update lanjutan
"Pangerannnn....!!!" hampir semuanya berteriak ketika mereka melihat di atas dinding beteng sebelah kanan tiba tiba muncul Pangeran Pati Unus yang lalu dengan ringannya melompat turun dan mendarat beberapa langkah dari kerumunan para pembesar itu.
"Maaf aku tak bermaksud mengejutkan kalian semua tapi telingaku tiba tiba saja tergelitik saat Ki Tumenggung Wandubaya hendak melaksanakan hukuman buat Adimas Wirasaloka" ujar Pangeran yang bakal mewarisi kedudukan ayahandanya di demak bintoro itu.
Semua orang tiba tiba saja terdiam, sebelum Pangeran Pati unus melanjutkan bicaranya
"Tapi terus terang saja meski aku panglima tertinggi wiratamtama demak di bawah ayahanda adipati demak sendiri, aku sama sekali takkan berpihak pada salah satu dari kalian baik tumenggung wandubaya maupun adimas wirasaloka, namun sebelum itu aku ingin tau sebagaimana kalian semua kenapa adimas wirasaloka selama ini selalu pergi muncul tanpa pesan apapun untuk di ketahui sehingga sikapnya terasa menggelitik"
"Maaf pangeran hal itu memang menjadi salah satu alasan kedatangan hamba pagi ini bersama lintang kinasih" jawab wirasaloka sambil menatap dan menggenggam tangan Lintang kinasih yang juga membalas erat genggaman tangan itu.
"Sebenarnya penjelasan ini nanti akan saya batasi untuk di sampaikan pada kakang gede banyubiru saja namun jika pangeran menghendaki penjelasan itu juga tentunya saya akan merasa berlega hati" ujar wirasaloka melanjutkan
"Sudahlah jangan bertele tele, katakan saja penjelasanmu" tukas tumenggung wandubaya kasar.
"Baiklah silahkan adimas wirasaloka kami semua memang ingin mendengar penjelasan darimu langsung" ujar pangeran pati unus.
"Pangeran...bahwa selama ini saya sering pergi tanpa pesan apapun karena terikat waktu untuk pengobatan nimas lintang kinasih yang terluka dalam sangat parah, sebagaimana kehendak kanjeng adipati suradipa sebelumnya bahwa tugas untuk menghentikan sepak terjang sepasang pendekar pedang setan memang menjadi tanggung jawab saya, saat itu ternyata bahwa hamba tak bisa mengelakkan diri karena kemampuan yang sangat tinggi dari sepasang pendekar itu hamba tak bisa menangkap hidup hidup, saat itu jaka kumbara tewas dan lintang kinasih terluka parah, dan saya memutuskan untuk mengobati lintang kinasih meski hanya bisa saya lakukan saat malam hari saja" jelas wirasaloka
"Tapi kenapa tak melaporkan dulu kalo mau mengobatinya" sahut tumenggung wandubaya
"Waktu yang kubutuhkan saat itu sangat tipis ki tumenggung lagipula hampir setiap orang di sayap kiri sibuk dalam pertempuran dengan lawan masing masing"
"Nah setelah mendengar penjelasan dari adimas wirasaloka aku tergelitik dengan perasaanku sendiri, adimas apakah kau memiliki pamrih pribadi dengan wanita itu sebagaimana kau sebut tadi wanita itu adalah salah satu dari sepasang pendekar pedang setan" bertanya pangeran pati unus.
"Sebelumnya saya hanya ingin menyelamatkan dirinya saja pangeran, tapi setelah kedekatan kami beberapa waktu memang timbul perasaan ingin bersamanya slalu" ucap wirasaloka terus terang, sekilas membuat rona rona merah di wajah lintang kinasih.
"Paman adipati suradipa, bagaimana menurut paman" kata pangeran pati unus.
"Maaf anakmas pangeran bahwa anakmas wirasaloka berlaku semau sendiri itu memang tidak di benarkan tapi dengan alasan alasannya yang saya kira cukup wajar itu dan apalagi anakmas wirasaloka tak pernah sekalipun ingkar dari tugas tugasnya di sayap kiri yang saya pimpin kesalahan itu sepertinya menjadi kurang berarti, apalagi terus terang saja pangeran kami semua di sayap kiri mengakui kalo anakmas wirasaloka memang menjadi kunci kemenangan sayap kiri dan bahkan berpengaruh besar terhadap hasil keseluruhan" jelas adipati suradipa
"Baiklah paman adipati trimakasih atas pendapat paman adipati, ki tumenggung bagaimana pendapatmu?" tanya pangeran pati unus pada tumenggung wandubaya.
"Buat hamba kesalahan adalah kesalahan kalo setiap kesalahan meski sekecil apapun slalu di maklumi lama lama akan menjadi duri yang menusuk daging itu sendiri" jawab tumenggung wandubaya lirih.
"Bagus...ki tumenggung agaknya kau memang berniyat perang tanding, nah klo niyatmu seperti itu aku merestui tapi dengan catatan tak ada ilmu pamungkas yang di keluarkan, kalian bisa menilai diri masing masing, aku yakin sebagai prajurit kalian memiliki nalar yang bening karena buatku perang tanding ini sebenarnya tak begitu perlu untuk dilaksanakan" ujar pangeran pati unus sebelum diam sejenak.
"Nah mari kita mulai sekarang semakin cepat semakin baik tapi ingat jangan ada ilmu pamungkas, karena aku tau kalian punya kemampuan untuk itu. Nah marilah kita pergi ke alun alun" kata pangeran pati unus lalu melangkah kembali ke arah istana yang tak jauh dari padanya terdapat lapangan berumput luas yang di gunakan untuk alun alun kotaraja.
Di iringi adipati suradipa di sebelahnya, lalu di belakangnya tumenggung wandubaya berjalan seorang diri, di belakangnya lagi beberapa pembesar setingkat tumenggung dan rangga berjalan berkerumun sambil berkasak kusuk.
Sementara ki ageng banyubiru telah menghampiri lalu berjalan bersama wirasaloka yang bergandengan tangan dengan lintang kinasih.
Beberapa saat ki ageng banyubiru yang telah mengikat persaudaraan dengan wirasaloka itu bercakap cakap sementara lintang kinasih lebih banyak diam dengan pikiran yang tegang.
"Hati hatilah adi, tumenggung wandubaya memiliki sejenis ilmu yang membuatnya seakan bernyawa rangkap" bisik ki ageng
"Rawa rontek maksud kakang gede?"
"Bukan adi tapi ilmu kebal rangkap yang sangat kuat berlapis, mungkin tiga atau lebih ilmu kebal rangkap dari jenis lembu sekilan dan tameng waja yang di timbun"
"Baiklah kakang gede aku akan berhati hati"
"Ingat adi jika sampai kau di kalahkan maka sikap tumenggung itu akan semakin pongah"
Sejenak kemudian mereka sudah sampai di kawasan alun alun.
"Kakang gede tolong temani nimas lintang kinasih sebentar" bisik wirasaloka
"Baik adi biarlah nimas lintang kinasih bersamaku" ujar ki ageng banyubiru sambil tersenyum sementara lintang kinasih seakan akan bertanya pada wirasaloka
"Jangan cemas nimas, beliau ini adalah kakakku ki ageng banyubiru bukankah beberapa waktu lalu aku pernah bercerita padamu" kata wirasaloka sementara lintang kinasih hanya menganggukkan kepalanya pelan.
Sesaat kemudian pangeran pati unus telah memanggil wirasaloka dan tumenggung wandubaya untuk saling berhadapan
Setelah memberikan beberapa pesan, pangeran yang berwibawa itu mempersilahkan keduanya untuk segera melaksanakan perang tanding itu.
"Ingat sekali lagi jangan sampai ada kematian dari salah satu kalian, aku membutuhkan tenaga kalian untuk mengusir orang orang asing yang telah berdatangan memenuhi pesisir utara" ucap pelan pangeran pati unus sebelum meninggalkan keduanya.
"Bersiaplah monyet kecil" geram tumenggung wandubaya
"Jangan banyak mulut banci busuk mulutmu seperti sampah" balas wirasaloka tak kalah kasarnya.
"Bedebah....!!!" Geram tumenggung wandubaya semakin gusar dalam kemarahan.
Sekejap kemudian tumengggung itu telah melibat wirasaloka dengan sebuah serangan tangan cepat yang meninju ke arah muka, namun dalam gerakan yang sangat sangat cepat hampir tak kasat mata wirasaloka berkelit.
Orang orang yang menyaksikan terhenyak dan terpana, mereka tiba tiba saja melihat tumenggung wandubaya terjungkal ke belakang justru pada saat menyerang.
Duarrrr........
Sebuah pukulan keras nan dahsyat memburaikan tanah dan rerumputan hanya berjarak sangat tipis di sebelah kepala tumenggung wandubaya yang membuat mukanya langsung di penuhi tanah dan rumput.
Sementara wirasaloka dengan angkuhnya menatap tajam tumenggung wandubaya yang tertegun sekejap tak percaya apa yang telah terjadi padanya karena tiba tiba saja dia sudah dalam posisi itu.
Akhirnya tumenggung itu ingat ketika barusan tiba tiba saja rambut kepalanya terasa di jambak dan tubuhnya di hempaskan terbanting ke belakang yang membuat tulang punggungnya serasa berpatahan.