Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sandra

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Ok, risk analyst ya? Permainan keuangan tingkat tinggi. Jadi inget pilm nya Leo Caprio tentang prusahaan broker. We dont love. We fuck. Hard. Katanya kerja di bidang itu stress levelnya tinggi, pelepasan paling efektif ya nge fak itu.
 
keren suhu!! Diksi & alurnya oke banget. Gak sabar nunggu lanjutannya!
 
Motongnya juga ga kentang. tapi elegan dan banyak alur yang rapat dalam deskripsi cerita. Plot hole nyaris ga ada. Memang bagus di cerita panas ini penempatan story dari suhu.

Lanjutkan suhu! Saya sungguh mengapresiasi karya ini!
 
Emmm kalo dibaca dari tuliisannya sih enak, ngalir
Semoga ngga macet bro. Lanjut :beer:
 
Mantap ceritanya..terkesan tidak buru2..dilanjutkan suhu..kita siap menanti..
 
Terimakasih responnya suhu-suhu semua. silakan dinikmati lanjutannya.

--------------------------------
DANCE IN THE NIGHT


"mas, kopinya hampir dingin," sapa Sandra lirih.

Aku membuka mata dan melihat dia membungkuk di depanku. Oke, Aku ga sengaja melihat sedikiittt saja belahan dadanya ketika dia membungkuk barusan. Tentu dengan dada sebesar itu, sedikit gerakan langsung membentuk belahan indah.

"Sori, gue lagi mikir sesuatu dan tiba-tiba saja ketiduran."

"It's ok, mas. Pusing mikirin minggu depan?"

"Yup."

Dia duduk di sampingku.

"Aku pikir aku kenal baik dengan orang-orang ini. Ternyata angka-angka bicara lain. Juga feedback dari bawahan mereka ..."

"Tunggu sampai mas lihat report gue, lebih kaget lagi pasti. Ada financial statement palsu dari beberapa perusahaan yang akan kita acquire ..."

"Beberapa?"

"Ya, mas, lebih dari satu."

"Akun siapa itu?"

"Daniel dan Hero mas,"

"Sudah kuduga. Chandra juga pasti?"

"yup, tapi punya dia cuman satu."

Aku menyeruput kopi yang sudah agak dingin itu. Demikian pula Sandra. Sleep Walknya Joe Satriani baru saja mulai.

"Biskuit?"

Dia menyodorkan biskuit Marie kepadaku. Aku mengambil dua sekaligus. Dia tersenyum senang.

"Laper ya? Ada untungnya kan ada gue di sini mas?"

Aku tertawa.

"Lo ga makan?"

"Tadi sore beli pempek sama mbak Yos. Ternyata enak juga."

Mbak Yos itu salah satu Cleaning Service kami.

"Wah curang!"

"Tadi mau nawarin, tapi malu. Sekarang udah abis, hihihi,"

"Nih, biskuitnya buat mas semua," katanya sambil menyorongkan satu plastik kepadaku. Aku menyambutnya dengan gembira. Seperti anak kecil.

"Pulang San, sudah malam, setengah 11," aku memandang kembali wajahnya yang cantik.

"Tanggung mas, kerjaan bentar lagi selesai, lagian aku suka banget lagu ini," katanya.

"Lo tahu lagu ini?"

"Ya iyalah mas, papi kasih aku Strange Beautiful Music waktu dia pulang dari US. Aku mungkin masih SMP waktu itu. Dia suka muter lagu ini berduaan sama Mami di malam hari," katanya berbinar.

"Wow. Gue ga ngira selera papi mamimu boleh juga."

"Bisa dibilang begitu. Kan mas bisa liat dari anaknya?"

Kami tertawa. Sandra punya lesung pipit ternyata, walaupun kecil saja di pipinya. Lagi-lagi aku tak sengaja memperhatikan dia.

Kami kemudian termangu mendengarkan Sleep Walk. Kopi sudah hampir habis. Aku tahu betul bahwa lagu setelah ini adalah Thinking of you. Ingatan tentang Dewi pun segera menyergap. God damn it! Lagu yang mengingatkanku akan saat-saat aku dan Dewi berdua di sebuah balkon hotel yang sepi dan kami berdua berdansa diiringi lagu itu, yang kami putar dari walkman yang selalu dibawa Dewi. Satu bagian earphone untukku, dan satu bagian lagi untuknya. Kami berpelukan erat. Erat sekali. Aku merasakan air mataku mengembang di sudut mata. Sandra tak boleh melihat ini.

"Gue berdansa dengan ...,eh,...," Aku tiba-tiba saja keceplosan.

"Ya mas?"

"Engga, Lupakan."

Tapi entah kenapa air mata tak mau aku kendalikan. Aku pura-pura mengucek mata.

"Mas, sori, lagi mikirin siapa?"

Dia memandang aku dan beringsut mendekati aku, tentunya melihat pula air mataku. Posisi duduk aku dan Sandra menjadi cukup dekat.

"Mbak Dewi mas?"

Aku diam saja mendengar pertanyaanku.

"Kok Lo tau nama istriku? Gue ga pernah kasih tau ..."

"Di sini dinding pun sering bicara tentangmu mas," dia tersenyum.

"Hehehe, gue rasa tak ada lagi rahasia ya."

"Jadi?"

"Apa?"

"yang tadi? keceplosan?"

"Ah, gue malu ngomongnya. Udahlah lupakan ..."

"Mas sering dansa sama mbak Dewi ...."

Dia mau aku melanjutkan omongannya.

"Dengan iringan lagu ini," kataku sambil menunjuk ke CD player yang baru saja memulai lagu Thinking of You.

Kami berdua kembali terdiam menikmati lagu itu. Aku hendak kembali menyeruput kopiku, tapi ternyata sudah habis.

"It's beautiful."

"Indeed."

Lagu sudah beralih ke Always with me always with you.

Dia berdiri dan mengulurkan tangan.

"Let's dance."

Sejenak kupikir aku salah dengar.

Aku mengernyitkan dahi.

"Dance? Gue rasa itu bukan ..."

"Untuk mengenang mbak Dewi? Sudah berapa lama mas sejak dia meninggal? 10 tahun?"

"Sudah terlalu lama ..."

"Kalo gitu ayolah, sebagai teman mas. Kita teman baik sekarang kan?"

"Atasan dan bawahan tepatnya, dan siapapun yang melihat bakal berpikir lain, San, please."

'Ga ada orang lain mas. Coba gue liat ...," dia kemudian celingukan di depan pintu ruanganku.

"Kosong!"

Dia menutup pintu ruanganku, menguncinya, menuju CD player dan memutar kembali Thinking of You. Dia lemparkan kedua stilletonya ke samping. Tangannya dia angsurkan kepadaku.

Aku berdiri dan menggenggam tangannya. Tubuh kami merapat, tak terlalu rapat tentunya, tangan kirinya berada di lengan atasku, tangan kananku di punggung atasnya.

Kami pun bergoyang pelan.

"Auch!"

"Upps, sori," kataku ketika kakiku menginjak jempolnya.

"Baru juga mau ngomong jangan injek ...,"

"Maklum lah,"

"Dimaklumi. Sudah berapa lama tak berdansa dengan perempuan?"

"Rahasia."

"Hih!"

Sebetulnya baru malam hari ini pertama kali aku mengajak dansa, atau lebih tepatnya diajak dansa, oleh perempuan semenjak Dewi. Tapi tentu aku mau menjaga imageku, yang tampaknya semakin lama semakin terlihat gagal.

"Lo sendiri? Sudah berapa lama sejak terakhir lo ngajak dansa cowok lo?"

"Rahasia."

"Hih!"

Kami tertawa lagi. Hmmm, harum parfumnya menyergap hidungku. Ternyata aku merindukan bau perempuan di dekatku. Aku tak pernah berada begitu dekat dengan Sandra, mungkin hanya chit chat biasa, dan tak pernah dengan begitu jelas mencium harum baunya. Kini tubuhnya begitu dekat denganku, dan harum itu benar-benar masuk ke dalam hidungku, terproses di otakku, dan membuat reaksi tak diinginkan di selangkanganku. Damn!

Ditambah lagi, walaupun aku dan Sandra membuat jarak yang cukup supaya tubuh kami tak bersentuhan, puncak dadanya sering menggesek dadaku. Gesekan itu tentu tak cukup buatku untuk merasakan kekenyalan payudaranya, tapi cukup membuatku penasaran dengan, ehm, isinya. Tiba-tiba saja lagu sudah berganti ke Starry Night. Satu CD mixtape itu memang berisi lagu-lagu balladnya Joe Satriani. Kami masih tetap berpegangan tangan.

"Lagunya sudah ganti," bisikku di telinganya.

"Iya, gapapa, gue juga suka lagu ini mas," balasnya juga sambil berbisik.

"Tapi kenapa juga kita bisik-bisik ya?"

Sandra terkikik. Wajahnya sekarang memandangku. Terasa dekat sekali. Bibirnya penuh, merah, dan menantang. Untuk dikecup. Apakah dia ...?

No, dia sudah berbaik hati mengajakku berdansa. Aku tak mau (bohong ding) bertindak lebih jauh. Tentu juga karena relasi kuasa yang berbeda, aku bisa dikatakan sebagai pemilik perusahaan, dan dia sebagai staff. Kami melanjutkan gerakan dansa itu, dan entah kenapa, aku merasakan tubuhnya semakin merapat ke tubuhku. Indikasinya? kekenyalan dadanya menekan bagian bawah dadaku. Karena tinggi kami yang tak sama (ingat, dia sudah melepas stilettonya), puncak kepala Sandra hanya sebatas mataku. Kepalanya menempel di tubuhku.

"San ..."

"Shhhh ..."

Bau harum rambutnya yang lembut menyeruak, dan kuhirup semuanya dengan lahapnya. Citrus? Sementara dengus nafas Sandra yang teratur di tengkukku memulai reaksi beruntun yang berujung dengan ketegangan di bawah sana. Untuk kesekian kalinya. Dan aku yakin dengan rapatnya tubuh kami, Sandra pasti bisa merasakan reaksi itu. Sesungguhnya juga karena ukurannya yang agak susah disembunyikan.

"San ..."

Dia mendongak memandangku.

"We need to stop ..."

"Because ..."

Aku melepas pelan ikatan tubuh kami. Tangannya masih memegang erat tanganku.

"Gue ... kita harus pulang San, sudah jam 12,"

Aku merasakan kekecewaan yang amat sangat di wajah dia. Demikian pula aku.

****
 
Terakhir diubah:
what a build up hehehe...
kerenn banget suhu, diksi-diksinya cakepp.. dilanjuuutt..
ga sabar menunggu
 
Cuua....kep bener :baca: ceritanya mas bro ....

Tenang dan menghanyutkan ....

:mantap:
 
Bimabet
bisa dijadiin novel nih bro...mantap dari awalnya.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd