Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT GADIS DI DALAM FOTO (racebannon)

GADIS DI DALAM FOTO
BAGIAN KEEMPAT PULUH SEMBILAN
HANYUT GAK TAU KEMANA

--------------------
--------------------

07631510.jpg

“LAURA!!”

Dia diem. Dia jalan cepet banget, ke arah meja tempat gue, Benny dan dia tadi duduk. Dia nyamber tas kecilnya. Matanya ga ngedip, wajahnya ditekuk, dan bibirnya dikulum. Dia langsung balik badan, ngadepin gue.

“Boleh tolong berhenti Sebentar? Aku bisa jelasin” gue gak bakal nutupin apa-apa lagi. Apapun yang dia tanya dan dia pertanyain, bakal gue jawab sejujur-jujurnya.

Tapi dia gak ngomong apa-apa. Dia diem dan berusaha ngehindari gue. Laura lewat gitu aja, ke arah pintu keluar. Tanpa banyak mikir, gue langsung kejar dia. Gue coba raih bahunya tapi gak kepegang, gue buntutin dia sambil coba manggil namanya.

“Laura!” gue tarik nafas dan gue teriakin sekali lagi. “Laura!!!”

Dia ga jawab, dan gak respon sama sekali. Langkahnya mantap menuju luar ruangan. Gue bisa ngerasain semua mata mandang ke arah gue dan dia. Mata waiter, mata tamu, mata security bahkan mata Benny dan Jihan, semuanya berasa banget ngeliat gue dan Laura tanpa sepatah kata pun keluar dari mulut mereka. Musik latar yang daritadi kedengeran jelas banget di kuping, sekarang ga kedengeran sama sekali. Suara yang bisa gue denger Cuma langkah kaki Laura dan suara nafasnya yang kedengeran berat.

Dan juga suara jantung gue. Suaranya kedengeran keras banget. Fuck. Fuck a fuckin fuck. Bangsat.

“Stop! Biar gue ngomong dulu!”

Gue berhasil megang tangannya, ketika dia mendadak berhenti di parkiran yang sempit itu. Dia berhenti dan mau ngambil hape yang ada di tasnya, tapi gak keburu karena tangannya gue pegang.

“Kamu mau ngomong apa?” suaranya kedengeran pelan, tapi jelas banget.
“Laura… Kamu… Kamu tenang dulu….” Nafas gue ngos-ngosan, hasil dari buru-buru ngejar Laura. Tangannya berasa dingin. Dia diem, matanya udah mulai berkaca-kaca, dan mukanya mulai keliatan merah.

“…..” dia ngeliatin gue, dengan perasaan gak nyaman.
“Aku bisa jelasin… Aku bisa jelasin kenapa aku gak ngasih tau kamu soal hal yang tadi….”
“….”

Dia terdiam, gue terpaku, dan waktu berhenti. Mendadak, semua memori yang dimulai dari foto dirinya yang nyelonong masuk ke folder cuci scan roll film gue, kenalan, Spanyol, dan semua kenangan gue sama dia terputar dengan cepat di kepala gue.

“Kenapa kamu gak pernah ngasih tau kalau kamu pernah pacaran sama Jihan?”

Dia ngucapin itu dengan nada ga nyaman. Suaranya lirih, pelan dan nyakitin banget. Gue bingung mau jawab apa, karena gue di detik ini yakin, kalo semua jawaban yang gue pikirin itu salah. Dalam hati gue meringis, tapi gue cuman bisa ngeliatin Laura.

Jarak berdiri kami cuman semeter kurang. Tangannya gue pegang, dan tangannya berasa dingin.

“Lepas…” bisiknya.
“Kamu dengerin aku, please…”
“Kenapa tadi kamu gak jawab pertanyaanku?”
“Aku bisa jawab, tapi kamu dengerin dulu….”
“Kenapa? Kenapa sekalinya kita berantem, karena hal kayak gini? Aku gak tau bisa percaya sama kalian lagi atau enggak….” Lanjutnya panjang.

“Laura… Kamu dengerin aku dulu…”
“Apa? Kamu mau jawab apa?” balasnya. “Alesan apa yang bisa bikin kamu bohongin aku segininya? Kita pacaran udah mau setaun, Yoga…. Kenapa kamu bohong?” suaranya udah mulai goyang. Matanya makin berkaca-kaca.

“Aku takut kamu gak bisa terima soal ini semua”
“Kamu tau dari mana?”
“…..”

Hening.

Gue bisa ngerasain tatapan mata di malem ini, dari orang yang lalu lalang, dari tukang parkir, dan tamu yang baru datang juga keluar. Tatapan mata mereka nusuk. Untung sekarang bukan musim hujan, karena kalau iya, kita berdua makin keliatan bodoh, berantem di tengah parkiran, di bawah hujan, di lewatin dengan lalu lintas yang ramai.

Lalu lintas yang ramai tapi entah kenapa, suaranya gak ada satupun yang kedengeran. Mau itu suara mesin mobil, klakson, atau suara gerakan jalan. Yang dari tadi kedengeran Cuma suara Laura.

“Waktu…” gue buka mulut lagi. “Waktu kita di Spanyol…. Jihan bilang kalo…. Sebaiknya kamu gak usah tau soal masa laluku dan Jihan..”
“Yoga..” sahut Jihan, pelan. “Yang pacar kamu siapa? Dia atau aku?”
“…..”
“Kenapa dia yang nentuin rahasia apa yang bisa kamu tutupin dari aku?” sambung Jihan. “Kenapa kalian ambil asumsi sendiri?” Air mata pelan-pelan keluar dari mata kanan Jihan. “Kenapa kamu gak jujur aja?”

“Aku gak tau gimana reaksi kamu kalau tau…”
“Sekarang udah tau kan?” jawab Laura, tajam. “Sekarang aku udah tau….. Ini reaksiku… Dan aku gak tau, reaksiku kayak gimana kalo kamu bilang dari awal… Masalahnya kamu udah bolong selama ini”

“Kita waktu itu belum terlalu kenal, jadi….”
“Apa salahnya kamu kasih tau dari awal? Kenapa kamu ambil asumsi sendiri soal pacar kamu? Kamu takut kamu bakal kehilangan Jihan?”
“Bukan gitu….”
“Lepas!” tangis Laura mulai deras.

Dia tarik tangan yang dari tadi kupegang.

“Dia udah aku anggap temen aku” Jari Laura nunjuk ke arah bangunan. “Dan kamu pacar aku… tapi kalian berdua bohongin aku… Siapa lagi yang bohongin aku? Benny? Siapa lagi?” Suaranya sudah mulai histeris.

“Sayang… Udah… Kalau kamu emang gak suka aku bareng Jihan terus kayak sekarang… Aku bisa…”
“Bisa apa?” suaranya meninggi, tangisnya semakin kencang. “Kenapa kamu baru kepikiran banyak hal setelah aku kecewa sama kamu? Kenapa kamu baru mikirin perasaanku sekarang? Kenapa kamu asumsi asumsi soal reaksiku? Kenapa?!? Harusnya kamu jujur sama aku!!!”

Suaranya terdengar melengking, histeris, dan matanya sudah basah. Tatapannya mendadak lepas dari mata gue. Dia ngeliat ke balik bahu gue. Dengan otomatis, gue nengok ke belakang. Ada Jihan. Mukanya pucet, dia natap Laura dengan paras khawatir. Dia diem, Laura Diem, dan gue diem.

“Terserah kalian” sambung Laura, dengan nada yang sekarang pelan. “Kalian udah bohong sama aku”

Dari sudut mata gue, gue bisa liat ada mobil taksi berwarna biru muda melintas. Laura ngkutin gerakan mata gue, dan dia akhirnya ngeliat taksi yang lewat itu.

“TAXI!!” teriak Laura, sambil melambai ke arah mobil itu. Mobil itu merapat ke arah trotoar, menyebabkan jalan jadi agak macet, dan suara klakson pun mulai membahana.

“Laura.. tunggu… Aku bisa jelasin, kita ngomong dulu….” Gue dengan sigap narik tangan Laura, sebelum dia mulai jalan. Dia kaget, dan jadi histeris.

“LEPAS!!!”
“Laura, dengerin aku dulu!”
“LEPAS!!!!!!!!” tangisnya.
“Laura…”

PLAK!

Tangan Laura yang bebas mendarat di pipi gue. Gak keras, gak sakit, tapi entah kenapa rasanya pipi gue berdenyut. Tangan gue lepas. Dia natap gue dengan mata yang sembab dan pandangan yang jijik. Tanpa ngomong apa-apa lagi, dia lari ke dalam taksi, dan taksi itu pun bergabung di tengah keramaian jalanan Jakarta.

Semuanya terjadi dalam gerakan lambat. Dan gue gak punya kuasa untuk ngehentiin itu semua, karena tamparan Laura. Tamparan yang gak bikin sakit di pipi, tamparan yang sama sekali gak keras, tapi sanggup bikin waktu berhenti.

Gue dan Jihan mematung di parkiran itu. Orang udah gak merhatiin kita lagi. Laura udah pergi, ninggalin tempat ini.
Malam ini panas. Gak mendung sama sekali. Bulan bersinar terang, suasana baru ramai sekarang. Tapi rasanya kayak hujan, hujan deras yang bisa bikin gue hanyut.

Hanyut gak tau kemana.

--------------------
--------------------
BERSAMBUNG
 
baca part ini berasa senang liat ada yang menderita, tapi sedih juga kl neng Lau jadi kecewa gitu... :D :mantap::mantap:
 
Asli sejujurnya geli bgt ma part ini...

Puckk, kayak ke gap pacar lagi di sentilin biji peler ma selingkuhan,,, .

Aku bisa jelasin, aku jelasin dulu!!!

Wkwkkkkk....

(Itu tadi aku lagi dicek, diakan dokter kelamin, kayaknya aku tuh ketularan kamu deh penyakit her....s 🤪😜🤪😜🤪😝)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd