Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pengalaman terjebak dalam pengkhianatan

Status
Please reply by conversation.
Sebelumnya Mirsa yang terprovokasi omongan Fino, mulai curiga pada suaminya yang bekerja jauh darinya. Pagi hingga siang dia habiskan dengan mengirim wa dan mencoba menelpon suaminya tersebut. Tapi hasilnya sia-sia.

Percuma saja, pikirku. Dugaan-dugaan mengerikan berseliweran dalam pikiranku. Jangan-jangan dia sekarang sedang tidur nyenyak dalam pelukan wanita lain. Yang entah itu pelacur atau teman kerjanya, selingkuhannya. Aku tak bisa lagi percaya pada dia. Mulai saat ini aku rasa aku tak bisa mempercayainya.
Saking lelahnya aku berpikir, aku tertidur. Aku terbangun karena suara getaran hp dilantai kamar.
Fino menelpon. Aku jawab.
"Napa Fin?" Tanyaku tanpa berbasa basi.
"Lagi apa?" Tanyanya
"Tidur siang." Jawabku singkat. Dan ingin mengakhiri panggilan itu. "Day ya Fin, kalau gak penting ku matiin."
"Eeehhh....sebentar lah Mir."
"Iya cepetan mau ngomong apa? Aku lagi malas ngomong."
"Kamu baik-baik saja kan?" Pertanyaannya membuatku kesal.
"Kalau gak baik aku gak bisa ngomong kayak gini." Jawabku
"Aku cuma khawatir aja Mir. Aku merasa bersalah udah ngomong macam-macam. Takut kamu kepikiran."
"Oh, gak apa-apa Fin. Mungkin yang kami omongin ada benarnya." Jawabku.
"Serius Mir. Aku gak mau gara-gara omonganku kamu jadi mikir yang tidak-tidak sama suamimu."
"Tapi, omonganmu buat aku mikir lagi dan mikir lagi tentang hubungan kami Fin. Rasanya semua yang kami miliki sekarang memang udah hambar."
"Hambar gimana Mir? Bukannya kamu baik-baik saja dengan suamimu?!" Fino menyelidik secara halus.
"Iya baik-baik saja. Cuma ya seperti bersama cuma karena harus bersama. Gimana ya menjelaskannya. Aku juga gak ngerti. Aku merasa sikapnya sudah berbeda padaku. Dia tak sayang lagi padaku. Dulu, dia sering peluk aku. Dan pelukannya itu bikin aku nyaman dan merasa dicinta. Sekarang tuh gak Fin. Dia jarang banget meluk aku. Kalau meluk pun cuma seperti formalitas doang." Aku bercerita padanya tanpa kusadari itu adalah privasi rumah tanggaku.
"Soal hubungan kalian gimana? Seks gitu."
"Ya itu ngelakuin kalau kami bersama."
"Perasaanmu waktu ngelakuin gimana?" Tanyanya lagi.
"Ya gitulah." Aku mulai malas bicara kalau sudah bahas hal ini.
"Gini Mir. Biasanya kan kalau ada perasaan cinta sayang, pas ML nya juga jadi bahagia, trus ngerasa senang gitu. Nah kamu ngerasa gimana?" Tanya Fino penuh selidik.
"Fin, udah ya Fin. Aku gak mau bahas soal itu. Itu privasiku." Aku menutup telpon Fino begitu selesai mengatakan itu.
Hubungan seks, hal itu sekarang menambah pikiranku. Apakah suamiku sudah tak cinta padaku. Dulu, setiap kali ML suamiku sangat bergairah. Kami mencoba bermacam gaya atau permainan-permainan atau seks biasa saja tapi setiap sentuhannya terasa hangat dan penuh cinta. Kini, hubungan seks terasa hanya sebagai kegiatan rutin yang harus dilakukan ketika bersama. Tak ada belaian sayang yang membuatku bersemangat dan merasa senang ketika ML. Aku sampai hafal urutan ML formalitas sekarang. Pertama, aku harus oral penis suamiku hingga dia bilang sudah cukup, lalu, dia pun penetrasi dan selesai. Begitu saja.
Pernah aku bercerita soal seks dengan memijat dulu pasangan berharap dia mengerti keinginanku, tapi dia malah menyuruhku mencari pasangan 3some supaya orang itu memijatku sebelum ML.
Aku mulai curiga suamiku memang tidak lagi mencintaiku. Dia hanya menganggapku pemuas nafsunya saja. Dia tak pernah memikirkan perasaanku lagi. Dan tak pernah berusaha membahagiakanku. Pikir saja, suami mana yang bisa-bisanya menyuruh istrinya mencari pasangan untuk ML saat dia curhat tentang keinginannya.
 
Pelit amat updatenya sis. Tapi mudah2 an langsung double update nih ;)
 
Ssi nya hebat si fino hahaha...ilmu ssi nich,wajib dipelajari...😝
 
"Aku otw ke camp mu."
Pesan wa dari Fino yang membuatku terloncat dan segera mengambil handuk pergi ke kamar mandi.
Kalau Fino kesini, mesti Bang Adit dan Bang Miko juga ikut pulang.
Aku mandi dan mengucek pakaian ku secepat mungkin. Setelah mandi aku mencuci piring bekas aku sarapan tadi pagi.
"Ngapain lu kesini Pret? Bukannya kalian mau liat sunset?"
Pertanyaanku tidak terkirim. Cuma centang satu. Dia pasti lagi dijalan makanya tidak ada sinyal, pikirku.
Aku kembali memeriksa wa ku. Berharap suamiku membaca pesanku. Sudah hampir jam 3. Bagaimana bisa suamiku tak bangun-bangun tidur dari kemarin malam. Atau dia sengaja mengabaikan aku?.
Greeeng greeng geregeeeng greeengg greenng...
Suara motor Fino membuatku terkejut.
Memang kampret tu motor. Gak bisa ya suara nya gak cempreng dan heboh sekampung. Huft.
Aku sengaja tak membukakan pintu. Fino menggedor-gedor memanggil namaku. Dia sendirian. Tak ada bang Miko dan Bang Adit.
"Mirsa, bukain pintu dong. Capek tau sejam diatas motor, panas."
Dia akhirnya mengirim wa padaku.
Aku mengambil tas, jaket dan topiku. Membuka pintu lalu menguncinya lagi dari luar.
"Koq dikunci lagi Mir?" Tanya Fino kebingungan.
"Panas kan? Sama. Aku juga. Ayo ke cafe simpang sana. Nyari es sama cemilan. Atau ke indomaret ujung jalan." Jawabku sambil berjalan ke motornya.
"Pakai motormu aja Mir. Motorku kayak gitu. Aku takut." Fino masih berdiri didepan pintu dengan planga plongo seperti orang bodoh.
Motor Fino cuma punya tempat duduk kecil dengan bagian belakang lebih tinggi daripada tempat duduk bagian depan.
"Boncengan cewek lain lu gak takut Fin." Aku berkata sambil mendorong motorku keluar garasi.
Fino lalu mengambil alih motor dan kami berangkat menuju cafe.
"Cewek lain pantatnya gak besar kayak kamu. Lagian aku gak ngerasa gimana-gimana kalau dadanya gak sengaja nempel dipunggungku. Beda Mir sama kamu. Kamu istri orang. Nyetrum." Jawab Fino sambil tertawa.
"Idih kampret. Kamu merhatiin pantatku." Aku menjitak kepalanya.
"Eh, sakit tau."
Kami sampai di cafe, memesan minuman dan makanan. Fino tidak pernah merokok di depanku. Tapi dia punya banyak permen. Dia mengeluarkan stock permen dari daypack nya.
"Aku mau pamer foto." Katanya sambil makan permen.
"Aku ogah liat." Kataku acuh sambil pergi ke dekat kasir cafe, mengambil beberapa kue kacang kesukaanku disini.
"Ih kue itu lagi. Eh, sini liat sunrise nya. Bagus. Ini belum aku post di mana pun. Kamu beruntung bisa liat." Fino menunjukkan foto dari layar kameranya.
"Be aja. Suamiku bisa foto lebih bagus." Jawabku sambil minum es teh manisku.
Fino memandangku, mungkin lebih tepatnya menatapku.
"Napa? Gak terima gue gak mau lihat?" Aku merasa risih dengan tatapannya.
"Gak lah Mir. Hak kamu lah kalau gak mau lihat."
"Trus kenapa liat aku kayak gitu?" Tanyaku.
"Gak boleh apa? Aku tuh kasian sama kamu." Jawabnya.
"Kasian kenapa?" Aku bertanya tidak mengerti.
"Kamu berlindung dibalik hubunganmu yang sebenarnya cuma kamu banggakan dimulut. Kenyataannya, belum tentu suamimu juga mencintai dan membanggakanmu." Jawabnya.
 
mantap hu ceritanya, cepat updatenya supaya ga bosan penunggu yg dah setia nunggu, jadi bisa ttp ikutin sensasi dari alurnya
 
Bimabet
Beberapa pekerja lokal dan kenalan kami disana menghampiri meja kami dan bergabung ngobrol.
Syukurlah ucapku dalam hati. Aku tak harus membahas pernyataan Fino tadi. Hatiku sedang tidak nyaman untuk membahas semua hal yang menyangkut suamiku.
Mulai sore, cafe mulai ramai dengan anak-anak remaja yang sibuk main game. Cafe ini menyediakan wifi. Tapi tidak seperti di kota yang wifi nya gratis, disini kita harus beli voucher wifi mulai dari 2 jam seharga 5000. Sinyal tidak bagus di cafe ini, aku bahkan tidak bisa mengirim pesan wa. Aku malas ikut ngobrol dengan para lelaki. Hanya aku yang perempuan di meja ini. Agaknya Fino mengerti ketidaknyamananku. Dia segera menghabiskan kopinya lalu ke meja kasir.
"Abang, abang, udah saya bayar ya semua. Kami pamit dulu sudah sore." Katanya begitu kembali ke meja.
"Ayo Mir. Nanti dicari bang Miko. Udah jam 5 ni." Ajaknya pulang.
Aku berbasa basi pamit pada yang lain dan menyusul Fino ke halaman cafe.
"Mati kalau bang Miko dan Adit tau kita berdua ke cafe." Kata Fino sambil memutar motor. "Ayo Mir cepat."
Sepanjang jalan aku sengaja diam saja. Perkataan Fino pun tak ku jawab. Aku berpura-pura tak mendengar saja. Debu pasir beterbangan karena angin sore. Dan bunyi deburan ombak mulai terdengar. Hampir sampai camp. Hari juga sudah gelap. Kami sampai di camp setelah hampir setengah jam perjalanan. Tempat ini mulai membuatku bosan. Aku rindu keramaian kota. Rindu kenyaman disana.
Aku membuka pintu dan masuk ke dalam. Mencuci muka, tangan dan kakiku. Ketika aku kembali ke ruang tamu, Fino sedang merokok di teras.
Aku mengecek wa ku. Ada wa dari suamiku. Dia bilang dia tidur baru bangun dan sekarang mau cari makan.
Sudah ku duga. Jawaban yang hampir sama setiap hari. Kalau tidak kerja ya tidur. Bohong atau memang seperti itu aku pun tak tau.
"Mir, aku minta air minum." Teriak Fino dari teras.
Aku mengambilkan air minum kemasan gelas dan menghampirinya.
"Ini Fin." Aku memberinya air dan sedotan.
"Duduk sini lah Mir." Katanya, "Aku udah gak ngerokok lagi." Dia melempar puntung rokoknya ke halaman.
"Dimarahin bang Miko nanti. Buang puntung rokok sembarangan." Protesku.
"Cuma satu, dan sekali ini koq." Jawabnya tapi sambil berjalan ke arah putung itu lalu membuang nya ke tumpukan sampah dipojokan halaman.
"Hah...masih punya rasa takut ya rupanya." Ledekku sambil tertawa.
"Ya iyalah. Aku takut lah. Kalau dia melapor macam-macam ke Bang Aan, habis lah aku." Jawabnya masam.
"Eh iya, bang Aan siapa mu sih?" Tanyaku penasaran.
"Teman. Tapi dia angkat aku adik." Jawabnya singkat.
"Oh, koq bisa temanan? Kamu kan masih 20an sedang dia udah 50an gitu." Tanyaku lagi.
"Emang temanan mesti sama umur? Huh kamu Mir." Dia kemudian mamandangku. "Jangan bilang-bilang tadi kita berdua saja ke cafe. Nanti bang Miko marah. Kemarin dia ngomong ke aku, nyindir ngancam, aku suka dekati istri orang mau diadukan ke bang Aan." Katanya kemudian.
"Ok. Santuy lah. Tapi kenapa tadi siang kesini? Bang Miko sama Bang Adit gak tanya?"
"Tanya. Aku bilang sakit perut mau nyari obat ke indomaret. Ntar aku bilang abis beli obat kesini numpang istirahat." Jawabnya.
"Trus kenapa kesini? Cewek yang kamu bonceng ke pantai tadi pagi pulangnya gimana?" Tanyaku lagi.
"Ada pacarnya datang. Dia pacarnya Robi. Yang bantuin aku sama bang Adit disana. Ntar aku kenalin kalau ketemu kamu."
"Ngapain kenalan. Gak penting. Aku mau pulang besok atau lusa. Mulai stress disini. Nanti baru kesini lagi."
"Kangen suami?" Tanyanya
"Kangen anak terus mau ke tempat suamiku beberapa hari. Seminggu lagi lah aku kembali kesini." Jawabku.
"Mir, kamu bahagia sama suamimu?"
"Bahagia."
"Jawab yang jujur."
"Iya Fin. Mungkin. Aku masih merasa bahagia. Entah dia." Aku terdiam. "Fin, laki-laki itu bisa bosan ya sama pasangannya?" Tanyaku
"Bisa." Jawabnya singkat.
"Kalau bosan trus apa?"
"Hemmm...ya macam-macam. Bisa nyari yang baru atau bisa cuma berimajinasi. Tergantung kesempatan."
"Ih jahat ya laki-laki." Kataku dengan penuh kesal membayangkan suamiku.
"Perempuan juga sama Mir. Banyak koq yang berkhianat atau cuma nyari senang doang." Timpalnya.
"Gimana, gimana? Maksudnya apaan?" Tanyaku.
Fino mulai bercerita tentang pekerjaan sampingannya sebagai seorang tukang pijat. Tapi khusus untuk para tante-tante dan bahkan masih sangat muda.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd