Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY MUKTI atau MATI

Bimabet
Update lanjutan


Keesokan paginya ketika fajar telah menyingsing, Wirasaloka dan Dyah Prabasari telah bersiap meninggalkan gua watulima.

Prabasari yang telah kehilangan ilmu seribu bunga yang di milikinya telah sepenuhnya berwujud Prabasari yang semula, Prabasari yang telah memasuki usia paruh baya meskipun guratan kecantikan parasnya masih tetap tampak memikat, dan semakin anggun dengan perut yang membuncit.

"Mari bunda, aku akan menggendong bunda sejenak...!" Kata Wirasaloka sambil membopong tubuh molek wanita yang telah melahirkannya itu.

Prabasari hanya pasrah namun segera tertegun terpana, setelah beberapa saat kemudian dirinya menyadari telah berada di depan pintu gerbang istana kecil Pakubanjaran.

"Kita sudah sampai di rumah kita bunda, dan untuk seterusnya kita akan tetap disini." Kata Wirasaloka lalu menurunkan Prabasari secara perlahan.

Prabasari hanya mengangguk dan tersenyum senang karena akhirnya bisa kembali ke kediaman nya lagi, setelah sebelumnya tak pernah terbayang untuk menjumpai tempat ini lagi.

Baru saja mereka melangkahkan kaki, beberapa prajurit jaga telah berlarian menyambut kedatangan mereka. Lalu prajurit prajurit itu dengan bahagia berjongkok di hadapan kedua junjungan mereka.

"Sudahlah bangkitlah dan tolong sampaikan pada eyang patih jika kami telah kembali." Kata Wirasaloka yang segera dilaksanakan salah seorang diantara prajurit jaga itu, sementara yang lainnya mengiringi Wirasaloka dan Dyah Prabasari memasuki lingkungan istana.

Dari arah berlawanan Patih Jaladara yang di ikuti putranya Jalapaksi, tergopoh-gopoh menyambut kedatangan orang yang selama ini telah di nanti nantikan itu.

"Eyang....!" Ucap Wirasaloka sambil menjurai hormat di depan orang tua yang sangat di hormati itu.

"Paman Patih..!" Kata Prabasari sambil mengikuti apa yang dilakukan oleh Wirasaloka terhadap orang yang sangat di percayai oleh mendiang suaminya itu.

Patih Jaladara yang berusia senja itu tak mampu berucap selain segera memeluk Wirasaloka, lalu berjongkok di hadapan dua orang yang secara aturan adalah pemimpin nya itu.

Jalapaksi yang telah mengetahui Wirasaloka sebenarnya pun tak sungkan berjongkok memberi hormat di ikuti seluruh orang yang mengiringinya. Meskipun kemudian Wirasaloka segera mengajak mereka semua untuk masuk ke dalam pendopo istana.

Hari itu juga Wirasaloka langsung di tetapkan sebagai raja baru di wilayah kerdil pesisir utara yang dahulu merupakan wilayah Kahuripan itu. Apalagi selain putra mahkota yang berhak mewarisi, Wirasaloka juga telah di ketahui memegang keris pusaka mahesa langit peninggalan Prabu Surya Kencana.

Keris yang di tangan Wirasaloka mampu memancarkan pamornya yang berwarna biru kemerahan dan membuat kesan perkasa bagi pemiliknya itu.

Seusai melantik Wirasaloka menjadi penguasa baru, Patih Jaladara segera menyampaikan pesan yang di terimanya dari utusan Demak Bintoro yang di terima dua hari yang telah lampau.

"Jadi aku harus mengikuti jumenengan Kanjeng Adipati Jingbun yang akan di nobatkan jadi raja baru di Jawa Dwipa ini eyang ?" Bertanya Wirasaloka untuk memastikan pesan yang diterimanya itu.

"Begitulah cucunda Prabu. Dan itu akan dilaksanakan pada hari jumat manis yang berarti tiga hari lagi." Jawab Patih Jaladara.

"Baiklah eyang, kalo begitu aku minta pamanda Jalapaksi untuk menjadi teman perjalanan ku." Ujar Wirasaloka seakan langsung membuat perintah untuk pertama kalinya.

"Dengan senang hati anakmas prabu, saya akan mengiringi anakmas dalam perjalanan ke Demak." Sahut Jalapaksi yang duduk di samping Patih Jaladara ayahnya.

Malam harinya hampir seluruh rakyat Pakubanjaran tumpah ruah di alun alun untuk menyaksikan Wirasaloka menyapa mereka sebagai pemimpin baru untuk mereka, untuk kemudian saling bersenang senang menyaksikan beberapa pagelaran ludruk dan tayub untuk memeriahkan kembalinya pemimpin mereka.

Dalam pada itu, setelah menyapa rakyatnya yang penuh suka cita menyambutnya Wirasaloka segera memasuki pesanggrahan Prabasari yang memilih kesatriyan sebagai kediaman barunya.

Sementara itu Prabasari tengah bersolek ketika Wirasaloka mendekati nya lalu memeluk dan mencumbuinya.

"Bunda nampak semakin cantik sekali." Bisik Wirasaloka.

"Apakah kau belum bosan dengan tubuh bundamu nak?" Ucap Prabasari sambil meringis sesekali.

"Kenapa bunda? Apakah bunda merasa sakit ?" Tanya Wirasaloka.

"Anakmu nakal sekali dari tadi nendang nendang terus." Jawab Prabasari sambil bangkit dari duduknya kemudian menghadap Wirasaloka yang lalu segera memeluknya.

Beberapa saat kemudian keduanya telah saling menyatukan bibir dan saling melumati dengan sesekali saling bertaut lidah.

"Anak ini nanti akan jadi pewarisku Prabasari..." Ucap Wirasaloka di sela sela percumbuan mereka.

"Tidak !" Jawab Prabasari tegas.

"Kenapa tidak ?" Kata Wirasaloka.

"Ingat Wira kita bukan suami istri sebenarnya, bagi orang lain anak yang ku kandung ini adalah adikmu dan pewarisku nanti adalah anakmu yang lain dari istrimu yang lain juga." Ujar Prabasari tegas.

"Tapi aku sangat mencintaimu bunda aku tidak mau punya istri yang lain." Kata Wirasaloka sambil melepas dekapannya pada Prabasari.

"Jangan nekad atau aku akan meninggalkanmu." Sahut Prabasari.

"Toh siapapun yang akan menjadi pewaris nantinya tetaplah darah dagingku sendiri tapi yang jelas bukan anak ini, Ki Ageng Sembojan lah yang bilang begitu." Lanjut Prabasari.

"Baiklah Prabasari terserah kamu tapi yang jelas aku telah menganggapmu sebagai istriku." Kata Wirasaloka.

"Iya sayank di tempat ini aku adalah istrimu tapi tidak di luar ini, dan kau sudah sepakat bukan." Ujar Prabasari sementara Wirasaloka hanya mengangguk pelan, lalu kembali merengkuh tubuh Prabasari kemudian mendekapnya dan membopongnya ke atas peraduan.

Prabasari tersenyum lalu mulai melepasi busananya sampai tak bersisa begitu juga dengan wirasaloka,

Prabasari membenamkan kepalanya di dada wirasaloka yang kekar, saat tangan tangan kokoh Wirasaloka dengan liarnya meraba raba tubuh bugilnya. Kemudian merebahkannya dan terus menciuminya.

Keesokan paginya Wirasaloka telah berkeliling di seluruh istana dan sudut lain tepatnya di sisi sebelah samping istana yang lain terdapat istana kaputren yang ternyata masih di diami beberapa wanita yang rata rata justru lebih muda dari bundanya sendiri.

Wirasaloka mengenali mereka sebagai istri istri selir mendiang ayahandanya, yang ternyata sekarang terlihat cukup cantik cantik, dulu sekali Wirasaloka menganggap tak ada wanita yang menandingi kecantikan bundanya.

Setelah beberapa saat menyempatkan diri bercengkrama dengan penghuni kaputren, Wirasaloka segera memasuki istana utama yang di sana telah di tunggu pembesar pembesar yang lain termasuk Patih Jaladara.

Dalam pertemuan itu Wirasaloka memutuskan untuk berangkat ke Demak keesokan paginya selepas fajar. Dan menetapkan beberapa narpacundaka baru untuk mengurusi beberapa hal di dalam maupun luar istana.

Namun begitu sidang selesai Patih Jaladara melihat Wirasaloka masih tampak risau.

"Maaf anakmas prabu apakah masih ada yang perlu di bicarakan lagi?" Tanya sang patih tua yang bijak itu mencoba memahami raja yang masih sangat belia itu.

"Oh tidak eyang tidak, bukankah sidang telah usai ?" Jawab Wirasaloka datar.

"Tapi saya masih melihat kerisauan di hati anakmas prabu ?" Kata Patih Jaladara.

"Eyang saya ingin tau kapankah bulan purnama naik pada bulan kasada?" Tanya Wirasaloka.

"Hari ini adalah hari kedua bulan kasada anakmas, jadi mungkin sekitar dua belas malam lagi purnama akan naik." Jawab sang patih.

"Oh masih ada waktu..." Gumam Wirasaloka amat pelan namun cukup jelas di telinga sang patih.

"Mohon maaf anakmas prabu kalo boleh eyang tau ada apakah di hari yang anakmas maksud itu ?" Kata patih Jaladara.

Wirasaloka yang meskipun telah lama tidak bertemu, namun sangat mempercayai orang sepuh sehingga tak merasa sungkan lagi bercerita tentang seorang brahmana sakti dari Tengger yang mengundangnya untuk mengunjunginya.

Namun Wirasaloka sama sekali tak menceritakan soal Lintang Wangi, yang justru menjadi persoalan utama nya.

"Kalo boleh urun rembuk ngger, eyang menyarankan agar anakmas prabu menuruti kemauan brahmana itu karena barangkali kemudian Angger prabu mendapatkan petunjuk petunjuk yang kelak berguna untuk angger pribadi maupun Pakubanjaran." Tutur sang patih dengan sorot mata yang menerawang.

"Baiklah eyang tapi langkah pertama kita harus berhubungan dengan Demak dulu, bagaimanapun setelah yang terjadi kita tak bisa berkiblat lagi ke Majapahit." Ucap Wirasaloka pelan.

"Pamanda...saya harap besok sebelum fajar semuanya sudah di persiapkan, kita akan berangkat setelah fajar menyingsing." Lanjut Wirasaloka sambil memandang Jalapaksi yang masih duduk di sebelah ayahandanya.

"Baik anakmas semua akan di laksanakan sesuai perintah anakmas prabu." Jawab Jalapaksi.

"Baik terimakasih pamanda, mungkin kita cukupi sidang ini sampai di sini, tapi sewaktu waktu aku akan membutuhkan eyang dan pamanda, mungkin aku akan memanggil eyang atau bisa saja aku yang ke istana kepatihan." Kata Wirasaloka memungkasi ucapannya yang segera di ikuti kedua orang pembesar Pakubanjaran itu dengan menjurai hormat lalu memohon diri.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd