Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quest

Orientasinya makin menggila.... waria adalah wanita yg terjebak dalam tubuh pria nah klo satria pria yg terjebak pada tubuh wanita....
Wkwkkw... klo kritik dari ane sih kurang smooth aja scene lesbinya... malah lebih smooth adegan gay dari pada lesbi

yg kemaren mungkin masih sisi kasar lesbianisme mereka. perkenalan utk memancing anggota baru.
 
Mau tiap hr update ato 3hari ato 1minggu sekali ttp nungguin......ni cerita bikin imajinasi kek naek jet coster
Biasanya nengok dah ada update :D
Kadang lupa low jadi 3hari sekali

Numpang :ngeteh: dipojokan y suhu...
d tunggu update y suhu, suka sekalo dengan cerita y. mataaaaaaaaaaaaaappp :semangat:
rencananya agar lebih teratur dan pasti, ane akan post update tiap hari Senin dan Kamis aja.
Gimana? mumpung besok awal mulai aturan ini untuk Aquarius.
 
rencananya agar lebih teratur dan pasti, ane akan post update tiap hari Senin dan Kamis aja.
Gimana? mumpung besok awal mulai aturan ini untuk Aquarius.

Sudah hari senin suhu.ditunggu updatenya
 
Biasanya jadi SR tapi untuk cerita ini terpaksa harus nongol untuk nyundulllllll.....
 
--------​
Begitu semua ini selesai, baru mereka berbaik hati memberiku handuk dan mengambilkan pakaianku dari tengah kolam. Karena tak bisa memakai pakaian basah itu, aku duduk merenung tidak jauh dari mereka. Tubuh berbalut handuk.
Mereka bercengkrama seperti tidak ada kejadian. Tidak merasa bersalah telah menjerumuskan wanita tidak berdosa sepertiku ke dalam lingkaran nista mereka.
“Tenang aja, Tria... Pada dasarnya kau sudah lulus... Nanti semuanya akan kujelaskan di kamar aja...” bisik Hera yang ditemani pacarnya, Meisya. Keduanya yang sudah berpakaian kembali pergi dari tempat ini dan keluar. Satu per satu mereka membubarkan diri sampai hanya aku dan Maria yang tertinggal.
“Gimana? Enak?” tanya Maria.
Aku bungkam seribu bahasa.
“Enakan mana dibanding sama cowomu?” tanyanya kembali. Aku tetap bungkam.
Maria menghampiriku dan duduk disampingku. Dirangkulkannya tangannya ke bahuku.
“Aku jamin lebih enakan sama aku, kan?” simpulnya sendiri. Didekatkannya wajahnya dan mengecup pipiku.
“Kalian melakukan ini semua pada setiap anggota yang baru masuk?” tanyaku pelan. Dengan nada ketus.
“Ya... Kurang lebih... Tapi elo tau? Hanya sama elo aku lakukan ini sendiri...” jelasnya.
“Maksudmu?” aku tidak paham artinya.
“Hanya sama Tria... aku sendiri yang memulainya... Enak, kan? Biasanya cuma anak-anak aja yang ngerjai... Gue cuma liat aja dari jauh...” jelasnya lebih lanjut.
“Kenapa aku berbeda?” tanyaku beralih padanya.
“Tidak tau...” jawabnya bangkit setelah melepaskan rangkulan tangannya dan mulai melangkah menuju pintu keluar. “Tapi kalau elo mau tau jawabannya... Datanglah ke kamarku...”
Maria tidak menunggu apa-apa lagi selain melangkah terus, menaiki tangga dan menghilang.
Kurang ajar mereka semua!
Begini rupanya permainan mereka. Permainan rapi untuk merekrut anggota baru yang loyal dan juga kompak. Karena mereka saling berbagi tubuh dan kenikmatan yang sama. Dijebak dengan dengan kesenangan dunia dan semunya kebersamaan.
Kembali ke kamar, kembali kupasang wajah sayu dan gundah. Hera dan Meisya sudah menantiku. Keduanya duduk di atas ranjang Meisya yang acak-acakan. Sepertinya barusan menyelesaikan ronde baru berdua saja.
“Apa yang dikatakan Maria?” tanya Hera begitu aku selesai mengganti pakaian basahku dengan pakaian kering. Aku duduk di depan meja belajarku.
“Tentang tes?” tanyaku balik.
“Yah... Apa saja... Apa katanya?” jawabnya.
“Gak tau... Tapi katanya kalau aku ingin tau jawabannya... Datanglah ke kamarnya...” ulangku pada kalimat terakhirnya.
“Terus... Kenapa elo gak kesana sekarang?” desak Hera.
“Gak ah... Aku mo tidur aja... Aku ngantuk...” jawabku taktis. Bangkit dari kursi dan naik ke ranjangku selama sebulan ke depan. Kupunggungi keduanya yang masih terjaga.
“Nanti lo nyesal loh , Tria...” ingat Hera.
Aku diam saja.
“Maria selalu mendapat yang dimauinya, loh...” terdengar suara renyah Meisya yang merdu.

========
QUEST#11
========​

Setelah mengetahui nomor kamar Maria di 3-36, aku malah tidak kesana. Aku malah keluyuran keliling asrama ini hingga sampai di kantin. Aku baru tahu kalau tempat ini adalah pusat fasilitas gedung ini. Karena dari manapun akan dapat mengakses tempat ini dengan mudah. Urusan perut memang tidak bisa dikesampingkan.
Di dalam kantin setelah makan malam ternyata masih buka. Yang tersedia hanya kopi atau teh manis saja. Tetapi cukup banyak siswi dan staf pengajar yang berkumpul dan menikmati malam. Kuambil secangkir kopi dan mencari tempat duduk yang enak.
“Boleh duduk disini, mbak?” permisiku.
“Boleh-boleh... Silahkan...” jawab gadis itu membereskan beberapa buku yang ada di sekitarnya. “Jangan manggil mbak... Kita sebaya deh kayaknya... Deswita...” ulurnya.

Deswita
“Tria... Satryani...” sambutku dan berkenalan.
“Yang baru masuk tadi pagi, kan?” hapalnya.
“Iya... Kok tau? Deswita anggota OSIS, ya?” tebakku.
“Gak... Aku gak ikut kemana-mana, kok...” jawabnya.
“Maksudnya gak ikut klub apapun? Boleh, ya?” sadarku.
“Tentu boleh... Semua klub itu, kan kegiatan ekstra kurikuler... Tambahan... Kalau diikuti bagus dan kalau enggak juga gak pa-pa” lanjut Deswita. “Populasi yang seperti aku ini cukup banyak, loh... Ada sekitar 10%... Lha... Juara umum Hati Murni juga gak ada ikut klub manapun... Cuma jadi pengunjung tetap perpustakaan... Hi... hi... hi...” candanya. Ternyata ia gampang akrab.
“Oo... Begitu... Kirain wajib ikut... Yang nomor satu di sini klub renang, ya?” tanyaku lagi mengorek keterangan dari sumber yang berbeda.
“Memang betul... Klub itu lebih didukung sekolah karena banyak memberikan prestasi bagi sekolah... dibanding klub lain yang harus berjuang mati-matian untuk sekedar eksis...” jelas Deswita. “Kulihat kau sudah mendekati klub renang... Sudah tes, ya tadi sore?” tanyanya balik. Anak ini punya banyak informasi dan punya banyak mata dan telinga di mana-mana. Tidak ada gunanya berbohong padanya. Bahkan aku bisa mendapatkan informasi berguna darinya.
“Sudah tadi sore... Tapi agak serem... Mereka mainnya suka yang aneh...” kataku agak merendahkan suara agar tak terdengar pengunjung kantin lain.
Deswita cepat tanggap dan merapatkan wajahnya padaku. “Tria digerepe-gerepe mereka, ya?” tebaknya.
“He-eh... Kayaknya mereka semua lesbi, deh... “ bisikku lagi. Kami mulai bergosip deh.
“Itu sudah jadi rahasia umum... Petinggi klub renang semuanya lesbi... Masing-masing ada pasangannya... Tapi Maria sampai sekarang masih kosong... Apa dia mengincarmu, Tria?” simpulnya.
“Mengincarku? Jadi pasangannya?” kagetku.
“Aku gak mau men-judge apakah itu salah atau tidak... Tinggal di sekolah seperti ini... kita harus tau menempatkan diri... Mau tidak mau kau sudah menarik perhatian Maria... Entah apa yang sudah kau lakukan... Tapi pilihannya tinggal dua saja... Pertama... mengikuti permaianannya... Kedua... keluar selamanya” terang Deswita to the point.
“Terserah apa yang kau pilih...” lanjutnya.
“Aku tidak tau apakah benar Maria mengincarku... Ah... Capek ngomongin itu terus... Ngomongin yang lain aja...” elakku berupaya mengalihkan pembicaraan. “Jadi apa aja kegiatanmu selain belajar, Des?”
“Ya... Cuma begini-begini aja... Paling juga abis belajar di kamar... aku maen ke perpustakaan... maen internet pake Wifi... Nyari gosip terbaru... Nonton Boyband K-Pop kesukaanku... Ato ngobrol kayak gini...” jawabnya.
“Gak bisa liat bokep, ya lewat Wifi...?” tanyaku memancing.
“Diblokir, dong... Tapi kalau minta tolong sama anggota klub Cyber bisa dikasih tau cara membuka blokirannya... Tapi ya ada biayanya... Nanti mereka install-kan di komputermu... Kau bawa netbook atau tablet?” tanya Deswita.
“Tablet sama HP aja...” jawabku. “Tapi cuma becanda, kok... Aku cuma pengen tau aja... Boyband apa yang Deswita suka?” tanyaku.
Ia menyebut beberapa nama grup boyband Korea yang pernah dibicarakan Putri dan Dewi. Aku menanyakan tentang girlband Korea juga. Ada nama 3 Versus 3 juga. Bagaimana kabar Hyun Jun Rae, ya?
“Eh... Apa Tria mau tau gosip paling eksklusif?” tawarnya makin merapat. Matanya melirik kanan kiri jangan sampai ada orang lain yang tahu.
“Apaan?” tanyaku kepo.
“Kantin ini tutup jam 12 malam... dan semua harus kembali ke kamarnya masing-masing...” mulainya berbisik.
“Terus...” antusiasku.
“Tria liat... 3 orang itu?” lanjutnya hanya menunjuk dengan dagunya pada tiga orang di satu sudut ruangan. 3 wanita dewasa yang duduk bercerita sambil minum teh. “Yang rambutnya panjang digelar pakai sweater biru itu namanya bu Mimi... guru Bahasa Inggris... Disampingnya... rambut seleher pakai kardigan hitam namanya bu Mita... guru Biologi... Nah yang diseberangnya... Yang rambutnya diikat ekor kuda pakai jaket ungu... bu Endang... bagian administrasi keuangan... Ketiganya tinggal bersama satu kamar di belakang gedung... Apa kau tau kalau ada bangunan khusus untuk para guru dan staf yang tinggal disini?” jelas Deswita.

Mimi - Mita - Endang
“Enggak... Gak termasuk tur tadi pagi... Dimana tempatnya?” tanyaku lagi.
“Ada di belakang asrama... Terpisah dari gedung utama... Hanya ada 20 kamar dan tidak semuanya terisi... Bentuk susunan dan isinya sama dengan kamar kita... Nah... terkadang ketiganya suka keluar malam menuju pos security di depan... Entah apa yang mereka lakukan di sana...” jelasnya.
“Keluar dari kompleks sekolah apa boleh?” tanyaku.
“Kalau kita tentu tidak boleh... Harus ada izin khusus untuk bisa keluar pagar... dan harus lewat gerbang pos security itu kan? Tapi kalau guru dan staf ada pengecualian... Karena tidak semua guru tinggal di dalam sini... Ada juga yang tinggal di luar asrama... Kalau yang tinggal disini mungkin bermaksud menghemat pengeluaran karena dapat tempat tinggal gratis di sini...” jelas Deswita panjang lebar.
“Jadi apa yang mereka bertiga lakukan di pos security malam-malam?” tanyaku pura-pura lugu.
“Ah, Tria... Tadi nanya-nanya bokep... Masa gak tau?” tanggap Deswita tersenyum lebar.
“Beneran? Wah... Ada berapa satpam satu shift rupanya?” tanyaku. Kompleks sekolah segini besar tidak mungkin hanya dijaga 3 petugas security.
“Ada 6-7 satpam per shift... Ada tiga shift jaga security... Tapi mereka hanya keliling luar dinding sekolah... Tidak sampai masuk ke dalam... Lagian kita, kan cewek semua... Tapi ada kecualinya...” sambungnya lagi.
“Ada kecualinya?” Apa ada security yang boleh masuk?
“Di sekolah ini hampir semua guru dan stafnya perempuan... Hanya ada 4 guru dan staf laki-laki... Pak Prio... Wakil kepala sekolah... Umurnya sekitar 55-an tahun...Hampir pensiun... Pak Tirto... Guru senior Bahasa Indonesia... Umurnya sekitar 50-an tahun... Pak Wahyu dan Pak Bagas... Guru olah raga... Umurnya sekitar 30-40 tahun...” terangnya tentang keempat orang ini. Ada informasi menarik tentunya tentang mereka.
“Nah... Keempatnya tinggal di luar sekolah... Tapi ada tugas tambahan untuk pak Wahyu dan pak Bagas setiap malamnya... Bergantian mereka keliling gedung sekolah bagian dalam untuk mengecek keamanan para siswi... Pak Wahyu ini umurnya sekitar 32-33 tahun gitu... Belum menikah... Idola hampir semua siswi di sini karena ganteng banget... baik dan... top deh... Beda sama pak Bagas yang sangar, item, kumisan, tinggi, gede dan berbulu... Serem deh...” terangnya selanjutnya.
“Trus-trus?” tanyaku antusias. Pasti ada skandal di dalamnya. Kalau tidak untuk apa dia menceritakan ini.
“Nanti malam giliran pertama pak Wahyu semester ini... Dia akan berkeliling di dalam asrama untuk mengecek kalau kita semua sudah masuk kamar dan tidak berkeliaran... Alasannya agar besok paginya bisa belajar dengan benar dan tidak mengantuk... Tidak akan terjadi apa-apa saat itu... Semua aman dan ia beralih keluar asrama dan memeriksa bangunan para guru dan staf... Tebak... Kamar siapa yang pertama kali diperiksanya?" malah dia main tebak-tebakan.
“Mana kutau, Des...” jawabku.
“Tuh...” tunjuknya dengan dagu kembali pada seorang wanita dewasa lainnya. Ia duduk sendiri membelakangi kami sambil minum kopi, dekat TV ukuran besar disamping konter makanan. Rambut panjangnya tersembunyi di jaket hitam tebalnya. “Bu Mayang... guru Matematika...” infonya.

Mayang
“Oo...” hanya itu jawabku.
“Dan besoknya pak Bagas akan berkunjung ke kamarnya bu Yuni... Guru Bahasa Inggris lainnya...” tunjuk Deswita dengan dagu lagi pada wanita lain yang duduk sendirian bermain tablet. Ia memakai topi, sweater tebal turtle-neck dan berkaca mata. Seleranya yang kumisan... Padahal orangnya imut dan mungil begitu.

Yuni
“Wah... Banyak skandal, ya di sekolah ini...” kagumku bercampur heran. “Apa pak Wahyu-nya tidak ke bu Yuni juga atau pak Bagas ke bu Mayang?” tanyaku akan kemungkinan itu.
“Mm... Setauku tidak, sih... Tapi mungkin juga... Abis pak Wahyu itu playboy, sih... Ganteng memang... Banyak yang ‘Oohh’... kalau sudah didekatinya... Aku juga gak tau bisa kuat gak kalau dirayunya...” kata Deswita sambil tertawa pelan dengan menutup mulutnya dengan tangan setelah memperagakan tampang pasrah tadi.
“Dah hampir jam 12 nih... Kita intip, yuk?” ajakku nekat.
“Ah... Gila luh... Kalau ketauan bisa berat hukumannya... Gak, ah!” tolak Deswita mentah-mentah.
“Kalo gitu... aku aja, yah?” kataku tak menyerah.
“Ihh... Nekat lu, ya? Gak tau apa sanggup jantungku kalau senekat kamu, Tria...” katanya. “Kok bisa kamu seberani itu... Kayak cowo aja pake acara ngintip-ngintip-an...” katanya.
Aku hanya bisa tertawa lebar. Memang aku cowok, kok.
--------​
Tak lama setelah diumumkan kalau kantin ditutup malam ini, semua pengunjung membubarkan diri tanpa kecuali. Aku berjalan pelan-pelan bersama Deswita di belakang ketiga guru tadi. Kami berdua naik tangga menuju asrama di level atas menggunakan tangga yang paling belakang. Naik tangga seperti tidak akan melakukan apa-apa. Deswita yang gemetaran dan gelisah sendiri padahal ia tidak ikut aksiku nanti.
Kamar Deswita ada di level 2 dan kusuruh ia masuk ke kamarnya segera. Aku langsung cabut dari sana.
Mengendap-endap begini perkara mudah dengan kemampuan ASSASSIN LIBRA. Aku bahkan bisa memanjat dinding seperti cicak kalau diperlukan. Melompat turun dari level 2 dan mendarat di taman di belakang gedung, langsung kuaktifkan kemampuanku yang lain, ROSE DROP. Aku langsung tersamar oleh lindungan dedaunan.
Kelompok guru itu masih berjalan sambil ngobrol di pelataran jalan yang berpeneduh genteng. Tiga wanita dan dua lagi terpisah cukup jauh. Sepertinya mereka tidak terlalu akrab. Bu Mayang dan bu Yuni ini sepertinya sedikit tertutup.
Benar juga, di belakang sini ternyata ada bangunan lain. Memanjang terdiri beberapa pintu kamar-kamar. Di depan 10 dan dibelakang 10 lagi. Benar saja, trio guru itu masuk kamar nomor 5, bu Mayang nomor 9 dan bu Yuni nomor 12.
Sekarang aku tinggal menunggu pria bernama pak Wahyu itu untuk muncul dan menyatroni kamar bu Mayang.
Eh... Kenapa aku jadi penasaran begini, ya? Kenapa aku malah pengen tahu semua skandal yang ada di sekolah ini? Apa karena sekarang aku jadi perempuan hingga harus mengetahui semua gosip?
Aku tidak tahu kapan pak Wahyu akan muncul jadi lebih baik kalau aku tahu lebih dahulu kalau ada yang bergerak mendekat. Cara termudah adalah dengan menggunakan Coremeter. Alat ini bisa berfungsi sebagai radar karena bisa menangkap semua panjang gelombang manusia yang ada di sekitarku.
Ng? Ada CORE istimewa di dekat sini... Di dalam salah satu kamar guru-guru itu. Panjang gelombangnya 2103 Hz! Lumayan kuat. Kamar nomor 12. Itu kamar bu Yuni... Wah... Ada CORE istimewa di mana-mana.
Kuturunkan parameter pencariannya hingga CORE biasa-pun bisa terdeteksi dan juga jenis kelamin. Karena selama ini Coremeter ini hanya kusetel di pencarian wanita saja.
Seperti keterangan Deswita tadi, tidak semua kamar guru ini terisi. Ada dua kamar, nomor 19 dan 20 kosong tak berpenghuni. Berdasarkan tangkapan panjang gelombang CORE, ada dua kamar lagi yang hanya dihuni satu orang selain kamar bu Mayang dan bu Yuni. Selebihnya berisi tiga orang atau dua.
Sekitar pukul 00:35, datang jejak CORE lainnya menuju kemari. Aku segera bisa melihat cahaya lampu senternya. Seorang pria jangkung dan tampan dengan sisiran klimis dan rapi memakai jaket, celana olahraga dan sepatu kets. Ini pasti yang namanya pak Wahyu itu.

Wahyu
Yakin dengan kondisi dan keadaan, ia menyinarkan lampu senternya ke arah jendela gelap kamar bu Mayang yang tidak ditutup tirainya. Digoyang-goyangkan sinar senternya perlahan dan tak lama lampu kamar hidup sebentar lalu mati kembali. Itu kode rahasia mereka berdua.
Pak Wahyu lalu mendekat ke kamar tanpa bersuara setelah mematikan senter. Itu sebab ia sengaja memakai sepatu kets. Pelan dibukanya pintu kamar bu Mayang yang tak terkunci lagi dan ia segera masuk ke dalam.
Dalam hal intip-mengintip begini, mudah kulakukan dengan kombinasi SHADOW GEIST dan ROSE DROP. Cukup wajahku yang perlu masuk menembus dinding dan kusamarkan tubuhku di balik dinding luar dengan dedaunan.
Di dalam kamar cukup gelap. Hanya sinar lampu di luar yang memberi cahaya lewat jendela. Di temaramnya sinar, aku bisa mengenali sosok tubuh keduanya. Bu Mayang di atas ranjang menutup tubuhnya dengan selimut sementara pak Wahyu tergesa-gesa melepaskan seluruh pakaiannya hingga telanjang bulat. Ia segera naik ke atas ranjang dan masuk ke dalam selimut.
Mereka berbicara berbisik hingga aku tak tahu apa yang mereka bicarakan. Tapi pastinya rayuan gombal playboy cap paku payung. Bercumbu rayu kemudian dengan kecupan-kecupan ringan lalu saling pagut mulut. Gejolak di dalam selimut semakin liar dan bisa kutebak kalau pak Wahyu sudah mulai masuk, terlihat gerakan naik turun di bagian tengah selimut. Lalu suara lenguhan tertahan lelaki itu dan ambruk.
Sialan... Cepat sekali. Terlalu cepat untuk bahkan membuatku terangsang.
Tanpa membersihkan kemaluannya setelah melepas kondom, pak Wahyu langsung memakai kembali pakaiannya dan pergi meninggalkan kamar itu dengan sebuah kecupan ringan di pipi bu Mayang yang masih tergolek lemas tak puas.
Sinar senternya nampak sekali-kali berkilat di kejauhan tanda ia sudah selesai memeriksa bagian belakang kompleks sekolah ini.
He... he... he... Bagaimana kalau aku menyamar jadi pak Wahyu dan meneruskan yang ‘tanggung-tanggung’ ini? Yah... Bu Mayang-nya balik badan, menarik selimut dan melanjutkan tidur. Batal, deh.
Aku jadi pengen keliling ke kamar lain. Kamar bu Yuni ada di belakang dinding ini, nomor 12. Aku bergerak menembus dinding dengan kemampuan SHADOW GEIST-ku dan sampai di sana. Lampu kamarnya masih menyala.
Bu Yuni telungkup di atas ranjangnya, main tablet sambil mendengarkan musik dengan headphone. Ia mengganti pakaiannya yang tadi hanya dengan tanktop putih dan boxer pink. Apa yang dilakukannya?
Ternyata ia sedang men-download beberapa buah file dari situs bokep Jepang terblokir di internet. Genre-nya adalah guru dan murid. File yang selesai di-download segera diputar di-player-nya. Adegan porno itu segera terpampang di layar tablet-nya. Seorang guru wanita yang sedang mengajar di kelas kemudian digilir tiga orang murid lelakinya seusai sekolah.
Bu Yuni mulai menyentuh dirinya sendiri ketika HP-nya yang berada di atas meja bergetar tanda ada panggilan masuk tanpa suara. Segera dijawabnya panggilan itu...
“Halo, Ar... Ada apa? Oohh...” jawabnya. “Ya, ampun... Aku sampe lupa... Makasih, ya... Makasih da ‘ngucapin... Aku sampe lupa ulang tahun sendiri... Iya... Sibuk banget, nih... Kalau ketemu... aku traktir, deh... Janji demi teman, deh... Belum tidur?... Ya bentar-bentar lagi... Dagh...” percakapan singkatnya dengan penelepon tengah malam itu.
Ulang tahun, ya? Berarti bisa diambil CORE istimewanya sekarang juga. Tapi bagaimana caranya? Aku tidak punya banyak waktu mendekatinya...
Tiba-tiba aku terpikir dengan nama pak B-a-g-a-s... Guru bertampang sangar, hitam, kumisan, tinggi, gede dan berbulu. Aku harus tahu data-datanya sebelum aku bisa berubah menjadi dia dan mengambil CORE istimewa milik bu Yuni dini hari ini. Aku harus bergerak cepat.
Bu Yuni kembali dengan film bokepnya ketika aku keluar kamar dan terbang ke bagian depan gedung dimana bagian administrasi berada. Pasti mereka punya data serta setidaknya foto guru yang mengajar disini.
Di dalam gedung diawasi CCTV. Terutama di lorong utama dan pintu masuk yang kini terkunci. Dan mengatasinya aku harus bergerak sangat cepat dengan MARVELOCITY, memanfaatkan kelemahan refresh rate kamera CCTV yang biasanya rendah. Termasuk juga resolusinya yang juga tidak tinggi.
Dengan mudah, aku bisa berkeliaran di dalam gedung utama sekolah Hati Murni ini di malam hari dan menuju ruang guru. Di sini tidak dilengkapi CCTV.
Ada banyak meja di sini dan untungnya semuanya dilengkapi dengan plang nama kecil di atasnya. Segera aku menemukan meja pak Bagas yang ada di barisan paling depan. Aku bisa menemukan banyak jejak DNA-nya di kursinya, rambutnya yang gugur, bekas minumnya atau buku-bukunya. Atau lebih baik lagi dari badge nama yang kutemukan, memuat pas foto. Dan lebih-lebih baik lagi ada beberapa lembar foto dirinya sedang berpose sendiri atau bersama orang lain di dalam laci meja.
Memang sangar orangnya. Hitam, berkumis tebal, tinggi besar, gagah dan juga ditumbuhi banyak rambut di lengan dan dadanya.
Apa rasanya berubah dan menyamar menjadi pria seperti ini. Ini bentuk yang sangat bertolak belakang dari pribadiku sendiri.
Rasanya aku tidak sendirian di kantor ini. Ada suara lamat-lamat yang bisa ditangkap telingaku di tempat yang lengang begini. Suara sepelan apapun akan mudah terdengar kali ini.
Asalnya dari sini...
Ya, ampun! Ini sungguh saaaa...ngat bagus...
Di ruangan disamping ruang guru adalah ruang kepala sekolah. Di dalamnya aku menemukan pak Bagas sedang menggoyangkan pantatnya yang hitam legam dan pahanya yang penuh rambut pada seorang wanita setengah baya berkulit putih bersih; tengah menungging di atas meja kerjanya yang ber-plang nama Tini Gardenia—Kepala Sekolah.

Tini Gardenia
“Gas... Bagas... Trus, gas... Pinter kamu, Bagas... Yang kuat, Bagas... Kontolmu besar sekali... Oooh... Memekku gatel sekali, Gas... Lebih kuat... Trus...” cerocosnya penuh nafsu.
Pak Bagas penuh energi terus memompa penisnya ke kemaluan bu kepala sekolah yang semakin becek. Suara kecipak pertemuan kemaluan keduanya rupanya yang tadi terdengar akrab padaku.

Bagas
“Balik, bu Tini...” perintah pak Bagas setelah dilepasnya penisnya yang hitam berkilauan penuh urat kasar. Bu Tini Gardenia membalik tubuhnya hingga kakinya kini mengangkang di atas meja kerjanya. Beberapa dokumen, kertas, buku dan alat tulis berserakan di lantai tak diperdulikannya. Yang penting penis pak Bagas.
Walaupun sudah terlihat berumur, bu Tini masih terlihat cantik dan menggairahkan. Apalagi perawatan mahal yang dilakukannya banyak membantu penampilannya. Tidak kalah dengan wanita berumur 30-an. Dadanya masih terlihat sekal dan kulitnya masih halus. Ini membuat pak Bagas semakin bersemangat.
Selagi ia kembali memompakan penisnya, ia mengenyoti dada bu Tini dengan gemas. Aerola-nya yang gelap besar masuk habis dikenyot pak Bagas. Bu Tini meraung-raung keenakan, memuji permainan pak Bagas yang hebat.
Tak lama bu Tini berkejat-kejat seperti kesurupan karena orgasme. Otot tubuh mengejang membuat suaranya tercekat dan ambruk ke meja.
Pak Bagas mencabut penis dan mengurut-urutnya perlahan menunggu bu Tini bangkit kembali.
“Nikmat sekali, Gas... Nanti aku kasih hadiah, ya?” kata bu Tini masih berbaring di mejanya.
“Makasih, bu Tini... Tapi saya belum nyampe, bu... Nanggung...” kata pak Bagas berganti melihat wajah bu Tini dan vaginanya yang merah.
Wanita setengah baya itu tersenyum lebar, “Masukin lagi aja... Malam masih panjang...” katanya. Gayung bersambut, pak Bagus menjejalkan penis gemuk panjangnya kembali ke lubang berkedut itu.
Aku tak perlu lama-lama menyaksikan pergumulan bu Tini Gardeni, sang kepala sekolah dan pak Bagas. Dataku sudah lebih dari cukup. Aku bahkan sudah melihat pak Bagas langsung tanpa sehelai benangpun. Aku sudah melihat seluruh detil tubuhnya dan bahkan tau kepribadiannya untuk kupakaikan SHAPE SHIFTING dan MIMIC sekaligus.
--------​
Kuketuk dengan buku tangan jendela kaca kamar bu Yuni dua kali dengan tiga kali interval. Menunggu sebentar lalu terdengar ketukan jawaban dari dalam berupa dua kali ketukan. Kuketuk dua kali juga dan pintu terbuka. Wajah cantik dan putih bu Yuni segera terlihat di balik pintu. Ini adalah kode rahasia yang sudah disepakati bu Yuni dan pak Bagas. Hanya mereka berdua yang tahu. Selain aku...
Aku segera masuk dan mengunci kembali pintunya. Bu Yuni terheran-heran melihatku. Wujudku kali ini adalah pak Bagas yang tinggi besar, hitam dan berkumis tebal.
“Ada apa, bang Bagas... Bukannya seharusnya besok malam?” tanya bu Yuni bingung.
“Selamat ulang tahun, dik Yuni...” bisikku lirih sambil menyodorkan sebuah pot kecil berisi bunga Rhododenron berwarna ungu. Kuberikan surprise berupa bunga yang kuembat dari Green House klub tanaman. Ia takjub melihat kejutan ini.
“Makasih, bang Bagas... Bang Bagas, kok tau aku ulang tahun... Aku gak pernah bilang, kan?” bisiknya setelah menerima bunga itu dengan sumringah. Wajahnya berseri-seri.
“Abang, kan fans-nya dik Yuni nomor satu di sekolah ini... Masak ulang tahun idola sendiri tidak tau... Hu-uuhh...” kataku menjawil pipi mulusnya dengan dua tangan.
“Iih, abang... Makasih, ya?” katanya memeluk perutku. Tubuhnya yang mungil, kepalanya hanya mencapai dadaku. Kukecup ubun-ubunnya seperti yang dia suka.
Lalu dengan mudah kurengkuh tubuhnya kepelukanku, kuangkat tubuhnya dan kucium bibir mungilnya. Bu Yuni menyambutnya dengan suka cita. Bibir tebal hitamku juga dikulumnya dengan semangat. Lidah dan ludahku dihisap-hisapnya penuh dahaga. Hot sekali wanita mungil ini.
Dilepaskannya kemejaku dan tanktopnya sendiri. Ia tidak memakai BH sedari tadi. Tangannya segera bermain di dada bidangku yang dipenuhi rambut terkecuali pada bagian puting yang juga hitam legam. Dijilatinya putingku penuh nafsu sambil tangannya mengusap rambut di sekujur badanku.
“Oohh... dik Yuni... Itu enak sekali...” desisku merasakan nikmat yang teramat sangat. Apalagi ia mulai merogoh ke dalam celanaku yang terasa semakin sempit. Ia membukakan sabuk gesperku, kancing celana dan menurunkan restleting. Melompatlah jagoanku ke perutnya. Bergoyang naik turun sampai menyentuh dada kecil 32B-nya.
Kuremas-remas dadanya yang berputing mungil itu sambil juga dipilin-pilin. Ia mulai mengeluh keenakan juga. Tak mau kalah, ia mulai mengocok penisku perlahan.
Uahh... Tangannya lembut sekali dan juga hangat. Penisku semakin mengeras. Bu Yuni turun melatakan lidahnya ke perutku dan akhirnya sampai ke batang penisku yang berpangkal penuh rambut lebat.
Bu Yuni hanya bisa memasukkan kepala penisku ke dalam mulutnya yang mungil. Selebihnya dibantu tangannya mengocok-kocok penis besarku. Disedot-sedotnya kuat kepala penisku dan ditingkahi gelitikan lidahnya di bagian ujung kepala penisku yang semakin merah kebiruan.
“Enak sekali, dik Yuni... Uuhh...” keluhku bergetar saat ia mengulum buah pelirku. Diludahinya batang legam berkilat itu dan dijilatinya kembali sampai rata keseluruhan penisku.
“Gantian, dik Yuni... Dik Yuni yang sedang ulang tahun, kan?” kataku mendorong kepalanya menjauhi penisku yang semakin menegang keras. Ia lalu melepas boxer pink sekaligus CD-nya. Kutuntun ia ke ranjangnya sampai berbaring.
Kuciumi bibirnya kembali dan ia menghisap lidah dan ludahku dengan rakus. Bibir tebalku lalu melata di leher dan dadanya yang berkulit halus. Kontras sekali dengan kulit kasar dan hitamku. Ia bergidik geli kala kumis tebalku bergesekan di kulit mulusnya.
Lidahku bermain dengan puting mungilnya sampai ia harus menggigit tangannya agar tidak menjerit keenakan. Putingnya yang sebelah kuutik-utik dengan jari. Tanganku yang kasar mengelus-elus kulit tubuh dan lengannya yang halus. Bu Yuni bergidik keenakan kuraba-raba pahanya.
Apalagi saat kuelus-elus vagina mungilnya yang mulus tak berambut. Jempolku segera bermain dengan klentitnya yang juga mungil. Kuputar-putar klentitnya hingga lembab sembari aku tetap juga bermain dengan putingnya.
Bu Yuni kini menggunakan kedua tangannya untuk membungkam mulutnya. Ia sangat keenakan hingga beberapa kali mendesah. Bergelinjang-gelinjang tubuhnya liar merasakan payudara dan vagina mungilnya kupermainkan. Vaginanya semakin basah dan membengkak.
“Akhh!” serunya tertahan dan ditahannya dengan menggigit bahuku. Kedua tangannya mencengkram lenganku dan tubuhnya berkelojotan karena orgasme hanya dengan perlakuan jariku.
Kubiarkan tubuh mungilnya ambruk di ranjang dan kulebarkan pahanya yang lemas. Vagina indah mungil berwarna pink tua ini sangat lembab. Lidahku segera terjulur untuk menikmatinya. Nafasku yang panas yang terlebih dahulu menyembur dari hidung ke bukaan kemaluan itu.
Lidah tebalku menyeruak masuk lubang sempit itu hingga hidung besarku dan kumisku menggelitik klentit bu Yuni dengan kasar. Pinggulnya berayun liar ke kanan dan kiri menikmati oral yang kuberikan. Bu Yuni menggigit sprai ranjangnya yang awut-awutan. Tangannya mencengkram rambutku yang pendek. Dijambaknya hingga kulit kepalaku ikut terangkat, menandakan betapa tak terperi nikmat yang kini dirasakannya.
Jari tengahku kini yang mendapat giliran, masuk merangsek ke dalam liang sempit itu. Bu Yuni memiringkan tubuhnya ke kiri sambil mendekap dadanya. Perutnya menegang. Kukembalikan posisi tubuhnya agar lurus di depanku, paha terbentang lebar, vagina tertusuk jari tengahku yang gemuk.
Ia mengangkat pantatnya begitu aku mulai menarik jariku keluar masuk. Bahkan kutambah dengan jilatan menyentil pada klentitnya yang mungil merah muda. Sudah tak karuan pergerakan bu Yuni kali ini. Kepalanya menggeleng kanan kiri masih menggigit sprai. Tangan meremas rambut pendekku.
Dan akhirnya ia orgasme kembali. Pahanya menjepit kepalaku dengan kuat seperti juga jepitan liang senggamanya pada jari tengahku yang terasa panas dan basah.
Hentakan tubuhnya terhenti dan pahanya membuka lebar kembali tak berdaya. Dada mungilnya naik turun menandakan kalau ia masih ada di dunia ini. Merasakan sisa-sisa kenikmatan ulang tahun yang kuberikan.
Bu Yuni tak sanggup protes kala kugesekkan kepala penisku yang besar di belahan daging vaginanya. Kutekan-tekan perlahan lalu kugesek lagi agar ia semakin rileks karena memang ukuran penisku sangat besar dan sepertinya tidak akan muat di dalam vagina mungil guru bahasa Inggris ini.
Kupegangi kedua lututnya kala kepala penisku mulai tenggelam ke dalam lubang sempitnya. Bu Yuni tak bersuara walau mulutnya menganga lebar. Mengambil nafas pendek-pendek.
Pelan-pelan kutekan pantatku maju lalu mundur. Kehangatan dan katupan ketat vagina bu Yuni yang hanya bisa kurasakan saat ini. Dan kelamaan, makin dalam penisku meluncur masuk hingga akhirnya perutku bisa menyentuh lututnya.
Itu artinya seluruh penisku yang panjangnya 20 cm itu bisa amblas semua ke dalam vagina mungil bu Yuni. Mentok melengkung sampai terasa menyentuh suatu bantalan lembut di dalam sana. Bu Yuni mencengkram lututnya sendiri untuk melebarkan kakinya dengan mata terpejam.
“Bang Bagas... Trus, bang... trus, bang...”
Aku mulai menggoyangkan pantatku. Maju mundur perlahan saja. Katupan erat vagina bu Yuni sangat yahud. Panas dan menggigit erat. Untung saja di dalam ini cukup basah sehingga gesekan berpelumas ini relatif lancar.
“Dik Yuni... Memekmu enak banget... Aku harus menjadikanmu istriku... Oohh... Mmm... Seret banget...” keluhku merasakan kenikmatan maksimal ini.
“Terus, bang Bagas! Kapan kau... menceraikan istrimu itu... Oohh...” desah bu Yuni juga. “Aku... sudah tidak... sabar jadi istrimu... Kontolmu enak banget... Oohh...”
“Secepatnya... secepatnya, dik... Aku sudah mau keluarrhh...” keluhku menahan agar tidak cepat-cepat selesai. Kucabut penisku segera.
“Di dalam aja, bang... Gak pa-pa aku hamil...” kata bu Yuni rela makin melebarkan kakinya agar aku masuk kembali.
“Gak pa-pa, dik Yuni?” girangku. Memang lebih enak kalau ngecrot di dalam vagina, toh.
“Iya, bang... Crotkan aja di dalam...” kata bu Yuni pasrah.
“Kalau gitu... dik Yuni nungging, yah...” kataku perlahan. Ia patuh dan membalik badannya. Menungging tinggi dan membenamkan kepalanya di bantal. Siap sedia menerima sperma bang Bagas pujaan hatinya.
Kususupkan kembali penisku dengan bantuan jariku yang melebarkan belahan pantatnya. Penis CHARM-ku meluncur sudah masuk sempurna. Bergetar tubuh mungilnya menerima terjangan penis CHARM-ku ini.
Benar! Aku sudah berubah menjadi CHARM untuk mengambil CORE istimewa milik bu Yuni yang berulang tahun dini hari ini.
Kugoyang-goyang pelan penisku di dalam kemaluan bu Yuni. Merasakan rangsangannya dan mencoba mengingat pemicu TRIGGENCE-ku, Carrie.
“Bang Bagas... Enak banget... Trus, bang... Aaaahhh...!” jeritnya tertahan.
“Dik Yuni... Selamat ulang tahun...” kataku lirih. CROOOTTTZZZ.... CROooottz...
Sperma TRIGGENCE melimpah memenuhi vagina dan rahim bu Yuni. Ia juga berkelojotan di atas ranjang merasakan kenikmatan super dahsyat yang disebabkan proses misterius ini. Tubuhnya ambruk tak berdaya menyebabkan penis CHARM-ku lepas dalam keadaan kering.
Tak lama berkas sinar itu menyusup keluar dari bukaan sempit vagina bu Yuni. Mengambang di udara, menunggu untuk dipungut pemilik barunya: Aku.
Bentuk INITIATE FORM CORE istimewa ini seperti kristal dua buah sayap berwarna hitam. Lalu di pikiranku muncul gambaran seorang wanita berpakaian balerina berwarna hitam, sayap hitam dan sepatu balet hitam. Ini bentuk SUB-HUMAN FORM-nya. Kemudian terlihat bentuk CREATURE FORM berupa seekor angsa besar bermahkota dan berbulu hitam mengkilat. Dengan begini bisa langsung kuberi nama BLACK SWAN.

Black Swan
Kusimpan kristal itu segera untuk nantinya kucari tahu apa saja kemampuannya. Kuubah diriku menjadi pak Bagas kembali. Kucoba cumbui kembali bu Yuni yang rebah. Ternyata ia tidur lelap kelelahan. Sudah jam 3:15 dini hari. Aku sebaiknya menyingkir dari sini secepatnya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd