========
QUEST#13
========
“?ANGIN BERHENTI BERHEMBUS... AIR BERHENTI MENGALIR... PARA BINATANG RESAH... ?HHSSS... AAHH...” gumam mahluk besar bernama GOD MAESTER CORE di hadapan kami mirip senandung.
“Aku sudah menyebabkan bencana lagi...” kataku agak berbisik pada sepasang kekasih itu. Hellen dan Tommy.
“Kita tidak tau itu, mas... Jangan menyalahkan diri mas sendiri... Kita tidak tau akan jadi begini...” kata Hellen menenangkanku.
“Tapi ini benar-benar bencana... Bayangkan pesawat yang sedang terbang saat ini di udara tak terkendali lagi karena komputernya rusak dan mau mendarat darurat saja Traffic Control bandara juga down... Itu masih pesawat bagaimana dengan yang lain... Jalan raya... Kereta api... Keamanan negara... Kendali negara-negara pemilik rudal balistik berhulu ledak nuklir... Ini bencana skala global...” sambung Tommy malah menambah ini... Haduh.
“... ?KESEDIHAN ADALAH LUKA TERDALAM... AWAN GELAP... LANGIT KOSONG... TANAH GERSANG?...” kidungnya terus disenandungkan GOD MAESTER CORE dengan tubuhnya yang meliuk-liuk bergelung.
“SUDAH CUKUP... WAKTUKU SUDAH SELESAI DISINI... HHHSSS.… MM... KUKEMBALIKAN PADAMU...” katanya lalu menegakkan bagian tubuh gilig raksasanya. Ia sepertinya berkonsentrasi melakukan sesuatu. Mudah-mudahan bukan melakukan kehancuran lagi. Kehancuran bumi ini. Kalau ia mau melakukan itu, aku harus-harus turun tangan. Mau core terkuat di bumi ini atau apa...
“BYUUNGG!!”
Dari lubang berjumlah 6 di kanan dan 6 di kiri sisi tubuhnya muncul tangan-tangan. Dari bentuknya seperti tangan manusia dan lebih spesifik lagi tangan wanita.
Tunggu dulu! Tangan-tangan itu memegang senjata milik para ZODIAC CORE. Benar! Itu adalah tangan para ZODIAC CORE dari ARIES sampai PISCES! Mereka yang telah membentuk GOD MAESTER CORE ini.
“SAMPAI JUMPA LAGI, MAHLUK TAK BEREKOR...” kata GOD MAESTER CORE melirikku sebentar lalu memejamkan matanya. Ke-12 tangan di dua sisi tubuhnya mengabur lalu melesatkan sinar-sinar berpendar kembali ke bawah. Tubuh GOD MAESTER CORE semakin kabur dalam balutan awan serupa asap sampai tak terlihat lagi warna kuning dan putih dominan tubuhnya. Massa awan yang membentuk tubuhnya mengepul tinggi lagi ke langit. Kembali ke tempat asalnya beserta angin yang juga sudah disedotnya. Perlahan langit kembali cerah dengan hiasan awan putih.
--------
“Apa semua sudah kembali normal?” tanyaku.
Hellen memberi kode untuk menunggu sementara ia terus mencoba untuk memeriksa kerusakan yang telah terjadi. Hellen sudah berhasil mengakses server pribadinya yang juga sempat down. Sebenarnya ini adalah server back up yang kemampuannya minimal karena hanya berisi data krusial dan penting saja. Ia terus duduk selonjoran di atas tanah mengotak-atik laptop-nya.
“Cuaca sudah normal... Awan sudah kembali... Angin juga sudah kembali berhembus semilir... Sudah mulai normal, kok...” kata Tommy menenangkanku. Ia juga menunjuk beberapa ekor burung gereja yang terbang bergerombol untuk mendukung kata-katanya barusan.
Benar kata Tommy, aku sudah bisa merasakan semilir angin di tanah kosong terbengkalai ini walau sangat lemah. Entah kenapa aku jadi teringat dengan kristal ZODIAC CORE milikku. Buru-buru aku berlari ke sana.
Buku itu masih tetap terbuka di halaman terakhirnya. 12 kristal INITIATE FORM ZODIAC CORE masih utuh di tempatnya terakhir kuletakkan. Aman. Kumasukkan kembali ke dalam tubuhku. Aku merasa lega sekarang. Sekarang aku bisa mulai mengkhawatirkan dunia yang sempat kacau karena keinginan egoisku.
“Beberapa server penting dunia mulai aktif kembali... Sistem mulai berfungsi kembali mengatur pelayanan publik... Ada beberapa kecelakaan pesawat terbang dan transportasi lainnya yang terjadi... Untungnya tidak parah... Pesawat dijadwal ulang untuk melakukan pendaratan darurat. Sekarang tidak ada bandara yang buka karena fokus untuk menampung semua pesawat yang akan mendarat dan melakukan pemeriksaan... Dua buah misil nuklir terpaksa diledakkan di samudra Atlantik karena ditembakkan tak sengaja dari kapal selam... Dunia internasional sempat mencekam karenanya... Dunia cemas memulai Perang Dunia Ketiga. Sistem keuangan dunia mulai diperbaiki walau banyak data hilang... Bank sentral tiap negara akan mengumumkan hasilnya dalam waktu dekat... Ini kekacauan skala global seperti yang dikatakan Tommy tadi, mas...” kata Hellen tetap melakukan pemeriksaan.
“Dan ya... telekomunikasi masih down...” sambungnya.
Aku hanya bisa menghela nafas. Kerusakan yang sangat parah...
“Jangan menyesal Satria... Jangan pernah menyesali apa yang sudah kau putuskan... Bukan niatmu untuk melakukan kerusakan begini... Tidak ada yang tau kalau semua akan berakhir begini... Setidaknya kau sudah berhasil mengajukan permintaanmu pada GOD MAESTER CORE dan Carrie sudah pulih...” kata Andin nun jauh entah di mana.
“Tapi aku belum bisa memastikannya... Apakah Carrie memang sudah pulih? Bagaimana caraku memastikannya? Aku tidak bisa menelponnya... Semua jaringan telekomunikasi masih rusak... Gimana?” kataku terus berkomunikasi dengan Andin.
“Dunia masih belum sepenuhnya pulih bekas kemunculan GOD MAESTER CORE tadi... Masih menyesuaikan semua elemen-elemen pentingnya... Kau hanya perlu bersabar barang 1-2 hari...” kata Andin membesarkan hatiku.
“Tapi... Carrie?” kataku masih tak bisa bersabar. Sudah setahun aku bersabar dan menghadapi berbagai macam masalah dan cobaan dalam perjuanganku. Selangkah lagi. Bukan! Sudah di depan mata keberhasilanku. Seharusnya aku melakukan pemanggilan GOD MAESTER CORE tadi di Australia saja.
Aku hanya harus tau apakah Carrie sudah pulih atau belum. Kalau sudah tau... rasanya kalau bumi ini kiamat pun aku rela.
“Kenapa kau tak coba memakai AMW itu lagi...” kata Andin. “Gak sabaran banget, ya?” sambungnya.
“AMW? Aqua-Micro Wormhole itu? Itu ide paling bagus, Andin! Kalau kau ada di sini aku bisa mencium pipimu sampe kempot! Makasih-makasih!” kataku berteriak-teriak. Hellen, Tommy dan EBRO kebingungan melihat tingkahku yang tiba-tiba teriak kayak orang sinting begitu.
AMW, salah satu penemuan paling ajaib yang kutemukan sekitar 1 Km lepas pantai pulau Airtas. Dari satu titik anomali yang tak kupaham itu bisa ke genangan air mana saja yang kuinginkan atau kubayangkan. Saat arisan bareng geng Fantina kemarin di pulau Airtas, aku sudah mencobanya. Dari sana aku bisa sampai di kolam renang rumahku, bathtub kamar mandiku, sungai Kali Wates desa Safriani bahkan sampai ke sungai kecil di Bloomingfield, Perth—dimana Carrie dan Nicole sering bermain.
Dengan ini aku bisa langsung menemui Carrie dan melihat langsung apakah ia sudah benar pulih atau belum. Ha... ha... ha... Otakku jadi buntu karena bingung. Tak mengingat apapun kecuali Carrie. Kurasa bentar-bentar lagi aku mungkin gila.
Panggilan Hellen dan pacarnya tak kuperdulikan. Aku hanya memacu Jaguar-ku menuju dermaga dimana titik terdekat untuk menuju pulau Airtas yang kuingat.
“Satria... Kamu senang banget...” kata Andin.
“Tentu dong, Ndin... Makasih lagi udah diingatkan tentang AMW itu... Hellen bilang semua bandara ditutup kecuali untuk pendaratan darurat pesawat karena insiden dengan GOD MAESTER CORE barusan... Seberapa banyak uang-pun yang kupunya untuk beli tiket ke Australia... Atau beli pesawat jet sekalian... gak akan ada gunanya kalau gak bisa terbang sekarang juga, kan?’ kataku terus menyetir. Kenapa lalu lintas di pinggiran kota begini jadi rame, ya?
“Dengan AMW kau jadi instan sampe di sungai kecil itu... Dan bisa segera menemui Carrie...” kata Andin.
“Benar... Aku belum pernah merasa seantusias ini, loh... Aku akan segera menemui Carrie...” kataku mulai bersenandung. Lagu yang dulu pernah kunyanyikan di karaoke saat ulang tahunku bersama lima wanita itu (Side Quest#01). “?Along the road–Crossed another cold state lane–Miles away from those I love–Purpose hard to find...?” mewakili perasaanku saat ini dengan Dear God-Avenged Sevenfold.
“Duh senengnya yang mau ketemu sama pujaan hati... Sampe lupa segala-galanya...” goda Andin geli.
“Tentu, dong... Perjuanganku akan segera kesampaian... Ini kenapa jadi macet begini sih jalannya?” jawabku berujung kesal karena seperti ada semacam kemacetan yang terjadi di depanku. Klakson kutekan berkali-kali pada mobil di depanku yang juga tak bisa bergerak. Sepertinya jalur kiri ini diambil alih oleh jalur sebaliknya yang bergerak padat merayap. Jelas saja jalurku gak bergerak-gerak dari tadi.
“Ada apa, sih? Kampanye?” gerutuku jadi kepo dan membuka jendela sampingku untuk sekedar mencari berita. Radio di mobilku tidak menyala, hanya ada suara ngorok di stasiun manapun.
“... air lautnya gak bergerak...” ujar satu pengemudi motor pada yang diboncengnya. Motor itu berhenti tepat di sampingku.
“Bang... Ada apa, bang?” tanyaku melongokkan kepala keluar jendela mobil.
“Gak tau, dek... Yang tinggal dekat laut pada takut tsunami... Air lautnya gak biasa-biasanya gak berombak... Tenang... Mereka kan pada parno jadinya... Yang di pinggir laut udah pada ngungsi besar-besaran ke tempat yang tinggian...” jawabnya.
“Beritanya menyebar dari mulut ke mulut... Gak bisa nelpon... Listrik mati... Semuanya mati... Pokoknya cari selamat dulu, dah...” sambung yang dibonceng.
“Wah?” kagetku. Sampe segitunya reaksi masyarakat akibat insiden yang kusebabkan. Tapi udah mulai normal lagi, kan harusnya?
“Di sini juga begitu, Satria... Aku masih di Los Amarilles, nih... Banyak warga yang tinggal di daerah Baja yang eksodus sampai ke daerah gurun sini... Aku sedang melihat rombongan mobil melintas sebagai pengungsi juga... Mereka bilang ini kiamat... Apocalypse...” kata Andin.
“Tapi kan sudah selesai... Sudah mulai normal...” kataku gugup. Aku merasa sangat bersalah karena ini semua. Karena aksi egoisku satu dunia kena imbasnya dan terkena panik sampai berpikiran yang bukan-bukan. Padahal kejadian pemanggilan GOD MAESTER CORE tak lebih dari setengah jam.
“Semua warga dunia melihat bagaimana awan dan angin bergerak sangat cepat seperti tersedot ke suatu tempat... Kalau semua laporan sudah masuk pasti akan diketahui dimana semuanya berkumpul... Di tempat tadi kalian memanggil GOD MAESTER CORE tadi...” kata Andin.
“Moga-moga Hellen dan Tommy sudah menyingkir dari sana... Haduh... Aku ninggalin mereka di sana!!” kataku tiba-tiba teringat kedua kekasih itu. Aku yang membawa mereka ke sana dan kutinggalkan begitu saja. Ah! Karena itu tadi Hellen memanggilku. Tapi mereka berdua bukan orang bodoh. Aku yang bodoh!
Karena tak ada harapan untuk dapat menembus kemacetan ini, kubelokkan Jaguarku dan parkir di tempat yang cukup aman. Alarm kuaktifkan dan segera aku berlari ke belakang pertokoan ini untuk segera.… TERBANG!!!
--------
Tubuhku melesat cepat dengan HOVER XOXAM dan MARVELOCITY ARIES dikombinasikan. Di langit sore yang terang benderang aku hanya siluet cepat yang seharusnya tak akan bisa dideskripsikan masyarakat sebagai manusia terbang.
Tahanan friksi udara terasa berbeda kurasakan. Udara terasa sangat padat karena bergerak dengan malas. Angin masih belum benar-benar pulih untuk membantuku terbang dengan cepat.
“Angin belum benar-benar pulih, Andin...” laporku pada Andin. Walaupun sudah kukerahkan kecepatan penuh MARVELOCITY pada cara terbangku. Masih kurasakan terasa lambat. Biasanya dengan begini, dalam waktu singkat aku bisa sampai ke tempat tujuanku.
“Seperti yang tadi kubilang, Satria... Bumi perlu satu-dua hari untuk memulihkan elemen-elemen pentingnya... Kupikir juga lebih baik penerbangan komersial ditunda sampai satu-dua hari juga sampai semua kembali normal...” kata Andin dengan nada serius dan dalam.
“Katakan dengan jujur, Andin... Apa yang sedang terjadi sebenarnya... Pengetahuanmu luas dan aku percaya penilaianmu... Katakan...” kataku berubah serius juga.
“Planet ini dalam keadaan genting, Satria... Kejadian barusan merusak banyak keseimbangan alam... Kejadian yang kurang dari setengah jam tadi mengguncang poros bumi... Sedikit lebih lama lagi... Mungkin planet ini akan terlempar dari orbitnya karena kehilangan gravitasi revolusinya... terhadap Matahari... Sampai sebegitu parah harga yang harus dibayar untuk sebuah permintaanmu... Maaf Satria... Itu penjelasanku...” ujar Andin dengan pilihan kata yang diseleksinya dengan hati-hati.
Pada tepian sungai yang bermuara ke laut sudah dekat beberapa kilometer lagi aku mendarat. Sudah tercium aroma laut dari muara sungai ini. Beberapa sampan dan perahu nelayan diparkir diikat di tepian sungai pada batang-batang bambu yang ditancapkan di dasarnya.
Kupandangi air sungai yang berwarna coklat dari tepian benteng sungai yang dibangun tinggi. Tak ada pergerakan sedikitpun. Air sungai juga mati tak bergerak. Sungai ini harusnya mengalir ke laut juga.
“Apa yang sudah kulakukan?”
--------
Kusaksikan bagaimana sebuah perahu nelayan bergerak dengan susah payah di air laut. Motor penggeraknya meraung maksimal sampai berasap hanya untuk membuang sauh di tepian dermaga. Yang sudah berada di tepian saja sudah berjuang keras untuk merapat apalagi yang jauh puluhan kilometer di tengah laut sana.
Dermaga ini sudah sepi karena kebanyakan masyarakat yang beraktifitas di sekitar laut sudah mengungsi jauh takut tsunami. Nelayan yang barusan merapat itu tadipun langsung ngibrit menyusul keluarganya.
Air laut bertekstur seperti jeli encer saat kusentuh. Bagaimana pula penderitaan para mahluk laut penghuninya. Akankah terjadi kematian besar-besaran? Beberapa burung laut terlihat mengapung mati di permukaan air. Terpengaruh kekacauan di udara juga. Ini tidak hanya terjadi di sini saja. Ini terjadi di seluruh dunia.
“Kau masih akan ke pulau itu, kan?” tanya Andin. Hanya pertanyaan-pertanyaan semacam ini yang membuatku tetap waras. Rasa bersalahku sudah sebesar dunia ini. Andin yang membuatku masih berfikir normal.
“Tidak ada perahu yang bisa kusewa untuk membawaku ke Airtas... Semuanya mandek di atas air susah bergerak...” kataku menunjuk sebuah sampan nelayan lainnya yang agak jauh di laut. Biasanya benda itu akan terombang-ambing ombak yang membantunya bergerak. Mengapung diam. Hanya titik nelayan yang terlihat sibuk mendayung.
“Berenanglah... Kau bisa menggunakan SUBMERGE dan juga GILL untuk berenang di dasar laut... Mungkin di kedalaman sudah ada arus yang mulai membaik...” usul Andin dengan dua kekuatan AQUARIUS yang bisa memungkinkanku untuk bergerak di air bahkan jadi mahluk air sekalian itu.
“Apa tidak sebaiknya kuikuti saranmu dan menunggu satu-dua hari sampai semua normal kembali... Aku yakin semua akan baik-baik saja saat itu... Bisa nelpon dan bandara dibuka kembali...” sahutku tak bersemangat lagi.
“Semangat, Satriaaa!!! Jangan menyerah! Jangan menyerah!! JANGAN MENYERAH KARENA INI SEMUAAAA!!!” teriaknya keras-keras. Padahal ini telepati tetapi kupingku sakit mendengarnya.
“Iya! Iya... Duh... Andin... Sakit kupingku...” aku sampai melompat-lompat mendengar teriakan Andin barusan. Kakiku tercebur di air sampai semata kaki. Yah... Basah, deh sepatuku.
“Karena teriakanmu tadi, Andin... Aku jadi dapat ide... Aku menamai salah satu CREATURE FORM ZODIAC CORE terakhirku... PISCES sebagai... WHALE SAURUS!” seruku mendapat suntikan semangat dari Andin yang mirip doping efeknya. Mahluk segede paus CREATURE FORM PISCES itu langsung muncul di hadapanku. Mengapung dengan mudahnya di atas air tanpa menyentuhnya.
“WHALE SAURUS?” heran Andin dengan penamaanku. “Apa mahluk ini semacam fosil hidup paus?” tanyanya yang tak dimengertinya. Di data base-nya tidak akan ada informasi mahluk ini. Mahluk ini bukan mahluk bumi.
“Kita anggap saja ia mahluk hantu yang tak terikat pada kehidupan... Ia bisa bergerak tanpa mengindahkan elemen-elemen dasar bumi... Tidak perlu bernafas... makan... Bergerak di berbagai medan... Jadi angin mati atau air mati tak akan masalah baginya...” jelasku tentang ide brilianku ini.
“I... tu... Itu sangat cerdas, Satria... Dengan begitu kau bisa terus ke pulau Airtas tanpa masalah...” puji Andin dengan ideku. Ini bener-bener out of the box banget.
“Dan satu lagi... Hup!” aku melompat ke atas WHALE SAURUS dan sampai di atas punggungnya yang berbentuk kerang berwarna putih. Aku berjongkok dan merasakan tekstur keras cangkang serupa batu ini. “Di dalam cangkang keras ini aku akan menungganginya dengan INBOUND SAURUS!”
Cangkang keras WHALE SAURUS seperti lunak melumer di kakiku dan aku masuk ke dalamnya. Kuposisikan tubuhku di dalam cangkang keras itu seperti duduk di dalam kokpit mobilku untuk mengendalikannya bak kendaraan. Kendaraan yang sangat besar. Dengan arahan pikiran saja WHALE SAURUS bergerak menjauhi dermaga sepi ini dan bergerak seperti terbang di atas permukaan air laut yang tenang.
“Kereeeen, Satriaaa!” seru Andin. Jarang-jarang ia mau memujiku. Kibasan ekor panjang WHALE SAURUS membuat gerakan mahluk asing ini sangat cepat dan lincah. Kepala dengan leher panjangnya ditarik hingga rapat ke lubang di depan cangkangnya. Keempat kakinya juga dimasukkan, meninggalkan sedikit ujung sirip kaki belakang menjuntai bak sirip belakang ikan.
“Keren pastinya... Siapa dulu...” kataku nyombong dikit.
“Harusnya kamu dari dulu begini, Satria... Gunakan kekuatan ZODIAC CORE untuk hal-hal seperti ini... Harus digunakan secara maksimal...” kata Andin kembali menasehatiku.
“Iya... Semuanya kan kugunakan untuk hal yang berguna... Gak ada yang sia-sia... Nah... Ngomong-ngomong soal berguna, nih... aku gak ngerti navigasi laut... Kamu ngerti kan cara ke pulau Airtas, Ndin? He... he... he...” kataku cengengesan.
--------
WHALE SAURUS terbang mengambang di atas air laut dengan cepat karena sifatnya yang tak terikat dengan elemen apapun. Baik air atau pun udara sehingga hambatan tak akan berarti untuknya. Bahkan aku klaim, kalau kubawa ke luar angkasa sekalipun tak akan masalah.
Warnanya yang dominan putih mengkamuflase penampilannya yang tersamar dengan baik di air laut sehingga nelayan yang masih terdampar di atas perahunya tak dapat melihat mahluk sebesar ini melintas dengan cepat tanpa meninggalkan jejak angin atau ombak..
Walaupun begitu, jarak yang cukup jauh dari daratan, perjalanan yang dibantu arah tujunya oleh Andi, setengah jam kemudian baru aku bisa melihat bentuk pulau Airtas di kejauhan. Gerakan luwes ekor WHALE SAURUS membawa kami mendekati pulau dengan pasti.
Di kejauhan sini aku sudah bisa melihat dermaga kecil dan villa tak berpenghuni. Pantai berpasir putih dimana malam itu kami melakukan permainan Truth or Dare.
Masih mengambang di atas air, aku menghentikannya di mana kuperkirakan letak AMW berada. Air bening tak bergerak yang menyambutku saat aku keluar dari kemampuan INBOUND SAURUS-ku. Saking beningnya air, aku bisa melihat bayangan WHALE SAURUS di air dan ikan-ikan di dalamnya.
“Masih mati arus air lautnya, Satria...” ingat Andin.
“Iya... Ikannya bergerak perlahan sekali... Tapi apa kau masih mendeteksi AMW-nya? Ada, kan?” tanyaku.
“Mm?”
“Andin?”
“Anu, Satria...”
“Ngomong Andin...”
“Mungkin kekuatan AMW-nya berkurang karena masalah air ini, Satria... “ jelas Andin seperti enggan memberitahuku.
“AMW juga terpengaruh?”
“Kalau jarak dekat mungkin bisa...” jawabnya ragu.
“... Australia jauh...” gerutuku. Begitu banyak masalah yang menimpaku satu hari ini saja. Semua seperti berkomplot untuk membuatku susah. Dari lalu lintas, alam, air, angin sampai AMW juga ikut-ikutan.
“Jangan menyerah, Satria...” ujar Andin lagi.
“Aqua-Micro Wormhole juga gagal... Kalau dengan kecepatan seperti tadi... berapa lama WHALE SAURUS ini bisa sampai ke Australia, Andin?” tanyaku.
“Dua hari terbang kalau dengan cara seperti tadi... Tapi kalau kau coba terbang di atas lapisan Stratosfer atau lebih tinggi lagi... Bisa lebih cepat... Setengah hari saja...” kata Andin memperkirakan yang terbaik yang ia mampu.
“Makasih, Andin... Kita coba ke atas sana...” putusku berbalik dari laut dan melakukan INBOUD SAURUS lagi untuk mengendalikan WHALE SAURUS dari dalam cangkang putih kerasnya. Menanjak tubuh raksasa mahluk ini mengarah ke atas awan.
Yang pertama kali menantangku adalah matahari sore. Sinarnya yang panas membakar bumi seakan dimaksudkan untuk melemahkan semangatku. Itu malah semakin membakarku.
Sebuah lagu kuputar dari player HP-ku untuk menemaniku terbang ke langit mengendarai WHALE SAURUS. Suara temponya yang ganjil segera memacu semangatku. Semangat untuk menyongsong impianku...
Middlle (DJ Snake ft. Bipolar Sunshine)
Staring at two different views on your window ledge
Coffee has gone cold, it's like time froze
There you go wishing, floating down our wishing well
It's like I'm always causing problems, causing hell
I didn't mean to put you through this, I can tell
We're gonna sweep this under the carpet
I hope that I can turn back the time
To make it all alright, all alright for us
I'll promise to build a new world for us two
With you in the middle
(you in the middle)
(you in the middle)
Lying down beside you. What's going through your head?
The silence in the air felt like my soul froze
Am I just overthinking feelings I conceal
This gut feeling I'm tryna get off me as well
I hope we find our missing pieces and just chill
We're gonna sweep it under the carpet
I hope that I can turn back the time
To make it all alright, all alright for us
I'll promise to build a new world for us two
With you in the middle
(you in the middle)
(you in the middle)
(with you)
(you)
(thank the children)
(just thank the children)
(you)
(thank the children)
(just thank the children)