonia terasa begitu hangat dan hidup di tangannya, menyebabkan darahnya bergolak di dalam tubuhnya. Mereka tidak bisa melihat si ibu di belakang, yang tersenyum karena putrinya sebetulnya selincah kambing gunung dan tidak pernah jatuh di jalan setapak itu sejak ia masih mengenakan popok. Dan ia tersenyum karena hanya itu satu-satunya cara agar pemuda tersebut bisa memegang putrinya sebelum mereka menikah.

Ini berlangsung selama dua minggu. Michael membawa hadiah setiap kali datang dan perlahan-lahan Apollonia tidak malu-malu lagi. Tapi mereka tidak pernah bisa bertemu tanpa disaksikan pengawas. Ia hanya gadis desa, cuma bisa membaca, tidak memiliki pengetahuan apa pun mengenai dunia. Tapi ia memiliki kesegaran, semangat hidup, dan dengan bantuan hambatan bahasa, ia jadi terasa menarik. Segala sesuatu berkembang sangat cepat atas permintaan Michael. Dan karena si gadis bukan hanya terpesona pada dirinya tapi juga mengetahui Michael pasti kaya, tanggal pernikahan pun ditetapkan pada hari Minggu dua minggu yang akan datang.

Sekarang Don Tommasino turun tangan. Ia menerima berita dari Amerika bahwa Michael tidak harus tunduk pada perintah tapi semua langkah pengamanan harus diambil. Jadi Don Tommasino mengajukan diri sebagai wali pengantin pria untuk memastikan kehadiran para pengawal pribadinya. Calo dan Fabrizzio menjadi anggota rombongan pengantin pria dari Corleone, sebagaimana Dr. Taza. Pengantin baru itu akan tinggal di vila Dr. Taza yang dikelilingi dinding batu.

Pesta pernikahannya merupakan pesta petani biasa. Penduduk desa berderet di jalan dan melemparkan bunga-bungaan sementara rombongan pengantin, wali, dan para tamu berjalan kaki dari gereja ke rumah pengantin wanita. Iring-iringan pengantin berjalan sambil melempari para tetangga dengan almond berlapis gula, permen tradisional pernikahan, dan permen-permen yang tersisa ditumpuk menjadi gunungan permen putih di ranjang pengantin, yang pada kesempatan ini hanya simbolis karena malam pertama akan dilewatkan di vila di luar kota Corleone. Pesta pernikahan berlangsung hingga tengah malam, tapi pasangan pengantin akan pergi sebelum itu dengan mobil Alfa Romeo. Ketika saatnya tiba, Michael kaget ketika tahu si ibu akan ikut bersama mereka ke vila Corleone atas permintaan pengantin wanita. Si ayah menjelaskan: putrinya masih muda, masih perawan, agak ketakutan, dan ia membutuhkan seseorang untuk diajak bicara keesokan paginya sesudah malam pengantin; untuk meluruskan masalah kalau ada yang tidak beres. Masalahnya terkadang bisa menjadi sangat rumit. Michael melihat Apollonia memandanginya dengan matanya yang besar seperti mata rusa betina. Ia tersenyum dan mengangguk.

Jadi mereka pun pergi ke vila di luar kota Corleone bersama ibu mertua Michael. Tapi sesudah tiba di sana, wanita tua itu segera bergabung dengan para pelayan Dr. Taza, memeluk dan mencium putrinya, lalu pergi. Michael dan pengantinnya dibiarkan pergi ke kamar tidur utama sendirian.

Apollonia masih mengenakan gaun pengantin tertutup mantel. Peti pakaian dan tasnya dibawa ke kamar dari mobil. Di meja kecil terdapat sebotol anggur dan sepiring kecil kue pengantin. Ranjang besar berkelambu tidak pernah hilang dari pandangan mereka. Gadis muda yang berada ditengah kamar itu menunggu Michael mengambil langkah pertama.

Dan sekarang sesudah Michael hanya berdua dengan gadis itu, sesudah ia memilikinya secara sah, sesudah tidak ada hambatan lagi untuk menikmati tubuh dan wajah yang diimpikannya setiap malam, Michael tidak bisa memaksa dirinya untuk mendekati gadis itu. Ia memperhatikan saat Apollonia membuka tudung pengantin dan menyampirkannya ke sandaran kursi, lalu meletakkan tiara pengantin di meja rias. Di meja itu terletak deretan parfum dan krim yang dipesan Michael dari Palermo. Sejenak Apollonia mengamatinya.

Michael memadamkan lampu, mengira gadis itu menunggu kegelapan menutupi tubuhnya sebelum menanggalkan pakaian. Tapi bulan Sisilia muncul dan cahayanya menerobos memasuki jendela yang tidak tertutup, gemerlapan seperti emas. Michael pergi menutup jendela tapi tidak terlalu rapat, sebab kamar akan menjadi panas.

Apollonia masih berdiri di samping meja dan Michael pun keluar kamar, berjalan sepanjang lorong ke kamar mandi. Lalu ia bersama Dr. Taza dan Don Tommasino menikmati segelas anggur di taman sementara kaum wanita bersiap-siap tidur. Ia mengira akan menemukan Apollonia sudah mengenakan gaun tidur sewaktu kembali ke kamar, menunggu di balik selimut. Ia heran si ibu tidak membantu putrinya. Mungkin Apollonia menginginkan sendiri yang membantunya menanggalkan gaun pengantin. Tapi Michael yakin pengantinnya terlalu pemalu, terlalu polos untuk bersikap seberani itu.

Sewaktu kembali ke kamar, Michael mendapati kamar gelap gulita. Ada yang menutup jendela rapat-rapat. Ia meraba-raba mencari jalan ke ranjang dan menemukan tubuh Apollonia di balik selimut, memunggungi dirinya, tubuhnya meringkuk. Michael menanggalkan pakaiannya sendiri dan masuk ke balik selimut. Ia mengulurkan sebelah tangan dan menyentuh kulit telanjang yang sehalus sutra. Apollonia tidak mengenakan gaun tidur dan keberaniannya ini menyenangkan. Perlahan-lahan, dengan hati-hati, Michael meletakkan satu tangan pada bahu istrinya dan menarik tubuhnya dengan lembut sehingga istrinya berbalik menghadapinya. Apollonia berbalik pelan-pelan dan tangan Michael menyentuh payudaranya yang lembut dan penuh. Lalu gadis itu begitu cepat berada dalam pelukannya sehingga tubuh mereka menyatu penuh gairah.

Akhirnya Michael memeluknya, mencium bibirnya yang hangat, merapat ke tubuh dan payudaranya, lalu menindihnya. Dengan tubuh dan rambut sehalus sutra, Apollonia sekarang penuh gairah, menyambutnya dengan liar dalam gairah erotis perawan. Saat tubuh mereka menyatu, gadis itu terkesiap pelan dan terdiam sejenak, kemudian menggerakkan pangkal paha ke depan dengan kuat dan membelitkan kedua kakinya yang mulus di pinggul Michael. Sesudah tiba di puncak, mereka saling mengunci begitu erat, saling menekan begitu kuat, sehingga waktu mereka melepaskan pelukan, tubuh mereka bergetar hebat.

Malam itu, dan berminggu-minggu berikutnya, Michael Corleone jadi memahami penghargaan tertinggi yang diberikan masyarakat primitif pada keperawanan. Ia melalui masa sensualitas yang tidak pernah dialaminya, sensualitas yang berpadu dengan perasaan berkuasa yang maskulin. Pada hari-hari pertama itu Apollonia hampir seperti budaknya. Dengan penuh rasa percaya, penuh kasih, gadis muda penuh semangat yang digugah dari alam keperawanan ke kesadaran erotis terasa sama nikmatnya dengan buah yang matang.

Kehadiran Apollonia menyemarakkan suasana vila yang agak muram dan maskulin. Ia memulangkan ibunya sesudah malam pengantin dan ikut duduk di meja makan dengan pesona kewanitaannya yang cemerlang.

Don Tommasino makan bersama mereka setiap malam dan Dr. Taza menceritakan semua kisah lama sementara mereka minum anggur di taman yang penuh patung berhiaskan karangan bunga berwarna merah darah, jadi setiap sore berlalu dengan cukup menyenangkan. Di malam hari pasangan pengantin baru itu bercinta berjam-jam penuh gairah di kamar. Michael bagai tidak pernah puas menikmati tubuh Apollonia yang indah, kulitnya yang berwarna madu, matanya yang besar dan memancarkan gairah. Apollonia memancarkan aroma yang segar, bau tubuh yang diharumkan seks namun terasa harum dan amat sangat membangkitkan gairah. Nafsu perawannya bisa mengimbangi semangat Michael dan sering mereka baru tidur kelelahan saat fajar menyingsing. Terkadang, dengan tubuh kelelahan tapi belum mengantuk, Michael duduk di kusen jendela dan memandangi tubuh telanjang Apollonia yang tertidur nyenyak. Wajahnya juga tampak cantik sewaktu beristirahat, wajah sempurna yang sebelumnya hanya dilihat Michael dalam buku-buku seni, lukisan Madonna karya seniman Italia yang tanpa keahlian si pelukis pun bisa dianggap memancarkan kecantikan perawan.

Pada seminggu pertama pernikahan mereka, keduanya berpiknik dan bepergian ke tempat-tempat yang tidak begitu jauh menggunakan mobil Alfa Romeo. Tapi kemudian Don Tommasino mengajak Michael bicara dan menjelaskan bahwa perkawinannya membuat kehadiran dan identitasnya diketahui umum di bagian Sisilia itu. Tindakan berjaga-jaga harus diambil terhadap musuh-musuh Keluarga Corleone, yang tangan panjangnya terulur sampai ke tempat pulau persembunyiannya ini. Don Tommasino menempatkan beberapa pengawal bersenjata di sekeliling vila dan kedua penggembala, Calo dan Fabrizzio, ditempatkan di dalam lingkungan tembok. Maka Michael dan istrinya harus tetap tinggal di lingkungan vila. Michael melewatkan waktu dengan mengajar Apollonia membaca dan menulis dalam bahasa Inggis serta mengemudikan mobil di dalam tembok vila. Selama masa ini Don Tommasino tampak dan merupakan teman yang tidak menyenangkan. Ia masih bermasalah dengan Mafia baru di kota Palermo, kata Dr. Taza.

Suatu malam di taman, wanita desa tua yang bekerja sebagai pelayan membawakan sepiring buah zaitun segar kemudian menghampiri Michael dan berkata, "Benarkah yang dikatakan setiap orang bahwa kau putra Don Corleone di New York Gty, Godfather?"

Michael melihat Don Tommasino menggeleng kesal karena rahasia mereka sudah diketahui umum. Tapi si wanita tua memandangnya begitu penuh perhatian, seakan penting baginya untuk mengetahui kebenarannya, sehingga Michael mengangguk. "Kau kenal ayahku?" ia bertanya.

Nama wanita tua itu Filomena dan wajahnya berkerut-kerut serta cokelat seperti walnut, giginya yang kecokelatan kelihatan. Untuk pertama kalinya sejak Michael ada di vila, wanita itu tersenyum padanya. "Godfather pernah menyelamatkan jiwaku," katanya, "juga otakku." Ia menunjuk kepalanya. Ia jelas ingin bicara lagi, jadi Michael tersenyum padanya untuk memberikan dorongan. Ia bertanya takut-takut, "Benarkah Luca Brasi sudah mati?"

Michael mengangguk lagi dan takjub melihat ekspresi lega di wajah wanita itu. Filomena membuat tanda salib dan berkata, "Semoga Tuhan mengampuniku, tapi semoga jiwanya terpanggang di neraka selamanya."

Michael teringat rasa ingin tahunya dulu mengenai Brasi, dan tiba-tiba mendapat firasat wanita ini mengetahui kisah yang tidak pernah diceritakan Hagen dan Sonny padanya. Ia menuangkan anggur untuk wanita itu dan memintanya duduk. "Ceritakan mengenai ayahku dan Brasi," katanya lembut. "Aku sudah mengetahui sedikit, tapi bagaimana mereka bisa bersahabat dan kenapa Brasi begitu mengabdi pada ayahku? Jangan takut, ceritakanlah."

Wajah Filomena yang keriput, matanya yang sehitam kismis, sekarang diarahkan ke Don Tommasino, yang dengan suatu cara memberi isyarat mengizinkan. Jadi Filomena pun melewatkan sore hari dengan menceritakan kisahnya pada mereka.

Tiga puluh tahun yang lalu, Filomena bidan di New York City, di Tenth Avenue, melayani koloni Italia. Kaum wanita di sana selalu hamil dan bisnisnya makmur. Ia mengajarkan beberapa hal kepada para dokter sewaktu mereka mencoba menangani persalinan yang sulit. Suaminya waktu itu pemilik toko bahan pangan yang laris, sekarang sudah meninggal, semoga arwahnya diterima Tuhan, meskipun ia penjudi kartu dan pemboros yang tidak pernah berpikir untuk menyisihkan sebagian uangnya untuk simpanan menghadapi masa-masa sulit. Pada malam yang sial tiga puluh tahun yang lalu, sewaktu semua orang jujur sudah lama berada di ranjang masing-masing, terdengar ketukan di pintu rumah Filomena. Ia sama sekali tidak takut, dan ia pun berpakaian serta membuka pintu. Di luar dilihatnya Luca Brasi yang reputasinya bahkan waktu itu sudah menakutkan. Orang-orang juga mengetahui ia masih bujangan. Jadi Filomena langsung takut. Ia menduga Brasi datang untuk mencelakai suaminya, bahwa mungkin suaminya pernah menolak permintaan tolong Brasi. Tapi Brasi ternyata datang untuk urusan biasa. Ia memberitahu Filomena ada wanita yang akan melahirkan, rumahnya cukup jauh di luar lingkungan mereka, dan ia harus mengikuti Brasi ke sana. Filomena seketika merasa ada yang tidak beres. Wajah Brasi yang brutal tampak seperti orang sinting malam itu, jelas sekali ia tengah kerasukan setan. Filomena mencoba menolak dengan mengatakan ia hanya ingin merawat wanita yang memeriksakan diri padanya. Tapi Brasi menjejalkan segenggam uang ke tangannya dan memerintah dengan kasar agar ia mengikutinya. Filomena begitu ketakutan sehingga tidak berani menolak. Di jalan ada mobil Ford, pengemudinya orang yang sejenis dengan Luca Brasi. Perjalanan mereka memakan waktu tidak lebih dari tiga puluh menit ke rumah kecil di Long Island City, tepat di seberang jembatan. Rumah untuk dua keluarga, tapi sekarang hanya disewa Brasi dan anak buahnya. Sebab ada beberapa bajingan di dapur yang tengah bermain kartu sambil minum-minum. Brasi mengajak Filomena menaiki tangga ke kamar tidur. Di ranjang ada wanita muda yang cantik dan tampaknya keturunan Irlandia, wajahnya berias dan rambutnya merah dan dengan perut menggembung seperti perut babi. Gadis yang malang itu ketakutan. Sewaktu melihat Brasi, ia membuang muka dengan ngeri, ya, ngeri. Dan memang, ekspresi kebencian di wajah Brasi yang buruk merupakan pemandangan paling menakutkan yang pernah dilihat Filomena seumur hidupnya. Di sini Filomena kembali membuat tanda salib.

Singkat cerita, Brasi meninggalkan kamar. Dua anak buahnya membantu si bidan dan bayinya pun lahir, si ibu kelelahan dan tertidur lelap. Brasi dipanggil dan Filomena yang telah membungkus bayi itu dengan selimut tambahan menyerahkan bayi tersebut pada Brasi sambil berkata, "Kalau kau ayahnya, ambillah. Pekerjaanku sudah selesai."

Brasi melotot kepadanya, garang, kesintingan terpancar dari wajahnya. "Ya, aku ayahnya," katanya. "Tapi aku tidak ingin ada ras itu yang hidup. Bawa saja ke ruang bawah tanah dan lemparkan ke tungku."

Sejenak Filomena mengira salah mendengar kata-kata Brasi. Ia kebingungan oleh kata "ras" yang digunakan Brasi. Apakah maksudnya karena gadis itu bukan orang Italia? Atau maksudnya karena si gadis jelas dari jenis yang paling rendah, pelacur? Atau maksudnya apa pun yang merupakan keturunannya tidak boleh hidup? Lalu ia yakin Brasi melontarkan lelucon yang brutal. Filomena berkata singkat, "Ini anakmu, lakukan sekehendak hatimu." Dan ia mencoba menyerahkan bungkusan bayi tersebut.

Waktu itu si ibu yang kelelahan terbangun dan memiringkan tubuh menghadap mereka. Ia berbuat begitu tepat pada waktunya untuk melihat Brasi mendorong bayi itu dengan kasar ke dada Filomena. Ia berseru lemah, "Luc, Luc, maafkan aku," dan Brasi berpaling memandangnya.

Pemandangannya mengerikan, kata Filomena sekarang. Begitu mengerikan. Mereka seperti dua hewan sinting. Mereka bukan manusia. Kebencian yang mereka lontarkan kepada yang lain memanaskan seluruh kamar. Tidak ada yang lain, bahkan si bayi yang baru lahir, yang ada di antara mereka waktu itu. Sekalipun begitu ada nafsu yang aneh. Nafsu iblis yang haus darah, yang begitu tidak wajar sehingga orang mengetahui mereka sama-sama terkutuk. Lalu Luca Brasi kembali berpaling pada Filomena dan berkata kasar, "Lakukan perintahku, akan kujadikan kau kaya raya."

Filomena tidak bisa berbicara karena ketakutan. Ia menggeleng. Akhirnya ia berbisik, "Kau saja yang melakukan, kau ayahnya, lakukanlah kalau kau mau."

Tapi Brasi tidak menjawab. Sebaliknya ia mencabut sebilah pisau dari balik kemejanya. "Akan kugorok lehermu," katanya.

Filomena pasti sangat terguncang waktu itu, karena tiba-tiba mereka semua telah berada di lantai bawah tanah rumah, di depan tungku besi yang besar. Filomena masih menggendong bayi dalam selimut, yang tidak bersuara. (Mungkin kalau bayi itu menangis, mungkin kalau aku cukup cerdik untuk mencubitnya, kata Filomena, monster itu akan berbelas kasihan.)

Salah seorang pria itu pasti membuka pintu tungku, nyala apinya sekarang terlihat. Lalu ia tinggal berdua dengan Brasi di lantai bawah tanah yang penuh pipa berkeringat dan bau. Brasi kembali mengeluarkan pisau. Dan tidak diragukan lagi Brasi akan membunuhnya. Nyala api berkobar-kobar, begitu pula mata Brasi. Wajahnya seperti setan, bukan manusia, bukan manusia yang waras. Brasi mendorongnya ke pintu tungku yang terbuka.

_____

Saat itu Filomena terdiam. Ia melipat tangannya yang kurus di pangkuan dan memandang lurus ke Michael. Michael mengetahui apa yang diinginkan wanita tua itu, bagaimana ia ingin menceritakannya, tanpa menggunakan suara. Michael bertanya lembut padanya, "Apakah kau melakukannya?"

Filomena mengangguk.

Sesudah minum segelas anggur lagi dan membuat tanda salib sambil menggumamkan doa, Filomena melanjutkan ceritanya. Ia diberi setumpuk uang dan diantar pulang dengan mobil. Ia tahu kalau membuka mulut mengenai apa yang terjadi, ia akan dibunuh. Tapi dua hari kemudian Brasi membunuh gadis Irlandia itu, ibu si bayi, dan ditangkap polisi.

Filomena, yang ketakutan setengah mati, menemui Godfather dan menceritakan kisahnya. Godfather memerintahkan Filomena menutup mulut, ia akan membereskan segala sesuatunya. Waktu itu Brasi tidak bekerja pada Don Corleone.

Sebelum Don Corleone dapat menangani masalahnya, Luca Brasi mencoba bunuh diri di sel, mengiris lehernya dengan potongan kaca. Ia dipindah ke rumah sakit penjara dan ketika ia sembuh, Don Corleone sudah membereskan semuanya. Polisi tidak bisa membuktikan tuduhannya di pengadilan dan Luca Brasi dibebaskan.

Walaupun Don Corleone telah meyakinkan Filomena bahwa ia tidak perlu takut pada Luca Brasi atau polisi, Filomena tidak pernah merasa tenang. Sarafnya terganggu dan ia tidak lagi bisa melakukan pekerjaannya. Akhirnya ia membujuk suaminya untuk menjual toko dan mereka kembali ke Italia. Suaminya pria yang baik, diberitahu segalanya dan mengerti. Tapi ia lemah dan menghambur-hamburkan kekayaan yang mereka berdua kumpulkan dengan susah payah di Amerika. Jadi sesudah suaminya meninggal, Filomena terpaksa menjadi pelayan. Begitulah Filomena mengakhiri ceritanya. Ia minum segelas anggur lagi dan berkata pada Michael, "Kuberkati nama ayahmu. Ia selalu mengirimiku uang kalau kuminta, dan ia menyelamatkan nyawaku dari Brasi. Katakan padanya aku mendoakan jiwanya setiap malam dan ia tidak perlu takut menghadapi kematian."

Sesudah Filomena pergi, Michael bertanya pada Don Tommasino, "Apakah ceritanya benar?"

Capo-mafioso itu mengangguk.

Dan Michael berpikir, pantas saja tidak ada yang mau menceritakan kisah itu padanya. Kisah yang luar biasa. Memang Luca Brasi orang yang luar biasa.

Keesokan paginya Michael ingin membicarakan seluruh masalahnya dengan Don Tommasino, tapi diberitahu bahwa orang tua itu dipanggil ke Palermo karena ada pesan sangat mendesak yang disampaikan kurir. Sore harinya Don Tommasino pulang dan mengajak Michael menjauh. Ada berita dari Amerika, katanya. Berita yang membuatnya sangat sedih menyampaikannya. Santino Corleone tewas dibunuh.

***
 
Masa suram Luca Brasi.. Bener2 luar binasa tuh orang..:galau:

#ayo ganRock tmbh lagi..:hore:
 
Menanti ekspresii michael setelah mngetahui sodaranya tewasss

Cek Kulkas Gan

:cendol: +5​
 
Menanti ekspresii michael setelah mngetahui sodaranya tewasss

Cek Kulkas Gan

:cendol: +5​

WhoAAA plus 5


:panlok2:




Terimakasih buat penghargaanya bro badabik,you da real mvp.
Jd semangat kalo gini.
 
BAB 24


Sinar matahari pagi Sisilia yang berwarna seperti membangunkannya dengan cinta. Sesudah mereka selesai, biarpun sudah berbulan-bulan memilikinya secara utuh, Michael tetap mengagumi keindahan dan gairah Apollonia.

Apollonia meninggalkan kamar tidur untuk mandi dan berpakaian di kamar mandi di ujung lorong. Michael, masih telanjang, sinar matahari pagi menyegarkan tubuhnya, menyalakan sebatang rokok dan beristirahat di ranjang. Ini pagi terakhir mereka di rumah dan vila ini. Don Tommasino telah mengatur agar ia dipindahkan ke kota lain di pantai selatan Sisilia.

Apollonia, yang tengah hamil sebulan, ingin mengunjungi orangtuanya beberapa minggu dan akan menyusul suaminya ke tempat persembunyian yang baru. Malam sebelumnya, Don Tommasino duduk-duduk dengan Michael di taman sesudah Apollonia pergi tidur. Don tampak khawatir dan kelelahan, dan mengakui ia gelisah memikirkan keselamatan Michael. "Pernikahan menyebabkan diketahui orang," katanya pada Michael. "Aku heran ayahmu belum mengatur agar kau pergi ke tempat lain. Bagaimanapun, aku sendiri menghadapi kesulitan dengan para bajingan muda di Palermo. Aku sudah menawarkan pengaturan yang adil agar mereka bisa membasahi paruh lebih daripada yang pantas mereka peroleh, tapi keparat-ke-parat itu menginginkan semuanya. Aku tidak mengerti sikap mereka. Mereka mencoba beberapa akal bulus tapi aku tidak mudah dibunuh. Mereka harus tahu aku terlalu kuat sehingga mereka tidak boleh meremehkan diriku. Tapi memang itulah sulitnya menghadapi anak muda, tidak peduli sebesar apa pun bakat mereka. Mereka tidak memiliki pertimbangan akal sehat dan mereka menginginkan semua air di sumur."

Kemudian Don Tommasino memberitahu Michael bahwa kedua penggembala, Fabrizzio dan Calo, akan pergi bersamanya sebagai pengawal. Don Tommasino akan mengucapkan selamat berpisah malam itu karena ia akan pergi saat fajar, untuk menyelesaikan urusannya di Palermo. Michael tidak boleh memberitahukan kepindahannya pada Dr. Taza, karena dokter tersebut berencana melewatkan malamnya di Palermo dan mungkin akan mengoceh.

Michael sudah lama tahu Don Tommasino dalam kesulitan. Para pengawal bersenjata berpatroli di sepanjang tembok vila di malam hari dan beberapa penggembala yang setia, dengan bersenjatakan lupara, selalu berada di sekitar rumah. Don Tommasino sendiri selalu pergi dengan membawa senjata lengkap dan beberapa pengawal pribadi yang menyertainya sepanjang waktu.

Sekarang matahari pagi sudah terlalu panas. Michael mematikan rokok dan mengenakan pakaian kerja serta topi runcing yang dipakai kebanyakan pria di Sisilia. Masih bertelanjang kaki, ia menyandar ke jendela kamar tidur dan melihat Fabrizzio duduk di salah satu kursi taman. Fabrizzio dengan malas menyisir rambutnya yang hitam dan lebat, lupara diletakkan seenaknya di meja taman. Michael bersiul dan Fabrizzio mengangkat kepala, melihat ke jendela.

"Ambil mobil!" seru Michael padanya. "Aku akan pergi beberapa menit lagi. Mana Calo?"

Fabrizzio berdiri. Kemejanya terbuka, memperlihatkan tato di dadanya yang berwarna biru dan merah. "Calo sedang minum kopi di dapur," kata Fabrizzio. "Istrimu ikut?"

Michael menyipitkan mata memandangnya. Ia tersadar Fabrizzio terlalu sering memandangi Apollonia beberapa minggu terakhir ini. Tapi ia takkan berani kurang ajar pada istri sahabat Don. Di Sisilia tidak ada cara yang lebih pasti untuk mati.

Michael berkata dingin, "Tidak, ia akan menyusulku beberapa hari lagi." Ia mengawasi Fabrizzio tergesa-gesa masuk ke pondok batu yang digunakan sebagai garasi mobil Alfa Romeo.

Michael pergi ke ujung lorong untuk mandi. Apollonia sudah tidak ada di sana. Mungkin ia ke dapur untuk menyiapkan sendiri sarapan, sebagai penebus rasa bersalah karena ingin bertemu keluarganya dulu sebelum pergi begitu jauh ke ujung Sisilia. Don Tommasino bisa mengatur transportasi baginya ke tempat Michael berada.

Di dapur, si wanita tua Filomena membawakan kopi baginya dan dengan malu-malu mengucapkan selamat berpisah.

"Aku akan mengingatkan ayahku mengenai kau," kata Michael, dan Filomena mengangguk.

Calo masuk ke dapur dan berkata pada Michael, "Mobil sudah di luar, perlu kubawakan tasmu?"

"Tidak, akan kuambil sendiri," kata Michael. "Mana Apolla?"

Calo tersenyum geli. "Ia duduk di kursi pengemudi mobil, ingin sekali menginjak pedal gas. Ia benar-benar ingin menjadi wanita Amerika sebelum pergi ke Amerika."

Belum pernah ada wanita petani di Sisilia yang mencoba mengemudikan mobil. Tapi Michael sesekali membiarkan Apollonia mengemudikan Alfa Romeo berkeliling halaman vila, selalu mendampinginya karena istrinya terkadang menginjak gas padahal yang dimaksudkannya rem.

Michael berkata kepada Calo, "Panggil Fabrizzio dan tunggu aku di mobil." Ia keluar dari dapur dan berlari naik ke kamar. Pakaiannya telah dikemas dalam tas. Sebelum mengambil tas, ia melayangkan pandangan ke luar jendela dan melihat mobil diparkir di depan tangga serambi, bukan di depan pintu dapur. Apollonia duduk di dalam mobil, tangannya memegang kemudi seperti anak kecil bermain-main. Calo baru saja meletakkan keranjang makan siang di kursi belakang. Lalu Michael jengkel melihat Fabrizzio menghilang melalui pintu gerbang vila entah untuk urusan apa. Sialan, apa yang dilakukannya? Ia melihat Fabrizzio berpaling, memandang ke balik bahunya dengan tatapan yang tampak gelisah. Ia harus membereskan masalah ini dengan penggembala sialan itu.

Michael menuruni tangga dan memutuskan keluar melalui dapur agar bisa menemui Filomena dan mengucapkan selamat berpisah untuk terakhir kalinya. Ia bertanya pada wanita tua itu, "Apa Dr. Taza masih tidur?"

Ekspresi wajah Filomena yang keriput tampak penuh arti. "Ayam jago tua itu tidak pernah menyambut terbitnya matahari. Dokter semalam pergi ke Palermo."

Michael tertawa. Ia keluar melalui pintu dapur dan bau bunga lemon bahkan menembus hidungnya yang buntu karena ingus. Ia melihat Apollonia melambai kepadanya dari mobil di taman yang hanya sepuluh langkah dari tempatnya. Lalu ia menyadari istrinya memberi isyarat agar ia tetap di tempatnya, istrinya akan mengemudikan mobil ke tempatnya berdiri. Calo berdiri sambil tersenyum di sisi mobil, dengan lupara di tangan.

Pada saat itu, tanpa proses berpikir yang sadar, segalanya teraduk menjadi satu dalam pikirannya, dan Michael berseru pada Apollonia, "Tidak, jangan!" Tapi teriakannya tenggelam oleh ledakan menggelegar yang terjadi sewaktu Apollonia memutar kunci kontak.

Pintu dapur hancur berkeping-keping dan Michael terempas ke dinding vila sejauh tiga meter. Batu-batu yang berjatuhan dari atap vila menimpa bahunya dan nyaris mengenai kepalanya sewaktu ia terkapar di tanah. Ia sadar cukup lama hanya untuk melihat tidak ada yang tersisa dari Alfa Romeo itu selain keempat rodanya dan batangan besi penghubungnya.

Michael siuman di dalam ruangan yang rasanya gelap sekali dan ia mendengar suara-suara yang begitu pelan sehingga terdengar seperti bunyi dan bukannya kata-kata. Karena dorongan naluri hewani ia berpura-pura masih pingsan, tapi suara-suara itu berhenti dan seseorang mencondongkan tubuh dari kursi dekat ranjangnya. Dan sekarang suaranya terdengar sangat jelas, berkata, "Well, akhirnya ia kembali bersama kita."

Lampu dinyalakan, cahayanya yang seperti api putih mengenai mata Michael dan ia berpaling. Kepalanya terasa berat, mati rasa. Lalu ia bisa melihat wajah di atas ranjangnya, wajah Dr. Taza.

"Coba kuperiksa dulu kau sebentar dan sesudah itu lampunya akan kupadamkan lagi," kata Dr. Taza lembut. Ia sibuk menyorotkan senter pensil ke mata Michael. "Kau tidak apa-apa," katanya, dan berpaling pada orang lain di dalam ruangan. "Kau boleh berbicara dengannya."

Ternyata Don Tommasino yang duduk di kursi dekat ranjangnya, sekarang Michael bisa melihatnya dengan jelas. "Michael, Michael, bisa aku berbicara denganmu? Kau ingin beristirahat?"

Lebih mudah mengangkat tangan dan memberi isyarat, dan Michael melakukannya. Don Tommasino berbicara, "Apa Fabrizzio yang mengeluarkan mobil dari garasi?"

Michael, tanpa mengetahui perbuatannya, tersenyum. Ia tersenyum dengan cara yang aneh, senyuman yang dingin, untuk membenarkan. Don Tommasino berkata, "Fabrizzio menghilang. Dengarkan aku, Michael. Kau pingsan selama hampir seminggu. Kau mengerti? Setiap orang menduga kau tewas. Jadi sekarang kau aman, mereka sudah berhenti mencari-cari dirimu. Aku telah mengirim kabar pada ayahmu dan ia memberi perintah. Tidak lama lagi kau akan bisa kembali ke Amerika. Sementara itu kau beristirahat saja di sini diam-diam. Kau aman di sini di pegunungan, di rumah pertanian milikku. Orang Palermo sudah berdamai denganku sekarang sesudah kau dianggap tewas. Jadi selama ini kaulah yang mereka kejar. Mereka ingin membunuhmu sambil membiarkan orang-orang menduga akulah yang mereka incar. Itu harus kauketahui. Sedangkan mengenai yang lainnya, serahkan saja padaku. Pulihkan saja tenagamu dan tetap tenang."

Sekarang Michael bisa mengingat semuanya. Ia mengetahui istrinya telah meninggal, bahwa Calo sudah meninggal. Ia memikirkan si wanita tua di dapur. Ia tidak ingat apakah wanita itu keluar bersamanya atau tidak. Ia berbisik, "Filomena?"

Don Tommasino berkata pelan, "Ia tidak terluka, hanya hidungnya berdarah karena ledakan. Jangan khawatir."

Michael berkata, "Fabrizzio. Beritahu para penggembalamu, siapa pun yang berhasil menyerahkan Fabrizzio akan memiliki tanah yang paling subur di Sisilia."

Kedua pria itu menghela napas lega. Don Tommasino mengangkat gelas dari meja yang tidak begitu jauh dan meminum cairan merah di dalam gelas itu yang menyebabkan kepalanya tersentak.

Dr. Taza duduk di tepi ranjang dan berkata nyaris seperti tak sadar. "Ketahuilah, sekarang kau duda. Itu langka di Sisilia." Seakan kelangkaan itu akan menghibur Michael.

Michael memberi isyarat pada Don Tommasino agar mendekat. Don duduk di ranjang dan menunduk. "Katakan pada ayahku agar membawaku pulang," kata Michael. "Katakan pada ayahku aku ingin menjadi anaknya."

Tapi baru sebulan kemudian Michael pulih dari luka-lukanya, lalu dua bulan sesudah itu ia baru mendapatkan surat-surat yang dibutuhkan dan segala sesuatunya disiapkan. Kemudian ia diterbangkan dari Palermo ke Roma, dan dari Roma ke New York. Selama itu sama sekali tak ada jejak Fabrizzio!

***
 
●● BUKU TUJUH ●●

BAB 25


Sesudah lulus college, Kay Adams bekerja sebagai pengajar di sekolah dasar di kota kelahirannya, New Hampshire. Selama enam bulan pertama sesudah Michael menghilang, setiap minggu ia menelepon ibu Michael untuk menanyakan kabar putranya.

Mrs. Corleone selalu bersikap ramah dan selalu akhirnya mengatakan, "Kau gadis yang manis sekali. Lupakan saja Mikey dan cari suami yang baik."

Kay tidak tersinggung oleh sikap ibu Michael yang terus terang itu dan mengerti bahwa ibu Michael berbicara begitu karena prihatin terhadapnya sebagai gadis muda dalam situasi sulit.

Ketika semester pertama sekolahnya berakhir, Kay memutuskan pergi ke New York untuk membeli pakaian yang pantas dan menemui beberapa teman kuliahnya dulu. Ia juga berpikir ingin mencari pekerjaan yang menarik di New York. Dua tahun ia hidup seperti perawan tua, membaca dari mengajar, menolak ajakan kencan, tidak mau keluar sama sekali, meski ia tidak lagi menelepon ke Long Beach. Kay menyadari ia tidak bisa seperti ini terus, ia jadi jengkel dan tidak bahagia. Tapi ia tetap yakin Michael akan menulis surat padanya atau mengirim pesan. Ia merasa terhina karena Michael tidak melakukannya, dan sedih karena Michael begitu tidak memercayai dirinya.

Ia naik kereta pagi-pagi sekali dan check-in di hotel pada sore harinya. Teman-teman gadisnya sudah bekerja dan ia tidak ingin mengganggu mereka di tempat kerja, karena itu ia merencanakan menelepon mereka malam nanti. Ia tidak ingin berbelanja setelah perjalanan dengan kereta api yang melelahkan. Sendirian di kamar hotel, mengingat saat-saat ketika ia bersama Michael menggunakan kamar hotel untuk bercinta, menyebabkan ia merasa merana. Melebihi segalanya, itulah yang mendorongnya menelepon ibu Michael di Long Beach.

Telepon dijawab pria kasar dengan aksen yang menurutnya sangat khas New York. Kay minta berbicara dengan Mrs. Corleone. Beberapa menit hening, lalu Kay mendengar suara beraksen berat yang menanyakan siapa dirinya. Kay agak malu. "Ini Kay Adams, Mrs. Corleone," katanya. "Anda masih ingat aku?"

"Tentu, tentu, aku masih ingat kau," kata Mrs. Corleone. "Mengapa kau tidak pernah menelepon lagi? Kau sudah menikah?"

"Oh, tidak," jawab Kay. "Aku sibuk sekali," Ia terkejut ibu Michael kedengaran tidak senang karena ia tidak menelepon lagi. "Anda mendengar kabar dari Michael? Apakah ia baik-baik saja?"

Dari ujung sana Mrs. Corleone terdiam, kemudian suaranya terdengar lagi cukup kuat. "Mikey ada di rumah. Ia tidak meneleponmu? Ia tidak menemuimu?"

Kay merasa mulas karena terkejut dan ingin menangis. Suaranya agak terbata-bata ketika ia bertanya, "Sudah berapa lama ia di rumah?"

Mrs. Corleone menjawab, "Enam bulan."

"Oh, begitu," kata Kay. Dan ia sangat malu karena ibu Michael tahu anaknya menyepelekan dirinya. Kemudian kemarahannya bangkit. Marah kepada Michael, kepada ibunya, kepada keluarga Italia itu, yang tidak punya kesopanan untuk memperlihatkan persahabatan setelah hubungan cinta mereka berakhir. Apakah Michael tidak tahu ia mengkhawatirkan dirinya sebagai sahabat biarpun Michael tidak lagi menginginkan dirinya sebagai teman tidur, walaupun ia tidak lagi ingin mengawininya? Apakah Michael mengira ia seperti gadis-gadis Italia yang akan bunuh diri atau mengamuk setelah diambil keperawanannya dan dicampakkan begitu saja?

Tapi ia berusaha membuat suaranya tetap tenang. "Baiklah, terima kasih banyak," katanya. "Aku gembira Michael sudah pulang dan tidak kurang suatu apa pun. Aku hanya ingin tahu. Aku tidak akan menelepon lagi."

Suara Mrs. Corleone terdengar tidak sabar, seakan ia tidak mendengar apa yang dikatakan Kay. "Kau ingin bertemu Michael, kau datang ke sini saja. Beri ia kejutan yang menyenangkan. Kau naik taksi, dan akan kusuruh orang di gerbang membayar taksimu. Katakan pada sopir taksi ia akan mendapat uang dua kali lipat, kalau ia tidak mau jauh-jauh ke Long Beach. Tapi kau jangan membayarnya. Anak buah suamiku di gerbang akan membayarnya."

"Aku tidak bisa berbuat begitu, Mrs. Corleone," kata Kay dingin. "Kalau Michael ingin bertemu denganku, ia pasti sudah meneleponku di rumah. Jelas sekali ia tidak mau meneruskan hubungan kami."

Suara Mrs. Corleone segera terdengar di telepon. "Kau gadis yang manis, punya kaki yang bagus, tapi tidak punya otak." Ia tertawa kecil. "Kau datang ke sini untuk bertemu aku, bukan Mikey. Aku ingin bicara denganmu. Kau datang sekarang juga. Dan jangan bayar taksinya. Aku menunggumu."

Telepon ditutup. Mrs. Corleone memutuskan hubungan.

Kay bisa saja menelepon kembali dan mengatakan tidak akan datang. Tapi ia tahu harus bertemu Michael, berbicara padanya, walaupun hanya untuk basa-basi. Kalau sekarang pria itu ada di rumah, terang-terangan, berarti ia tidak lagi dalam kesulitan, dan ia bisa hidup normal kembali.

Ia melompat turun dari tempat tidur dan mulai bersiap-siap pergi menemui Michael. Ia berdandan dan berpakaian ekstracer-mat. Setelah siap berangkat, ia melihat bayangannya di cermin. Apakah sekarang lebih cantik daripada ketika Michael menghilang dulu? Atau apakah Michael menganggapnya lebih tua dan tidak menarik lagi? Kini tubuh Kay seperti wanita dewasa, pinggulnya lebih bulat, payudaranya lebih berisi. Orang Italia biasanya lebih suka yang seperti itu, walaupun Michael mengatakan menyukainya karena tubuhnya yang langsing. Sebenarnya itu tidak jadi soal, sebab jelas sekali Michael tidak mau lagi berhubungan dengannya. Kalau tidak begitu, pasti Michael sudah meneleponnya dalam kurun waktu enam bulan setelah pulang.

Taksi yang dipanggilnya tidak mau membawanya ke Long Beach, sampai Kay memberikan senyum manis dan mengatakan akan membayar dua kali lipat dari yang ditunjukkan argometer.

Perjalanannya makan waktu hampir satu jam dan kompleks perumahan di Long Beach itu sudah berubah dari sejak Kay terakhir kali melihatnya. Ada pagar besi yang mengelilinginya dan pintu gerbang besi yang menghalangi pintu masuk ke kompleks. Seorang pria yang bercelana panjang dan berjaket putih di luar kemeja merahnya membuka pintu gerbang dan melongokkan kepala ke dalam taksi untuk melihat argometer, lalu memberikan uangnya kepada sopir taksi. Kemudian setelah Kay melihat sopir taksi tidak protes dan senang dengan uang yang diterimanya, ia turun dan berjalan menyeberangi kompleks menuju rumah yang berada di tengah.

Mrs. Corleone sendiri yang membuka pintu dan menyambut Kay dengan pelukan hangat yang membuat Kay terkejut. Kemudian ia memandang Kay dengan tatapan menilai. "Kau gadis yang cantik," katanya terus terang. "Putra-putraku tolol." Ia menarik Kay memasuki pintu dan menuntunnya ke dapur. Di sana sepiring makanan sudah disiapkan di meja dan seteko kopi dijerang di kompor. "Michael segera pulang," katanya. "Kau akan mengejutkannya."

Mereka duduk bersama dan Mrs. Corleone memaksa Kay makan, sambil mengajukan berbagai pertanyaan dengan penuh rasa ingin tahu. Ia senang sekali mendengar Kay menjadi guru, bahwa ia datang ke New York untuk menemui teman-teman lamanya, dan bahwa umur Kay baru dua puluh empat tahun. Ia terus mengangguk-angguk seakan semua fakta itu sesuai dengan spesifikasi pribadi di dalam pikirannya. Kay begitu gelisah sehingga hanya menjawab pertanyaan, tidak pernah mengatakan apa pun.

Kay melihat Michael lebih dulu melalui jendela dapur. Mobil berhenti di muka rumah dan dua pria turun. Kemudian Michael. Ia menegakkan tubuh untuk bicara dengan salah satu pria. Wajahnya yang sebelah kiri bisa dilihat Kay. Sisi itu rusak, cacat, seperti wajah boneka plastik yang disepak anak nakal. Tapi anehnya hal itu tidak merusak ketampanannya di mata Kay, lalu ia menitikkan air mata. Ia melihat Michael menempelkan sehelai saputangan putih ke mulut dan hidungnya serta memeganginya sesaat ketika berbelok untuk masuk ke rumah.

Kay mendengar pintu terbuka dan langkah-langkah kaki Michael di lorong sebelum belok ke dapur, lalu pria itu berada di tempat terbuka, melihat Kay bersama ibunya. Ia tampak pasif, kemudian tersenyum sebentar, sisi mukanya yang cacat menghalangi ia tersenyum lebar. Kay yang tadinya hanya bermaksud mengatakan, "Halo, apa kabar?" dengan gaya yang sangat tenang, kini beranjak dari kursi dan berlari ke pelukan Michael, membenamkan wajahnya di bahu Michael. Pria itu mencium pipinya yang basah lalu memeluknya sampai ia berhenti menangis.

Kemudian Michael berjalan ke mobil dan melambaikan tangan menyuruh pengawal pribadinya pergi, lalu mengemudikan mobil dengan Kay di sisinya.

Kay memperbaiki riasannya dengan menyeka bedak yang tersisa dengan saputangan.

"Aku tidak bermaksud berbuat begitu," kata Kay. "Tapi tidak ada yang memberitahuku betapa parah mereka menyakitimu."

Michael tertawa dan menyentuh sisi wajahnya yang rusak. "Maksudmu ini? Ini bukan apa-apa. Ini hanya memberiku masalah pada sinus. Sekarang setelah pulang, mungkin aku akan berusaha memperbaikinya. Aku tidak bisa menulis surat kepadamu atau melakukan hal apa pun," kata Michael. "Kau harus memahami itu sebelum memahami yang lainnya."

"Oke," kata Kay.

"Aku punya tempat di kota," Michael melanjutkan. "Kau setuju kita pergi ke sana atau kita makan malam dan minum saja di restoran?"

"Aku tidak lapar," kata Kay.

Mereka bermobil menuju New York sambil berdiam diri selama beberapa saat.

"Kau sudah lulus?" tanya Michael.

"Ya," kata Kay. "Aku mengajar di sekolah dasar di kota kelahiranku sekarang. Apakah mereka sudah menemukan siapa yang sebenarnya membunuh polisi itu, dan itu sebabnya kau bisa pulang?"

Selama beberapa saat Michael tidak menjawab. "Ya, mereka sudah menemukannya," jawabnya. "Beritanya ada di surat kabar di seluruh New York. Kau tidak membacanya?"

Kay tertawa lega karena Michael membantah dirinya pembunuh. "Di kota kami hanya The New York Times yang bisa kami dapat," katanya. "Kurasa berita itu hanya dimuat di halaman delapan puluh sembilan. Seandainya membacanya, aku pasti menelepon ibumu lebih cepat."

Kay berhenti berbicara sebentar kemudian berkata, "Lucu sekali cara ibumu berbicara, aku hampir percaya kau yang melakukannya. Dan tepat sebelum kau datang, ketika kami minum kopi, ia menceritakan orang gila yang mengaku itu."

Michael berkata, "Mungkin mulanya ibuku percaya."

"Ibumu sendiri?" tanya Kay.

Michael tersenyum. "Kaum ibu sama seperti polisi. Mereka selalu memercayai hal yang paling buruk."

Michael lalu memarkir mobil di garasi di Mulberry Street yang pemiliknya tampak mengenal dirinya. Ia mengajak Kay memutari sudut jalan ke rumah dari batu bata merah yang tampaknya hampir hancur dan sesuai dengan lingkungannya yang berantakan. Michael mempunyai kunci pintu depan dan setelah mereka masuk, Kay melihat rumah yang dilengkapi perabotan mahal dan nyaman seperti rumah jutawan. Michael menuntunnya ke lantai atas, tempat terdapat ruang duduk yang luas, dapur besar, dan pintu menuju kamar tidur. Di sudut ruang duduk ada bar dan Michael mencampur minuman untuk mereka berdua. Mereka duduk di sofa berdampingan dan Michael berkata perlahan, "Lebih baik kita ke kamar tidur."

Kay menenggak minumannya banyak-banyak dan tersenyum padanya. "Ya," katanya.

Bagi Kay permainan cinta yang mereka lakukan hampir seperti sebelumnya, tapi Michael sedikit lebih kasar, lebih langsung, dan tidak selembut biasanya. Seakan Michael menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi ia tidak ingin mengeluh. Itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan cara yang aneh, pria lebih peka dalam situasi seperti ini, pikirnya. Ia mendapati bercinta dengan Michael setelah berpisah dua tahun merupakan hal paling wajar di dunia. Rasanya Michael seperti tidak pernah pergi.

"Seharusnya kau menulis surat kepadaku, kau bisa mempercayai aku," kata Kay sambil meringkuk ke tubuh Michael. "Aku bisa melakukan omerta New England. Yankee juga bisa menutup mulut, kau tahu."

Michael tertawa pelan dalam kegelapan. "Aku tidak pernah mengira kau bakal menunggu," katanya. "Aku tidak pernah menyangka kau mau menunggu setelah apa yang terjadi."

Kay berkata cepat, "Aku tidak pernah percaya kau membunuh dua lelaki itu. Kecuali mungkin ibumu rupanya berpikir begitu. Tapi dalam hati aku tidak pernah mempercayainya. Aku kenal baik dirimu."

Ia bisa mendengar Michael menghela napas. "Tidak jadi soal aku melakukannya atau tidak," katanya. "Kau harus memahami itu."

Kay sedikit tertegun mendengar nada dingin dalam suara Michael. Ia berkata, "Kalau begitu katakan saja sekarang, kau melakukannya atau tidak?"

Michael menyandar di bantal dan dalam kegelapan cahaya terpancar ketika ia menyalakan rokok. "Kalau aku memintamu menikah denganku, apakah aku harus menjawab pertanyaanmu itu dulu sebelum kau menjawab pertanyaanku?"

Kay berkata, "Aku tidak peduli, aku cinta padamu, aku tidak peduli. Kalau kau cinta padaku, kau tidak akan takut mengatakan kebenaran kepadaku. Kau tidak akan takut aku memberitahu polisi. Selesai, bukan? Maka kau benar-benar gangster, bukan? Tapi aku benar-benar tidak peduli. Yang menjadi pikiranku sekarang adalah jelas sekali kau tidak mencintaiku. Kau bahkan tidak menelepon setelah kembali."

Michael mengisap rokok dan abu yang masih menyala jatuh ke punggung Kay yang telanjang. Kay mengernyitkan muka dan berkata dengan nada bergurau, "Berhenti menyiksaku, aku tidak akan bicara."

Michael tidak tertawa. Suaranya terdengar linglung. "Kau tahu, ketika pulang aku tidak terlalu senang bertemu keluargaku, ayahku, ibuku, adikku Connie, dan Tom. Rasanya cukup menyenangkan, tapi aku tidak terlalu peduli. Kemudian aku pulang ke rumah malam ini dan ketika melihat kau berada di dapur bersama ibuku, aku senang sekali. Apa itu yang kaumaksud dengan cinta?"

"Cukup mendekatiku bagiku," jawab Kay.

Mereka bercinta lagi beberapa lama. Michael kali ini lebih lembut. Kemudian ia keluar mengambil minuman untuk mereka berdua.

Saat kembali, ia duduk di kursi berlengan yang menghadap ke tempat tidur. "Mari kita serius," katanya. "Bagaimana pendapatmu kalau kita menikah?"

Kay tersenyum padanya dan memberi isyarat supaya Michael naik ke tempat tidur.

Michael membalas senyumnya. "Aku tidak bisa menceritakan kepadamu apa yang terjadi. Sekarang aku bekerja untuk ayahku. Aku sudah dilatih untuk mengambil alih bisnis minyak zaitun keluargaku. Tapi kau tahu keluargaku punya banyak musuh, ayahku punya musuh. Kau bisa menjadi janda muda, kemungkinan itu ada, memang tidak besar kemungkinannya, tetapi bisa saja terjadi. Dan aku tidak bisa menceritakan kepadamu apa yang terjadi di kantor setiap hari. Aku tidak akan menceritakan bisnisku kepadamu. Kau akan menjadi istriku tapi tidak akan menjadi partner hidupku, begitu istilahnya, kurasa. Bukan partner yang sederajat. Tidak bisa."

Kay duduk tegak di tempat tidur. Ia menyalakan lampu baca yang ada di meja kemudian menyulut sebatang rokok. Ia menyandar ke bantal dan berkata pelan, "Kau mengatakan kepadaku bahwa kau gangster, bukan? Kau mengatakan kepadaku bahwa kau bertanggung jawab atas orang-orang yang tewas dibunuh dan kejahatan lain yang berhubungan dengan pembunuhan. Dan aku selamanya tidak boleh menanyakan bagian kehidupanmu yang itu, bahkan tidak boleh memikirkannya. Tepat seperti dalam film horor ketika si monster minta si gadis cantik menikah dengannya."
Michael menyeringai, bagian wajahnya yang rusak menghadap Kay, dan Kay berkata penuh penyesalan, "Oh, Mike, aku bahkan tidak menyadari hal tolol itu, sumpah."

"Aku tahu," kata Michael sambil tertawa. "Aku suka mempunyai cacat ini sekarang, tapi hidungku jadi terus-menerus mengeluarkan ingus."

"Kau tadi bilang kita mesti serius," Kay meneruskan. "Kalau kita menikah, kehidupan macam apa yang akan kujalani? Seperti ibumu, seperti ibu rumah tangga Italia lain yang hanya mengurus anak-anak dan rumah? Kurasa kau bisa saja masuk penjara."

"Tidak, tidak mungkin," kata Michael. "Terbunuh, atau masuk penjara, tidak."

Kay tertawa mendengar keyakinan Michael, tawanya mengandung campuran aneh rasa bangga dan geli. "Tapi bagaimana kau bisa berkata begitu?" tanyanya. "Serius."

Michael menghela napas. "Semua itu tidak bisa kubicarakan denganmu, aku tidak ingin membicarakan hal itu denganmu."

Kay lama terdiam. "Mengapa kau ingin aku menikah denganmu setelah berbulan-bulan tidak pernah meneleponku? Apakah aku sehebat itu di ranjang?"

Michael mengangguk serius. "Tentu saja," katanya. "Tapi aku mendapatkannya secara gratis, jadi kenapa aku harus menikahimu hanya untuk itu? Dengar, aku tidak menginginkan jawaban sekarang. Kita akan terus bertemu. Kau boleh membicarakannya dulu dengan orangtuamu. Kudengar ayahmu benar-benar keras dengan caranya sendiri. Dengarkan nasihatnya."

"Kau belum menjawab kenapa kau ingin menikah denganku," kata Kay.

Michael mengambil sehelai saputangan putih dari laci meja dan memegangnya di hidung. Ia membersit hidungnya dengan saputangan lalu mengusapnya. "Ada alasan yang kuat sekali untuk tidak menikah denganku," katanya. "Bagaimana rasanya memiliki suami yang terus-menerus membuang ingus?"

Kay berkata tidak sabar, "Ayolah, yang serius, aku bertanya padamu."

Michael memegang saputangannya. "Oke," katanya, "kali ini saja. Hanya kau orang yang kusayangi, yang kupedulikan. Aku tidak menelepon karena tak terlintas dalam pikiranku bahwa kau masih tertarik padaku sesudah segala yang terjadi. Sungguh, aku bisa saja mengejar-ngejar dirimu, aku bisa saja menjebakmu, tapi aku tidak ingin berbuat begitu. Sekarang ada yang akan kupercayakan padamu dan aku tidak ingin kau mengatakannya, sekalipun pada ayahmu. Kalau segala sesuatu berjalan lancar, usaha Keluarga Corleone akan sah sepenuhnya dalam lima tahun. Beberapa hal rumit harus dilakukan untuk memungkinkan tercapainya tujuan itu. Di sanalah terletak kemungkinan kau menjadi janda yang kaya. Sekarang, kenapa aku menginginkan dirimu? Well, sebab aku menginginkan dirimu dan aku ingin memiliki keluarga. Aku ingin memiliki anak-anak; waktunya sudah tiba. Dan aku tidak ingin anak-anakku terpengaruh diriku seperti aku terpengaruh ayahku. Aku tidak bermaksud mengatakan ayahku sengaja mempengaruhi diriku. Ia tidak pernah berbuat begitu. Ia bahkan tidak pernah menginginkan aku terlibat bisnis keluarga. Ia ingin aku menjadi profesor atau dokter, semacam itu. Tapi keadaan memburuk dan aku harus berjuang demi Keluarga. Aku harus berjuang keras karena aku mencintai dan mengagumi ayahku. Aku tidak pernah mengenal orang yang lebih layak untuk dihormati. Ia suami dan ayah yang baik, serta sahabat yang baik bagi orang-orang yang kurang beruntung dalam hidup. Ada sisi lain pada dirinya, tapi itu tidak relevan bagiku sebagai anaknya. Bagaimanapun aku tidak ingin hal itu terjadi pada anak-anak kita. Aku ingin mereka tumbuh menjadi anak Amerika sepenuhnya, benar-benar anak Amerika, dalam segala hal. Mungkin mereka atau cucu mereka kelak akan terjun ke politik." Michael tersenyum. "Mungkin salah seorang dari mereka akan menjadi presiden Amerika Serikat. Kenapa tidak? Dalam pelajaran sejarah di Dartmouth, kami menyelidiki latar belakang semua presiden dan mereka ternyata memiliki ayah atau kakek yang beruntung karena tidak digantung. Tapi aku sudah puas kalau anak-anakku menjadi dokter, musikus, atau guru. Mereka tidak akan mengelola bisnis Keluarga. Lagi pula saat mereka dewasa, aku sudah pensiun. Dan aku dan kau akan menjadi anggota country club, menjalani hidup lurus keluarga Amerika yang kaya. Bagaimana lamaranku ini menurutmu?"

"Luar biasa," kata Kay. "Tapi kau agak melompati bagian mengenai janda."

"Kemungkinan itu tidak besar. Aku menyinggungnya hanya untuk memberi gambaran yang jujur." Michael menepuk-nepuk hidungnya dengan saputangan.

"Aku tidak percaya, aku tidak percaya kau orang yang seperti itu, tak mungkin," kata Kay. Wajahnya memancarkan kebingungan. "Aku hanya tidak memahami seluruh masalahnya, bagaimana itu mungkin terjadi."

"Well, aku tidak bisa memberi penjelasan lebih banyak," kata Michael lembut. "Kau tahu, kau tidak perlu memikirkan hal-hal itu. Sesungguhnya tidak ada hubungannya dengan dirimu, atau dengan kehidupan kita kalau kita menikah."

Kay menggeleng. "Bagaimana kau bisa menikah denganku, bagaimana kau bisa mengisyaratkan bahwa kau mencintaiku, kau tidak pernah mengucapkan kata itu tapi baru saja mengatakan bahwa kau mencintai ayahmu, kau tidak pernah mengatakan cinta padaku, bagaimana bisa kalau kau begitu tidak mempercayai diriku sehingga tak bisa memberitahukan hal-hal yang paling penting dalam hidupmu? Bagaimana kau bisa menginginkan istri yang tidak kaupercayai? Ayahmu mempercayai ibumu. Aku tahu itu."

"Tentu saja," kata Michael. "Tapi tidak berarti ayahku menceritakan segalanya pada ibuku. Dan, ketahuilah, ayahku memiliki alasan untuk mempercayai ibuku. Bukan karena mereka sudah menikah dan ia istrinya. Tapi ibuku melahirkan empat anak pada waktu keadaan tidak aman untuk melahirkan anak. Ibuku merawat dan menjaga ayahku sewaktu orang menembaknya. Ibuku percaya pada ayahku. Ayahku selalu jadi loyalitas pertama ibuku selama empat puluh tahun. Sesudah kau berbuat begitu, mungkin aku akan menceritakan padamu beberapa hal yang sebenarnya tidak ingin kaudengar."

"Apakah kita harus tinggal dalam kompleks Keluarga?" tanya Kay.

Michael mengangguk. "Kita akan memiliki rumah sendiri, itu bukan hal yang terlalu sulit. Orangtuaku tidak akan ikut campur. Kehidupan kita akan menjadi kehidupan kita sendiri. Tapi sampai segala sesuatunya dibereskan, aku harus tinggal di kompleks."

"Sebab berbahaya bagimu untuk tinggal di luar," kata Kay.

Untuk pertama kali sejak Kay mengenalnya, ia melihat Michael marah. Kemarahan dingin dan menakutkan yang tidak diperlihatkan dengan gerakan atau perubahan suara. Kemarahannya terwujud dalam aura dingin yang terpancar dari diri Michael bagai maut, dan Kay mengetahui aura dingin itulah yang menyebabkan ia memutuskan tidak menikah dengan Michael seandainya sebelumnya ia memutuskan begitu.

"Masalahnya adalah semua sampah sialan yang disebarkan film dan koran," kata Michael. "Kau mendapat gagasan keliru mengenai ayahku dan Keluarga Corleone. Akan kujelaskan untuk yang terakhir kalinya, dan ini benar-benar yang terakhir. Ayahku pengusaha yang berusaha mencukupi kebutuhan istri dan anak-anaknya serta teman-teman yang mungkin akan diperlukannya kelak di masa-masa sulit. Ia tidak menerima aturan masyarakat tempat kita tinggal karena aturan itu akan memaksanya menjalani kehidupan yang tidak cocok bagi orang seperti dirinya, orang yang memiliki kekuatan dan watak yang luar biasa. Yang harus kaupahami adalah ia memandang dirinya sederajat dengan semua orang besar seperti presiden dan perdana menteri serta jaksa agung dan gubernur negara bagian. Ia tidak mau hidup sesuai aturan yang dibuat orang lain, aturan yang mengharuskan dirinya hidup sebagai pecundang. Tapi tujuan akhirnya adalah memasuki masyarakat dengan kekuatan tertentu karena masyarakat sebenarnya tidak melindungi anggotanya yang tidak memiliki kekuatan individu. Sementara itu ia beroperasi dengan kode etik yang dipandangnya jauh lebih unggul daripada struktur masyarakat yang legal."

Kay memandang Michael dengan takjub. "Tapi itu sangat menggelikan," katanya. "Bagaimana kalau setiap orang juga merasa begitu? Bagaimana masyarakat bisa berfungsi kalau begitu? Kita akan kembali ke zaman batu. Mike, kau tidak mempercayai apa yang baru saja kauucapkan sendiri, bukan?"

Michael tersenyum padanya. "Aku hanya mengatakan apa yang dipercayai ayahku. Aku hanya ingin kau mengerti bahwa siapa dan apa pun dirinya, ia bukannya tidak bertanggung jawab, atau sedikitnya di dalam masyarakat yang diciptakannya. Ia bukan gangster gila yang senang menghujani orang dengan peluru senapan mesin seperti dugaanmu. Ia orang yang bertanggung jawab dengan caranya sendiri."

"Dan apa yang kaupercayai?" tanya Kay pelan.

Michael mengangkat bahu. "Aku percaya pada keluargaku," katanya. "Aku percaya padamu dan pada keluarga yang akan kita miliki. Aku tidak mempercayai masyarakat untuk melindungi kita, aku tidak berniat menyerahkan nasibku ke tangan orang-orang yang hanya pandai menipu para penghuni satu blok agar memberikan suara untuk mereka. Tapi itu untuk sementara ini - Zaman ayahku sudah berlalu. Hal-hal yang telah dilakukannya tidak lagi bisa dilakukan kecuali dengan risiko yang sangat besar. Kita suka atau tidak, Keluarga Corleone harus bergabung dengan masyarakat. Tapi saat kita berbuat begitu, aku ingin kita bergabung dengan kekuatan yang cukup; maksudku, kita harus memiliki uang dan hal-hal berharga lain. Aku ingin posisi anak-anakku sekuat mungkin sebelum mereka menjalani takdir bersama itu."

"Tapi kau suka rela berjuang demi negaramu, kau pahlawan perang," kata Kay. "Apa yang terjadi sehingga membuatmu berubah?"

Michael berkata, "Pembicaraan ini tidak ada gunanya. Tapi mungkin aku seperti golongan konservatif kuno yang tumbuh di kota kelahiranmu. Aku mengurus diri sendiri, individual. Pemerintah sebenarnya tidak berbuat banyak bagi rakyatnya, itulah yang dirasakan rakyat, tapi sebenarnya bukan itu yang menjadi penyebab. Yang bisa kukatakan padamu hanyalah aku harus membantu ayahku, aku harus berada di pihaknya. Dan kau harus mengambil keputusan sendiri apakah akan berada di pihakku." Ia tersenyum pada Kay. "Kurasa menikah merupakan gagasan yang buruk."

Kay menepuk-nepuk ranjang. "Aku tidak tahu apa-apa tentang kehidupan pernikahan, tapi aku telah hidup tanpa pria selama dua tahun dan tidak akan melepaskanmu semudah itu. Kemarilah."

Sesudah mereka berdua di ranjang, lampu dipadamkan, Kay berbisik padanya, "Percayakah kau bahwa aku tidak bersama pria mana pun sejak kau pergi?"

"Aku percaya," kata Michael.

"Kau sendiri?" bisik Kay dengan suara yang lebih rendah.

"Ya," kata Michael. Ia merasa Kay agak tegang. "Tapi tidak dalam enam bulan terakhir." Itu memang benar. Kay adalah wanita pertama yang diajaknya bercinta sejak kematian Apollonia.

***
 
BAB 26 a


Suite hotel itu mewah, menghadap ke taman firdaus buatan di halaman belakang. Pohon-pohon palem dirambati lampu-lampu kecil berwarna Jingga, dua kolam renang besar dengan permukaan biru tua mengilap berada di bawah taburan bintang di gurun. Di kaki langit tampak lautan pasir dan gunung-gunung batu yang mengelilingi Las Vegas dalam lembah neonnya. Johnny Fontane membiarkan tirai berat berbordir mewah menutup dan berbalik kembali ke kamar.

Kelompok khusus yang terdiri atas empat orang, seorang bandar, seorang pembagi kartu, seorang pengganti tambahan, dan seorang pelayan koktail yang mengenakan seragam minim kelab malam tengah menyiapkan segala sesuatunya untuk acara pribadi.

Nino Valenti berbaring di sofa ruang duduk suite hotel, segelas wiski di tangan. Nino Valenti mengawasi orang-orang dari kasino itu mempersiapkan meja permainan blackjack berbentuk ladam kuda dengan enam kursi empuk yang mengelilinginya. "Bagus sekali, bagus sekali," katanya dengan suara tak jelas orang yang belum benar-benar mabuk. "Johnny, ayo berjudi bersamaku melawan keparat-keparat ini. Aku sedang beruntung. Kita akan mengalahkan mereka semua."

Johnny duduk di tumpuan kaki di depan sofa. "Kau tahu aku tidak suka berjudi," katanya. "Bagaimana perasaanmu, Nino?"

Nino Valenti tersenyum padanya. "Hebat. Aku punya cewek yang akan datang tengah malam nanti, sesudah itu makan malam, lalu kembali ke meja blackjack. Kau tahu aku mengalahkan rumah judi hampir lima puluh ribu dan mereka mengejar-ngejar diriku selama seminggu?"

"Yeah," kata Johnny Fontane. "Kepada siapa kau akan mewariskan semuanya waktu kau mati nanti?"

Nino menenggak habis isi gelasnya. "Johnny, bagaimana kau bisa punya reputasi sebagai buaya darat? Kau benar-benar payah, Johnny. Ya Tuhan, para wisatawan di kota ini lebih bersenang-senang daripada dirimu."

Johnny berkata, "Yeah. Kau mau kubantu ke meja blackjack?"

Nino berusaha dengan susah payah bangkit dari sofa dan menjejakkan kaki kuat-kuat di karpet. "Aku bisa sendiri," katanya. Ia membiarkan gelasnya jatuh ke lantai dan berdiri, lalu berjalan cukup mantap ke meja blackjack yang telah disiapkan.

Pembagi kartu sudah siap. Bandar berdiri di belakang pembagi kartu, mengawasi. Pembagi kartu cadangan duduk di kursi agak jauh dari meja. Pelayan koktail duduk di kursi lain tempat ia bisa melihat gerakan Nino Valenti.

Nino mengetuk lapisan meja yang berwarna hijau dengan buku jarinya. "Chip," katanya.

Bandar mengeluarkan buku catatan dari saku dan mengisi sehelai formulir lalu meletakkannya di meja di hadapan Nino dengan sebatang pena kecil. "Silakan, Mr. Valenti," katanya. "Lima ribu untuk awal, seperti biasa."

Nino menggoreskan tanda tangan di bagian bawah formulir dan bandar mengantongi formulir tersebut. Ia mengangguk kepada pembagi kartu.

Dengan jemari yang sangat cekatan si pembagi kartu mengambil tumpukan chip hitam dan emas seratusan dolar dari rak di hadapannya. Dalam waktu lima detik di hadapan Nino tersusun lima tumpuk chip seratusan dolar yang sama tinggi, setiap tumpuk berisi sepuluh keping.

Ada enam segi-empat, ukurannya sedikit lebih besar daripada kartu remi, terukir dalam warna putih di atas meja hijau, setiap segi-empat letaknya disesuaikan dengan kursi pemain. Sekarang Nino meletakkan taruhannya pada tiga segi-empat ini, masing-masing sekeping, jadi ia memainkan tiga kartu masing-masing dengan taruhan seratus dolar. Ia tidak mau dikalahkan pada ketiga kartu karena pembagi kartu memiliki kartu enam, kartu payah, dan pembagi kartu memang kalah.

Nino meraup keping-keping tersebut dan berpaling pada Johnny Fontane. "Awal malam yang hebat, heh, Johnny?"

Johnny tersenyum. Tidak biasa bagi penjudi seperti Nino untuk menandatangani formulir pinjaman sewaktu berjudi. Sepatah kata saja biasanya sudah cukup bagi penjudi kelas kakap. Mungkin mereka takut Nino melupakan kekalahannya karena mabuk. Mereka tidak tahu Nino ingat segala-galanya.

Nino terus meraih kemenangan dan sesudah babak ketiga, mengangkat jari kepada pelayan koktail. Wanita itu pergi ke bar di ujung ruangan dan membawakan anggur putih dalam gelas air. Nino meneguk minumannya, memindahkan gelas ke tangan lain agar bisa memeluk pelayan itu. "Duduklah bersamaku, Sayang, mainlah beberapa kali; bawakan keberuntungan padaku."

Si pelayan koktail wanita yang sangat cantik, tapi Johnny bisa melihat ia dingin, tidak memiliki kepribadian sama sekali, sekalipun ia sudah berusaha keras. Ia melontarkan senyum manis pada Nino tapi lidahnya bagai terjulur, tergiur pada keping-keping hitam dan emas di meja. Persetan, kenapa ia tidak boleh mendapat beberapa keping? pikir Johnny. Ia cuma menyesali kenapa Nino tidak mendapat yang lebih baik untuk uangnya.

Nino membiarkan pelayan itu bermain beberapa babak lalu memberinya salah satu chip, dan menepuk pantatnya, mengusirnya dari meja. Johnny memberi isyarat agar diambilkan minuman. Wanita itu mematuhi perintahnya, tapi melakukannya seakan memainkan adegan paling dramatis dalam film paling dramatis yang pernah dibuat. Si pelayan mengarahkan segenap pesonanya pada Johnny Fontane yang agung. Ia membuat matanya berbinar mengundang, langkahnya paling seksi, mulutnya sedikit terbuka seakan siap menggigit benda terdekat yang membangkitkan nafsu. Ia sangat mirip hewan betina yang sedang birahi, tapi sikapnya dibuat-buat. Johnny Fontane berpikir, Ya Tuhan, salah satu dari mereka. Itu pendekatan paling populer wanita yang ingin mengajaknya ke ranjang. Pendekatan yang hanya berhasil kalau dirinya mabuk berat, padahal sekarang ia tidak mabuk. Ia melontarkan salah satu senyumnya yang terkenal pada wanita itu dan berkata, "Terima kasih, Sayang." Wanita tersebut memandangnya dan merekahkan bibir dalam senyum terima kasih, pandangan matanya jadi menerawang, tubuhnya tegang dengan torso agak condong ke belakang dari kaki yang terbungkus stoking jala. Ketegangan luar biasa tampak terbentuk dalam tubuhnya, payudaranya tampak makin penuh dan membesar di balik blusnya yang tipis dan minim. Lalu sekujur tubuhnya bergetar samar bagai senar gitar dipetik. Kesan keseluruhannya wanita yang mengalami orgasme hanya karena Johnny Fontane tersenyum padanya dan berkata, "Terima kasih, Sayang." Semua dilakukannya dengan sangat baik, lebih baik daripada yang pernah dilihat Johnny. Tapi sekarang ia mengetahui itu palsu. Dan selalu ada kemungkinan besar bahwa sundal-sundal yang melakukannya payah di ranjang.

Johnny Fontane mengawasi si pelayan kembali ke kursi dan menenggak minumannya perlahan-lahan. Ia tidak ingin melihat tipuan itu lagi. Ia tidak menginginkannya malam ini.

Satu jam kemudian Nino Valenti mulai goyah. Mula-mula ia mencondongkan tubuh, lalu gemetar ke kursi, kemudian terjungkal dari kursi ke lantai. Tapi bandar dan pembagi kartu cadangan telah waspada melihat goyangan tubuhnya yang pertama dan menangkapnya sebelum ia sempat menghantam lantai. Mereka mengangkatnya melewati tirai yang tersibak ke kamar tidur dalam suite hotel.

Johnny terus mengawasi saat pelayan koktail membantu kedua pria tadi menanggalkan pakaian Nino dan mendorongnya ke balik selimut di ranjang. Bandar menghitung chip Nino dan menuliskannya di buku catatan, lalu menjaga meja dan chip milik pembagi kartu. Johnny bertanya padanya, "Sudah berapa lama ini berlangsung?"

Bandar mengangkat bahu. "Ia lebih cepat malam ini. Pada kejadian pertama, kami memanggil dokter hotel dan dokter memberi Mr. Valenti obat dan agak menceramahinya. Lalu Nino memberitahu kami agar tidak memanggil dokter kalau kejadian itu terulang, hanya membaringkan dirinya di tempat tidur dan ia akan pulih kembali besok. Jadi itulah yang kami lakukan. Ia sangat beruntung, ia menang lagi malam ini, hampir tiga ribu."

Johnny Fontane berkata, "Well, kita panggil dokter hotel malam ini. Oke? Hubungi kasino kalau perlu."

***

Hampir lima belas menit berlalu, barulah Jules Segal datang ke suite. Johnny memperhatikan dengan jengkel bahwa orang itu tidak pernah tampil seperti dokter. Malam ini ia memakai kemeja polo biru dengan garis tepi putih, sepatu kulit putih tanpa kaus kaki. Ia tampak lucu menjinjing tas dokter tradisional yang berwarna hitam.

Johnny berkata, "Seharusnya kau memikirkan cara untuk membawa peralatanmu dalam tas golf."

Jules tersenyum mengerti. "Yeah, tas dokter kuno ini benar-benar merepotkan. Menakut-nakuti orang. Seharusnya paling tidak mereka mengganti warnanya."

Ia melangkah ke ranjang tempat Nino tidur. Sambil membuka tas, ia berkata pada Johnny, "Terima kasih untuk cek yang kaukirimkan sebagai konsultan. Jumlahnya berlebihan. Apa yang kulakukan tidak terlalu penting."

"Kata siapa tidak terlalu penting," tukas Johnny. "Ah, lupakan saja, itu sudah lama berlalu. Kenapa Nino?"

Jules dengan cepat memeriksa denyut jantung, nadi, dan tekanan darah Nino. Ia mengeluarkan alat suntik dari tasnya dan menusuk lengan Nino, menyuntiknya. Wajah Nino yang tidur nyenyak kehilangan kepucatannya yang seperti lilin, warna merah kembali ke pipinya, seakan-akan darah mulai memompa lebih cepat.

"Diagnosis yang sederhana sekali," kata Jules cepat. "Aku sempat memeriksa dan melakukan beberapa tes atas dirinya waktu ia pertama kali pingsan di sini. Kuminta ia dipindahkan ke rumah sakit sebelum sadar kembali. Ia terserang diabetes, yang masih ringan dan tidak menjadi masalah kalau dirawat dengan pengobatan, diet, dan lainnya. Ia berkeras mengabaikannya. Ia juga bertekad terus mengkonsumsi minuman keras hingga mati. Hatinya akan rusak dan otaknya bakal tidak berfungsi lagi. Sekarang ini ia mengalami koma diabetik ringan. Kunasihatkan agar ia dibawa."

Johnny Fontane lega. Itu bukan masalah yang terlalu serius, yang perlu dilakukan Nino hanyalah menjaga diri sendiri.

"Maksudmu ke salah satu tempat untuk menghentikan kecanduannya?" tanya Johnny.

Jules pergi ke bar di sudut jauh kamar dan mencampur minuman. "Tidak," katanya. "Maksudku ke rumah sakit jiwa."

"Jangan bergurau," kata Johnny.

"Aku tidak bergurau," balas Jules. "Aku sama sekali tidak mendalami ilmu jiwa tapi tahu sedikit. Itu bagian pekerjaanku. Temanmu Nino bisa dipulihkan seperti sediakala selama kerusakan hatinya tidak melampaui batas, yang hanya bisa kita ketahui dengan autopsi. Tapi penyakit yang sesungguhnya ada di dalam kepalanya. Pada pokoknya ia tidak peduli kalau mati, mungkin ia bahkan ingin bunuh diri. Sebelum itu disembuhkan, tidak ada harapan bagi dirinya. Itu sebabnya kukatakan agar mengirim dirinya ke rumah sakit jiwa tempat ia bisa menjalani perawatan psikiatri yang dibutuhkannya."

Terdengar ketukan di pintu dan Johnny membukakan pintu. Ternyata Lucy Mancini. Ia melangkah ke pelukan Johnny dan menciumnya. "Oh, Johnny, senang bertemu lagi denganmu," katanya.

"Sudah lama kita tidak bertemu," kata Johnny Fontane. Ia menyadari Lucy Mancini telah berubah. Ia sekarang lebih langsing, pakaiannya jauh lebih baik, dan cara mengenakannya pun lebih baik. Gaya rambutnya disesuaikan dengan wajahnya, berpotongan pria. Ia tampak lebih muda dan lebih baik daripada yang dilihat Johnny selama ini dan pikiran bahwa gadis ini bisa menemaninya di Las Vegas sini melintas dalam benaknya. Pasti akan menyenangkan bersama-sama dengan cewek secantik ini.

Tapi sebelum ia bisa memperlihatkan pesonanya, Johnny teringat bahwa Lucy kekasih si dokter. Jadi ia pun mencoret rencana itu. Ia melontarkan senyum ramah dan berkata, "Kenapa kau datang ke apartemen Nino malam-malam, eh?"

Lucy meninju bahu Johnny. "Kudengar Nino sakit dan Jules kemari. Aku hanya ingin melihat apakah ada yang bisa kubantu. Nino tidak apa-apa, bukan?"

"Tentu," kata Johnny. "Ia akan pulih kembali."

Jules Segal duduk di sofa. "Omong kosong ia akan pulih kembali," bantah Jules. "Kusarankan kita semua duduk di sini hingga Nino sadar kembali. Lalu kita akan membujuknya agar mau dirawat. Lucy, ia menyukaimu, mungkin kau bisa membantu. Johnny, kalau kau benar-benar temannya, kau juga harus mendukung. Kalau tidak, hati Nino akan menjadi contoh A di suatu laboratorium fakultas kedokteran."

Johnny tersinggung oleh sikap si dokter yang seenaknya itu. Sialan, ia pikir siapa dirinya? Ia akan mengutarakan pikirannya itu tapi terdengar suara Nino dari ranjang. "Hei, Sobat, bagaimana kalau kau memberiku minum?"

Nino duduk di ranjang. Ia tersenyum pada Lucy dan berkata, "Hai, Sayang, dekatilah sahabat lamamu Nino ini." Ia membentangkan kedua lengannya.

Lucy duduk di tepi ranjang dan memeluknya. Aneh sekali bahwa Nino tidak terlihat sakit sekarang, hampir normal. Nino menjentikkan jari. "Ayo, Johnny, beri aku minum. Sekarang masih sore. Sialan, mana meja blackjack-ku?"

Jules menenggak minuman banyak-banyak dan berkata pada Nino, "Kau tidak boleh minum alkohol. Doktermu melarangnya."

Nino mengernyit. "Persetan dengan dokterku." Lalu ia berpura-pura tampak menyesal. "Hai, Julie, itu kau. Kau dokterku, bukan? Yang kumaksud bukan kau, Sobat. Johnny, ambilkan aku minuman itu, kalau tidak aku akan turun dari ranjang dan mengambilnya sendiri."

Johnny mengangkat bahu dan melangkah ke bar. Jules berkata dengan nada tidak peduli, "Kubilang ia tidak boleh minum."

Johnny tahu kenapa Jules membuatnya jengkel. Suara dokter itu selalu tenang, kata-katanya tidak pernah memaksa sedikit pun, suaranya selalu rendah dan terkendali. Kalau ia memperingatkan, peringatannya hanya dalam kata-kata, suaranya sendiri netral, seakan tidak peduli. Itulah yang menyebabkan Johnny merasa cukup jengkel sehingga mendorongnya mengambilkan segelas wiski untuk Nino. Sebelum menyerahkan minuman itu kepada Nino, ia berkata pada Jules, "Ini tidak akan membunuhnya, bukan?"

"Tidak, itu tidak akan membunuhnya," kata Jules tenang.

Lucy meliriknya gelisah, hendak berbicara, tapi lalu menahan diri.

Sementara itu Nino menerima wiski dan menuangnya ke kerongkongan. Johnny tersenyum pada Nino; mereka telah memperlihatkan sikap terhadap dokter sialan itu. Tiba-tiba Nino tergagap, wajahnya membiru, ia tidak bisa bernapas dan megap-megap kekurangan udara. Tubuhnya terlonjak seperti ikan, wajahnya dipenuhi darah, matanya melotot.

Jules mendatangi tempat tidur, menghadap Johnny dan Lucy. Ia memegang leher Nino dan menyuntik bahunya di dekat leher. Nino menjadi lemas di tangannya, sentakan-sentakan tubuhnya mereda, dan sesaat kemudian ia kembali merosot ke bantal. Matanya terpejam dan ia tertidur.

Johnny, Lucy, dan Jules kembali ke ruang tamu dan duduk mengelilingi meja kopi besar. Lucy mengangkat telepon, memesan kopi dan makanan untuk diantarkan ke atas. Johnny pergi ke bar untuk mencampur minuman.

"Kau tahu ia akan mengalami reaksi seperti itu akibat wiski?" Johnny bertanya.

Jules mengangkat bahu. "Aku cukup yakin ia akan mengalami reaksi itu."

Johnny bertanya ketus, "Kalau begitu, mengapa kau tidak memperingatkan aku?"

"Aku sudah memperingatkanmu," tukas Jules.

"Kau tidak memperingatkanku dengan benar," kata Johnny dengan kemarahan yang dingin. "Kau benar-benar dokter brengsek. Kau sama sekali tidak peduli. Kau mengatakan kepadaku supaya mengirim Nino ke rumah sakit jiwa, kau bahkan tidak mau repot-repot menggunakan kata yang lebih bagus seperti sanatorium. Kau benar-benar suka bersikap begitu pada orang lain, bukan?"

Lucy memandang pangkuannya. Jules tetap tersenyum pada Fontane. "Tidak ada yang bisa mencegahmu memberikan minuman kepada Nino. Kau ingin memperlihatkan bahwa kau tidak perlu menuruti peringatanku, perintahku. Ingat ketika kau menawarkan kepadaku pekerjaan sebagai dokter pribadimu sesudah operasi tenggorokan? Aku menolak karena aku tahu kita tidak akan bisa rukun. Dokter berpikir dirinya Tuhan, ia merupakan pendeta agung dalam masyarakat modern, itu salah satu imbalannya. Tapi kau tidak akan memperlakukan diriku seperti itu. Aku akan menjadi Tuhan yang gagal bagimu. Seperti dokter-dokter yang kalian miliki di Hollywood. Lagi pula, dari mana kalian mendapatkan orang-orang itu? Ya Tuhan, mereka tidak tahu apa-apa atau tidak peduli? Mereka seharusnya tahu apa yang terjadi pada Nino tapi mereka hanya memberinya segala macam obat hanya supaya ia jalan terus. Mereka memakai setelan sutra dan mereka menjilat pantatmu karena kau orang film yang berkuasa dan kau mengira mereka dokter yang hebat. Kalangan selebriti, dokter, kalian harus punya hati? Betul? Tapi mereka tidak peduli kau hidup atau mati. Nah, aku punya hobi, walaupun tidak bisa dimaafkan, yaitu mempertahankan orang tetap hidup. Kubiarkan kau memberi Nino minuman itu untuk menunjukkan apa yang bisa terjadi pada dirinya." Jules mencondongkan tubuh ke arah Johnny Fontane, suaranya tetap tenang, tanpa emosi. "Temanmu hampir mati. Kau mengerti itu? Ia tidak punya peluang untuk selamat tanpa terapi dan perawatan medis yang ketat. Tekanan darah, diabetes, dan kebiasaan buruknya bisa mengakibatkan perdarahan otak detik ini juga. Otaknya akan hancur berantakan. Cukup jelas bagimu? Betul, aku bilang rumah sakit jiwa. Aku ingin kau mengerti apa yang diperlukan. Kalau tidak, kau takkan mengambil tindakan apa-apa. Aku akan mengatakannya tanpa tedeng aling-aling. Kau bisa menyelamatkan jiwa sahabatmu dengan memasukkannya ke rumah sakit. Kalau tidak, selamat berpisah."

Lucy berbisik, "Jules, Sayang, Jules, jangan begitu keras. Katakan saja padanya."

Jules bangkit. Ketenangannya yang biasa lenyap, Johnny Fontane menyadarinya dengan puas. Suaranya juga kehilangan nada monoton tanpa aksen yang tenang.

"Apa menurutmu ini pertama kalinya aku terpaksa berbicara pada orang seperti kau dalam situasi seperti ini?" kata Jules. "Aku melakukannya setiap hari. Lucy mengatakan jangan terlalu keras, tapi ia tidak mengetahui apa yang dikatakannya. Ketahuilah, aku biasa mengatakan pada orang lain, 'Jangan makan terlalu banyak, kalau tidak, kau mati. Jangan merokok terlalu banyak, kalau tidak, kau mati. Jangan bekerja terlalu keras, kalau tidak, kau mati.' Tapi tidak ada yang mau mendengarkan. Kau tahu sebabnya? Sebab aku tidak mengatakan, 'Kau akan mati besok pagi.' Well, aku bisa mengatakan padamu Nino mungkin sekali akan mati besok pagi."

Jules pergi ke bar dan mencampur minuman bagi dirinya sendiri. "Bagaimana, Johnny, apakah kau ingin mengusahakan Nino sembuh?"

Johnny berkata, "Aku tidak tahu."

Jules minum dengan cepat di bar dan mengisi lagi gelasnya. "Kau tahu, ini lucu, kau bisa merokok sampai mati, minum alkohol sampai mati, bekerja sampai mati, bahkan makan sampai mati. Tapi semua itu bisa diterima. Satu-satunya yang tidak bisa dilakukan orang secara medis adalah bercinta sampai mati, tapi justru di sanalah semua rintangan." Ia diam sejenak untuk menghabiskan minuman. "Tapi bahkan itu pun merupakan kesulitan, setidaknya bagi wanita. Aku sering merawat wanita yang seharusnya tidak melahirkan lagi. 'Ini berbahaya,' kataku pada mereka. 'Kau bisa mati.' Aku mengatakannya pada mereka. Tapi sebulan kemudian mereka muncul lagi dengan wajah berseri-seri dan berkata, 'Dokter, kurasa aku hamil,' dan memang benar. 'Tapi ini berbahaya? kataku pada mereka. Suaraku pada masa itu mengandung emosi. Dan mereka tersenyum padaku sambil berkata, Tapi aku dan suamiku penganut Katolik yang saleh.' Itu kata mereka."

Terdengar ketukan di pintu dan dua pelayan masuk sambil mendorong kereta hidangan penuh makanan dan peralatan minum kopi dari perak. Mereka mengambil meja dari bagian bawah kereta dan memasangnya. Lalu Johnny memerintahkan mereka pergi.

***
 
BAB 26 b


Mereka duduk mengelilingi meja dan menyantap sandwich panas serta minum kopi yang dipesan Lucy.

Johnny menyandar ke kursi dan menyulut rokok. "Jadi kau menyelamatkan jiwa orang. Kenapa kau melakukan ******?"

Lucy berbicara untuk pertama kalinya. "Ia ingin menolong gadis-gadis yang bermasalah, gadis-gadis yang bisa bunuh diri atau melakukan tindakan berbahaya untuk menyingkirkan
bayi mereka."

Jules tersenyum padanya dan menghela napas. "Tidak sesederhana itu masalahnya. Akhirnya aku menjadi dokter bedah. Aku memiliki tangan dingin. Tapi aku terlalu baik sehingga jadi ketakutan sendiri. Aku membedah perut orang yang malang dan mengetahui ia akan meninggal. Aku melakukan operasi dan mengetahui kanker atau tumornya akan kembali tapi aku memerintahkan ia pulang sambil tersenyum dan mengatakan segala macam omong kosong. Ada cewek yang malang datang dan aku memotong salah satu payudaranya. Setahun kemudian ia datang lagi dan kupotong payudaranya yang lain. Setahun sesudah itu aku mengorek bagian dalam dirinya seperti orang mengeruk biji buah labu. Setelah itu ia tetap meninggal. Sementara itu suami-suami selalu menelepon dan bertanya, 'Bagaimana hasil tesnya? Bagaimana hasil tesnya?' "Jadi aku mempekerjakan sekretaris tambahan untuk menangani semua telepon. Aku menemui pasien hanya kalau ia sudah siap sepenuhnya untuk diperiksa, untuk tes dan operasi. Kulewatkan waktu sesedikit mungkin dengan si sakit, sebab bagaimanapun aku orang yang sibuk. Akhirnya kubiarkan suami-suami berbicara denganku selama dua menit. 'Ini tidak bisa disembuhkan,' kataku. Dan mereka tidak mau mendengar kata-kata itu. Mereka mengetahui apa artinya, tapi tidak mau mendengarkan. Mula-mula kukira tanpa sadar aku merendahkan suaraku, jadi sengaja kuucapkan kata-kata tadi lebih keras. Tapi mereka tetap tidak pernah mendengarkan. Beberapa bahkan menanyakan apa yang kumaksud, seakan mereka salah dengar," kata Jules dan mulai tertawa. "Sialan. Jadi aku mulai melakukan ******. Mudah melakukannya, setiap orang senang, seperti mencuci piring dan meninggalkan tempat cucian piring dalam keadaan bersih. Itu kelasku. Aku menyukainya, aku senang menjadi ******onis. Aku tidak percaya janin berumur dua bulan sudah merupakan manusia, jadi tidak ada masalah di sana. Aku menolong gadis-gadis dan wanita-wanita bersuami yang mengalami kesulitan, aku mengumpulkan banyak uang. Aku menjadi pelopor. Sewaktu ditangkap, aku merasa seperti desertir yang diseret kembali ke kesatuan. Tapi aku beruntung, seorang teman menggunakan koneksinya dan aku bebas, tapi rumah sakit besar tidak mengizinkan aku mengoperasi. Jadi di sinilah aku sekarang berada. Memberi nasihat yang baik, tapi diabaikan orang seperti dulu."

"Aku tidak mengabaikannya," kata Johnny Fontane. "Aku memikirkannya."

Lucy akhirnya mengganti topik pembicaraan. "Apa yang kaulakukan di Vegas, Johnny? Bersantai dari tugas-tugasmu sebagai pengusaha Hollywood kelas kakap atau bekerja?"

Johnny menggeleng. "Mike Corleone ingin bertemu denganku. Ia akan terbang kemari malam ini bersama Tom Hagen. Kata Tom, mereka akan menemuimu, Lucy. Kau tahu apa yang akan mereka bicarakan?"

Lucy menggeleng. "Kami akan makan malam bersama besok malam. Freddie juga. Kupikir ini ada hubungannya dengan hotel. Kasino banyak mengeluarkan uang belakangan ini, yang seharusnya tidak boleh. Don mungkin ingin Michael memeriksanya."

"Kudengar akhirnya wajah Mike bisa disembuhkan," kata Johnny.

Lucy tertawa. "Kurasa Kay membujuknya memperbaiki wajah. Mike tidak mau melakukannya ketika mereka menikah. Aku tidak tahu sebabnya. Kelihatannya begitu mengerikan dan hidungnya jadi terus mengeluarkan ingus. Seharusnya ia memperbaikinya lebih dini." Ia berhenti sesaat. "Jules dipanggil Keluarga Corleone untuk melakukan operasi itu. Mereka menggunakannya sebagai konsultan dan pengamat."

Johnny mengangguk dan berkata singkat, "Aku yang merekomendasikan begitu."

"Oh," kata Lucy. "Selain itu, kata Mike ada yang akan dilakukannya untuk Jules. Itu sebabnya ia mengundang kami makan malam besok."

Jules berkata sambil berpikir. "Ia tidak mempercayai siapa pun. Ia memperingatkan aku supaya memperhatikan apa yang dilakukan setiap orang. Itu merupakan pembedahan biasa yang cukup sederhana. Setiap dokter yang kompeten bisa melakukannya."

Terdengar suara dari kamar tidur suite dan mereka memandang ke tirai. Nino sudah sadar kembali. Johnny mendekatinya dan duduk di ranjang. Jules dan Lucy melangkah ke kaki ranjang. Nino tersenyum padanya dengan wajah pucat. "Oke, aku tidak akan sok tahu lagi. Aku merasa benar-benar tidak enak. Johnny, ingat setahun yang lalu, apa yang terjadi sewaktu kita bersama dua cewek itu di Palm Springs? Aku bersumpah padamu aku tidak cemburu pada apa yang terjadi. Aku merasa senang. Kau percaya padaku, Johnny?"

Johnny berkata untuk menenangkan, "Tentu saja, Nino, aku percaya padamu."

Lucy dan Jules berpandangan. Dari semua yang mereka dengar dan ketahui tentang Johnny Fontane, rasanya mustahil ia merampas gadis dari sahabat karib seperti Nino. Dan kenapa Nino mengatakan ia tidak cemburu setahun yang lalu sewaktu hal itu terjadi? Pikiran yang sama melintas dalam benak keduanya, bahwa Nino minum sampai mati
karena alasan romantis, hanya karena seorang gadis meninggalkan dirinya demi Johnny Fontane.

Jules kembali memeriksa Nino. "Akan kuusahakan ada perawat untuk menjagamu," kata Jules. "Kau benar-benar tidak boleh turun dari ranjang selama dua hari. Ini serius."

Nino tersenyum. "Oke, Dok, asalkan perawatnya jangan terlalu cantik."

Jules menelepon meminta perawat, lalu pergi bersama Lucy. Johnny duduk di kursi dekat ranjang untuk menunggu kedatangan perawat. Nino kembali tidur, wajahnya menunjukkan kelelahan. Johnny memikirkan apa yang tadi dikatakannya, tentang ketidakcemburuan Nino atas apa yang terjadi lebih dari setahun yang lalu di Palm Springs bersama dua cewek. Tidak pernah terlintas dalam benaknya bahwa Nino mungkin cemburu.

Setahun yang lalu, Johnny Fontane duduk di kantornya yang mewah, kantor perusahaan film yang dipimpinnya, dan seumur hidup belum pernah merasa sekacau itu. Mengherankan, karena film pertama yang diproduksinya, dibintangi dirinya sendiri dan Nino sebagai pemeran pembantu, menghasilkan gunungan uang. Setiap orang melakukan tugasnya. Film tersebut dibuat dengan biaya di bawah anggaran. Setiap orang mendapat banyak uang dari film itu dan Jack Woltz kehilangan sepuluh tahun dari hidupnya. Sekarang Johnny memproduksi dua film lagi, satu dibintanginya sendiri dan yang lain dibintangi Nino. Nino hebat sekali di layar putih sebagai salah satu pria tampan yang dicintai kaum wanita. Semua yang disentuhnya menjadi uang, dan uang terus mengalir masuk. Godfather menerima persentasenya melalui bank, dan itu menyebabkan Johnny benar-benar senang. Ia telah membuktikan bahwa dirinya bisa dipercaya Godfather. Tapi hari ini hal itu tidak banyak membantu.
Dan sekarang ia menjadi produser film yang mandiri dan sukses, ia memiliki kekuasaan yang sama besarnya, mungkin lebih besar lagi, daripada sewaktu ia menjadi penyanyi. Wanita-wanita cantik jungkir balik mengejar dirinya seperti dulu lagi, sekalipun untuk alasan yang lebih komersial. Ia memiliki pesawat sendiri, ia hidup lebih mewah, dengan keuntungan pajak istimewa bagi pengusaha yang tidak didapatkan para artis. Jadi apa yang mengganggu pikirannya?

Ia mengetahui apa yang mengganggu pikirannya. Bagian depan kepalanya sakit, saluran hidungnya sakit, tenggorokannya gatal. Satu-satunya cara untuk menggaruk dan meredakan gatal-gatal itu hanya dengan menyanyi, padahal mencobanya saja ia takut. Ia menelepon Jules Segal untuk membicarakan keluhannya, menanyakan kapan waktu yang aman baginya untuk mencoba menyanyi dan Jules mengatakan kapan saja ia menginginkannya. Jadi ia mencoba menyanyi dan terdengar begitu serak dan jelek sehingga ia berhenti mencoba. Dan tenggorokannya terasa sangat sakit keesokan harinya, sakit yang berbeda dengan sebelum kutilnya diangkat. Rasa sakit yang lebih buruk, seperti terbakar. Ia takut menyanyi, takut ia bakal kehilangan suara selamanya, atau merusaknya.

Dan kalau ia tak bisa menyanyi lagi, apa gunanya hal-hal lain? Segala sesuatu yang lainnya hanyalah omong kosong. Cuma menyanyi yang diketahuinya. Mungkin ia lebih tahu tentang menyanyi dan jenis musiknya sendiri daripada siapa pun di seluruh dunia. Sebaik itulah dirinya, sekarang ia menyadarinya. Selama bertahun-tahun itu ia benar-benar profesional. Tidak ada seorang pun yang bisa memberitahu dirinya mana yang benar dan mana yang salah, ia tidak perlu bertanya pada siapa pun. Ia mengetahuinya. Sayang sekali bakatnya tersia-sia, penyia-nyiaan yang terkutuk.

Waktu itu hari Jumat dan ia memutuskan melewatkan akhir pekan bersama Virginia dan anak-anak. Ia menelepon Virginia seperti yang biasa dilakukannya untuk memberitahu Ginny bahwa ia akan datang. Sesungguhnya ia memberikan kesempatan bagi Ginny untuk menolaknya. Tapi Virginia tidak pernah mengatakan tidak. Tidak pernah selama bertahun-tahun sesudah mereka bercerai. Sebab ia tak pernah bisa menolak kesempatan mempertemukan anak-anaknya dengan ayah mereka. Wanita yang hebat, pikir Johnny. Ia beruntung punya Virginia. Dan walaupun sekarang ia lebih menyayanginya daripada wanita-wanita lain yang dikenalnya, ia mengetahui mustahil bagi mereka untuk hidup bersama secara seksual. Mungkin sesudah mereka berusia 65 tahun, seperti kalau orang pensiun, mereka akan pensiun bersama, pensiun dari segala-galanya.

Tapi realita menghancurkan pikirannya sewaktu ia datang ke sana dan mendapati Virginia agak murung serta kedua putrinya tidak terlalu gembira bertemu dirinya karena mereka sudah dijanjikan diajak mengunjungi teman-temannya di peternakan di California, tempat mereka bisa berkuda.

Ia menyuruh Virginia mengirim kedua anaknya ke peternakan dan mereka mencium keduanya sebagai ucapan selamat berpisah sambil tersenyum geli. Ia sangat memahami perasaan mereka. Anak mana yang tidak memilih berkuda di peternakan daripada pergi bersama ayah yang muram dan memilih sendiri waktunya sebagai ayah? Ia berkata pada Virginia, "Aku akan minum, lalu aku sendiri harus pergi."

"Baiklah," kata Virginia. Suasana hatinya sedang buruk, yang jarang terjadi, tapi Johnny bisa mengetahuinya. Tidak mudah bagi Virginia untuk menjalani kehidupan seperti ini.

Virginia melihatnya mengambil minuman banyak-banyak. "Kenapa kau perlu menghibur dirimu?" tanya Virginia. "Segalanya berjalan baik bagimu. Aku tidak pernah menduga kau berbakat jadi pengusaha besar."

Johnny tersenyum padanya. "Tidak terlalu sulit kok," katanya. Pada saat yang sama ia berpikir, jadi itulah yang tidak beres. Ia memahami perasaan wanita dan sekarang ia mengerti bahwa Virginia murung karena menduga Johnny melakukan segalanya semaunya sendiri. Wanita biasanya tidak senang melihat pasangannya terlalu sukses. Mereka jadi jengkel. Mereka jadi tidak terlalu yakin akan cengkeraman mereka pada pria yang berdasarkan kasih sayang, kebiasaan seksual, atau ikatan pernikahan. Jadi lebih untuk menggembirakan Virginia daripada menyuarakan masalahnya sendiri, Johnny berkata, "Apa bedanya semua itu kalau aku tidak bisa bernyanyi?"

Suara Virginia terdengar jengkel. "Oh, Johnny, kau bukan anak-anak lagi. Umurmu sudah tiga puluh lima tahun lebih. Kenapa kau terus mengkhawatirkan urusan menyanyi? Lagi pula, kau mendapat uang yang jauh lebih banyak sebagai produser."

Johnny memandangnya dengan tatapan menyelidik dan berkata, "Aku penyanyi. Aku senang menyanyi. Apa hubungannya dengan usia tua?"

Virginia jadi tidak sabar. "Toh aku tidak pernah menyukai nyanyianmu. Sekarang sesudah kau menunjukkan bahwa kau bisa membuat film, aku gembira kau tidak bisa menyanyi lagi."

Mereka sama-sama terkejut sewaktu Johnny berkata marah, "Itu perkataan yang sangat busuk." Ia terguncang. Bagaimana Virginia bisa merasa seperti itu? Bagaimana Virginia bisa begitu tidak menyukai dirinya?

Virginia tersenyum melihat Johnny tersinggung, sebab rasanya berlebihan kalau Johnny marah padanya karena omongannya, dan berkata, "Menurutmu bagaimana perasaanku waktu semua gadis mengejar-ngejar dirimu karena caramu bernyanyi? Bagaimana perasaanmu seandainya aku telanjang di jalan agar pria-pria mengejarku? Seperti itulah nyanyianmu dan aku selalu berharap kau kehilangan suaramu sehingga tidak bisa bernyanyi lagi. Tapi itu sebelum kita bercerai."

Johnny menghabiskan minuman. "Kau tidak memahami apa-apa. Sedikit pun." Ia pergi dari dapur dan memutar nomor telepon Nino. Dengan cepat ia mengatur agar mereka berdua bisa pergi ke Palm Springs akhir pekan itu dan memberi Nino nomor telepon gadis yang harus dihubungi, gadis cantik yang benar-benar masih segar. "Ia akan mengajak temannya untukmu," kata Johnny. "Aku akan tiba di tempatmu satu jam lagi."

Virginia mengucapkan selamat berpisah dengan dingin waktu Johnny pergi. Johnny tidak peduli, ini salah satu dari sedikit kesempatan ketika ia marah pada Virginia. Persetan dengan semua itu, ia baru saja membebaskan diri untuk menikmati akhir pekan dan membuang semua racun dari sistem tubuhnya.

Memang benar, segalanya terasa indah di Palm Springs. Johnny menggunakan rumahnya sendiri di sana, yang selalu terbuka dan dirawat stafnya sepanjang tahun. Dua gadis yang mereka panggil masih cukup muda sehingga sangat menyenangkan dan tidak terlalu rakus imbalan. Beberapa orang datang untuk menemani mereka di kolam renang hingga tiba waktu makan malam. Nino pergi ke kamar bersama salah seorang gadis untuk bersiap-siap menjelang makan malam dan bercinta kilat sementara Nino masih hangat karena sinar matahari. Johnny kurang berselera dan menyuruh gadisnya, yang berambut pirang dan bernama Tina, pergi ke atas untuk mandi sendiri. Ia tidak pernah bisa bercinta dengan wanita lain sesudah bertengkar dengan Virginia. Ia pergi ke serambi berdinding kaca dan dilengkapi piano. Sewaktu bernyanyi bersama band ia sering main-main dengan piano, hanya untuk bergurau, sehingga ia bisa pura-pura bernyanyi dengan gaya sendu di bawah sinar bulan. Sekarang ia duduk menghadapi piano sambil menggumamkan lagu, sangat pelan, mengucapkan beberapa kata tapi tidak benar-benar bernyanyi. Tiba-tiba Tina telah berada di dekatnya, membuatkan minuman untuknya dan duduk di sisinya di depan piano. Johnny memainkan beberapa lagu dan Tina turut bernyanyi. Lalu ia meninggalkan Tina di piano dan pergi ke atas untuk mandi. Sambil mandi pancuran ia menyanyikan kalimat-kalimat pendek, lebih mirip orang berbicara. Lalu ia berpakaian dan turun kembali. Tina masih seorang diri; Nino benar-benar menggarap ceweknya atau mabuk.
Johnny duduk di depan piano sementara Tina keluar melihat kolam renang. Johnny mulai menyanyikan salah satu lagu lamanya. Tenggorokannya tidak lagi terasa terbakar. Nyanyian yang dilantunkannya lebih pelan tapi dengan nada yang tepat. Ia memandang ke taman. Tina masih di sana, pintu kaca tertutup sehingga gadis itu tidak bisa mendengar suaranya. Johnny memulai lagi dengan balada lama yang paling disukainya. Ia menyanyikan lagu sepenuh hati seakan bernyanyi di depan umum, membebaskan diri, menunggu perasaan terbakar pada tenggorokannya, tapi gangguan itu tidak datang lagi. Ia mendengarkan suaranya sendiri, memang agak berbeda, tapi ia menyukainya. Suaranya lebih berat, suara pria, bukan suara anak-anak. Mantap, pikirnya, kelam dan mantap. Ia mengakhiri nyanyiannya sambil mengendurkan ketegangan dan duduk di depan piano, memikirkannya.

Di belakangnya, Nino berkata, "Tidak jelek, Sobat, sama sekali tidak jelek."

Johnny berbalik. Nino berdiri di ambang pintu, seorang diri. Gadisnya tidak bersamanya. Johnny merasa lega. Ia tidak keberatan Nino mendengarkan nyanyiannya.

"Yeah," kata Johnny. "Kita singkirkan kedua gadis itu sekarang. Suruh mereka pulang."

Nino berkata, "Kau saja yang menyuruh mereka pulang. Mereka anak-anak manis, aku tidak ingin menyakiti perasaan mereka. Selain itu aku baru saja menggarap cewekku dua kali. Bagaimana kesannya kalau aku menyuruh mereka pergi tanpa mengajak mereka makan malam?"

Persetan semua, pikir Johnny. Biar saja kedua gadis tersebut mendengarkan meskipun nyanyiannya jelek. Ia menelepon pemimpin band yang dikenalnya di Palm Springs dan memintanya mengirimkan mandolin untuk Nino.
Pemimpin band memprotes, "Tidak ada yang memainkan mandolin di California."

Johnny berteriak, "Kirimkan saja satu untukku."

Rumah penuh peralatan rekaman dan Johnny meminta kedua gadis itu mengontrol tombol on-off dan volume suara. Sesudah makan malam, Johnny mulai bekerja. Ia meminta Nino bermain mandolin sebagai pengiring dan menyanyikan semua lagu lamanya. Ia menyanyikan semua lagu hingga habis, tidak menahan-nahan suaranya sama sekali. Tenggorokannya baik-baik saja, ia merasa sanggup bernyanyi selamanya. Selama berbulan-bulan sewaktu tidak bisa bernyanyi, ia sering berpikir tentang bernyanyi, merencanakan menggunakan lirik yang berbeda dari waktu ia masih kanak-kanak. Ia menyanyikan semua lagu itu dalam hati dengan variasi dan penekanan yang lebih canggih. Sekarang ia benar-benar melakukannya. Kadang terjadi kesalahan sewaktu ia benar-benar menyanyikannya, bagian yang kedengaran bagus sewaktu ia hanya mendengarkan tapi ternyata tidak bagus saat ia menyanyikannya keras-keras.

KERAS-KERAS, pikirnya. Ia tidak mendengarkan dirinya sekarang, ia memusatkan perhatian untuk tampil. Ia agak kikuk dengan temponya tapi tidak apa-apa, ia hanya kurang latihan. Ia memiliki metronom dalam kepalanya yang tidak pernah mengecewakannya. Yang diperlukan hanyalah sedikit latihan.

Akhirnya ia berhenti bernyanyi. Tina mendekat dengan mata berbinar-binar dan menciumnya lama sekali. "Sekarang aku tahu kenapa Ibu menonton semua filmmu," katanya. Itu komentar yang salah untuk dilontarkan kapan saja kecuali saat ini. Johnny dan Nino tertawa.

Mereka memutar kembali rekamannya dan sekarang Johnny benar-benar bisa mendengar suaranya sendiri. Suaranya berubah, banyak berubah, tapi tidak diragukan lagi itu suara Johnny Fontane. Suaranya jadi lebih mantap dan berat daripada yang disadarinya selama ini, tapi juga mengandung kualitas nyanyian pria dewasa, bukan nyanyian anak-anak. Suaranya berisi lebih banyak emosi, lebih banyak karakter. Dan urusan teknis nyanyiannya jauh lebih unggul daripada apa pun yang pernah dilakukannya sebelum ini. Nyanyiannya tidak kurang dari level master. Dan kalau ia sebagus itu sekarang, meskipun masih kaku, sebagus apa ia nanti sesudah suaranya pulih sepenuhnya?

Johnny tersenyum pada Nino. "Apa nyanyianku sebagus yang kukira?"

Nino memandang serius wajahnya yang bahagia. "Bagus sekali," katanya. "Tapi mari kita lihat bagaimana kau bernyanyi besok pagi."

Johnny sakit hati karena Nino begitu dingin. "Sialan, kau tahu kau tidak bisa bernyanyi seperti itu. Jangan khawatir soal besok pagi. Aku merasa sangat mantap."

Tapi ia tidak bernyanyi lagi malam itu. Ia dan Nino mengajak kedua gadis tersebut ke pesta dan Tina melewatkan malam itu di ranjangnya, tapi Johnny tidak banyak beraksi di sana. Tina agak kecewa. Tapi persetan, orang tidak bisa melakukan segalanya dalam sehari, pikir Johnny.

Ia bangun pagi harinya dengan perasaan sedih, dengan kengerian samar kalau-kalau ia hanya bermimpi suaranya pulih kembali. Lalu sesudah yakin itu bukan mimpi, ia ketakutan suaranya rusak kembali. Ia melangkah ke jendela dan bersenandung sedikit, lalu turun ke ruang duduk, masih mengenakan piama. Dipilihnya sebuah nada di piano dan tidak lama kemudian ia mencoba bernyanyi dengan iringan piano.
Ia bernyanyi perlahan-lahan tapi tidak ada rasa sakit, tidak ada serak di tenggorokannya, jadi ia mengerahkan seluruh kemampuannya. Suaranya keluar dengan wajar dan mantap, ia sama sekali tidak perlu memaksakannya. Tenang, tenang, tuangkan saja terus. Johnny menyadari bahwa masa yang paling buruk telah berlalu, sekarang ia memiliki semuanya kembali. Dan ia sama sekali tidak peduli kalau filmnya gagal, tidak masalah jika ia tak bisa bermain-main dengan Tina semalam, tidak masalah jika Virginia membencinya karena ia bisa bernyanyi lagi. Sejenak hanya satu yang disesalinya. Seandainya suaranya kembali saat ia mencoba bernyanyi untuk anak-anaknya, alangkah indahnya saat itu. Akan sangat indah.

Perawat hotel masuk ke kamar mendorong kereta penuh obat. Johnny berdiri dan menunduk memandang Nino yang tidur atau mungkin sekarat. Ia tahu Nino tidak cemburu karena ia mendapatkan suaranya kembali. Ia tahu Nino hanya cemburu karena ia begitu bahagia mendapatkan suaranya kembali. Bahwa ia begitu menghargai kemampuannya bernyanyi. Sebab sekarang jelas sekali bahwa Nino Valenti tidak terlalu mempedulikan apa pun sehingga ingin tetap hidup.

***
 
BAB 27


Michael Corleone datang menjelang malam, dan atas perintahnya sendiri, tidak dijemput di bandara. Hanya dua pria yang mendampinginya: Tom Hagen dan pengawal pribadi baru, namanya Albert Neri.

Suite hotel yang paling mewah sudah disiapkan bagi Michael dan rombongannya. Di suite itu menunggu orang-orang yang perlu ditemui Michael.

Freddie menyambut adiknya dengan pelukan hangat. Freddie jauh lebih tegap, lebih ramah, riang, dan jauh lebih rapi. Ia mengenakan setelan sutra abu-abu dan aksesori yang sesuai. Rambutnya baru dipangkas dan ditata secermat bintang film, wajahnya berseri-seri karena terawat, bahkan kukunya pun tidak terlewatkan. Ia orang yang sama sekali berbeda dengan yang dikirim dari New York empat tahun berselang.

Ia mundur sedikit dan mengamati Michael dengan sayang. "Kau tampak jauh lebih baik sesudah wajahmu diperbaiki. Istrimu akhirnya berhasil membujukmu, heh? Bagaimana kabar Kay? Kapan ia akan mengunjungi kami di sini?"

Michael tersenyum kepada abangnya. "Kau juga tampak sangat sehat. Seharusnya Kay ikut sekarang, tapi ia hamil lagi dan harus mengurus bayinya. Selain itu aku harus menangani bisnis, Freddie, aku harus terbang pulang besok malam atau lusa pagi."

"Kau harus makan dulu," kata Freddie. "Kami punya koki yang hebat di hotel, kau akan mendapat makanan paling lezat yang pernah kaunikmati. Mandilah dan ganti pakaian, segalanya akan ditata di sini. Aku telah menyiapkan semua orang yang akan kautemui. Mereka akan sudah menunggu saat kau siap nanti, aku tinggal menelepon mereka."

Michael berkata ramah, "Kita panggil Moe Greene yang terakhir, oke? Minta Johnny Fontane dan Nino makan bersama kita. Dan Lucy bersama teman dokternya itu. Kita bicara sambil makan." Ia berpaling pada Hagen. "Ada orang yang ingin kautambahkan, Tom?"

Hagen menggeleng. Freddie menyambutnya kurang ramah dibandingkan terhadap Michael, tapi Hagen mengerti. Freddie ada dalam daftar orang-orang yang tidak disukai ayahnya, dan Freddie tentu saja menyalahkan sang Consigliori karena tidak meluruskan masalah. Hagen dengan senang hati bersedia melakukannya, tapi ia tidak mengerti kenapa Freddie tidak disukai ayahnya. Don tidak pernah mengungkapkan kejengkelannya secara spesifik. Ia hanya membiarkan perasaannya diketahui orang lain.

Selewat tengah malam barulah mereka berkumpul mengelilingi meja makan yang khusus disiapkan di suite Michael. Lucy mencium Michael dan tidak mengomentari wajahnya yang tampak jauh lebih baik sesudah operasi. Jules Segal dengan berani memeriksa tulang pipi yang sudah diperbaiki dan berkata pada Michael, "Pekerjaan yang bagus. Ini bisa tersambung dengan sempurna. Sinusmu baik-baik saja?"

"Baik," kata Michael. "Terima kasih atas bantuanmu."

Perhatian terpusat pada Michael sementara mereka makan. Mereka semua menyadari kemiripan sikap dan gaya bicaranya dengan Don. Dengan cara yang aneh ia membangkitkan rasa hormat yang sama, sekalipun begitu ia bersikap wajar sepenuhnya dalam usahanya membuat setiap orang merasa tenang. Hagen seperti biasa selalu berada di latar belakang. Si pengawal baru yang belum mereka kenal, Albert Neri, juga pendiam dan tidak menonjolkan diri. Ia bilang tidak lapar dan duduk di kursi berlengan dekat pintu sambil membaca koran setempat.

Sesudah mereka minum dan makan, para pelayan diperintahkan pergi. Michael berbicara kepada Johnny Fontane. "Kudengar suaramu pulih seperti sediakala, kau mendapatkan kembali semua penggemarmu. Selamat."

"Terima kasih," kata Johnny. Ia ingin mengetahui apa alasan sebenarnya Michael ingin menemui dirinya. Bantuan apa yang akan diminta darinya?

Michael berkata kepada mereka semua secara umum. "Keluarga Corleone sedang mempertimbangkan pindah ke Vegas sini. Menjual semua kepentingan kami dalam bisnis minyak zaitun dan menetap di sini. Don dan Hagen, serta aku sendiri, sudah membicarakan hal ini dan menurut kami, di sinilah letak masa depan bagi Keluarga. Itu tidak berarti sekarang atau tahun depan. Mungkin akan memakan waktu dua, tiga, bahkan empat tahun untuk membereskan segala-nya. Tapi itu rencana umum. Beberapa teman kita memiliki persentase yang cukup besar di hotel dan kasino yang akan menjadi fondasi kita. Moe Greene akan menjual bagiannya kepada kita sehingga hotel ini akan dimiliki teman-teman Keluarga sepenuhnya."

Wajah Freddie yang bulat tampak gelisah. "Mike, kau yakin Moe Greene bersedia menjualnya? Ia tidak pernah menyinggung hal itu padaku dan ia menyukai bisnis ini. Menurutku, ia tidak akan menjualnya."

Michael berkata pelan, "Akan kuajukan tawaran yang tidak bisa ditolaknya."

Kata-kata itu diucapkan dengan nada biasa, tapi pengaruhnya terasa dingin, mungkin karena kata-kata tersebut merupakan kalimat yang sangat disukai Don. Michael berpaling pada Johnny Fontane. "Don mengandalkan dirimu untuk membantu kami memulai segala sesuatunya. Kami diberitahu bahwa hiburan akan menjadi faktor besar untuk menarik para penjudi. Kami berharap kau bersedia menandatangani kontrak untuk tampil lima kali setahun, selama sekitar seminggu penuh setiap kalinya. Kami berharap teman-temanmu di film bersedia melakukan hal yang sama. Kau sudah banyak membantu mereka, sekarang kau bisa gantian meminta bantuan mereka."

"Tentu saja," kata Johnny. "Aku bersedia melakukan segalanya untuk Godfather-ku, kau tahu itu, Mike." Tapi ada sedikit keraguan dalam suaranya.

Michael tersenyum dan berkata, "Kau tidak akan kehilangan uang dalam urusan ini, begitu juga teman-temanmu. Kau akan mendapat poin di hotel, dan kalau menurutmu ada orang yang cukup penting, ia juga akan mendapat bagian. Mungkin kau tidak mempercayaiku, jadi akan kukatakan bahwa ini pesan dari Don sendiri."

Johnny berkata tergesa-gesa, "Aku percaya padamu, Mike. Tapi di Strip sekarang sedang dibangun sepuluh hotel dan kasino lagi. Saat kau masuk, pasar mungkin telah jenuh, mungkin kau sudah terlambat, karena banyak persaingan di sini."

Tom Hagen berbicara. "Keluarga Corleone memiliki teman-teman yang membiayai tiga dari hotel-hotel itu."

Johnny segera memahami bahwa yang dimaksud adalah Keluarga Corleone memiliki ketiga hotel itu, bersama kasinonya. Dan akan banyak poin yang dibagi-bagikan.

"Aku akan mulai menyusun rencana," kata Johnny.

Michael berpaling pada Lucy dan Jules Segal. "Aku berutang budi padamu," katanya pada Jules. "Kudengar kau ingin kembali memotong-motong orang dan tidak ada rumah sakit yang mengizinkan dirimu menggunakan fasilitas mereka karena masalah ****** dulu. Aku harus mengetahuinya langsung darimu sendiri, apa benar itu yang kauinginkan?"

Jules tersenyum. "Kurasa begitu. Tapi kau tidak mengetahui jaringan di kalangan medis. Seberapa pun kekuasaan yang kaumiliki sekarang mungkin tidak ada artinya bagi mereka. Aku khawatir kau tidak bisa menolongku dalam hal ini"

Michael mengangguk tidak peduli. "Tentu saja kau benar. Tapi ada beberapa temanku, orang-orang sangat terkenal, yang akan membangun rumah sakit besar untuk Las Vegas. Kota ini akan memerlukannya, kalau melihat pertumbuhannya dan bagaimana kota ini diproyeksikan tumbuh. Mungkin mereka akan mengizinkanmu masuk ke ruang operasi kalau masalah ini diberitahukan pada mereka dengan cara yang benar. Berapa banyak ahli bedah seandal dirimu yang bisa mereka tarik untuk datang ke gurun ini? Atau bahkan yang kemampuannya separo saja kemampuanmu? Kita akan mendatangkan keuntungan pada rumah sakit itu. Jadi tetaplah di sini. Kudengar kau dan Lucy akan menikah?"

Jules mengangkat bahu. "Sesudah aku tahu bahwa aku memiliki masa depan."

Lucy berkata, "Mike, kalau kau tidak mendirikan rumah sakit itu, aku akan mati sebagai perawan tua."

Mereka semua tertawa. Semua, kecuali Jules. Ia berkata pada Michael, "Kalau kuterima pekerjaan ini, tidak boleh ada ikatan apa pun."

Michael berkata dingin, "Tidak ada ikatan apa pun. Aku hanya merasa berutang budi dan ingin kita impas."

Lucy berkata lembut, "Mike, jangan jengkel."

Michael tersenyum padanya. "Aku tidak jengkel." Ia berpaling pada Jules. "Tolol sekali omonganmu tadi. Keluarga Corleone berusaha membantumu. Menurutmu aku begitu tolol sehingga memintamu melakukan hal-hal yang tidak kausukai? Tapi kalau memang aku berbuat begitu, lalu mau apa? Siapa lagi yang sudi berusaha membantumu kalau kau mendapat kesulitan? Sewaktu kudengar kau ingin kembali menjadi dokter bedah yang sesungguhnya, kuhabiskan banyak waktu untuk menyelidiki apakah aku bisa membantu. Ternyata bisa. Aku tidak akan meminta apa pun darimu. Tapi setidaknya kau bisa mempertimbangkan hubungan kita sebagai sahabat, dan kuduga kau akan bersedia melakukan bagiku apa yang mau kaulakukan bagi sahabatmu. Hanya itu ikatan yang kuinginkan. Tapi kau boleh menolaknya."

Tom Hagen menunduk dan tersenyum. Bahkan Don sendiri tidak bisa melakukannya lebih baik lagi.

Wajah Jules memerah. "Mike, aku sama sekali tidak bermaksud begitu. Aku sangat berterima kasih padamu dan ayahmu. Lupakan saja apa yang tadi kukatakan."

Michael mengangguk dan berkata, "Baik. Sebelum rumah sakit itu berdiri dan dibuka, kau akan menjadi direktur medis untuk empat hotel. Pilih stafmu sendiri. Penghasilanmu juga akan naik, tapi kau bisa membicarakan masalah itu dengan Tom nanti. Dan Lucy, aku membutuhkan bantuanmu untuk hal-hal yang lebih penting. Mungkin mengkoordinasi semua toko yang akan dibuka di hotel, pada segi keuangannya. Atau mungkin mempekerjakan gadis-gadis yang kita butuhkan untuk menjalankan kasino. Semacam itu. Jadi kalau Jules tidak menikahimu, kau bisa menjadi perawan tua yang kaya raya."

Freddie sejak tadi mengisap cerutu dengan marah. Michael berpaling padanya dan berkata lembut, "Aku hanya pesuruh Don, Freddie. Apa yang diinginkannya kaulakukan pasti akan dikatakannya sendiri, tapi aku yakin apa pun itu, cukup penting untuk membahagiakan dirimu. Setiap orang memberitahu kami bahwa kau melakukan pekerjaan yang penting di sini."

"Kalau begitu kenapa ia marah padaku?" tanya Freddie kesal. "Hanya karena kasino kehilangan uang? Bukan aku yang mengendalikan segi itu, itu bagian Moe Greene. Apa yang diinginkan Papa dariku?"

"Jangan mengkhawatirkannya," kata Michael. Ia berpaling pada Johnny Fontane. "Mana Nino? Aku ingin bertemu dengannya lagi."

Johnny mengangkat bahu. "Nino sakit cukup parah. Perawat menjaganya di kamar. Tapi dokter ini mengatakan ia seharusnya dirawat di rumah sakit, bahwa ia mencoba bunuh diri. Nino!"

Michael berkata serius, sangat heran, "Nino selama ini orang yang baik. Aku tidak pernah mengetahui ia melakukan tindakan yang buruk, mengatakan atau melakukan apa pun yang mengecewakan orang lain. Ia tidak pernah mempedulikan apa pun. Kecuali minuman keras."

"Yeah," kata Johnny. "Uangnya terus mengalir, ia bisa mendapat banyak pekerjaan, bernyanyi atau main film. Ia mendapat lima puluh ribu untuk satu film sekarang dan ia menyia-nyiakan kesempatan itu. Selama bertahun-tahun kami bersahabat dan aku tidak pernah mengetahui ia melakukan tindakan yang mengerikan. Dan keparat sialan itu minum terus sampai membahayakan jiwanya sendiri."

Jules hendak bicara sewaktu terdengar ketukan di pintu suite hotel. Ia heran melihat orang yang duduk di kursi berlengan, yang paling dekat dengan pintu, tidak membuka pintu dan tetap membaca koran. Tom Hagen yang membuka pintu. Dan ia nyaris terdesak ke samping sewaktu Moe Greene bergegas masuk ruangan diikuti dua pengawal pribadi.

Moe Greene adalah bajingan tampan yang terkenal sebagai salah satu algojo Murder Incorporated di Brooklyn. Ia pindah ke perjudian dan pergi ke barat untuk mencari peruntungan, menjadi orang pertama yang melihat peluang di Las Vegas dan mendirikan salah satu hotel kasino di Strip. Ia masih pemarah dan ditakuti semua orang di hotel, tidak terkecuali Freddie, Lucy, dan Jules Segal. Mereka selalu menghindarinya sebisa mungkin.
Wajahnya yang tampan sekarang tampak muram. Ia berkata pada Michael Corleone, "Aku menunggu kesempatan untuk bisa berbicara denganmu, Mike. Banyak sekali yang harus kulakukan besok pagi, jadi kupikir sebaiknya kutemui kau malam ini. Bagaimana?"

Michael Corleone memandangnya dengan tatapan yang tampak keheranan tapi ramah. "Tentu saja," katanya. Ia memberi isyarat pada Hagen. "Ambilkan Mr. Greene minuman, Tom."

Jules memperhatikan bahwa pria bernama Albert Neri itu mengawasi Moe Greene dengan cermat, mengabaikan sepenuhnya para pengawal pribadi yang menyandar ke pintu. Ia mengetahui tidak mungkin akan terjadi kekerasan, di Vegas ini tidak mungkin. Kekerasan dilarang keras karena berakibat fatal bagi seluruh proyek untuk menjadikan Vegas suaka judi yang legal bagi para penjudi Amerika.

Moe Greene berkata pada kedua pengawal pribadinya, "Ambilkan keping bagi orang-orang ini agar mereka bisa berjudi atas tanggungan tuan rumah." Jelas sekali yang dimaksudkannya adalah Jules, Lucy, Johnny Fontane, dan pengawal pribadi Michael, Albert Neri.

Michael Corleone mengangguk setuju. "Itu gagasan yang bagus."

Baru sesudah itu Albert Neri bangkit dari kursi dan bersiap-siap mengikuti yang lain keluar kamar. Sesudah selamat berpisah diucapkan, di dalam ruangan yang tersisa hanyalah Freddie, Tom Hagen, Moe Greene, dan Michael Corleone.

Greene meletakkan minuman di meja dan berkata dengan kemarahan yang nyaris tidak terkendali, "Apa ini yang kudengar bahwa Keluarga Corleone akan membeli hotel untuk mendepakku? Aku yang akan membeli untuk mendepakmu. Kau tidak bisa mendepakku."

Michael berkata tenang, "Kasinomu selalu merugi dalam keadaan bagaimana pun. Ada yang tidak beres dengan caramu beroperasi. Mungkin kami bisa melakukannya lebih baik."

Greene tertawa kasar. "Dasar Dago sialan, kubantu kalian dengan menerima Freddie sewaktu kalian mengalami kesulitan dan sekarang kalian mendesakku. Itu menurutmu. Aku tidak bisa didesak siapa pun dan aku memiliki teman-teman yang akan mendukungku."

Michael masih menggunakan pertimbangan akal sehat. "Kau menerima Freddie karena Keluarga Corleone memberimu setumpuk uang untuk membantumu menyelesaikan hotelmu. Dan membiayai kasinomu. Dan karena Keluarga Molinari di Pantai Barat menjamin keselamatan Freddie dan memberimu layanan karena kau menerima Freddie. Keluarga Corleone dan dirimu impas. Aku tidak tahu apa yang membuatmu marah-marah. Kami akan membeli sahammu dengan harga pantas yang kausebutkan, apa salahnya itu? Apa yang curang di sana? Mengingat kerugian kasinomu, berarti kami menolongmu."

Greene menggeleng. "Keluarga Corleone tidak memiliki kekuasaan sebesar itu lagi. Godfather sakit. Kau diburu Keluarga-Keluarga lain hingga keluar New York dan kau mengira akan menemukan sasaran yang lebih empuk di sini. Kunasihati kau, Mike, jangan coba-coba."

Michael berkata pelan, "Itu sebabnya kau mengira bisa menampar Freddie di depan umum?"

Tom Hagen, terkejut, mengalihkan pandangan ke Freddie. Wajah Freddie Corleone memerah. "Ah, Mike, bukan apa-apa. Moe Greene tidak bermaksud apa-apa. Terkadang kemarahannya tidak terkendali, tapi aku dan ia bersahabat. Benar, Moe?"

Greene waspada. "Yeah, tentu saja. Terkadang aku harus bersikap keras agar tempat ini bisa berjalan sebagaimana seharusnya. Aku jengkel pada Freddie karena ia meniduri semua pelayan koktail dan membiarkan mereka bermalas-malasan. Kami bertengkar sedikit dan aku berhasil membereskan masalah."

Wajah Michael tetap pasif sewaktu ia bertanya pada kakaknya. "Masalahmu sudah dibereskan, Freddie?"

Freddie menatap adiknya dengan ekspresi muram. Ia tidak menjawab. Greene tertawa dan berkata, "Keparat ini membawa mereka ke ranjang dua orang sekaligus, gaya sandwich. Freddie, harus kuakui kau benar-benar hebat dengan sundal-sundal itu. Tidak ada yang bisa membahagiakan mereka lagi sesudah kaubuang."

Hagen melihat informasi itu mengejutkan Michael. Mereka bertukar pandang. Mungkin inilah alasan utama Don tidak menyukai Freddie. Don orang yang sangat kuno dan ketat dalam hal seks. Ia akan menganggap main-main seperti yang dilakukan putranya Freddie, dua wanita sekaligus, merupakan kebejatan moral. Membiarkan dirinya dihina secara fisik oleh orang seperti Moe Greene akan menurunkan respek terhadap Keluarga Corleone. Itu juga alasan lain mengapa Freddie masuk daftar hitam ayahnya.

Michael bangkit dari kursi, berkata dengan nada tuntas, "Aku harus kembali ke New York besok, jadi pikirkan harga yang akan kauajukan."

Greene berkata kasar dan penuh kemarahan, "Keparat sialan, pikirmu kau bisa menyingkirkan aku begitu saja? Aku membunuh orang lebih banyak daripada kau. Aku akan pergi ke New York dan bicara dengan Don sendiri. Aku akan mengajukan penawaran padanya."

Freddie berkata gelisah pada Hagen, "Tom, kau consigliori, kau bisa berbicara dengan Don dan menasihatinya."

Saat inilah Michael memperlihatkan kepribadiannya yang dingin dan mengerikan kepada kedua orang dari Vegas itu. "Don boleh dibilang setengah pensiun sekarang," katanya. "Aku yang mengelola bisnis Keluarga. Dan aku sudah menggeser Tom dari kedudukan consigliori. Ia akan menjadi pengacaraku khusus di Vegas sini. Ia akan pindah bersama keluarganya dua bulan lagi dan memulai semua urusan hukum. Jadi kalau ada yang ingin kaukatakan, katakan saja padaku."

Tidak seorang pun bersuara. Michael berkata dengan nada resmi, "Freddie, kau kakakku, aku menghormatimu. Tapi jangan sekali-kali berpihak pada siapa pun yang berseberangan dengan Keluarga lagi. Aku bahkan tidak akan menyinggung hal ini dengan Don." Ia berpaling pada Moe Greene. "Jangan menyinggung perasaan orang yang akan membantumu. Lebih baik kaugunakan tenagamu untuk menyelidiki kenapa kasino merugi. Keluarga Corleone menanamkan uang yang sangat banyak di sana dan kami tidak mendapat hasil yang sesuai dengan uang yang sudah dikeluarkan, tapi aku datang kemari bukan untuk menegurmu. Aku menawarkan bantuan. Well, kalau kau memilih menyepelekan bantuan itu, itu urusanmu. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa lagi."

Tidak pernah satu kali pun ia meninggikan suara, tapi kata-katanya membuat Moe dan Freddie terdiam. Michael menatap mereka berdua, menjauhi meja untuk menunjukkan ia mengharapkan mereka berdua pergi. Hagen melangkah ke pintu dan membukanya. Kedua pria tersebut pergi tanpa mengucapkan selamat malam.

Keesokan paginya, Michael Corleone mendapat pesan dari Moe Greene: ia tidak akan menjual bagiannya di hotel dengan harga berapa pun. Freddie yang mengantarkan pesan itu. Michael mengangkat bahu dan berkata pada kakaknya, "Aku ingin menemui Nino dulu sebelum pulang ke New York."

Di suite Nino, mereka mendapati Johnny Fontane duduk di sofa menyantap sarapan. Jules memeriksa Nino di kamar tidur. Akhirnya tirai disibakkan. Michael terkejut melihat tampang Nino. Orang itu jelas sekali mengalami kemerosotan fisik. Matanya berkaca-kaca, mulutnya ternganga, semua otot di wajahnya kendur. Michael duduk di tepi ranjang dan berkata, "Nino, senang sekali bisa bertemu denganmu. Don selalu menanyakan dirimu."

Nino tersenyum, senyumnya yang dulu. "Katakan padanya aku hampir mati. Katakan padanya bisnis pertunjukan lebih berbahaya daripada bisnis minyak zaitun."

"Kau akan pulih kembali," kata Michael. "Kalau ada apapun yang mengganggumu dan Keluarga bisa membantu katakan padaku."

Nino menggeleng. "Tidak ada apa-apa," katanya. "Tidak ada apa-apa."

Michael bercakap-cakap sejenak dengannya, lalu pergi. Freddie mengantarnya dan rombongan ke bandara, tapi atas permintaan Michael tidak menunggu pesawat lepas landas. Sewaktu naik ke pesawat bersama Tom Hagen dan Al Neri, Michael berpaling pada Neri dan bertanya, "Kau sudah mengingat-ingatnya?"

Neri mengetuk dahi. "Aku sudah memotret dan menomori Moe Greene di sini."

***
 
Wuishh pantes aja tenang2 aja siNeri, trnyata jbtannya bukan anak buah biasa melainkan sang algojo pengganti mendiang Luca Brasi..:hore:

#penasaran nasibnya sipengkhianat Fabrizio ganRock, akankah diceritakan lagi, atwa dah gk akan d bhas lgi.?
beidewei tetep semangat yah brada..:semangat::banzai:
 
Wuishh pantes aja tenang2 aja siNeri, trnyata jbtannya bukan anak buah biasa melainkan sang algojo pengganti mendiang Luca Brasi..:hore:

#penasaran nasibnya sipengkhianat Fabrizio ganRock, akankah diceritakan lagi, atwa dah gk akan d bhas lgi.?
beidewei tetep semangat yah brada..:semangat::banzai:

Semoga sabar ngebaca alur maju mundurnya bro.
Semangat banget saya.soalnya tar lg kelar,bisa nge thread cerita yg lain lagi hihihi
 
Ok brada, beidewei Godfather ini ada sekuelnya gk brad ??

#yes next story, cerpan "neng tengtop" :ngiler:
 
Bimabet
BAB 28


Di pesawat pulang ke New York, Michael Corleone bersantai dan mencoba tidur. Tapi sia-sia. Masa paling mengerikan dalam hidupnya makin dekat, mungkin bahkan masa yang fatal. Ini tidak bisa ditunda lagi. Segala sesuatu sudah siap, semua tindakan berjaga-jaga telah diambil, yang dilakukan selama dua tahun. Tidak boleh ada keterlambatan lagi. Minggu lalu sewaktu Don resmi mengumumkan pengunduran dirinya kepada para caporegime dan anggota Keluarga Corleone lain, Michael mengetahui itulah cara ayahnya mengatakan padanya bahwa waktunya sudah tiba.

Sekarang sudah hampir tiga tahun sejak ia pulang ke rumah dan lebih dari dua tahun sejak ia menikahi Kay. Tiga tahun telah dilalui untuk mempelajari bisnis Keluarga. Ia melewatkan waktu berjam-jam dengan Tom Hagen, berjam-jam bersama Don. Ia sangat tertegun ketika mengetahui betapa kaya dan berpengaruhnya Keluarga Corleone sesungguhnya. Keluarganya memiliki real estate yang nilainya sangat besar di pusat kota New York, bangunan perkantoran utuh. Keluarganya mempunyai, dengan kamuflase, kepemilikan di dua kantor pialang Wall Street, bagian-bagian bank di Long Island, kepemilikan di pusat industri pakaian jadi, semua ini di samping operasi ilegal dalam perjudian.

Hal paling menarik yang dipelajari Michael Corleone, sesudah memeriksa semua transaksi yang dilakukan Keluarga Corleone, adalah bahwa Keluarga menerima uang perlindungan dari sekelompok pembajak rekaman musik sesudah perang. Para pembajak ini membuat duplikat dan menjual piringan hitam para artis ternama, mengemas segalanya begitu andal sehingga tidak terungkap. Tentu saja dari rekaman bajakan yang mereka jual tersebut artis dan perusahaan rekaman aslinya tidak mendapatkan sepeser pun. Michael Corleone menyadari Johnny Fontane mengalami kerugian besar karena pembajakan ini, sebab waktu itu, sebelum ia kehilangan suara, rekamannya paling populer di Amerika.

Ia menanyakan hal itu pada Tom Hagen. Kenapa Don membiarkan penipu membajak karya putra baptisnya? Hagen mengangkat bahu. Bisnis adalah bisnis. Selain itu, Johnny waktu itu tengah tidak disukai Don, sebab Johnny menceraikan kekasih masa kanak-kanaknya untuk menikahi Margot Ashton. Tindakan ku sangat tidak menyenangkan Don.

"Kenapa orang-orang ini menghentikan operasi?" tanya Michael. "Polisi mengetahui perbuatan mereka?"

Hagen menggeleng. "Don mencabut perlindungannya. Tepat sesudah pernikahan Connie."

Ini pola yang sering dilihat Michael. Don membantu orang yang kesusahan, yang sebagian kesusahannya justru berasal dari Don sendiri. Mungkin bukan karena kelicikan yang disengaja, tapi karena begitu banyaknya kepentingan atau mungkin sudah menjadi sifat alam semesta, keadaan saling terkait antara buruk dan baik, hal yang memang alamiah.

Michael menikahi Kay di New England, pernikahan tanpa pesta, hanya dihadiri keluarga Kay dan beberapa temannya. Lalu mereka pindah ke salah satu rumah di kompleks Long Beach. Michael takjub melihat betapa mudahnya Kay menyesuaikan diri dengan orangtuanya dan rukun dengan sesama penghuni kompleks. Dan tentu saja ia langsung hamil, seperti layaknya istri Italia yang baik dan kuno, dan hal itu membantu. Anak kedua yang sekarang dalam kandungan menambah kebahagiaan mereka.

Kay akan menunggunya di bandara. Kay selalu menjemputnya, selalu gembira kalau ia pulang dari bepergian. Begitu juga Michael. Kecuali sekarang. Sebab di akhir perjalanan ini ia harus mengambil tindakan yang sudah dipersiapkan bagi dirinya selama tiga tahun terakhir. Don akan menunggunya. Para caporegime akan menunggunya. Dan ia, Michael Corleone, akan memberikan perintah, mengambil keputusan yang akan menentukan nasibnya sendiri dan keluarganya.

Setiap pagi ketika Kay Adams Corleone bangun tidur untuk mengurus sarapan bayinya, ia melihat Mama Corleone, istri Don, diantar salah seorang pengawal pribadi dengan mobil meninggalkan kompleks, dan pulang sejam kemudian. Kay segera mengetahui ibu mertuanya ke gereja setiap hari. Sering ketika pulang, Mama Corleone mampir untuk minum kopi dan menengok cucunya. Mama Corleone selalu mulai dengan menanyakan pada Kay kenapa ia tidak berniat menganut Katolik, mengabaikan kenyataan bahwa anak Kay telah dibaptis sebagai Protestan. Jadi Kay merasa wajar ia menanyakan kepada mertuanya kenapa ia ke gereja setiap hari, apakah itu bagian yang diharuskan sebagai orang Katolik.

Seakan menganggap ini akan menghalangi Kay pindah agama, Mama Corleone menjawab, "Oh, tidak, tidak. Beberapa orang Katolik bahkan hanya ke gereja pada Paskah dan Natal. Kita ke gereja kapan pun kita menginginkannya."

Kay tertawa. "Kalau begitu, kenapa kau ke gereja setiap pagi?"

Dengan sikap sangat wajar, Mama Corleone menjawab, "Aku ke gereja untuk suamiku." Ia menunjuk ke bawah, ke lantai, "agar ia tidak pergi ke sana." Ia terdiam sejenak. "Kupanjatkan doa bagi jiwanya sedap hari agar ia pergi ke atas sana." Ia menunjuk ke langit. Ia mengatakan ini sambil tersenyum jail, seakan dengan suatu cara telah melanggar keinginan suaminya, atau seakan tindakannya merupakan kesia-siaan. Ia mengutarakannya hampir dengan gaya humor Italia yang muram. Dan seperti biasa kalau suaminya tidak ada, timbul sikap yang tidak menghormati Don yang agung.

"Bagaimana perasaan suamimu?" tanya Kay sopan.

Mama Corleone mengangkat bahu. "Ia tidak seperti dulu lagi, sejak mereka menembaknya. Ia membiarkan Michael yang menangani semua pekerjaan. Ia hanya bermain-main dengan kebunnya, cabenya, tomatnya. Seolah ia masih menjadi petani. Tapi pria memang selalu begitu."

Lalu pada pagi itu Connie Corleone menyeberangi kompleks dengan kedua anaknya untuk mengunjungi Kay dan bercakap-cakap. Kay menyukai Connie, menyukai keriangannya, kasih sayangnya yang terlihat jelas pada saudaranya Michael. Connie mengajari Kay cara memasak beberapa hidangan Italia, tapi terkadang membawakan masakannya sendiri untuk dicicipi Michael.

Pagi itu, seperti yang biasa dilakukannya, ia bertanya pada Kay bagaimana pandangan Michael terhadap suaminya, Carlo. Apakah Michael benar-benar menyukai Carlo, seperti yang terlihat? Carlo selalu mendapat kesulitan kecil dengan Keluarga, tapi tahun-tahun terakhir ini ia sudah "lurus". Sebenarnya pekerjaannya di serikat buruh baik, tapi ia harus bekerja begitu keras, begitu lama. Carlo sebenarnya menyukai Michael, begitu yang selalu dikatakan Connie. Tapi memang setiap orang menyukai Michael, sama seperti setiap orang menyukai ayahnya. Michael adalah penjelmaan Don sendiri. Michael memang pantas mengelola bisnis minyak zaitun Keluarga.

Kay memperhatikan kalau Connie membicarakan suaminya sehubungan dengan Keluarga, ia selalu sangat ingin mendengar kata-kata yang menyenangkan mengenai Carlo. Kay pasti tolol kalau tidak menyadari keingintahuan Connie mengenai apakah Michael menyukai Carlo atau tidak. Pada suatu malam ia membicarakan hal itu dengan Michael dan menyebutkan fakta bahwa tidak ada yang pernah membicarakan Sonny Corleone, bahkan tidak ada yang menyinggungnya, minimal di hadapan Kay. Kay pernah mencoba menyatakan belasungkawa pada Don dan istrinya, dan kata-katanya didengarkan dengan sikap diam yang hampir terasa tidak sopan, lalu diabaikan. Ia pernah berusaha membujuk Connie agar bercerita mengenai kakaknya, tapi tidak berhasil.

Istri Sonny, Sandra, mengajak anak-anaknya pindah ke Florida, tempat orangtuanya sendiri sekarang tinggal. Telah diatur pemberian tunjangan kesejahteraan agar ia dan anak-anaknya bisa hidup tenang, tapi Sonny tidak meninggalkan warisan apa pun.

Michael dengan enggan menjelaskan apa yang terjadi pada malam sewaktu Sonny terbunuh. Bahwa Carlo waktu itu memukuli istrinya dan Connie menelepon ke kompleks, yang diterima Sonny. Sonny pergi tergesa-gesa dengan kemarahan membabi-buta. Jadi tentu saja Connie dan Carlo selalu gelisah, menganggap seluruh Keluarga menyalahkan mereka karena secara tidak langsung menyebabkan kematian Sonny. Atau Connie menyalahkan suaminya, Carlo. Tapi bukan itu masalahnya. Buktinya Keluarga memberi Connie dan Carlo rumah di kompleks dan mempromosikan Carlo untuk mendapat pekerjaan yang penting dalam urusan serikat buruh. Dan Carlo telah memperbaiki kebiasaannya, berhenti minum minuman keras, berhenti main perempuan, dan berhenti menjadi orang yang sok tahu. Keluarga puas dengan pekerjaannya, juga sikapnya selama dua tahun terakhir ini. Tidak yang telah terjadi.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kauundang mereka kemari suatu waktu nanti dan kau bisa menenangkan adikmu?" usul Kay. "Kasihan, ia selalu gelisah memikirkan pendapatmu tentang suaminya. Katakan padanya. Dan minta ia menyingkirkan kekhawatiran yang tidak berdasar itu dari kepalanya."

"Aku tidak bisa berbuat begitu," kata Michael. "Kami tidak membicarakan hal-hal seperti itu dalam keluarga kami."

"Apa kau ingin aku yang mengatakan padanya apa yang barusan kauberitahukan padaku?" tanya Kay. Ia bingung karena Michael membutuhkan waktu lama sekali untuk memikirkan sarannya, yang sudah jelas merupakan tindakan yang seharusnya dilakukan.

Akhirnya Michael berkata, "Menurutku kau tidak perlu berbuat begitu, Kay. Menurutku hal itu tak ada manfaatnya. Connie akan tetap merasa gelisah. Itu kebiasaan yang tidak bisa diubah siapa pun."

Kay takjub. Ia menyadari Michael selalu agak dingin pada Connie, melebihi sikapnya pada siapa pun, walau Connie menyayanginya.

"Tentu kau tidak menyalahkan Connie atas kematian Sonny?" tanya Kay.

Michael menghela napas. "Tentu saja tidak," jawabnya. "Ia adikku dan aku menyayanginya. Aku kasihan padanya. Carlo sudah memperbaiki sifatnya, tapi ia sebenarnya bukan suami yang tepat. Ini hanya salah satu dari hal-hal seperti itu. Kita lupakan saja semuanya."

Bukanlah sifat Kay untuk mendesak; ia menyingkirkan masalah itu dari benaknya. Ia juga mengetahui Michael bukan orang yang bisa didesak, yang kalau didesak, sikapnya berubah dingin karena tidak senang. Ia mengetahui hanya dirinya yang mampu mengubah kemauan Michael, tapi ia juga mengetahui kalau terlalu sering melakukannya, ia akan merusak "kelebihannya" itu. Dan hidup bersama Michael selama dua tahun terakhir menyebabkan ia semakin mencintai pria tersebut. Ia mencintai Michael karena suaminya itu selalu adil. Aneh juga. Tapi Michael selalu adil terhadap orang-orang di sekitarnya, tidak pernah sewenang-wenang bahkan dalam hal kecil sekalipun.

Kay memperhatikan Michael sekarang sangat berkuasa. Orang-orang datang ke rumah untuk berunding dengannya dan meminta bantuan, memperlakukan Michael dengan segan dan hormat, tapi ada satu hal yang menyebabkan ia sangat menyayangi Michael melebihi hal-hal lainnya.

Sejak Michael pulang dari Sisilia dengan wajah yang rusak, setiap orang dalam Keluarga berusaha membujuknya agar mau menjalani operasi pemulihan. Ibu Michael terus mengejarnya; pada suatu acara makan malam di hari Minggu seluruh Keluarga Corleone berkumpul di kompleks dan ia berseru pada Michael, "Kau tampak seperti penjahat dalam film, perbaiki wajahmu, demi Tuhan dan demi istrimu. Dengan begitu hidungmu akan berhenti mengalirkan ingus seperti orang Irlandia mabuk."

Don, yang duduk di kepala meja, memperhatikan segalanya. Ia bertanya pada Kay, "Apa masalah itu mengganggumu?"

Kay menggeleng.

Don berkata pada istrinya, "Ia sudah bukan tanggung jawabmu lagi, itu bukan urusanmu."

Seketika ibu Michael berhenti mendesak. Bukan karena ia takut kepada suaminya, tapi karena menentang suaminya dalam hal-hal seperti itu di depan orang lain merupakan perbuatan yang tidak hormat.

Tapi Connie, kesayangan Don, datang dari dapur tempatnya memasak hidangan hari Minggu, wajahnya memerah karena kepanasan api kompor, dan berkata, "Kurasa ia harus memperbaiki wajahnya. Ia pria paling tampan dalam keluarga sebelum cedera. Ayolah, Mike, katakan kau mau melakukannya."

Michael memandangnya dengan tatapan kosong. Ia terkesan seperti tidak mendengar apa-apa. Ia tidak menjawab.

Connie mendekat dan berdiri di sisi ayahnya. "Paksa ia melakukannya," katanya pada Don. Kedua tangannya diletakkan di bahu ayahnya dan ia menggosok-gosok leher ayahnya. Hanya ia satu-satunya yang begitu dekat dengan Don. Kasih sayang Connie pada ayahnya sangat mengharukan. Itu kasih sayang penuh kepercayaan, seperti kasih sayang anak kecil.

Don menepuk-nepuk tangannya dan berkata, "Kita semua sudah kelaparan di sini. Letakkan spaghetti di meja, sesudah itu baru bicara."

Connie berpaling pada suaminya dan berkata, "Carlo, bilang pada Mike agar memperbaiki wajahnya. Mungkin ia akan mendengar kata-katamu." Suaranya menimbulkan kesan Michael dan Carlo Rizzi memiliki hubungan persahabatan yang melebihi siapa pun.

Carlo, yang kulitnya kecokelatan dan bagus, dengan rambut pirang dipotong dan disisir rapi, meneguk anggur buatan sendiri dalam gelasnya dan berkata, "Tidak seorang pun bisa menyuruh Mike melakukan apa pun."

Carlo telah menjadi orang yang berbeda sejak pindah ke kompleks. Ia mengetahui tempatnya dalam Keluarga dan mempertahankannya. Ada sesuatu yang tidak dipahami Kay dari semua ini, sesuatu yang tidak bisa dilihat matanya. Sebagai wanita, ia mengetahui Connie terang-terangan merayu ayahnya, sekalipun ia melakukannya dengan manis, bahkan tulus. Tapi tidak spontan. Jawaban Carlo menunjukkan maskulinitas. Michael sama sekali mengabaikan segalanya.

Kay tidak mempedulikan wajah suaminya yang rusak bentuknya, tapi ia khawatir dengan masalah hidung yang diakibatkannya. Pembedahan wajah juga bisa menyembuhkan hidung Michael yang selalu mengeluarkan ingus. Karena alasan itu ia ingin Michael masuk rumah sakit dan menjalani operasi yang diperlukan. Tapi ia juga mengetahui dengan cara yang aneh bahwa Michael menyukai wajahnya yang rusak. Ia yakin Don juga tahu.

Tapi sesudah Kay melahirkan anak pertama, ia terkejut sewaktu Michael bertanya, "Apa kau mau wajahku diperbaiki?"

Kay mengangguk. "Kau tahu bagaimana anak-anak, anakmu akan tidak enak sesudah ia cukup besar untuk mengetahui bahwa kondisimu tidak normal. Aku hanya tidak ingin anak kita melihatnya. Aku sendiri tidak peduli, sungguh, Michael."

"Oke." Michael tersenyum padanya. "Aku akan melakukannya."

Michael menunggu hingga Kay pulang dari rumah sakit, lalu membereskan segala sesuatu yang diperlukan. Operasi berjalan sangat baik. Bekas luka pada pipi Michael sekarang nyaris tidak terlihat. Semua orang dalam Keluarga merasa senang, tapi Connie yang lebih senang daripada semua orang lainnya. Ia mengunjungi Michael setiap hari di rumah sakit, mengajak Carlo. Ketika Michael pulang, ia memeluknya erat-erat dan menciumnya, memandanginya dengan kagum, dan berkata, "Sekarang kau kakakku yang tampan lagi."

Hanya Don yang tidak terkesan, mengangkat bahu, dan berkomentar, "Apa bedanya?"

Tapi Kay bersyukur. Ia mengetahui Michael melakukannya berlawanan dengan keinginannya sendiri. Michael melakukannya karena ia yang minta, dan hanya ia satu-satunya orang di dunia yang bisa membuat Michael bertindak bertentangan dengan siratnya sendiri.

Sore hari sewaktu Michael kembali dari Las Vegas, Rocco Lampone mengemudikan limusin ke kompleks untuk menjemput Kay agar bisa menemui suaminya di bandara. Kay selalu menjemput suaminya sepulangnya dari luar kota, terutama karena ia kesepian tanpa suaminya, hidup dalam kompleks yang bagai benteng itu.

Kay melihat Michael turun dari pesawat bersama Tom Hagen dan anak buah barunya, Albert Neri. Kay tidak begitu menyukai Neri, orang itu mengingatkan dirinya pada Luca Brasi dengan kekejamannya yang tenang. Ia melihat Neri berjalan agak jauh di belakang Michael dan sedikit ke samping, pandangan matanya yang tajam menyapu setiap orang yang tidak jauh dari Michael. Neri juga yang pertama kali melihat Kay dan menyentuh bahu Michael agar Michael melihat ke arah yang seharusnya.

Kay berlari ke pelukan suaminya. Michael menciumnya sekilas, lalu melepaskannya. Bersama Tom Hagen dan Kay, ia masuk ke limusin, sementara Albert Neri menghilang. Kay tidak menyadari bahwa Neri masuk ke mobil lain bersama dua pria lain dan bahwa mobil itu meluncur di belakang limusin hingga tiba di Long Beach.

Kay tidak pernah bertanya pada Michael mengenai bisnisnya. Bahkan pertanyaan yang sopan pun akan terasa kikuk - bukan karena Michael akan memberinya jawaban yang sama sopannya, tapi karena pertanyaan itu akan mengingatkan keduanya pada wilayah terlarang yang tidak boleh dilanggar dalam pernikahan mereka. Kay tidak peduli lagi. Tapi sewaktu Michael mengatakan ia harus melewatkan sore itu bersama ayahnya untuk melaporkan hasil perjalanan ke Las Vegas, tanpa sadar Kay mengernyit kecewa.

"Maaf," kata Michael. "Besok malam kita ke New York dan menonton pertunjukan sesudah makan malam, oke?" Michael menepuk-nepuk perutnya, kandungannya telah berusia hampir tujuh bulan. "Sesudah anak ini lahir, kau akan terikat lagi. Sialan, kau lebih Italia daripada Yankee. Dua anak dalam dua tahun."

Kay menyahut pedas, "Dan kau lebih Yankee daripada Italia. Sore pertama di rumah kauhabiskan dengan menangani urusan bisnis."

Tapi Kay tersenyum padanya sewaktu mengatakan, "Kau tidak akan sampai larut malam?"

"Sebelum tengah malam," kata Michael. "Jangan menunggu kepulanganku kalau kau kelelahan."

"Aku akan menunggu," kata Kay.

***

Pada pertemuan malam itu, di perpustakaan sudut di rumah Don Corleone, Don sendiri hadir, juga Michael, Tom Hagen, Carlo Rizzi, dan dua caporegime, Clemenza dan Tessio.

Suasana pertemuan sama sekali tidak sesantai dahulu. Sejak Don Corleone mengumumkan dirinya setengah pensiun dan Michael mengambil alih bisnis Keluarga, terasa ada sedikit ketegangan.

Suksesi kekuasaan di institusi seperti Keluarga sama sekali tidak berdasarkan keturunan. Dalam Keluarga lain, caporegime yang kuat seperti Clemenza dan Tessio bisa menggantikan kedudukan Don. Atau sedikitnya mereka diberi kesempatan memisahkan diri dan membentuk Keluarga sendiri. Selain itu, sejak Don Corleone berdamai dengan Lima Keluarga, kekuatan Keluarga Corleone merosot. Keluarga Barzini sekarang tidak bisa diingkari lagi merupakan keluarga yang terkuat di wilayah New York. Karena bersekutu dengan Keluarga Tattaglia, mereka sekarang memegang kedudukan yang dulu dipegang Keluarga Corleone. Dan mereka secara licik menggerogoti kekuasaan Keluarga Corleone, memaksa memasuki daerah perjudian mereka, memancing reaksi Keluarga Corleone, dan ketika mengetahui Keluarga Corleone lemah, mereka memantapkan bisnis penjualan kupon taruhannya sendiri.

Keluarga Barzini dan Keluarga Tattaglia senang sekali dengan pensiunnya Don Corleone. Michael, walaupun mungkin terbukti sangat kuat, tidak akan bisa berharap menyamai Don dalam soal kelicinan dan pengaruh, sedikitnya selama sepuluh tahun lagi. Keluarga Corleone jelas sekali mengalami penurunan. Keluarga ini memang menghadapi masalah serius. Freddie ternyata tidak lebih daripada pengurus penginapan dan senang main perempuan, pria yang sama sekali tidak jantan. Kematian Sonny juga merupakan bencana. Sonny dulu ditakuti, tidak bisa dipandang ringan. Tentu saja ia melakukan kesalahan dengan mengirimkan adiknya, Michael, untuk menghabisi si Turki dan kapten polisi itu. Sekalipun dari segi taktik tindakan itu diperlukan, sebagai strategi jangka panjang langkah itu terbukti merupakan kesalahan besar. Akibatnya Don terpaksa turun tangan meskipun sakit. Michael jadi kehilangan dua tahun yang berharga, yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk mencari pengalaman dan menjalani pelatihan di bawah bimbingan ayahnya. Dan tentu saja mengangkat orang Irlandia sebagai consigliori merupakan satu-satunya kebodohan yang pernah dilakukan Don. Tidak ada seorang Irlandia pun yang bisa berharap menyamai orang Sisilia soal kelicikan. Begitulah pendapat semua Keluarga dan tentu saja mereka jadi lebih menghargai persekutuan Barzini-Tattaglia daripada Keluarga Corleone.

Mereka juga menganggap Michael tidak bisa menyamai Sonny dalam hal kekuatan meskipun tentu saja lebih cerdas, tapi belum secerdas ayahnya. Ia hanya pengganti dengan mutu pas-pasan dan tidak perlu ditakuti. Juga, biarpun Don dikagumi secara umum karena kemampuannya sebagai negarawan sewaktu menciptakan perdamaian, kenyataan bahwa ia tidak menuntut balas atas terbunuhnya Sonny menyebabkan Keluarga kehilangan banyak respek. Itu dianggap sebagai kebijakan negarawan yang timbul akibat kelemahan.

Semua ini disadari orang-orang yang duduk dalam ruangan itu dan mungkin bahkan diyakini beberapa orang di antaranya. Carlo Rizzi menyukai Michael, tapi tidak takut padanya seperti ia takut terhadap Sonny. Juga Clemenza, meskipun memuji Michael karena "karyanya" terhadap si Turki dan si kapten polisi, mau tidak mau berpikir bahwa Michael terlalu lunak untuk menjadi don.

Clemenza berharap akan diizinkan membentuk Keluarga sendiri, memiliki kerajaan yang terpisah dari Keluarga Corleone. Tapi Don sudah mengisyaratkan itu tidak mungkin dan Clemenza begitu menghormati Don sehingga tidak bisa tak mematuhinya. Tentu saja dengan perkecualian kalau keadaan tidak tertahankan lagi.

Tessio memiliki pendapat yang lebih baik mengenai Michael. Ia merasa ada yang lain pada diri anak muda ini: kekuatan dengan kecerdikan yang tersembunyi, pria yang sifat pencemburunya menyebabkan ia menyimpan kekuatannya yang sesungguhnya agar tidak diketahui orang. Michael selalu mengikuti aturan Don bahwa teman harus selalu menganggap kebaikanmu lebih sedikit daripada yang sebenarnya dan lawan harus selalu menganggap kesalahanmu lebih buruk daripada yang sebenarnya.

Don sendiri dan Tom Hagen tentu saja tidak berilusi mengenai Michael. Don tidak akan pensiun kalau tidak memiliki kepercayaan mutlak terhadap kemampuan putranya dalam menyelamatkan kedudukan Keluarga. Hagen merupakan guru Michael selama dua tahun terakhir dan takjub melihat kecepatan Michael memahami segala sesuatu mengenai bisnis Keluarga yang rumit. Michael benar-benar putra ayahnya.

Clemenza dan Tessio jengkel pada Michael karena ia mengurangi kekuatan regime mereka dan tidak pernah menghidupkan kembali regime Sonny. Akibatnya Keluarga Corleone sekarang hanya memiliki dua divisi tempur dengan jumlah personel yang lebih sedikit daripada sebelumnya. Clemenza dan Tessio menganggap tindakan itu sama saja dengan bunuh diri, terutama mengingat penjarahan yang dilakukan Barzini-Tattaglia terhadap kekaisaran mereka. Jadi sekarang mereka berharap kesalahan itu bisa diperbaiki dalam rapat luar biasa yang dipimpin Don sendiri ini.

Michael memulai dengan menceritakan pada mereka hasil perjalanannya ke Las Vegas dan penolakan Moe Greene terhadap tawarannya membeli bagian Moe Greene di hotel.

"Tapi kita akan memberinya penawaran yang tidak bisa ditolaknya," kata Michael. "Kalian sudah mengetahui rencana Keluarga Corleone untuk memindahkan operasi ke Barat. Kita memiliki empat hotel kasino di Strip. Tapi hotel-hotel itu tidak bisa langsung kita operasikan. Kita membutuhkan waktu untuk membereskan banyak masalah." Ia berbicara langsung pada Clemenza, "Pete, kau dan Tessio, kuminta kalian mengikuti rencanaku selama setahun tanpa syarat dan tanpa bertanya. Pada akhir tahun itu, kalian boleh memisahkan diri dari Keluarga Corleone dan menjadi bos sendiri, memiliki Keluarga sendiri. Tentu saja, tidak perlu kukatakan lagi, bahwa kita akan tetap memelihara hubungan persahabatan, sesaat pun aku tidak akan menyinggung perasaan kalian dan rasa hormat kalian pada ayahku dengan berniat sebaliknya. Tapi hingga waktu itu tiba, kuminta kalian mengikuti kepemimpinanku dan jangan khawatir. Ada negosiasi yang sedang berlangsung yang akan memecahkan masalah yang menurut dugaan kalian tidak terpecahkan. Jadi bersabarlah dulu sebentar."

Tessio angkat bicara. "Kalau Moe Greene ingin bicara dengan ayahmu, kenapa tidak kaubiarkan saja? Don selalu bisa membujuk siapa pun, tidak pernah ada orang yang bisa menentang pertimbangan akal sehatnya."

Don sendiri yang menjawab. "Aku sudah pensiun. Michael akan kehilangan kehormatan kalau aku turut campur. Selain itu, ia orang yang lebih baik tidak kuajak bicara."

Tessio teringat cerita yang pernah didengarnya tentang Moe Greene memukul Freddie Corleone pada suatu malam di hotel Vegas. Ia mulai mencium ada yang tidak beres. Ia menyandar ke kursi. Moe Greene pasti mati, pikirnya. Keluarga Corleone tidak ingin membujuknya.

Carlo Rizzi bicara. "Apa Keluarga Corleone akan berhenti beroperasi di New York sama sekali?"

Michael mengangguk. "Kita akan menjual bisnis minyak zaitun. Segala sesuatunya akan kita serahkan pada Tessio dan Clemenza, apa saja yang bisa kita berikan. Tapi, Carlo, aku tidak ingin kau memikirkan pekerjaanmu. Kau dibesarkan di Nevada, kau mengenal negara bagian itu, kau mengenal orang-orangnya. Aku mengandalkan dirimu sebagai tangan kananku sesudah kita pindah ke sana."

Carlo menyandar ke kursi, wajahnya memerah penuh rasa terima kasih. Saatnya sudah tiba, ia akan naik ke langit kekuasaan.

Michael melanjutkan. "Tom Hagen tidak lagi menjadi consigliori. Ia akan menjadi pengacara kita di Vegas. Sekitar dua bulan lagi ia akan pindah permanen ke sana bersama keluarganya. Semata-mata sebagai pengacara. Tidak seorang pun akan menemuinya untuk masalah bisnis seperti sekarang, detik ini. Ia hanya pengacara dan hanya itu. Tidak ada yang akan mempermasalahkan Tom. Sebab begitulah yang kuinginkan. Selain itu, kalau aku membutuhkan nasihat, siapa yang memiliki nasihat yang lebih baik daripada ayahku?"

Mereka semua tertawa. Tapi mereka bisa menangkap pesannya meskipun disampaikan dengan cara bergurau. Tom Hagen dipecat; ia tidak lagi memegang kekuasaan apa pun. Mereka semua melirik sekilas untuk melihat reaksi Hagen, tapi wajah Hagen tetap pasif.

Clemenza berbicara tersengal-sengal sebagaimana layaknya pria gemuk. "Kalau begitu, dalam waktu setahun kami akan berdiri sendiri, bukan?"

"Mungkin kurang dari itu," jawab Michael sopan. "Tentu saja kau selalu boleh menjadi bagian Keluarga, kalau itu yang kauinginkan. Tapi sebagian besar kekuatan kita akan berada di Barat dan mungkin lebih baik kau mengorganisir keluargamu sendiri."

Tessio berkata pelan, "Kalau begitu masalahnya, kupikir kau perlu memberi kami izin untuk merekrut orang-orang baru bagi regime kami. Keparat-keparat Barzini itu terus menggerogoti wilayah kita. Kupikir akan bijaksana memberi mereka sedikit pelajaran mengenai sopan santun."

Michael menggeleng. "Tidak. Tidak baik. Tetap diam saja. Semua masalah itu akan dirundingkan, segalanya akan diselesaikan sebelum kami pergi."

Tessio tidak mudah dipuaskan. Ia berbicara langsung pada Don, mengambil kesempatan ini untuk menyatakan ketidaksenangannya pada Michael. "Maafkan aku, Godfather, biarlah persahabatan kita selama bertahun-tahun menjadi alasanku. Tapi kupikir kau dan anakmu keliru mengenai urusan Nevada ini. Bagaimana kau bisa berharap akan berhasil tanpa didukung kekuatanmu di sini? Keduanya akan saling mendukung. Dan sesudah kau pergi dari sini, Barzini dan Tattaglia akan menjadi terlalu kuat bagi kami. Aku dan Pete akan menghadapi kesulitan, cepat atau lambat kami akan berada di bawah kekuasaan mereka. Dan Barzini bukan orang yang kusukai. Menurutku, Keluarga Corleone harus mengambil tindakan berdasarkan kekuatan, bukan kelemahan. Kita harus membangun regime kita dan merebut kembali wilayah kita yang hilang, sedikitnya di Staten Island."

Don menggeleng. "Aku sudah mengadakan perdamaian, jangan lupa, aku tidak bisa menjilat ludahku sendiri."

Tessio tidak bersedia dibungkam begitu saja. "Setiap orang mengetahui Barzini memprovokasimu sejak saat itu. Dan, selain itu, kalau Michael menjadi kepala Keluarga Corleone yang baru, apa yang menghalanginya untuk mengambil tindakan yang dianggapnya cocok? Kata-katamu tidak mengikatnya secara ketat."

Michael menyela cepat. Ia berbicara pada Tessio dengan wibawa penuh sebagai kepala Keluarga sekarang, "Ada hal-hal yang sedang dirundingkan yang akan menjawab pertanyaanmu dan menyingkirkan keraguanmu. Kalau kata-kataku belum cukup bagimu, tanyakan pada Don."

Tapi Tessio mengerti ia telah melewati batas. Kalau berani bertanya pada Don, ia akan menjadikan Michael musuhnya. Jadi ia mengangkat bahu dan berkata, "Aku berbicara demi kebaikan Keluarga, bukan demi kepentinganku sendiri. Aku bisa mengurus diriku sendiri."

Michael melontarkan senyum ramah. "Tessio, aku tidak pernah meragukanmu dalam hal apa pun. Aku tidak pernah berbuat begitu. Tapi percayalah padaku. Tentu saja aku tidak bisa menandingi dirimu atau Pete dalam hal-hal seperti ini, tapi bagaimanapun aku mendapat bimbingan dari ayahku. Aku tidak akan terlalu buruk, dan kita akan mencapai hasil yang sebaik-baiknya."

Pertemuan berakhir. Yang merupakan berita besar adalah Clemenza dan Tessio akan diizinkan membentuk Keluarga mereka sendiri dari regime masing-masing. Tessio akan memiliki usaha perjudian dan galangan di Brooklyn. Dan Clemenza akan menguasai perjudian di Manhattan dan kontak-kontak Keluarga di pacuan kuda Long Island.

Kedua caporegime tersebut berlalu dengan perasaan tidak terlalu puas, masih merasa agak tidak nyaman.

Carlo Rizzi masih berada di ruangan karena berharap telah tiba waktunya ia akhirnya diperlakukan sebagai salah satu anggota keluarga, tapi ia dengan cepat melihat Michael tidak berpendapat begitu. Ia meninggalkan Don, Tom Hagen, dan Michael di ruang perpustakaan di sudut itu. Albert Neri mengantarnya ke luar rumah, dan Carlo menyadari Neri berdiri di ambang pintu mengawasi dirinya menyeberangi kompleks yang terang benderang.

Di perpustakaan, ketiga orang itu bersantai seperti yang hanya bisa dilakukan orang-orang yang telah tinggal serumah selama bertahun-tahun, dalam satu keluarga. Michael menyajikan anisette untuk Don dan scotch untuk Tom Hagen. Ia mengambil minuman bagi dirinya sendiri, yang jarang dilakukannya.

Tom Hagen yang berbicara terlebih dulu. "Mike, kenapa kau tidak melibatkan diriku?"

Michael tampak terkejut. "Kau akan menjadi orang nomor satuku di Vegas. Kita akan sah sepenuhnya dan kau yang menangani segi hukumnya. Apa lagi yang lebih penting?"

Hagen tersenyum agak sedih. "Bukan itu yang kumaksud. Maksudku mengenai Rocco Lampone yang membangun regime diam-diam. Yang kumaksud adalah kau yang langsung berurusan dengan Neri dan bukannya melalui diriku atau caporegime. Kecuali, tentu saja, kalau kau tidak mengetahui apa yang dilakukan Lampone."

Michael berkata lembut, "Dari mana kau mengetahui tentang regime Lampone?"

Hagen mengangkat bahu. "Jangan khawatir, tidak ada kebocoran, tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Tapi di posisiku aku bisa melihat apa yang terjadi. Kau memberi Lampone kehidupan sendiri, kau memberinya banyak kebebasan. Tapi semua orang yang direkrutnya harus dilaporkan padaku. Dan kusadari setiap orang yang dimasukkannya ke dalam daftar gaji agak terlalu bagus untuk pekerjaan itu, mendapat sedikit lebih banyak uang daripada nilai sebenarnya tugas yang dilakukannya. Omong-omong, kau memilih orang yang benar sewaktu memilih Lampone. Ia beroperasi dengan sempurna."

Michael menghadapi Tom Hagen dan tanpa ragu memberitahunya terus terang. "Tom, kau bukan consigliori masa perang. Situasi mungkin akan menjadi lebih sulit karena langkah-langkah yang sedang kita usahakan ini dan kita mungkin terpaksa berperang. Dan aku ingin kau juga tidak terlibat dalam tembak-menembak, sekadar untuk berjaga-jaga."

Wajah Hagen memerah. Kalau Don yang memberitahukan hal itu padanya, ia pasti menerimanya dengan rendah hati. Tapi bagaimana Michael bisa membuat penilaian sekeras itu? "Oke," katanya, "tapi kebetulan aku setuju dengan Tessio. Kupikir kau keliru melakukan semua ini. Kau mengambil langkah dari kelemahan, bukan kekuatan. Itu selalu buruk. Barzini seperti serigala, dan kalau ia mencabik-cabik dirimu sepotong demi sepotong, Keluarga-Keluarga yang lain tidak akan bergegas datang membantu Keluarga Corleone."

Don akhirnya berbicara. "Tom, ini bukan hanya Michael. Aku yang memberinya saran-saran dalam masalah ini. Ada hal-hal yang mungkin harus diselesaikan, yang tidak bisa kupertanggungjawabkan dengan cara apa pun. Ini keinginanku, bukan Michael. Aku tidak pernah menganggap dirimu consigliori yang buruk. Menurutku Santino akan menjadi don yang buruk, semoga arwahnya beristirahat dalam damai. Ia memiliki hati yang baik, tapi bukan orang yang tepat untuk memimpin Keluarga waktu aku tertimpa kemalangan. Dan siapa yang akan menduga Fredo bisa menjadi tukang main perempuan? Jadi jangan merasa tidak senang. Michael mendapat seluruh kepercayaanku seperti dirimu. Karena alasan yang tidak kauketahui, kau tidak boleh terlibat dalam apa yang mungkin akan terjadi. Omong-omong, aku sudah memberi tahu Michael bahwa regime rahasia Lampone tidak akan luput dari matamu. Jadi itu sudah menunjukkan bahwa aku mempercayai dirimu."

Michael tertawa. "Aku sungguh tidak menduga kau akan menyinggung hal itu, Tom."

Hagen mengetahui ia tengah dibujuk. "Mungkin aku bisa membantu," katanya.

Michael menggeleng tegas. "Kau tidak terlibat, Tom."

Tom Hagen menghabiskan minuman dan sebelum pergi ia menegur Michael dengan lunak. "Kau hampir sebaik ayahmu," katanya pada Michael. "Tapi ada satu hal yang masih harus kaupelajari."

"Apa?" tanya Michael.

"Bagaimana cara mengatakan TIDAK," jawab Hagen.

Michael mengangguk serius. "Kau benar," katanya. "Akan kuingat."

Sesudah kepergian Hagen, Michael berkata dengan nada bergurau pada ayahnya. "Kukira kau sudah mengajarkan segala sesuatunya padaku. Coba katakan bagaimana caranya mengatakan tidak pada orang lain dengan cara yang mereka sukai."

Don pindah dan duduk di belakang meja tulis besar. "Kau tidak bisa mengatakan 'tidak' pada orang yang kausayangi, tidak sering. Itu rahasianya. Dan kalau kau mengatakannya, usahakan terdengar seperti 'ya'. Atau kau harus membuat mereka yang mengatakan 'tidak'. Kau harus menyediakan waktu yang lama dan mau bersusah payah. Tapi aku orang kuno, kau dari generasi modern, jangan dengarkan kata-kataku."

Michael tertawa. "Benar. Tapi kau setuju untuk tidak melibatkan Tom dalam semua ini, kan?"

Don mengangguk. "Ia tidak boleh dilibatkan dalam masalah ini."

Michael berkata pelan, "Kurasa sudah tiba saatnya untuk mengatakan padamu bahwa apa yang akan kulakukan bukan semata-mata pembalasan dendam atas kematian Apollonia dan Sonny. Ini memang sudah seharusnya dilakukan. Tessio dan Tom benar mengenai Keluarga Barzini."

Don Corleone mengangguk. "Pembalasan dendam adalah hidangan yang paling lezat kalau disajikan dalam keadaan dingin," katanya. "Aku seharusnya tidak mengadakan perdamaian, tapi aku tahu bahwa tanpa perdamaian, kau tidak bisa pulang dalam keadaan hidup. Sekalipun begitu, aku heran Barzini tetap berusaha membunuhmu untuk yang terakhir kalinya. Mungkin itu sudah direncanakan sebelum perundingan damai dan ia tidak bisa menghentikannya. Kau yakin mereka bukan mengincar Don Tommasino?"

Michael berkata, "Memang itulah kesan yang ingin ditampilkan. Dan mestinya sempurna sekali, kau sendiri pun tidak bakal curiga. Tapi aku selamat. Aku melihat Fabrizzio pergi melalui pintu gerbang, melarikan diri. Dan tentu saja aku memeriksa semuanya sejak kepulanganku."

"Apakah mereka menemukan si penggembala?" tanya Don.

"Aku menemukannya," kata Michael. "Aku menemukannya setahun yang lalu. Ia memiliki kedai pizza di Buffalo. Dengan nama baru, paspor palsu, dan kartu identitas palsu. Penggembala Fabrizzio ini sangat sukses."

Don mengangguk. "Jadi tidak ada gunanya menunggu lebih lama lagi. Kapan kau akan memulainya?"

Michael berkata, "Aku ingin menunggu Kay melahirkan. Hanya untuk berjaga-jaga seandainya ada penyimpangan dari rencana. Dan aku ingin Tom menetap di Vegas dulu agar ia tidak terlibat dalam masalah ini. Kurasa setahun dari sekarang."

"Kau sudah mempersiapkan segalanya?" tanya Don. Ia tidak memandang Michael sewaktu bertanya.

Michael berkata lembut, "Kau sama sekali tidak dilibatkan. Kau tidak bertanggung jawab. Aku yang bertanggung jawab sepenuhnya. Aku bahkan menolak memberimu hak veto. Kalau kau mencoba melakukannya sekarang, aku akan meninggalkan Keluarga dan mengambil jalanku sendiri. Kau tidak bertanggung jawab."

Don terdiam lama sekali, lalu menghela napas. Ia berkata, "Kalau begitu, lakukanlah. Mungkin itu sebabnya aku pensiun, mungkin itu sebabnya kuserahkan segala sesuatunya padamu. Aku sudah melakukan bagianku dalam hidup ini, aku tidak memiliki keinginan apa-apa lagi. Dan ada beberapa tugas yang tidak bisa diselesaikan orang yang paling baik sekalipun. Jadi lakukanlah."

***

Tahun itu juga Kay Adams Corleone melahirkan anak kedua, putra lagi. Ia melahirkan dengan mudah, tanpa kesulitan apa pun, dan saat pulang ke Kompleks, ia disambut bagai putri raja. Connie Corleone menghadiahi si bayi sehelai seprai sutra buatan tangan dari Italia, yang sangat mahal dan indah. Ia berkata pada Kay, "Carlo yang menemukannya. Ia mencari-cari di seluruh toko di New York untuk menemukan hadiah yang istimewa sesudah aku tidak bisa menemukan apa pun yang benar-benar kusukai."

Kay tersenyum sebagai ucapan terima kasih, seketika memahami bahwa ia harus menyampaikan kisah yang bagus itu pada Michael. Ia tengah dalam proses menjadi orang Sisilia.

Tahun itu juga Nino Valenti meninggal karena perdarahan otak. Kematiannya diberitakan di halaman depan tabloid karena film produksi Johnny Fontane yang menampilkan dirinya mulai diputar beberapa minggu sebelumnya dan menjadi film laris, memantapkan Nino sebagai bintang besar. Koran-koran menyebutkan Johnny Fontane yang menyelenggarakan upacara pemakamannya, bahwa pemakaman itu merupakan acara pribadi, hanya dihadiri keluarga dan teman-teman dekat. Berita sensasional bahkan menyatakan bahwa ketika diwawancara, Johnny Fontane menyalahkan diri sendiri atas kemarian sahabatnya; bahwa seharusnya ia memaksa sahabatnya menjalani perawatan medis. Tapi wartawan menjadikannya kedengaran seperti penyesalan terhadap diri sendiri dari saksi yang peka tapi tidak bersalah atas suatu tragedi. Johnny Fontane telah membuat teman masa kanak-kanaknya, Nino Valenti, jadi bintang film -apalagi yang bisa dilakukan seorang sahabat?

Tidak ada anggota Keluarga Corleone yang menghadiri pemakamannya di California kecuali Freddie. Lucy dan Jules Segal hadir. Don sendiri ingin pergi ke California, tapi kebetulan ia mengalami serangan jantung ringan, memaksanya berbaring di ranjang selama sebulan. Sebagai gantinya, ia mengirim karangan bunga yang sangat besar. Albert Neri juga dikirim ke Barat sebagai wakil resmi Keluarga.

Dua hari sesudah pemakaman Nino, Moe Greene ditembak mati di rumah bintang film yang menjadi gundiknya di Hollywood; Albert Neri tidak muncul lagi di New York hingga hampir sebulan sesudahnya. Ia berlibur di Kepulauan Karibia dan sewaktu pulang untuk bertugas lagi, kulitnya begitu cokelat sehingga nyaris hitam. Michael Corleone menyambutnya dengan senyuman dan beberapa patah kata pujian. Ia juga memberi tahu bahwa sejak itu Neri akan menerima "nafkah" tambahan, pemasukan Keluarga dari penjualan kupon taruhan East Side yang dipandang paling makmur. Neri senang, puas karena hidup di dunia yang memberikan imbalan layak pada orang-orang yang melaksanakan tugas.

***
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd