PART 7.2 (Shani POV)
"Kamu waktu itu juga sengaja kan?" Tanyaku balik.
"Waktu itu?" Dia bingung.
"Kamu mergokin aku ngintip kamu, reaksinya aneh..." Jelasku.
Astaga. Dia inget! Aku malu!
"Ya... Ya nggak... Nggak aneh lah, aku berusaha tenang karena kalo aku teriak Gracia...
DEG...
Dia menarik wajahku dan mencium lagi bibirku, aku berusaha menahannya tapi dia lebih kuat. Akhirnya aku melemah dan membalas ciumannya. Kami saling pangut tapi kemudian terlepas lagi, pangut lagi, begitu terus...
"Ci Shani!" Panggil Gracia.
"Nggak bisa gini, Yov..."
Bayangan Gracia tiba-tiba muncul...
"Kenapa lagi sih, Shan?" Dia mulai jengkel.
"Aku keinget Gracia terus. Setiap sentuhan kamu itu bikin aku inget Gracia. Nggak- Nggak bisa!"
"Jadi?"
"Maaf-
"Udah gausah perduliin Gracia! Sekarang aku nafsunya sama kamu!" Nafasnya berat.
DEG...
"Kamu ternyata begini ya?"
"Apa?"
Dia masih bisa bilang apa?
"Bejat! Keluar dari sini!" Aku gemetar marah.
"Keluar aku bilang!" Aku naik sedikit berkaca.
"Jangan pikir semua cewek gampang kamu ajak buat begituan ya!" Teriakku.
Dia pergi dengan perasaan kesal mungkin. Aku membanting pintu dan menangis...
Sudah kedua kalinya aku menangis seperti ini...
Aku nggak tahan lagi berada diantara mereka!
Gelap...
"Ci, aku lagi seneng dong!" Gracia menghampiriku.
"Kenapa?" Aku menatapnya.
Gracia menjelaskan bahwa besok orang yang di tunggunya datang. Yap, dia Yovie. Gracia benar-benar senang, aku malah sedih. Apa sih yang bikin Gracia jadi begini? Padahal jelas-jelas Yovienya malah menghilang gatau kemana sejak itu...
***
Aku dan Yovie berteduh di depan sebuah toko karena hujan cukup deras hari itu...
"Kamu mau kemana?" Tanyaku.
"Kemana kaki melangkah aja..." Jawabnya tersenyum.
"Loh kok gitu?" Aku bingung.
"Ya tadinya mau keluar, hari ini Gracia lagi sibuk bantu-bantu mamanya. Aku bosen..."
Hari ini terasa lebih dingin dari kemaren. Badanku bergetar sedikit tiba-tiba hangat. Aku menoleh dia memasangkan mantelnya di tubuhku, aku melongo...
"Biar kamu nggak dingin..." Dia tenang.
"Hujan disini sama hujan di Indonesia beda ya... Lebih dingin..." Dia mengusap-usap kedua telapak tangannya.
Aku tertawa,
"Apa kabar Indonesia sekarang?"
"Maksudnya?"
"Aku dari umur tujuh belas tahun udah disini. Sampe sekarang...
...Udah sepuluh tahun aku disini..." Jelasku.
Dia tiba-tiba diam.
"Emang kenapa kamu nggak balik ke Indonesia?"
DEG...
Karena disana... Aku kehilangan sesuatu yang berharga...
"Eh, udah lumayan reda nih. Temenin aku minum coklat panas yuk..."
Aku nggak mau menjawab pertanyaannya, menarik tangannya mengajak ke kedai kopi dekat situ.
Yovie menahanku, "Tunggu Shan..."
Dia menarik mantelnya dari tubuhku lalu merangkulku dan menjadikan mantel itu peneduh kami melewati rintik hujan.
Entah kenapa saat itu aku hatiku jadi deg-degan...
***
Aku mengajak Gracia bertemu, aku tau Gracia yang di maksud Yovie adalah Gracia sahabatku. Adikku. Itu dia datang dengan ceria seperti biasa, walau mungkin masalahnya sangat berat...
"Kenapa ci? Tumben tiba-tiba ngajak ketemuan..." Gracia duduk lalu nyengir
"Gapapa, kan udah lama nggak ketemu..." Aku ikutan nyengir.
Kami bertemu sekalian makan siang bersama, aku berusaha basa-basi mengobrol sana-sini sebelum menuju topik permasalahan. Yovie...
"Jadi sekarang seneng dong udah ada yang di tunggu-tunggu..." Aku tersenyum mengejek.
Dia berubah merah, "Apaan sih..."
"Dia menetap disini kan? Nggak pergi lagi?" Tanyaku.
"Mungkin..." Jawab Gracia.
"Kok... Mungkin?" Aku bingung.
"Susah ci, aku sih maunya dia tetep stay disini gausah balik-balik lagi. Tapi...
"Apa?" Potongku.
"Aku gabisa ngapa-ngapain sekarang..." Dia berubah sayu.
Aku nggak ngerti sama Gracia. Dia bisa terus bertahan dalam keadaan kayak gini? Menatapnya sekarang, aku yang emosi. Seperti apa sih? Sampe Gracia begini...
"Aku... Aku mau marah, tapi aku nggak bisa..." Bisiknya.
"Aku udah cinta sama dia, nggak perduli gimana keadaannya. Bisa bareng sama dia aja aku udah seneng..." Lanjutnya.
Aku udah nggak tahan!
"Ajak dia ke Flat aku besok! Aku mau ngomong sama dia!" Aku naik.
"Gausah ci, buat apa?" Dia menatapku.
"Aku cuman mau ngebelain kamu. Kamu di telantarin begini sampe sekarang! Sampe ada Gio!"
"Please ci, aku gapapa..."
Aku menggeleng. Benar-benar nggak mengerti sama Gracia...
"Aku cuman mau ngerti masalah kalian serumit apa sih? Cuman itu, Gee..." Aku menyakinkannya.
Dia diam seperti berpikir... Lalu mengangguk...
***
Gracia menangis, "Aku gabisa ci. Aku gabisa marah sama dia! Aku kecewa waktu dia bahkan nggak nyusul aku ke bandara buat terakhir kalinya!"
"Saat itu posisi aku sulit, Shan! Orang tua aku meninggal kecelakaan sementara adik aku... Hamil..." Jelas Yovie sedikit bergetar.
Gelap...
"Ssshhh..."
Aku reflek mendesah saat Yovie turun menciumi leherku, dia berusaha menarik bajuku. Dengan cepat aku menahan tangannya...
"Please, jangan sekarang..." Aku menatapnya sayu.
Sekarang aku gatau harus gimana...
Disatu sisi aku mulai suka sama Yovie, tapi disisi lain aku nggak mau buat Gracia kecewa untuk kedua kalinya. Kenapa aku harus ada disini sekarang?
KENAPA?!
Mengingat semua hal itu membuat aku menangis...
Tapi, aku harus menyadarkan Yovie bahwa yang di lakukannya salah. Dengan apa caranya?
BERSAMBUNG...
Ehehehe gomen ya gaada SSnya. Mau bikin bingung dulu WKWKWKW enjoy the story! (?)
Next Part.