Sebelumnya Mirsa yang terprovokasi omongan Fino, mulai curiga pada suaminya yang bekerja jauh darinya. Pagi hingga siang dia habiskan dengan mengirim wa dan mencoba menelpon suaminya tersebut. Tapi hasilnya sia-sia.
Percuma saja, pikirku. Dugaan-dugaan mengerikan berseliweran dalam pikiranku. Jangan-jangan dia sekarang sedang tidur nyenyak dalam pelukan wanita lain. Yang entah itu pelacur atau teman kerjanya, selingkuhannya. Aku tak bisa lagi percaya pada dia. Mulai saat ini aku rasa aku tak bisa mempercayainya.
Saking lelahnya aku berpikir, aku tertidur. Aku terbangun karena suara getaran hp dilantai kamar.
Fino menelpon. Aku jawab.
"Napa Fin?" Tanyaku tanpa berbasa basi.
"Lagi apa?" Tanyanya
"Tidur siang." Jawabku singkat. Dan ingin mengakhiri panggilan itu. "Day ya Fin, kalau gak penting ku matiin."
"Eeehhh....sebentar lah Mir."
"Iya cepetan mau ngomong apa? Aku lagi malas ngomong."
"Kamu baik-baik saja kan?" Pertanyaannya membuatku kesal.
"Kalau gak baik aku gak bisa ngomong kayak gini." Jawabku
"Aku cuma khawatir aja Mir. Aku merasa bersalah udah ngomong macam-macam. Takut kamu kepikiran."
"Oh, gak apa-apa Fin. Mungkin yang kami omongin ada benarnya." Jawabku.
"Serius Mir. Aku gak mau gara-gara omonganku kamu jadi mikir yang tidak-tidak sama suamimu."
"Tapi, omonganmu buat aku mikir lagi dan mikir lagi tentang hubungan kami Fin. Rasanya semua yang kami miliki sekarang memang udah hambar."
"Hambar gimana Mir? Bukannya kamu baik-baik saja dengan suamimu?!" Fino menyelidik secara halus.
"Iya baik-baik saja. Cuma ya seperti bersama cuma karena harus bersama. Gimana ya menjelaskannya. Aku juga gak ngerti. Aku merasa sikapnya sudah berbeda padaku. Dia tak sayang lagi padaku. Dulu, dia sering peluk aku. Dan pelukannya itu bikin aku nyaman dan merasa dicinta. Sekarang tuh gak Fin. Dia jarang banget meluk aku. Kalau meluk pun cuma seperti formalitas doang." Aku bercerita padanya tanpa kusadari itu adalah privasi rumah tanggaku.
"Soal hubungan kalian gimana? Seks gitu."
"Ya itu ngelakuin kalau kami bersama."
"Perasaanmu waktu ngelakuin gimana?" Tanyanya lagi.
"Ya gitulah." Aku mulai malas bicara kalau sudah bahas hal ini.
"Gini Mir. Biasanya kan kalau ada perasaan cinta sayang, pas ML nya juga jadi bahagia, trus ngerasa senang gitu. Nah kamu ngerasa gimana?" Tanya Fino penuh selidik.
"Fin, udah ya Fin. Aku gak mau bahas soal itu. Itu privasiku." Aku menutup telpon Fino begitu selesai mengatakan itu.
Hubungan seks, hal itu sekarang menambah pikiranku. Apakah suamiku sudah tak cinta padaku. Dulu, setiap kali ML suamiku sangat bergairah. Kami mencoba bermacam gaya atau permainan-permainan atau seks biasa saja tapi setiap sentuhannya terasa hangat dan penuh cinta. Kini, hubungan seks terasa hanya sebagai kegiatan rutin yang harus dilakukan ketika bersama. Tak ada belaian sayang yang membuatku bersemangat dan merasa senang ketika ML. Aku sampai hafal urutan ML formalitas sekarang. Pertama, aku harus oral penis suamiku hingga dia bilang sudah cukup, lalu, dia pun penetrasi dan selesai. Begitu saja.
Pernah aku bercerita soal seks dengan memijat dulu pasangan berharap dia mengerti keinginanku, tapi dia malah menyuruhku mencari pasangan 3some supaya orang itu memijatku sebelum ML.
Aku mulai curiga suamiku memang tidak lagi mencintaiku. Dia hanya menganggapku pemuas nafsunya saja. Dia tak pernah memikirkan perasaanku lagi. Dan tak pernah berusaha membahagiakanku. Pikir saja, suami mana yang bisa-bisanya menyuruh istrinya mencari pasangan untuk ML saat dia curhat tentang keinginannya.