Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY MUKTI atau MATI

Lanjutan maning


Seusai pertemuan itu, Wirasaloka mengajak dua orang narpacundaka yang dulu merupakan kepercayaan ayahandanya, untuk mengiringinya berkeliling di luar lingkungan istana untuk sekedar menyapa rakyatnya dan melihat lihat keadaan bumi kelahirannya yang selama belasan tahun ini Ia tinggalkan.

Barulah ketika matahari mulai terbenam di ufuk barat, Wirasaloka mengajak pengiringnya kembali ke istana.

Istana Pakubanjaran meski tak sebesar dan semegah istana Demak ataupun Majapahit bahkan masih lebih kerdil di banding istana kadipaten Tuban ataupun Blambangan, namun rakyatnya sangat tentram dan damai di kelilingi oleh bukit bukit nan indah dan tanah yang subur karena dekat dengan lembah bengawan.

"Mbokk !!!" Panggil Wirasaloka ketika melihat seorang abdi dalem bagian dapur istana melintas tak jauh dari tempatnya duduk.

"Sendiko dawuh kanjeng." Jawab abdi dalem itu setelah berlari tergopoh-gopoh mendekat.

"Mbok tolong panggilkan Bunda Sariti kemari sekarang." Pinta Wirasaloka seraya menyebut nama salah satu selir dari mendiang ayahandanya yang berparas cukup cantik.

"Sendiko dawuh kanjeng." Jawab abdi dalem itu lalu segera bergegas melaksanakan kemauan junjungannya itu.

Beberapa saat kemudian dari arah belakang, Wirasaloka melihat langkah gemulai mendekatinya.

"Anakmas prabu berkenan memanggil hamba ?" Ucap wanita yang pernah menjadi selir kesukaan ayahandanya dan di anugerahi nama Sariti oleh Prabu Surya Kencana.

"Benar bunda marilah !" Jawab Wirasaloka lalu menggandeng tangan Sariti dan membawanya masuk ke dalam ruang peraduannya.

"Mohon ampun anakmas kalo boleh tau ada apakah kiranya anakmas membawa hamba ke dalem kencono ini ? Adakah hamba berbuat salah ?" Kata Sariti setelah mereka duduk di sebuah kursi panjang kayu jati yang di penuhi sunggingan ukiran nan indah.

Sebagai seorang selir, Sariti sudah paham betul isi dari ruangan kesukaan mendiang Prabu Surya Kencana itu.

"Bunda bukankah bunda telah mengetahui bahwa aku adalah satu satunya pewaris dari mendiang ayahanda. Malam ini aku akan mengambil hak waris itu." Ucap Wirasaloka pelan di sertai senyumnya yang penuh misteri.

"Maksud anakmas bagaimana ?" Tanya Sariti meskipun ia sudah dapat memahami apa yang diinginkan Wirasaloka darinya.

"Maksud saya sudah jelas bunda, malam ini aku ingin bunda beristirahat di sini." Kata Wirasaloka sambil membelai rambut kepala Sariti kemudian membelai dagunya lalu mencium pipinya.

"Tapi anakmas bukankah kau tau bahwa aku ini sudah tua dan barangkali seumuran bundamu Prabasari." Ucap Sariti pelan namun diam tak menolak ketika Wirasaloka semakin merapat padanya dan semakin sering menjamah tubuh nya.

"Apalah arti usia bunda, bukankah ini soal keinginan." Kata Wirasaloka sambil merengkuh dan memeluk sembari menciumi Sariti dengan penuh nafsu birahi.

Hanya beberapa saat kemudian Sariti mulai pasrah ketika satu persatu busana mulai terlepas dari tubuhnya, bahkan ketika Wirasaloka membawanya ke peraduan.

Sariti hanya pasrah ketika kemudian Wirasaloka yang juga sudah tak berbusana menunggangi tubuhnya dan menjejalkan batang pelir yang berukuran sangat besar menurutnya ke dalam lubang tempik miliknya.

Sariti hanya pasrah ketika pada akhirnya Wirasaloka menggumulinya hampir sepanjang malam dan berkali kali membuatnya tepar tak berdaya oleh keperkasaan raja muda yang masih sangat belia itu.

Bahkan Sariti pasrah saat Wirasaloka membolak balikkan tubuhnya seakan tak pernah ada waktu lagi untuk esok hari, sampai kemudian Sariti menyadari bahwa Wirasaloka telah tidak ada di sampingnya ketika keesokan paginya Ia terbangun.

Selepas fajar Wirasaloka dan Jalapaksi yang di iringi beberapa prajurit telah memacu kuda kuda mereka ke arah matahari terbenam. Yang membuat mereka tak perlu mempersoalkan silaunya sang surya.

Setelah seharian berkuda, sampailah Wirasaloka dan rombongannya di istana Demak yang langsung di sambut oleh Pangeran Unus di gerbang manguntur ketika pangeran muda itu mendapat laporan perihal kedatangan rombongan dari Pakubanjaran.

Wirasaloka yang telah akrab dengan pangeran muda itu tanpa sungkan lagi mengikuti pangeran Unus yang segera membawanya istana pribadinya.

Setelah mempersilahkan para tamunya beristirahat di tempat yang sangat layak, Pangeran Unus menemui Wirasaloka secara pribadi.

"Apakah kau lelah dan perlu memejamkan mata barang sejenak ?" Ucap Pangeran muda itu.

"Mungkin pangeran kalo tidak ada hal yang harus di lakukan sama sekali, bukankah prosesi jumenengan kanjeng adipati masih besok pagi ?" Kata Wirasaloka tanpa ada keseganan lagi.

"Marilah ikut aku sejenak !" Ajak Pangeran Unus sembari melangkahkan kakinya, mau tak mau Wirasaloka bergegas mengikuti nya.

Ternyata pangeran muda itu membawa Wirasaloka ke sebuah ruang dalam di bagian lain istana itu, yang mana bangunan itu di jaga oleh penjagaan yang cukup ketat. Namun Wirasaloka sama sekali tak bertanya apapun, sampai ketika kemudian pangeran unus mengajaknya masuk ke dalam dan menemukan dua orang dengan rupa dan penampilan yang asing baginya.

"Lihatlah Wirasaloka...!" Kata pangeran unus sambil menunjuk orang orang asing yang masing masing kedua tangan mereka terikat oleh tali janget yang sangat kuat sedang terduduk di lantai tanah dengan wajah yang lebam dan darah kering di beberapa bagian tubuhnya.

"Siapa mereka pangeran ? Darimana mereka berasal ?" Tanya Wirasaloka sembari mengamati orang orang itu dengan seksama.

"Mereka berasal dari tanah yang jauh di arah matahari terbenam. Mereka semula mengaku berdagang di kawasan Malaka, tiba tiba dengan congkaknya membuat huru hara di disini. Orang orangku menangkap mereka ketika akan melecehkan seorang istri nelayan di daerah utara." Ujar pangeran unus itu dengan sorot mata tajam ke arah orang orang asing itu.

Wirasaloka hanya terdiam namun matanya terus mengamati orang orang asing yang terlihat memandang mereka dengan penuh dendam dan amarah.

"Wirasaloka, bagaimana menurutmu cepat atau lambat orang orang itu pasti akan merambah daerahmu juga. Kau takkan bisa menghindari hal itu, jadi maksudku agar kau paham bahwa orang orang asing itu berniat tidak hanya berdagang, suatu saat orang orang itu pasti juga akan melecehkan istri istri kita dan mengambil milik kita." Kata pangeran unus lagi.

"Seberapa berbahaya orang orang itu pangeran ?" Tanya Wirasaloka datar.

"Marilah !" Ajak pangeran unus sambil melangkah keluar ruangan itu lalu mengajak Wirasaloka ke sebuah tempat lain dan menunjukkan sesuatu.

"Benda apa ini ?" Tanya Wirasaloka sambil mengamati benda aneh berlaras panjang terbuat dari besi.

"Karena benda inilah tiga orang prajuritku tewas, benda ini dapat melontarkan semacam butiran api yang mampu menembus kulit daging." Jawab pangeran unus.

"Apakah senjata semacam ini bisa menembus ilmu kebal ?" Tanya Wirasaloka lagi saat ia memegang benda aneh terbuat dari besi itu.

"Mungkin bisa mungkin juga tidak yang jelas menurutku orang orang asing itu sangat berbahaya di waktu waktu mendatang, karena mereka berwatak liar dan tidak memiliki budaya selain merebut hak orang lain." Kata pangeran unus sementara Wirasaloka hanya termangu mangu.

"Sudahlah marilah kita beristirahat sejenak, bukankah besok kita akan menghadiri prosesi jumenengan ayahanda yang akan di wisuda." Lajut pangeran unus.

"Baiklah pangeran sebaiknya kita menyempatkan diri istirahat barang sejenak." Kata Wirasaloka.

"Aku tau kau pun terlihat kecapekan Wirasaloka, tapi bukan capek karena perjalanan tapi karena capek menggauli selir selir mendiang ayahandamu bukan ?" Ucap Pangeran Unus yang membuat Wirasaloka tertawa cukup keras.

"Hahahaha...aku hanya sekedar mengambil sedikit jatah warisanku saja pangeran." Kata Wirasaloka pelan dengan senyum di kulum, sebelum mereka melangkah pergi ke tempat masing masing untuk beristirahat.

Keesokan paginya setelah matahari setinggi tombak, prosesi jumenengan Adipati Jingbun yang di wisuda menjadi Sultan di Demak Bintoro berlangsung tertib, setelah itu juga sultan baru itu mengucap nawalanya yang pertama dengan menunjuk para pembantunya yang menduduki berbagai kedudukan penting di pemerintahan. Wirasaloka sendiri akhirnya di wisuda menjadi Adipati Plamongan yang dahulu terkenal bernama Kahuripan, bersama dengan Ki Ageng Banyubiru yang di anugerahi untuk mengasuh tanah Pangrantunan yang membentang dari selatan Pandanarang sampai sebelah timur Bagelen.

Beberapa orang lain mendapat anugerah serupa di beberapa wilayah yang tunduk di bawah Demak Bintoro dengan benderanya yang berlambang gula kelapa.


End part 1. Kembalinya sang priyagung.

Bersambung
Part 2. Hilangnya Kitab Pararaja.

Soon
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd