SG 27 - New Target Planning
Malam itu aku berbaring santai di ranjang yang ada di dalam dream room sambil membayangkan wajah Vera. Indah sedang memelukku dan merebahkan kepalanya di dadaku.
Nafasnya masih sedikit tersengal akibat orgasme-orgasme yang dicapainya setelah sesi panas yang meggairahkan tadi bersamaku.
“Mass..”, kata Indah membuyarkan lamunanku.
“Iya sayang”, jawabku.
“Kenapa hari ini kayanya mas ga semangat. Udah bosen sama Indah ya?”, protesnya cemberut dan memonyongkan bibir sensualnya itu.
“Hah? Mana mungkin mas bisa bosen sama makhluk sexy dan menggemaskan seperti ini.. Maaf ndah.. Mas lagi banyak pikiran”, balasku sambil meremas lembut pantatnya.
“Hmh? Emang mas lagi mikirin apa? Apa mas lagi mikirin penjahat yang mau mencelakai mas dan mba Lia?”, tanyanya dengan nada serius sambil menoleh ke arahku.
“Iya”, jawabku singkat dan tersenyum.
Indah terdiam beberapa saat lalu kembali bertanya kepadaku,
“Kalo Indah boleh tau.. Salah satu orang jahat itu siapa?”, Indah terlihat ragu-ragu ketika menanyakan itu.
“Tetangga sebelah”, jawabku santai.
“Hahh yang mana?? Jangan-jangan yang istrinya cantik itu ya? Berarti mas sengaja beli rumah di sana untuk bisa mendekati orang itu??”, Indah terkejut dengan jawabanku lalu lanjut memberondongku dengan pertanyaan.
“Yapp.. Smart girl..”, pujiku masih dengan nada santai.
Lalu aku membelai-belai lembut rambutnya agar dia lebih rileks. Sama seperti kakaknya Lia, Indah juga sangat suka diperlakukan seperti ini.
“Indah gak nyangka ternyata om itu orang jahat.. Tapi istrinya cantik banget mass..”, lanjutnya.
“Hahaha.. Kamu cemburu??”, godaku sambil mencolek sedikit pinggangnya.
“Ngga.. Indah udah tau dan siap kok karena pasti mas akan menggunakan kekuatan mas lagi untuk melindungi keluarga kita dari penjahat itu.. Mau Indah bantu ga?”, katanya dengan
“Ngga..”, jawabku tegas.
“Tapi kan.. Bukannya mas butuh rambut wanita itu ya biar bisa, jadi kaya Indah dulu? Indah bisa bantu mas dapetinnya”, lanjutnya dengan nada memelas kali ini dan muka sedikit memerah. Mungkin Indah teringat akan kejadian-kejadian yang dialaminya pada saat aku ‘mengerjai’-nya waktu itu.
“Ngga perlu.. Mereka itu orang-orang berbahaya. Mas gak mau kamu sampai kenapa napa”, jawabku lagi dengan lebih tegas.
Lalu kami sama-sama terdiam cukup lama sebelum Indah melanjutkan,
“Iya dehh.. Tapi mas juga hati-hati ya”
“Pasti..”, balasku lalu mengecup keningnya.
..
##
Sudah beberapa hari aku dan Lia menempati rumah baru kami. Namun sampai saat ini aku masih belum bisa berkesempatan untuk berinteraksi lebih lanjut dengan Bramono ataupun istrinya.
Aku memang tidak terlalu terburu-buru. Aku masih memiliki waktu 1 tahun untuk bisa menjalankan rencanaku. Dengan
slave system yang kumiliki, aku yakin bisa menjadikan Vera sebagai budakku sehingga bisa membantuku untuk menghabisi Bramono.
Akan tetapi jangankan untuk mengobrol, aku bahkan tidak pernah melihat Bramono ataupun Vera keluar rumah kecuali ketika Bramono berangkat kerja.
Hanya waktu ketika aku dan Lia berkunjung ke rumahnya untuk memperkenalkan diri itulah terakhir aku bertemu dan mengobrol dengan mereka. Itupun hanya sebentar.
Aku melihat saat itu Bramono sering melirik ke arah Lia, sehingga kurasakan Lia menjadi sedikit risih.
Tapi aku tidak mempersoalkannya karena aku tahu sifat Bramono yang memang mata keranjang. Selain istri mudanya Vera, entah berapa banyak wanita-wanita simpanannya di luar sana.
Lagipula saat itu pikiranku sedang penuh dengan hal-hal mesum yang kurencanakan akan kuperbuat untuk Vera. Walaupun aku tidak seperti Bramono yang matanya jelalatan melirik istri orang.
..
Hingga pada suatu pagi, aku yang sekarang mempunyai kebiasaan rutin setiap pagi mengopi sambil merokok di taman sebrang depan rumahku, akhirnya aku melihat Vera sedang lari pagi sendirian di area perumahan elit ini.
Vera keluar rumah dengan memakai setelan sportswear yang cukup sexy menurutku. Dengan celana legging ketat berwarna hitam dan atasan tanpa lengan yang ketat, sehingga menonjolkan lekuk tubuhnya yang sempurna.
Vera juga tampaknya tidak masalah memperlihatkan belahan payudara dan pusarnya kepada orang lain yang sudah pasti menjadi tontonan buat para petugas security dan tetangga di sini.
Setelah beberapa saat, kulihat Vera berlari kecil ke arahku dan memasuki taman tempatku sedang mengopi. Payudaranya kulihat bergoyang-goyang sensual dibalik sportswear ketatnya. Rambutnya yang sedang dikuncir kuda juga terlihat bergoyang saat Vera berlari.
“Pagi Bu Vera”, sapaku ramah ketika dia sudah cukup dekat denganku.
“Pagii..eh jangan panggil ibu dong. Kayanya mas lebih tua juga dari aku. Panggil Vera aja”, balasnya sambil tersenyum tak kalah ramah. Senyumnya terlihat semakin manis karena lesung pipit yang dimiliki Vera.
“Baiklah. Kalau gitu kamu juga panggil saya Reza aja. Umur kita juga pasti gak beda jauh. Bapak kemana ver? Kok sendirian aja olahraganya?”, tanyaku.
“Lagi keluar kota. Mas Bram sering keluar kota, jadi aku sering berdua aja sama bi Yanti di rumah”, jawabnya lesu.
“Hah..pasti bajingan itu lagi menyambangi simpanan-simpanannya yang lain”, batinku mengutuk Bramono.
“Oh gitu.. kalo bosan, maen aja ke rumah. Lia juga sering di rumah kok”, aku menawarkan kepada Vera.
“Iya deh..nanti kapan-kapan aku maen ke rumah ya”, lanjutnya sambil tersenyum lagi.
Kali ini aku tidak menjawabnya. Lalu aku berdiri sambil menatap tajam matanya. Kuaktifkan perintah ‘
gaze’ dam perlahan berjalan mendekati Vera.
Kulihat Vera seolah sedang terbengong dan hanya fokus menatap mataku dengan tatapan kosong.
Setelah aku bediri tepat dihadapannya, aku mengambil sehelai rambut yang kulihat terjatuh di pundaknya seraya mengibas-ngibas pelan. Lalu aku menonaktifkan perintah ‘
gaze’ dan mundur beberapa langkah ke belakang.
“Maaf itu tadi ada kotoran di baju kamu”, kataku beralibi.
“Eh..i..iya.. makasih”, jawabnya sedikit salah tingkah selepas tersadar dari pengaruh ‘
gaze’.
“Kalo gitu aku pamit pulang dulu mas Reza. Nanti kapan-kapan aku hubungi mba Lia buat maen ke rumah ya”, lanjutnya.
“Emang kamu tahu nomor telpon Lia?”, tanyaku sambil tersenyum melihat tingkahnya itu.
“Hehe iya gak tahu. Duh, aku lupa bawa HP lagi..”, jawabnya.
“Ya udah, saya minta no telp kamu, nanti saya WA ke kamu contactnya Lia”, ujarku menawarkan.
Vera lalu memberi tahu nomor telponnya kepadaku dan langsung aku simpan dan memforward contact Lia ke WA nya. Setelah itu Vera pulang ke rumahnya.
Aku pura-pura sibuk bermain di HP-ku. Padahal aku tahu Vera sedang mencuri-curi pandang ke arahku akibat aksiku yang tiba-tiba tadi.
Setelah aku melihat Vera masuk ke dalam rumahnya, aku berdiri dan berjalan ke arah aku tadi membuang sehelai rambutnya. Kucari sebentar dan menemukannya. Lalu aku memasukkannya ke dalam saku celanaku.
“Gotcha..”, batinku berteriak senang atas apa yang bisa kulakukan dengan sehelai rambut Vera ini..
…..
…..
…..