Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

The Princess

Sekilas memandang dirinya, orang orang pasti tak menyangka kalau gadis itu sekarang mengenyam pendidikan sebagai mahasiswi tingkat satu semester satu perguruan paling prestisius di sana.

Tubuhnya yang mungil, ditambah dengan kacamata bulat di wajahnya, rambutnya yang diikat dua membuatnya lebih pantas menjadi gadis yang sedang menjalani pendidikan di bangku smu dibanding mahasiswi

Gadis itu sedang menikmati makan siangnya, minding her own business, ketika mendadak seorang pemuda menghenyakkan pantatnya di samping sang gadis yang beringsut tak nyaman.

Sammy…. Pemuda itu adalah kabar buruk. Typical jock, bertubuh atletis untuk mengintimidasi, wajah tampannya menunjukkan kesombongan, gesture tubuhnya melecehkan siapa saja yang dianggapnya inferior.

The problem is, for him, everybody else is inferior.

“Mau ke mana, manis?” kata Sammy sambil mencekal pinggang sang gadis yang berusaha beranjak menjauhi pemuda itu dan memaksanya kembali duduk di sampingnya lalu mengalungkan lengannya pada sang gadis dengan paksa.

Dengan kurang ajar pemuda itu lalu mulai mengunyah French fries sang gadis tanpa basa basi, sambil mengernyitkan dahinya dengan jijik melihat semangkuk mix salad yang juga dipesan gadis itu.

Dengan kurang ajar Sammy mencubiti pipi sang gadis, bahkan menciumi pipinya dengan gemas sambil tertawa-tawa demi melihat usaha sang gadis untuk menjauhkan pipinya dari cubitan dan ciuman paksa sang pemuda, atau dorongan tangannya yang berusaha menjauhkan sang pemuda dari dirinya.

****

Suasana kantin mendadak berubah. Keheningan yang awkward tiba-tiba hadir.

Seorang gadis yang sama angkuhnya seperti Sammy, bahkan lebih, melangkahkan kakinya masuk ke lingkungan kantin, sebelah lengannya menggenggam rantai anjing yang ujungnya terikat di collar yang melingkari leher seorang gadis yang menundukkan kepala, hanya mengenakan sports bra yang jelas lebih kecil 2 ukuran dari lingkar dadanya hingga membuatnya jelas tak nyaman. Sama seperti hot-pants warna putih dengan waistband warna hitam yang membungkus selangkangannya. Benda itu begitu ketat, hingga nampak pinggangnya tertekan dan mencetak camel-toe yang sangat jelas Sementara kakinya telanjang, tanpa pelindung sedikitpun.

Gadis yang terbelenggu itu nampak lelah dan pucat, kantung mata nampak jelas di bawah matanya, bukti kalau gadis itu tidak mendapat istirahat yang cukup, entah untuk berapa lama, karena rambutnya nampak kusit, bukan hanya karena kurang terurus, namun juga karena dipotong sembarangan tidak rapi sama sekali.

Aroma masam juga tercium dari tubuh sang gadis, tanda kalau ia belum lagi membersihkan dirinya, serta di tambah noda kuning di selangkangannya yang menandakan kalau ia terpaksa membuang air seninya dengan masih menggunakan hot-pants sempit itu

Gadis angkuh itu berjalan mendekati meja di mana gadis imut tadi sedang duduk tanpa daya di tahan oleh cekalan Samy di pinggang rampingnya, dan tanpa basa basi langsung duduk di seberang meja, sementara gadis terbelenggu tadi duduk bersimpuh di samping gadis angkuh tadi, dengan dua kaki terlipat rapi di bawah kedua pahanya. Posisi yang menyakitkannya karena lantai kantin yang walaupun dibersihkan, namun seadanya, dan debu serta kerikil kecil menusuk tulang kering dan punggung kakinya.

Tanpa basa basi gadis angkuh itu mengambil semangkuk mix salad dari hadapan sang gadis imut, lalu mengumpulkan ludah sebanyak ia bisa dan meludahkannya ke mangkuk yang kemudian di letakkan di lantai lalu mendorong dengan ujung kakinya ke hadapan gadis terbelenggu itu.

“Makan…” Perintah gadis angkuh itu

Kalaupun ia ingin menggunakan tangannya, gadis itu tak akan bisa. Dingin baja borgol yang membelenggu tanganya ke belakang tubuhnya membuatnya tak bisa berbuat apa-apa selain menunggingkan tubuhnya dan mulai memakan mix salad bercampur dahak tadi langsung dengan mulutnya.

Gadis imut tadi, juga mahasiswa yang lain yang memandang perlakuan biadab yang sangat melecehkan yang dilakukan gadis angkuh itu tak mampu berbuat apa-apa.

****

“Woi anak baru….! Baris kalian semua….!” Teriak Michelle, pada kelompok mahasiswa baru pada saat masa orientasi mahasiswa baru di sebuah areal perkebunan teh di kaki gunung.

Cuaca pagi di kaki gunung itu sangat dingin, terlihat dari gemeretak gigi para mahasiswa baru yang semalaman dipaksa tidur berhimpitan agar tetap hangat sementara para senior, termasuk Michelle menikmati nyamannya tenda, dan hangatnya api unggun.

Sebagaimana umumnya, para senior bertingkah bagai dewa yang bebas memerintah para mahasiswa baru dengan semena-mena.

“Mira! Reina! Ke sini kalian!” Bentaknya pada dua peserta ospek yang berjalan paling akhir dari barisan mahasiswa yang menggigil kedinginan karena mereka semua hanya mengenakan t-shirt tipis dan bahkan celana jeans yang mereka kenakan tak cukup membantu mengusir dingin yang mengigit.

Mereka baru saja melakukan jurit malam yang melelahkan. Dan bentakan sang senior sama sekali tak membantu.

“Chelle…. Jangan terlalu kasar, ya…. Mereka udah kecapean” Bisik seorang panitia ke telinga Michelle….

“Tenang aja…. Mereka ngga akan berani macem-macem ke kita….” Kata sang gadis, menyeringai mengingat ia bisa membalaskan apa yang ia rasakan ketika ia menjadi mahasiswi baru.

“Kalian ini, sudah lambat, sok kecantikan lagi!” bentak Michelle pada dua gadis yang kini di paksa untuk berdiri di hadapan anggota regu yang lain, sambil ia perlahan berjalan mendekati dan mengelilingi ke dua gadis itu yang masih memanggul beban backpack mereka yang nampak berat

Michelle menyeringai senang melihat Mira yang nampak bagai hamster mungil imut yang menggigil kedinginan dan ketakutan, namun senyumnya langsung hilang melihat tatapan mata Reina yang mengancam.

“Berani kamu melotot, hah!” Bentak Michelle sambil mendorong kepala Reina dengan jarinya hingga sang gadis jatuh terjengkang.

“Chell… Udah…. Jangan… Please….” Kata panitia lain sambil mencekal Michelle agar tidak terlalu kasar pada gadis yang kini terduduk di tanah, mengotori jean ketat yang dipakainya. Yang kini bersusah payah bangun dibantu Mira.

“Hei! Siapa yang nyuruh kamu bantuin dia bangun. Hah!” Bentak Michelle lagi sambil melepaskan cekalan rekannya, yang berusaha mencegah dirinya berbuat lebih jauh lagi.

“Kamu mau jadi pahlawan, Hah?!” katanya lagi sambil mendorong Mira hingga kini sang gadis imut terjengkang di tanah.

Perlahan Mira bersusah payah bangkit berdiri, sementara Reina hanya berdiri tanpa berusaha membantu sang gadis untuk berdiri sedikitpun, mata tajamnyatetap terkunci ke arah Sang senior

“Kamu lihat kan? Dia ngga peduli…. Pahlawan ngga dapet apa-apa, ngerti?!” Katanya lagi sambil kali ini mendorong reina hingga sang gadis kembali terjengkang.

Dan di bawah tatapan mata Michelle yang mengancam, Mira hanya menundukkan kepala dan berdiri diam, sementara Reina berusaha bangkit.

Michelle kemudian memerintahkan ke dua gadis itu untuk saling berhadapan.

“Mira! Tampar Reina.”

“Chell…. “ panitia lain mencoba mengingatkan Michelle, yang hanya dijawab sang gadis dengan tangan yang terangkat, memaksa rekan panitianya itu diam.

“Tampar Reina!” Bentak Michelle lagi demi melihat Mira menundukkan wajahnya sedikit terisak.

“Oooo.... Kenapa? Ngga tega, hah?” kata Michelle dengan nada suara melecehkan, lalu memandang ke arah Reina.

“Heh, jablay. Tampar Mi…..”

Plaaaak!

Para peserta, terutama Michelle, dan para panitia terperangah.

Reina dengan sekuat tenaga menampar pipi Mira hingga gadis itu terjengkang, terjatuh terlentang di tanah basah itu dan kacamatanya terlempar.

Mira terisak di tanah, pipinya merah akibat tamparan Reina, bibirnya berdarah.

“Woy Jablay, aku ngga bilang kamu haru…..!” kata Michelle yang terhenti ketika Reina dengan mendadak menyela, berdiri dihadapannya.

“Jangan sekali-kali lagi kamu berani menyentuh aku, Anjing!”’ bentak Reina menantang Michelle yang tangannya terangkat, bersiap menamparnya.

Michelle tergagap sesaat sebelum menepuk dada Reina dengan dua telapak tangannya keras.

“Atau apa?” Katanya menantang

Dan entah mendadak datang dari mana, sekitar dua lusin lelaki bertampang sangar, seperti anggota gang atau mafia datang dan merubung para peserta ospek dengan beragam senjata yang tergenggam erat di tangan mereka.

“Nona baik-baik saja?” Kata pemimpin kelompok itu mendekati Reina yang langsung mendapat tamparan dari sang gadis.

“Kamu terlambat” katanya sambil menjatuhkan backpack berat itu dari punggungnya

****

Michelle begitu ketakutan. Ia diapit beberapa pria berbadan kekar, berdiri di hadapan para peserta ospek dan para panitia yang dikepung, dipaksa berkumpul di tengah lapangan yang menjadi basecamp acara ospek mereka. Ia tak bisa menolak ketika Reina melepaskan jacket yang dikenakannya dan mengenakan di tubuhnya sendiri.

“Telanjangi dia….” Katanya lagi dingin member perintah pada para lelaki sangar tadi yang segera mengangkat belati yang mereka pegang sedari tadi.

Michelle menangis tertahan, tubuhnya menggigil campuran antara rasa dingin yang mendadak menusuk kulitnya, serta ketakutan karena kulitnya juga bersentuhan dengan baja dingin belati yang menari-nari dan merobek-robek seluruh pakaiannya, hingga kini dirinya beridir telanjang bulat, hanya tinggal sepasang sepatu kets yang melindungi kakinya hingga tak langsung bersentuhan dengan tanah becek yang dingin itu.

“Aku sudah ingatkan kamu, Bitch. Jangan berani-berani sentuh aku. Kamu ngga tau dengan siapa kamu berurusan.” Kata Reina dingin sambil menjambak rambut Micelle, menerima belati yang di asongkan oleh pemimpin gerombolan tadi yang seakan mengerti keinginan sang nona.

Dengan satu tarikan ke atas, Reina memotong rambut Michelle yang berada di dalam genggamannya., lalu kembali menjambak dan memotong rambut sang gadis hingga tak beraturan.

“Sekarang…. Apa kamu ngerasa kalau kamu masih cantik?” Ejek Reina sambil kemudian berjalan ke belakang Michelle yang tak lagi bisa menahan tangisnya.

Sang gadis menjerit meminta ampun, menahan sakit ketika Reina mencubit, menarik sambil memuntir ke dua puting payudaranya dengan kuat. sambil melangkah ke hadapan para peserta dan panitia ospek.

“Mulai hari ini, aku yang berkuasa…. Kalian akan patuh pada perintahku, atau kalian akan menderita bersama pelacur ini.” Katanya sambil menarik keras putting payudara Michelle hingga tubuh sang gadis tertarik ke depan, kehilangan kesemibangan dan tersungkur di tanah becek, dan dingin itu.

Reina memandang ke arah para peserta ospek dan melihat ada salah seorang gadis, panitia yangdari tadi berusaha memperingatkan Michelle, nampak memiliki determinasi tinggi untuk melawannya.

Ia lalu memerintahkan Niko, sang pemimpin foot soldier untuk menariknya ke depan lalu menghampirinya.

Reina menerima belati yang di angsurkan pemuda itu yang seakan mengetahui keinginan majikannya untuk member contoh pada para peserta ospek itu, dan dengan satu gerakan halus, gadis itu menusukkan belati itu ke arah jantung sang gadis itu.

Sambil berlutut berjongkok mengelap belati yang berdarah itu di baju sang korban, ia berkata pada para peserta dan panitia yang lain.

“Ada yang mau menyusul?”…

“Good....” Ujar sang gadis puas sambil berdiri. “Sekarang, kalalian yang punya kontol, perkosa perek ini habis-habisan.” Katanya lagi sambil menginjak kepala Michelle hingga wajahnya terbenam di tanah.

Di bawah ancaman senjata begitu rupa, dan mayat teman mereka yang terbujur tak jauh dari mereka cukup untuk membuat mereka berpikir ulang untuk melawan perintah sang gadis.

Para wanita peserta dan panitia ospek hanya bisa menyaksikan bagaimana sang gadis kemudian digangbang, diperkosa secara brutal oleh anggota mafia tanpa ampun, di semua lubang di tubuhnya. Bagaimana mulut sang gadis berulangkali tersedak penis yang dijejalkan paksa ke dalam tenggorokannya, bagamana vagina dan anusnya dipaksa menelan penis demi penis yang dijejalkan di sana, bahkan tak jarang mereka menjejalkan dua penis sekaligus ke dalam vagina, maupun anusnya.

Dan mereka hanya bisa berdiri tanpa daya melihat Michelle dipaksa bergiliran bersetubuh dengan seluruh anggota lelaki. Yang beberapa di antara mereka justru nampak sangat bernafsu bisa menikmati tubuh ranum Michelle yang memang indah itu, dan salah satu di antara mereka yang justru bernafsu itu adalah Sammy, salah satu panitia ospek yang ditolak Michelle untuk menjadi kekasihnya.

Mereka hanya bisa terenyuh melihat lelehan sperma yang bisa saja membuahi telur sang gadis yang meleleh tanpa henti dari vagina dan anusnya yang kini membuka lebar dan tak mampu lagi menampung deposit sperma dari para lelaki itu.

Mereka hanya bisa meneteskan air mata demi melihat tubuh Michelle yang berantakan itu, rambut kusut masai yang dipotong sembarangan, tubuhnya yang penuh sperma kering, bekas bekas cupangan, gigitan. Payudara, bulatan pinggul dan pantat yang keunguan karena diremas kasar, ditampari kasar.

****

Kebengisan Reina nampaknya menurun dari ayahnya yang merupakan salah satu gembong mafia yang disegani di kota itu.

Kekejaman lelaki itu tak perlu dipertanyakan lagi. Mengetahui anak gadisnya diperlakukan kasar selama ospek, merasa perlu memberi peringatan keras.

*****

“Please…. Please…. Aku mohon Reina…. Aku mohon…. Jangan apa-apakan orang tuaku…. Jangan apa-apakan mereka…. Mereka tidak tau apa-apa….” Kata Michelle memohon, menyembah di kaki Reina, yang langsung menendang wajah sang gadis hingga terjengkang.

“Anjing kalian….! Lepaskan anakku....!” Teriak lelaki paruh baya yang berusaha meronta dari cekalan para anggota mafia yang mencekalnya hingga berlutut di tanah. Babak belur sebagaimana kondisi istrinya di sampingnya yang terkulai lemah akibat hajaran tak berbelas kasihan dari gerombolan mafia itu.

Melihat bagaimana pukulan dan tendangan bertubi menghujani tubuh lunglai ayah dan ibunya, Michelle segera menelanjangi dirinya sendiri lalu bergegas memeluk kaki Reina.

“Aku mohon… Aku lakukan apapun yang kamu mau…. Tapi tolong, Demi Tuhan… Lepaskan orang tuaku….” Kata Michelle lagi sambil menciumi sepatu Reina yang lalu menepiskan kakinya dan menginjak kepala sang gadis.

“Aku perlu peliharaan….” Kata Reina dingin, sabil memutar-mutarkan ujung sepatunya di pipi Michelle kotor oleh debu tanah dan air mata. “Kamu cocok jadi peliharaanku….” Katanya lagi sambil melangkahkan kakinya menuju sebuah Roll Royce phantom yang terparkir agak jauh dari tempat kekejaman itu terjadi, sementara sambil menundukkan kepalanya, dengan airmata yang terus berurai, Michelle merangkak mengikuti gadis yang kini resmi menjadi nona bagi dirinya.

Sang gadis memandang ke arah bagasi mobil yang terbuka, dan tanpa perlawanan merayap masuk ke dalam ruang sempit itu. Sesaat sebelum bagasi itu tertutup, gadis itu masih sempat memandang gerombolan mafia yang nampaknya berhenti menghujani tubuh luluh lantak ke dua orang tuanya dengan pukulan, tendangan, dan hantaman berbagai benda tumpul.

Setidaknya…. Orang tuaku tetap dibiarkan hidup…. Batin sang gadis sebelum akhirnya terkurung dalam kegelapan bagasi mobil yang kemudian meluncur meninggalkan tempat itu.

*****

Niko memandang ke arah tubuh sepasang suami istri yang tergeletak sekarat di tanah itu, mengeluarkan belati besar miliknya lalu menggorok leher keduanya.

*****

“Dia nolak kamu, Sam?” Tanya Reina sambil mengunyah beberapa potong french fries dari piring di hadapan Mira, yang tidak bisa bergerak karena cekalan dipinggangnya semakin kuat

“Ngga tau nih, babe…. Kayanya, sih…” Katanya sambil mengamit dagu Mira dan tersenyum sadis ke arah Reina yang melemparkan beberapa remah kentang goreng ke lantai kantin yang penuh jejak sepatu, kotor dan berdebu itu di hadapan Michelle yang langsung memakan remah-remah tadi dengan mulutnya yang masih belepotan dengan saus salad tadi.

“Kamu nolak kemauan Sammy, Mir?” katanya dingin dengan tatapan mata yang tajam menusuk ke arah Mira yang memalingkan wajahnya melihat Michelle yang kembali duduk bersimpuh dengan dua kaki yang terlipat rapi di bawah pahanya.

Mira melihat Goosebumps di kulit Michelle yang bergidig pelan, dan tak lama ia bisa melihat kalau di bawah kaki seniornya itu muncul genangan yang berbau pesing.

“Kamu ngga mau berakhir seperti dia kan?.” Ujar Reina yang member gesture pada Samy yang kemudian membuka belenggu dari tangan Michelle yang kemudian dengan pandangan kosong, dan otak yang sepertinya sudah dicuci itu dengan bersusah payah membuka sports-bra sempit yang dikenakannya, memamerkan payudaranya secara bebas, sambil kemudian ia beringsut dan mulai mengepel air seninya sendiri dari lantai kantin, lalu kemudian mengenakan kembali sports bra yang basah kuyp oleh air seninya sendiri, dan seakan telah terprogram, demi melihat Samy mendekati tubuhnya, ia lalu meletakkan kembali kedua lengannya ke belakang tubuhnya dan membiarkan lelaki itu memborgol tangannya dengan erat, memotong sirkulasi darah ke tangannya.

“Sabtu besok, pulang kuliah, kami mau ke club, kamu ikut….” Kata Reina singkat sambil berdiri dan menarik kekang di leher Michelle dengan kuat, membuat sang senior terbanting ke depan, dan terseret seret dengan leher tercekik, sambil bersusah payah bangkit mengikuti langkah sang nona….

****

Tak ada yang bisa dilakukan para mahasiswa kecuali berdoa buat Mira yang kini berjalan perlahan di kawal Niko menuju Roll Royce Phantom yang terpakir dengan gagah di depan gerbang kampus. Di mana kemudian pemuda itu dengan sikap sempurna membukakan pintu buat Mira yang sejenak terdiam ketika menyadari ada Reina yang sudah menunggu di dalam.

“Silahkan Nona Mira…. Sebaiknya jangan biarkan Nona Reina menunggu…..” Kata Niko sambil memberi gesture agar sang gadis segera memasuki mobil.

Mira kembali tertegun. Ia baru menyadari kalau ada sosok lain selain Reina yang ada di dalam mobil.

Corset berwarna hitam, melingkari pinggang Michelle dengan ketat hingga pinggangnya dipaksa mengecil membentuk hourglass, membuat sang gadis kesulitan bernafas, leather choker yang lebar membuat sang gadis menggerakkan lehernya dengan bebas, dan rantai pendek yang mengait collar ke pegangan tangan di atas kaca belakang phantom itu membuat leher sang gadis tertarik ke atas, wajahnya agak mendongak, menambah sesak nafasnya.

Mira juga dapat melihat kalau kini sepasang leather cuff membelenggu erat tangan Michelle di belakang tubuhnya. Ia juga melihat sepasang stripper heels yang menjadi alas kaki sang senior, yang kaki jenjangnya terbungkus stocking hitam yang naik sampai ke pangkal paha nya. Dan seperti bulatan payudara Michelle yang sekal, telanjang tanpa perlindungan apapun, demikian juga selangkangan sang senior yang jelas tak terlindungi sehelai benangpun.

****

Cara Niko mengemudikan sedan premium itu sangan sempurna, membuat sedan premium semakin terasa nyaman, namun kenyamanan itu tak dirasakan Mira, terutama karena Reina memandangnya dengan tajam, seakan menelanjanginya.

“Aku ngga suka cara kamu menggoda Sammy….” Kata Reina, menghembuskan asap rokok yang dihisapnya dan menyundutkanujung rokok yang menyala itu ke pangkal paha Michelle yang mengernyit kesakitan.

“Re…. Aku….” Mira coba berbicara yang segera dipotong dengan hembusan asap rokok ke wajahnya, yang membuat sang gadis terbatuk.

“Kamu busuk, tau!” Ketus Reina sambil kembali menyundutkan ujung rokok itu ke putting payudara Michelle yang kembali berjengit menahan sakit, bahkan sampai meneteskan air mata yang melunturkan mascara hitam yang dikenakannya.

“Kamu nyari perhatian orang dengan berlagak polos…. Sok Imut….” Kata Reina sambil kembali memberi noda sundutan baru di tubuh Michelle yang kini menjerit kesakitan karena tak kuat menahan pedih dan panas api yang menerpa tubuhnya.

“Re… Aduh… Panas….” Jerit Mira ketika Reina menjentikkan punting rokok yang masih menyala itu ke pipi nya di saat ia berusaha

“Kamu mau jadi pusat perhatian? Oke…. Keinginanmu terkabul….” Kata Reina ketika Nico membuka partisi dan menyampaikan kalau mereka sudah sampai di Club.

****

Club itu sangat terkenal… Namun entah mengapa, hari ini begitu sepi.

Jika saja tempat itu ramai seperti biasa, tentu banyak mata yang akan memandang heran melihat seorang gadis angkuh menarik rantai pendek yang mengikat leher seorang gadis yang diperlakukan bagai menarik seekor hewan. Sementara di belakangnya nampak seorang gadis mungil, imut, berjalan di belakang gadis yang terbelenggu tadi dengan kepala tertunduk yang sesekali melirik ke arah sekelilingnya. Melihat para foot soldier mafia yang dulu menyerbu ke lokasi ospek mereka.

****

Center stage spotlight tiba-tiba menyala memperlihatkan Mira yang berdiri kikuk di samping pole berkilat yang sudah membantu banyak dancer untuk melakukan incredible routines yang membuat mereka mendapat lebih banyak lagi tips dari pengunjung yang bernafsu.

“Mir… Mendingan sekarang elo telanjang, gih….” Kata Reina yang duduk di bangku tepat di depan stage, memandang ke arah Mira yang masih berdiri mematung. Sementara Nico berdiri tepat di samping sang nona, dan para foot soldier berdiri membentuk setengah lingkaran di belakang mereka berdua.

“Oh…. Kamu mau nolak perintah aku? Sama seperti kamu nolak perintah dia?” Kata Reina sambil melihat ke arah tirai di belakang Mira yang akhirnya ikut membalikkan wajahnya dan tertegun demi melihat Sammy berjalan dengan raut wajah menyebalkan, menarik rantai di leher Michelle yang terseok-seok mengikutinya.

Suara winch terdengar seiring Samy yang menekan sebuah remote, dan tak lama nampak sebuah sling dengan sebuah hook di ujungnya turun ke arah panggung.

“Re….. Please…. Jangan lakukan ini….” Kata Mira dengan suara bergetar, yang di sambut dengan raut penuh kemenangan oleh Reina yang melihat kecemasan di wajah sang gadis demi melihat Samy mengaitkan hook ke metal loop di collar yang menghiasi leher Michelle lalu menekan remote.

Michelle frantic, ia tercekik, ujung heelsnya liar menggaruk lantai stage. Mira dapat melihat bagaimana mata sang gadis melotot, lidarnya mulai menjulur….

“Hentikan!” Teriak Mira sambil berlari dan memeluk kaki Michelle berusaha mengangkatnya agar sang gadis tidak sampai mati tercekik.

Reina memberi gesture pada Samy dengan dagunya. Pemuda itu sedikit menggerutu karena ia sebenarnya ingin agar gadis itu mati, hingga sakit hatinya karena di tolak oleh sang gadis terbayarkan.

Mira bersimpuh di samping tubuh Michelle yang menggelosor di lantai stage, terengah-engah dengan nafas berat, mengisi paru-parunya dengan oksigen.

Gadis itu tersenyum penuh kemenangan ketika akhirnya Mira perlahan berdiri kembali ke tengah stage di samping pole itu

Tak lama, sorakan, siulan, kalimat-kalimat kotor, jorok dan melecehkan para foot soldier terdengar ketika dengan perlahan Mira meltakkan tasnya di lantai stage, lalu melepas parka hoodienya.

Suitan, siulan, cemoohan makin keras terdengar ketika Mira perlahan melepas kancing kemejanya satu demi demi satu, lalu meloloskannya ke lantai.

“Hahahaha… toketnya ngga ada…..” leceh mereka….

“Telor ceplok…..” kata salah seorang dari mereka menghina Mira ketika ia melepas bra berwarna pink yang membalut payudaranya yang memang se imut tubuhnya.

“Tapi pinggulnya bagus, coy…..” puji seorang dari mereka ketika sang gadis melepas mini pleated skirt motif kotak-kotaknya yang makin membuatnya nampak seperti gadis belia.

“Huahahahaha… memeknya gundul kaya pantat bayi….!” Tawa mereka demi melihat vagina bersih sang gadis yang kini menyilangkan tangannya untuk sebisanya menutupi payudara mungil dan vaginanya.

Ia kini telanjang… hanya thigh-high sock warna putih dan pantofel hitam yang menghiasi tubuhnya, yang malah membuatnya semakin imut.

Reina tersenyum jahat lalu melambaikan tangan.

Hentakan house music terdengar…

“Kamu tau apa yang harus kamu lalukan, Mir….” Kata Reina sambil menyeringai jahat demi melihat dengan kaku dan masih mencoba melindungi area privatenya dari tatapan lapar dan liar, mulai menggerakkan tubuhnya kaku seiring hentakan musik

****

Mira meronta ketika Samy mendadak memeluknya dari belakang dan meremas payudaranya, serta berusaha menggerayagi vagina sang gadis

“Babe…. Dia ngelawan…..” Kata Samy dengan nada melecehkan dengan wajah yang dibuat cemberut.

Reina tersenyum sinis dan mengedipkan matanya pada pemuda itu yang langsung menekan remote hingga ujung kaki Michelle tergantung setinggi dua centimeter dari lantai, dan cukup membuat gadis itu kembali frantic.

****

Kepala Samy terdongak ke belakang dengan hidung yang mengeluarkan darah.

Ia mencoba merangkul dan melecehkan Mira lagi dari belakang sementara Michelle mulai megap-megap kehabisan oksigen.

Lelaki itu sama sekali tak melihat siku Mira yang naik, terarah dan menghantam hidungnya hingga patah.

****

Baaaang!!!!!

****

Mata Reina membelalak tak percaya ketika ia melihat Mira menghajar hidung Samy hingga patah, lalu melihat gadis mungil itu berguling ke arah parka hoodienya, dan berretta sang gadis memutus sling yang menggantung Michele yang kini kembali terbanting di atas stage.

Mendadak lampu club menyala terang, dan puluhan pria yang jauh lebih kasar dan sangar, walau dengan pakaian yang lebih rapi dari pasukannya, masuk menyerbu dan mengepung para foot soldier yang sama sekali tidak siap karena sedang asyik menonton Mira mempermalukan dirinya sendiri dan membayangkan bagaimana mereka akan menikmati tubuh ranum gadis itu.

****

“Lepaskan aku, bajingan….! Setan….!” Maki Reina yang meronta ketika beberapa penyerang itu meringkusnya dan membawanya naik ke atas stage

Dua orang penawan Reina menahan tangan dan bahu sang gadis yang terus meronta sementara dirinya dipaksa belutut di hadapan Mira yang kini mengeratkan sabuk parka hodienya tanpa apa-apa lagi selain thigh-high socks dan pantofelnya.

Mata Reina mentap tajam penuh kebencian ke arah Mira yang membalas pandangannya bagai tatapan anak kecil yang lugu.

“Kamu bikin kesalahan besar, Mir…..” Kata Reina sambil terus meronta mencoba membebaskan cekalan dibahunya yang bagai jepitan baja itu.

“Kamu tau siapa aku!” Bentaknya pada Mira yang kini merapikan kuncirnya yang ia benahi dan diikat menjadi satu ke arah belakang. Lalu berjongkok di hadapan Reina yang meronta kuat

“Aku tau…. Namau Reina Antonietta… Putri dari…”

“Cuiiih! Kamu ngga pantas nyebut namaku, Bitch!”

Mira mengelap ludah yang menerpa wajahnya dengan telunjukknya lalu mengulumnya bersih.

“Kalau kamu tau siapa ayahku, sebaiknya kamu lepasin aku sebelum terlambat, Bitch! Atau kamu akan menyesal nanti…. Jangan sampai Ayahku…..”

“Oh… Maksudmu dia?” Kata Mira, Sambil berdiri dan melihat kea rah tirai di belakang stage yang terkuak.

****

Wajah Reina pucat, matanya membelalak….

Ayahnya nampak terikat di sebuah kursi, telanjang bulat. Babak belur…

“Niko! Kamu!” Teriak Reina tak percaya demi melihat siapa yang mendorong kursi tempat ayahnya terikat.

“Anjing! Penghianat! Bajingan! Lepasin Papa!” Reina kembali meronta berusaha melepaskan dari dua pengawal yang mencekalnya lebih kuat lagi.

“Nona baik-baik saja?” Tanya Niko dengan hormat pada Mira yang mendekatinya sambil tersenyum imut. Lalu seketika wajahnya berubah dingin sambil duduk di atas pangkuan ayah Reina dan tangan halusnya mulai mengocok penis layu lelaki yang terikat lemah di kursi itu.

“Roberto Antonio…. Pemimpin Wilayah Selatan…. Reina…. Aku tau siapa dirimu…. Siapa papamu…. Tapi yang jadi pertanyaan… Kamu tau siapa aku?” tanyanya dengan nada dingin yang selama ini tak pernah keluar dari mulut gadis itu. Nada yang bahkan membuat Reina mengigil…

Mata sang pemimpin wilayah nanar melihat sosok gadis yang berdiri di pangkuannya dan mengocok penisnya yang perlahan, walau seluruh badanya sakit, mulai bangkit.

Ia terkejut dan mengigil ketakutan…

“Ma…. Maafkan anakku, Mira…. Dia tidak tahu siapa dirimu….” Kata lelaki itu terbata-bata, membuat Reina tertegun…. “Maafkan kami… Tolong…. Bebaskan kami…. Aku sendiri yang akan menghadap ayahmu Malik….”

Dunia Reina seakan berputar…. Ia mendengar nama Malik, penguasa seluruh wilayah itu, ia bahkan mendengar kabar kalau ia memiliki keturunan…. Tapi…. Mira?

Mira tersenyum…. “Ayah titip salam…. Beliau menyerahkan urusan ini pada saya. Beliau hanya berpesan kalau ini jadi pembelajaran buat anda… Jangan coba-coba mengusik usaha Ayahku.” Kata Mira sambil meremas keras penis lelaki itu sampai ia mengerang kesakitan sebelum berdiri dan melangkahkan kakinya ke arah Reina, sementara NIco menyuntikkan cairan ke leher lelaki itu.

“Mira… Please…. Maafkan aku… Aku ngga tau kalau kamu…” Kalimat sang gadis terhenti ketika telunjuk Mira dilekatkan ke bibirnya.

“Terlambat Re.... Sekarang kamu Cuma punya kesempatan buat nyelamatin papamu, supaya ngga berakhir seperti dia….”

Reina memandang ke arah belakang Mira.

*****

Rontaan Samy sama sekali mentah di tangan para penyerang yang bertubuh lebih besar dan kekar dari pemuda yang sekarang nampak sangat ketakutan, pukulan dan tendangan bertubi-tubi menyerang tubuhnya.

Ia bisa mendengar rusuknya patah, ia bisa merasakan giginya rontok, rahang dan bahunya bergeser dari tempatnya… Ia hanya bisa meringkuk menahan siksaan itu.

Ia tak bisa lagi bergerak ketika para penyerangnya menelanjangi tubuhnya, mengikat kedua lengannya ke belakang tubuhnya juga ke dua pergelangan kakinya dengan cable-ties.

****

Tubuh Reina bergetar demi melihat sling winch itu diikatkan ke leher sang pemuda.

“Jangan… Please….” Kata Reina memohon pada Mira…

“Bukan ke aku, Re….” Kata gadis itu sambil memandang pada sosok Michell, telanjang, namun terbebas dari corset dan choker, yang masih sempoyongan dipapah oleh Niko yang juga membebaskan belenggu di tangan sang gadis dan menyerahkan remote kepadanya.

“Chell… Michelle…. Please…. Please….” Kata Reina memohon pada Michelle yang masih linglung memadang sekelilingnya.

“Lepasin dia, Chell! Lepasin dia, Pelacur!” bentak Reina dalam kekalutannya, seakan berharap ia masih bisa mengintimidasi gadis yang mentalnya sudah ia hancurkan itu.

Mata Michelle memandang nanar ke arah Reina.

****

“Stop… Stop… Anjing kamu… Michelle… Stooop” Teriak Reina ketika melihat Tubuh Sammy perlahan tertarik, tergantung di atas stage..

*****

“Wow, Re…. I’m impressed….” Kata Mira sambil memandang ke arah ayah Reina yang kini mulai meronta dan memaki-maki tak karuan….

“Lepasin aku, Lonte! Aku ngga peduli siapa bapakmu! Aku Antonio… Aaaagghhhh… Lepasin aku, Bangsaaaat!”

Reina hanya bisa melihat betapa tersiksanya sang ayah… Entah suntikan apa yang diberikan Niko pada ayahnya itu.

“Mira… Please….” Kata Reina yang kini memohon dengan air mata yang berlinang.

Mira berlutut dengan sebelah kaki di samping Reina dan berkata lirih di telinganya….

“Penawar racunnya itu kamu, Re…. Lihat papamu… Lihat apa yang menonjol dari dirinya…” katanya sambil menekankan kata menonjol pada sang gadis yang terkesiap demi melihat penis papanya menegang sempurna kemerahan karena banyaknya aliran darah yang berkumpul di sana tanpa ada pelampiasan.

“Ngga… Mir… Ngga mungkin… Aku ngga bisa…..” Kata gadis itu terbata demi mengetahui apa yang harus dilakukannya demi menyelamatkan sang ayah. Ia lalu memandang berkeliling, mencari Michelle….

Mira memberi tanda pada Nico yang kemudian mendekati lelaki itu, memegang pangkal penisnya dan menekan belatinya ke pangkal penis sang papa yang masih memaki-maki tak terkontrol itu.

Reina memandang dengan tatapan kalah, bahkan ketika kedua tangannya tak lagi dicekal...

Ia sudah kalah….

*****

Mira duduk di kursi yang tadi menjadi singgasana dengan kaki bertumpu satu di atas yang lainnya…

Tangannya mengusap lembut kepala Michelle yang duduk bersimpuh di sampingnya, dan merebahkan kepalanya ke pangkuan sang penyelamat.

“Ayo Re… Hibur ayahmu dan mereka…..”

Reina baru menyadari kalau anggota pasukannya kini juga nampak beringas, dengan tubuh telanjang yang penuh tanda pukulan…. Terbelenggu oleh tambang maupun rantai… Dan penis-penis yang mengacuk tegak membutuhkan pelepasan.

Perlahan Reina membuka seluruh pakaian yang dikenakannya, lalu dengan perlahan berjalan mendekati sang ayah…

“Ja… Jangan Reina…. Jangan…. Aggghhh…. Aku papamu….. Jangaaan.. AAaggghhh…..” Seru sang ayah, berusaha melawan pengaruh obat yang diberikan Nico padanya. Namun Penisnya yang semakin tegang demi melihat tubuh telanjang anaknya yang ranum itu, membuatnya semakin tersiksa.

Reina tak menjawab, ia hanya berlutut di depan penis ayahnya dan kemudian menggenggam penis sang ayah, menjilatinya perlahan, lalu tanpa jengan mengulum penis tegang ayahnya itu.

“Re… oogghh… jangnnnggghhh… ooogghhh… Pa.... Papa….. aaagghhhh….”

Reina berusaha sekuatnya menelan semburan demi semburan sperma yang ke luar dari penis ayahnya. Dan perlahan ia melepas penis sang ayah yang disangkanya akan segera layu setelah ia menghisap habis spermanya....

Namun...

Ayahnya masih kesakitan…. Penisnya masih tegang….

Reina memandang tak percaya ke arah Mira yang duduk sambil tersenyum….

“Reina…. Cukup sayang… Sudah…Jangan….” Kata ayahnya dengan suara bergetar ketika ia melihat putrinya kembali mendekatinya, namun kini anak gadisnya itu menaiki pangkuannya, dan perlahan dengan airmata berlinang dan sambil mengigit bibir bawahnya, ia memasukkan penis tegang sang papa ke dalam vaginanya.

“Papa…. Mmmhhh…..” Desah Reina yang tak lagi bisa ditahannya ketika sesudah beberapa saat ia menaik turunkan tubuhnya, membiarkan penis ayahnya menikmati hangat, sempitnya remasan vaginanya.

Penis ayahnya terasa begitu panas, keras emmbuat seluruh syaraf birahi ditubuhnya menyala. Bahkan tanpa bisa di tahan ia perlahan menundukkan wajahnya, menjambak rambut sang ayah hingga terdongak dan dengan bernafsu memagut bibir sang papa yang membalas balik pagutan sang putri dengan bernafsu.

Para prajurit yang dipengaruhi obat itu bergerak liar berusaha membebaskan diri dari belenggu mereka Nafsu mereka benar-benar sudah memuncak….

Michelle sedikit beringsut, trauma masih terbayang jelas di benaknya ketika para prajurit itu memperkosanya tanpa belas kasihan, kapanpun mereka mau, dimanapun mereka mau, tanpa belas kasihan, tanpa perasaan…

“Kakak sudah aman sekarang….” Kata Mira sambil mengamit dagu sang gadis, memberi assurance padanya yang kemudian menghela nafas lega dan kini bersimpuh tegak sempurna memandang ke arah stage, melihat bagaimana Reina menaik-turunkan pinggulnya dengan liar di atas penis ayahnya, melihat bagaimana ayah gadis itu mengulum puting payudara anak gadisnya yang melenguh binal, hingga ke duanya bergetar hebat dan mengeluarkan teriakan puas….

Reina bergetar, pikirannya berkecamuk, ia merasakan orgasme yang hebat, namun dari persetubuhan terlarang yang penuh keterpaksaan dengan papanya, dan juga dari kenyataan kalau kini sperma papanya sendiri sedang berenang-renang di dalam vaginanya.

Penis papanya masih tegang di dalam vaginanya……

*****

Kelelahan nampak di wajah Reina setelah beberapa orgasme yang dialaminya. Giginya gemeretak menahan ngilu, perih ditubuhnya. Keringat mengalir deras dari tubuhnya.

Posisinya kini memunggungi sang ayah, hingga kini guncangan payudaranya yang sekal nampak jelas. Dan posisi kakinya yang bertumpu di paha sang ayah menunjukkan kalau anusnya juga kini ikut bekerja keras berusaha membuat penis ayahnya loyo. Anusnya nampak memar memerah sebagaimana vaginanya yang berlumuran sperma sang ayah yang mengalir tak lagi tertampung itu.

Airmata mulai kembali mengalir dari mata sang gadis, karena orgasme berlanjut itu akhirnya meninggalkan vaginanya kering, sebagaimana anusnya yang memang tak memproduksi pelumas alami itu.

****

Roberto Antonio, pemimpin kelompok mafia wilayah selatan….

Teriakan, rontaan frustasinya tak menghentikan kebuasan anakbuahnya yang kini dengan brutal, terutama karena dibawah pengaruh obat itu menggangbang putrinya yang juga menjerit-jerit kesakitan.

Mereka begitu brutal memperkosa vagina, anus dan mulutnya yang kini berdarah-darah karena lecet dan terluka dihajar penis dua lusin lelaki dewasa yang kesetanan.

****

Tubuhnya indahnya yang sudah luluh lantak itu tak bisa digerakkan karena saat ini kembali terkunci oleh foot soldier yang membombardir anus dan vaginanya bersamaan.

Ia ingin berteriak, namun penis yang membombardir tenggorokannya membuatnya tak bisa berteriak.

Gadis itu melihat Niko menjambak rambut ayahnya yang meronta, berteriak, berusaha melepaskan diri dari belenggu.

Ia meronta sebisanya, pemuda itu menempelkan belati ke leher papanya…. Belati yang menghabisi nyawa orang tua Michelle…. Belati yang kini perlahan menggorok leher papanya.

*****

Trauma karena melihat kepala sang papa terpisah dari badanya, berayun-ayun dengan rambut yang dijambak oleh Nico, membuat pikiran Reina hampa, matanya kini menatap kosong.

Tak lagi peduli bahkan tak lagi merasakan lagi penis demi penis yang membombardir mulut, anus dan vaginanya, atau tubuhnya kini yang berayun-ayun tanpa jiwa digenjot foot soldier yang sebagian mulutnya kini mulai berbusa karena overdosis.

****

Tidak banyak yang berubah dari kehidupan di kampus itu….

Para mahasiswa dan pengajar mengetahui kalau kampus mereka tetap berada di bawah kendali organisasi criminal.

Walau ketakutan itu sedikit berkurang karena kekejaman sudah tidak ada lagi semenjak Reina menghilang dari kampus, namun mereka tau untuk tidak mengganggu sang putri yang ternyata adalah sesorang yang pada saat biasa, tidak akan mereka sangka sebagai putri kesayangan dari seorang gembong kejahatan terbesar.

Ya…. Setelah kejadian di club yang ternyata merupakan salah satu usaha yang berada di bawah penanganan kerajaan Malik. Tubuh lunglai Reina diseret bagai bangkai dan di masukkan ke dalam box beserta kepala ayahnya yang terpenggal ke dalam kotak kayu dengan system ventilasi yang sangat minim.

Dan setelah beberapa hari, peti itu berada di dalam salah satu container yang dikirim ke afrika selatan.

****

Suara erangan kepuasan terdengar dari bilik toilet wanita yang mendadak kosong karena seluruh mahasiswi memutuskan menggunakan toilet yang lain demi member privacy pada putri sang gembong mafia dan….

Michelle, bernafas terengah-enang penuh kepuasan, merasa sangat beruntung bisa melayani majikan sebaik Mira yang setelah menerima pelayanan terbaiknya membalasnya dengan member kenikmatan yang sama baginya.

Mira baru saja mengoralnya dengan permainan lidah, dan kocokan jari yang selalu bisa membuatnya orgasme, setelah ia memberi Mira oral terbaik yang bisa diberikannya, hingga sang nona orgasme dan tersenyum penuh kepuasan.

Sebagai pelayan Mira, ia sebenarnya sudah cukup bahagia bisa mendapat hidupnya kembali. Bagaimana ia bisa merasakan kembali lembutnya kain yang menutupi tubuhnya sehingga tak perlu telanjang terus menerus, walau pada awalnya justru bahan pakaian itu terasa aneh di kulit tubuhnya yang sudah terlalu sering dipaksa telanjang dibanding berpakaian.

Bagaimana ia menikmati lagi makanan yang layak, walau bukan yang terbaik, bukannnya hanya makanan sisa, makanan basi, pakan ternak yang terpaksa dimakannya atau dipaksa dicekokkan ke dalam tenggorokkannya agar ia bisa tetap hidup untuk kembali didegradasi melebihi batas kemanusiaan.

*****

Nico….

Ia tetap menjadi pengawal setia yang tak kesetiaannya tak pernah berpaling dari Malik.

Ia akan terus menjaga sang nona, yanag dikasihinya, dengan segenap jiwa raganya….

Dan ia akan melakukan semua permintaan sang nona dengan sepenuh hati, seperti saat ini ketika ia bersetubuh dengan penuh gairah di atas kasur sang Nona. Persetubuhan yang dinikmati dengan sepenuh hati oleh Michelle, yang saat ini sedang meliukkan pinggulnya di atas penis kokoh Nico, dan juga dinikmati oleh Mira yang tak lama kemudian bergabung dengan keduanya, dengan mengenakan baby doll sexy, transparent, dan menggoda yag kemudian menjadi pusat perhatian dari kedua pelayannya itu….

All day long….


End

Wah.... Suhu pembuat cerita dewasa sudah turun :alamak:
 
Pimplord terbaikssss... Tulisannya jarang tapi sungguh mengguncang. Detail, emosi n twistnya profesional. Ya da bes
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd