Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Lonely Adventure Story 4 - NEXT GENERATION

Om ... Ikut titip sandal ya biar ngak ketinggalan kereta. Untung mssih chapper 2. Lanjut suhu @Balak 6.
Semoga sehat selalu
 
Mantrab suhu balak6 akhirnya kelanjutan dr seri LAS
Semoga suhu balak6 sehat selalu biar bs cpt update n tamat ceritanya
 
ada yang mengganjal dikit balak6.. Novia itu kalau ga salah lebih muda dari Putra dan Stevan.. lha kok sekelas sama KAKAKnya Anna.. mestinya kelas 1 SMA dong??
 
Selamat siang momod, submod, pertapa, pendekar, guru besar, maha guru, master suhu, guru, senpai, tukang, holic, addict, lover, dan para suhu-suhu semprot yang terhormat dan berbahagia.

Semoga semua sehat, sukses, dan lancar dalam usaha dan kehidupan nya..

 
MULUSTRASI


Aiko Nakazawa Hatorangan




Deandra Hatorangan




Yeti Hatorangan



Riska Uliartha



Jessica



Novia Tamara





Sebelumnya...


"
Sabar mah. Baik nya panggil ke dua anak kita kesini biar semua jelas.."

Sang Wanita yang baru bergabung lalu jalan lagi..

"Pah, itu Dea juga gak percaya pah. Gak mungkin Stevan dan Putra begitu.."

"Ssstt.. udah tenang. Papa juga liat ada yang gak beres. Tapi apa, papa belum tau. Nanti kita dengar langsung aja.."

Tak lama, keluar wanita tadi yang ternyata juga istri ke dua dari Anto, Deandra. Di belakang nya mengikuti dua orang anak lelaki tanggung. Dan di baris ke tiga ikut dua wanita muda, seorang lelaki lebih muda dari dua pertama dan seorang wanita paruh baya lainnya dengan menggendong seorang bayi perempuan berusia sekitar satu tahun.

"Ini anak saya. Stevan dan Putra.."

Anto menjelaskan tentang dua anak lelaki muda yang datang di belakang istrinya Dea.

Sang Polisi segera berdiri hendak menangkap Stevan dan Putra. Tapi..


Taappp...

Sebuah tangan tanpa terlihat menangkap pergelangan tangan sang Bripda.

Kejut bukan kepalang sang IPTU dan Bripda.

"Saya bilang sabar.. sabaaar ya pak polisi yang terhormat.."

Dengan tenang Anto memberitahu si polisi. Ada senyum tipis.

Ternyata yang menangkap adalah Anto, suami sekaligus ayah ke dua anak remaja itu.


~~~©©©~~~

"Tolong lepas tangan anda. Jangan main-main dengan aparat. Anda bisa saya anggap membahayakan keselamatan petugas.."

"Kalau anda tidak sabar, saya tidak akan lepas. Saya hadapi apapun resiko nya.."

"Kamu mengancam saya..??"

"Terserah anda menganggap nya. Ingat ini rumah saya, dan itu anak saya. Anda gegabah sedikit saja, anda yang akan menyesal, saya jamin.."

Perang kata-kata terlontar. Perang watak dan karakter sangat nyata. Jelas Anto jauh lebih unggul dalam hal ini.

Anto walau pun dengan kata-kata sangat bisa melindungi keluarga nya. Kedua nya saling tatap dengan tajam.

Sedetik kemudian, sang Briptu mundur. Lalu sebuah tenaga halus tapi berat seakan menarik tangan kirinya agar dia duduk kembali.

Laksana kerbau dicucuk hidungnya, pelan namun pasti, si Briptu terpaksa duduk kembali.

Suasana seketika tegang.

"Stevan, Putra.. papa mau tanya. Kemarin lusa kalian dimana? apa benar Putra ke bintaro kemarin lusa dan Stevan ke kantor kementrian Perdagangan di hari yang sama?"

"Kami sekolah, trus jam terakhir kami semua di izinkan pulang lebih awal sebab kelas III ada try out ujian negara.. benar kan Put.."

Stevan yang menjawab

"Benar pah, lalu kami berdua keluar dari sekolah dan kami berpisah. Stevan katanya mau ke sekolah Putri, aku ke rumah teman lama, Wawan. Teman SMP pah. Udah izin juga sama ibu, udah dua tahun gak ketemu.."

"Terus..?"

"Aku di tengah jalan motor nya mati pah, aku ke bengkel. Ternyata, ada air di bahan bakar nya. Aku memang pakai motor saat itu. Jadi aku ke bengkel dan dikuras tangki nya.."

"Aku juga gagal ketemu Wawan pah. Aku mau naik bis kopaja, pas nunggu di pinggir jalan, karena habis hujan ada genangan air, tiba-tiba ada mobil kalau gak salah mobil kijang innova hitam meluncur melewati genangan dan menciprat pakaian aku. Aku basah semua. Terpaksa aku pulang. Walau basah yang di tahan aja malu nya."

"Boleh papa tau tujuan kalian saat itu..?"

"Aku.. aku.. mau ajak Putri... eee... pulang bareng pah..."

jawab Stevan menunduk

"Karena.. aku kan mau... mulaai untuk itu.. pah.. yang...."

"Oh.. ya udah.. oke.. kalau Putra..?"

"Aku mau ketemu Wawan mau tanya-tanya mengenai daerah bintaro, dia kan saat ini tinggal disana pah... dan mau minta Wawan untuk menemani saya ke.."

"Ya oke... cukup.."

"Kenapa kok dipotong begitu keterangan nya..?"

sergah sang IPTU

"Karena saya sekarang paham dan sudah jelas, kedua anak saya tidak ada di lokasi kejadian karena ada kesibukan lain.."

"Hemmm.. mana bisa begitu..?"

"Oke, kalau itu mau kalian. Silahkan bawa ke dua anak saya. Gak apa-apa. Tapi.. saya ingatkan.. jangan kalian apa-apa kan anak saya. Saya pun akan menyusul ke kantor kalian di polda.."

"Pah.. kok di biarin sih..?? kan anak nya gak salah..?"

tanya Aiko tidak mengerti.

"Tenang mah, gak bakal ada apa-apa. Mereka hanya menjalankan tugas. Kita gak boleh menghalangi nya.."

"Pah, ada apa sih, Stevan gak paham..?"

"Ini kalian baca aja.."

Anto menyodorkan surat tugas polisi itu ke Stevan dan Putra.

Kedua lelaki muda itu membaca sekaligus menganalisa.

"Ooh.. aku paham.. tapi ini salah sasaran pak polisi. Kami gak melakukan itu.."

"Tolong dijelaskan saja di kantor.. ayo.."

"Pah.. Stevan dan Putra gak salah pah.. gimana sih...??"

tanya Dea.

"Kalo gak salah pasti di lepas. Kalo salah pasti di hukum. Tenang saja mah.."

"Nak.. kamu gak begitu kan..? Kamu gak bikin malu papa dan mamamu kan? kamu gak mengecewakan ibu kan nak?"

Seorang ibu paru baya yang menggendong bayi maju ke muka Putra

"Ibu.. demi Allah, nggak bu. Sedikit pun nggak ada bu.."

Putra menatap sayu mata ibu nya, Yeti. Saling pandang terjadi.

"Baik, pergilah.. ibu lega sekarang .."

Semua kejadian itu diperhatikan jelas oleh ke dua polisi.

Kedua nya diam tak bicara lagi..

Melihat dari kepercayaan penuh sang orang tua pada anaknya, dan juga melihat sikap dari anak muda itu yang memang tak ada potongan remaja nakal, mulai membuat sang polisi terdiam.

Tampak ada perang batin. Benarkah ke dua remaja ini yang akan mereka tangkap? membantah saja tidak, apalagi melawan.

Tapi tugas tetap tugas. Harus di selesaikan.

"Baik... cukup.. ayo kalian ikut.. Bripda Yono, Brigadir Harris... borgol kedua anak ini.."

Dua orang polisi menyusul masuk ke rumah. Ternyata mereka siaga penuh di luar sejak tadi. Mereka mengusung pistol nya.

"Nggak perlu pak. Anak saya gak akan lari.. saya jaminan nya.."

jawab Anto

"Ayo jalan.. permisi pak, bu.."

Sang IPTU selaku komandan grup berjalan di muka. Lalu ke tiga polisi lainnya menarik tangan Stevan dan Putra.

Kedua remaja itu patuh.

Di pagi itu, dua mobil polisi, avanza dan kijang pick up operasi, bergerak meninggalkan rumah besar itu membawa dua anak lelaki remaja yang hanya berkaos bola dan celana 3/4.


Sepeninggal polisi yang membawa Stevan dan Putra.

"Mah, dan kalian anak-anak, tenang saja. Abang kalian gak akan apa-apa. Anggota papa sudah mengikuti polisi itu."

"Papah.. kapan kasih tau nya..?"

"Ini.."

Anto yang sejak tadi tanpa kentara yang memakai jam tangan, ternyata telah mengaktifkan sebuah tombol kecil yang berfungsi sebagai perekam, dokumentasi dan alat komunikasi dengan orang lain.

"Alat baru pah...?"

tanya Jessi

"Ya.. keluaran terbaru dari Nakazawa corp. Papa rekam semua pembicaraan, papa foto juga sekaligus membagikan pada anggota papah.."

"Kereeenn.. aku mau dong pah.. ada buat cewek gak..?"

sela Novi

"Hush.. sudah bukan waktunya santai. Abang mu di bawa polisi..."

"Tenang aja mama Dea cantik, mana ada yang bisa lepas dari intaian keluarga Hatorangan... "


jelas Jessi lagi

"Iya.. tapi tetap gak boleh gegabah.. Denger, sekilas papa menduga ini ada yang gak beres. Ada yang mau kedua abang kalian celaka.. di fitnah jelasnya.."

"Jadi, kalau bukan abang yang bikin, siapa ya pah? kok kita bisa gak tau..?"

tanya Novi

"Iya.. papah merasa ini ada hubungan nya dengan tugas yang papa berikan pada dua abang kalian. Soal pembunuhan koruptor mantan Dirjen Depdag. Tapi kenapa..? ini kasus yang papa merasa ada orang kuat ini yang bermain..."

"Memang papah ada kasih tugas buat Stevan dan Putra?"

tanya Dea

"Iya mah. Tiga hari lalu, sehari setelah pembunuhan Bambang Sujiwo, mantan Dirjen Hubungan Luar Negri Depdag yang di dakwa melakukan kejahatan korupsi dan vonis nya sudah inkrah. Saat akan di eksekusi, dia kabur ke luar negri. Sampai dua tahun tidak ada kabar berita nya sampai pada empat hari lalu diketahui di tembak orang tidak di kenal disebuah rumah mewah di kawasan Bintaro.."

"Wah.. intelligent kepolisian kita kecolongan ini.."

timpal Romi menganalisa.

"Hmmm... gak heran lah memang. Tapi sekelas Bounty Hunter bisa merajalela pun karena kelengahan aparat... atau memang ada yang mem back up dan itu orang punya kuasa.."

kata Dea lagi

"Artinya ada yang tidak ingin dia tertangkap polisi dan bicara ini pah.."

jawab Aiko

"Tepat.. ini yang harus di cari tau..'

"Memang dia korupsi izin eksport apa sih pah?"

tanya Aiko lagi

"Tambang.. batubara. Tujuan nya Asia barat dan eropa timur. Papa pelajari, ada Inggris, Italia, Rusia, Ukraina dan Kazakstan.."

"Hmmmhh.. negara yang secara harfiah memang membutuhkan barang ini. Tapi sampai begitu besarnya?"

Aiko memberi opini..

"Ini yang menjadi masalah.. secara umum hampir semua barang yang dikirim ke sana selalu dinilai tinggi sekali oleh negara penerima. Bahkan pernah ada yang sampai 10x lipat naik nya di hargai oleh negara penerima. Bingung kan? memang ini masih menjadi misteri. Dan dua hari lalu agen sudah papa perintahkan mencari tahu di sana."

"Hati-hati pah.. ini tidak mudah nampak nya. Banyak pihak ternyata yang bermain. Yang paling mungkin kita memutus rantai nya dari hulu. Dari sumber pemberangkatannya. Baiknya kita selidiki dari sana.. papah bisa cari tau siapa eksporternya yang di curigai bermasalah. Kalau sudah sampai di negara orang, kita juga susah untuk menindak nya kan?"

usul Yeti yang sejak tadi hanya diam memperhatikan.

"Wah.. itu usul yang sangat baik teh.. bener pah, kita cari tau siapa pemain disini. Jauh lebih mudah kalo masih di negara sendiri kan..? ih.. teteh kalo sekali omong langsung pas nih.."

"Hanya kebeneran wae iyeu Neng. Teteh mah apa atuh. Kalian mah lebih paham
Hanya sekedar usulan aja, kalau memang tepat, itu mah cuma kebetulan.."


"Iya betul kata mama Yeti. Secepatnya dua orang agen muda itu harus dikeluarin. Ini polisi bikin ribet aja kalo gini ah.."

"Tapi kalau gak ada kejadian ini si papah mah gak bilang-bilang ada tugas maha penting begini.."

celetuk Aiko

"Iya papa minta maaf. Namanya juga masih penyelidikan, belum sampai tahap mengetahui secara jelas nya. Tapi kok papa jadi curiga, kenapa ada yang bisa bilang Stevan dan Putra bikin hal yang gak bener yah?"

"Iya ya pah.. ini aneh.. masa kita bisa dilacak gerakan nya...?"

"Hmmm... "

Sejenak Anto termenung, tangan terlipat di dada. Kepala menunduk seakan melihat ujung jari kaki nya.

Nyata Anto sedang berpikir. Berpikir serius.

Semenit kemudian, kepala nya mengangkat dan melihat ke Jessi dan Novi.

"Novi.. Jessi.. sekarang papa minta peran kalian.. siap..?"

"Siaappp komandann.."

serentak kedua nya dengan sikap sempurna.

"Selidiki sekeliling rumah ini jika ada signal asing. Juga semua ponsel anggota keluarga kamu periksa kalau-kalau ada penyadapan. Hanya dengan penyadapan orang lain bisa mengetahui gerak-gerik kita. Kalau sampai benar dugaan papa, kita kecolongan. Sungguh, ini tamparan buat papa. Siapapun dia, berani menantang keluarga Hatorangan bermain tekhnologi militer di rumah kita sendiri. Papa siap menghadapi nya, jangan harap dia bisa lolos dari kejaran tekhnologi Nakazawa."

"Siap laksanakan.."

"Papa mau ke polda menemui abang kalian. Sepulang papah, info sudah ada.."

"Siaaap..."

Setengah jam kemudian, Anggota keluarga sudah sibuk dengan urusan nya masing-masing.

Anto dan Aiko sudah meluncur ke polda metro, Novi dan Jessi langsung sibuk dengan tuts komputer dan terminal data milik keluarga mereka.

Tak sampai satu jam, Anto dan Aiko telah sampai di polda, semanggi..

Anto segera mendatangi pos piket jaga. Dan menyampaikan maksud nya.


Tak terlalu lama, Anto dan Aiko sudah masuk dan diantar ke ruang reskrim. Bertemu dengan Kanit 2 yang berpangkat AKBP.

"Selamat siang pak. Dari mana??"

tanya seorang reserse.

"Saya orang tua dari anak Stevan dan Satria yang tadi dibawa oleh operasi gabungan dan dibawa ke polda sini."

"Sudah isi buku tamu kan? mohon tunggu disini. Anak bapak sedang di BAP awal."

"Saya ingin mendampingi anak saya pak."

"Bapak merangkap penasehat hukum nya? kalau bukan bapak tunggu saja. Kalau bapak ada penasehat hukum boleh disuruh kesini mendampingi.."

"Baik, saya telpon penasihat hukum keluarga kami.."

Anto mendekati istri nya yang sedari tadi duduk agak ke belakang.

"Mau telpon siapa pah? Harris?"

"Nggak mah, Harris itu lawyer kantor. Ini urusan keluarga, kita telpon anggota keluarga kita yang jadi lawyer.."

"Dia kan di Surabaya.. maksud papa Riska kan?"

"Iya Riska. Dia yang minta tahun lalu agar di libatkan urusan. Sekarang ini waktunya dia. Papa harap dia mau.."

"Ya pah betul juga. Coba aja pah.."

tuutt... tuuuttt... tuuuttt...


"Hallo bang.. ini Riska. Wah ada apa bang? Riska pasti bantu.."

"Iya dek.. ini abang. Kamu sibuk kah?"

"Sedikit bang.. gak apa-apa.. buat abang aku siap.."

"Bisa kamu bantu abang..?"

"Bisa bang.. bisa..?"

"Dengar dulu.. abang juga belum bicara kok.."

"Aku harus bisa bang.. jangan ragukan atau khawatir bang.. apa ini..?"

"Kamu gak berubah ya dek, sudah tua masih saja suka gegabah.. belum tau pun sudah bilang bisa.. hahaha.."

"Ah abang.. kaya gak tau aja sifat adik abang ini.. gimana bang? mana kakak?"

"Ada di sini. Abang lagi di polda metro. Paramaan mu (ponakan) mu si Stevan dan Putra di tahan polisi. Tuduhan nya memerkosa dan membunuh.."

"Ah.. serius kali itu bang.. kan mereka dua masih dibawah umur.."

"Itulah, polisi ada bukti katanya mereka terlibat atau melakukan kejahatan itu. Padahal pada abang dan kami semua mereka membantah. Kami percaya penuh. Tapi saat ini sedang di BAP dipolda. Karena mereka diduga membunuh dan mencuri dokumen kementrian.."

"Bah.. mana bisa mereka di BAP tidak didampingi lawyer..?? Bang.. aku mohon.. biar aku jadi lawyer nya.. biar gak sembarangan mereka buat ponakan ku itu.."

"Itu sebenarnya maksud abang telp kau dek.."

"Siap bang.. sekarang juga aku terbang ke Jakarta. Sebelum sore aku sudah sampai di polda. Udah ya bang.. tunggu aku.. (tuuttt... tuuuttt... tuuttt...)"

"Halah selalu gitu si Riska. Belum pun selesai bicara sudah di putus.. ckckck.. memang gak berubah adik ku itu.."

"Riska datang pah..?"

"Iya dia langsung kesini.."

"Pak, kami ada lawyer sedang perjalanan kesini. Mohon di tunda dulu pak pemeriksaan anak-anak saya.."

"Itu kewenangan dari penyidik pak. Saya tidak bisa campur tangan.."

"Tapi mereka anak-anak pak. Anak-anak mana bisa di samakan perlakuan dengan orang dewasa.."

sergah Aiko

"Kalau mereka nakal dan berbahaya kenapa tidak.. memerkosa saja dia bisa.."

"Pak, hati-hati beropini. Diperiksa saja belum.. jangan membunuh karakter orang pak.. itu tindakan kejahatan.."

"Iya oke. Hanya saran saya siapkan lawyer terbaik yah sebab ini akan berat. Semua bukti dan saksi yakin kalau pelaku nya adalah anak bapak dan ibu.."

"Saya tau kalau itu. Tidak perlu di ajari.. hanya saya ingatkan, anak saya jangan di buat semena-mena. Ada payung hukum nya.. saya gak akan terima kalau belum apa-apa anak saya sudah kenapa-kenapa saya tidak akan tinggal diam. Pemeriksa anda jangan sampai kelepasan tangan, saya tidak akan toleransi hal itu.."

"Kami profesional pak, tau batasan nya. Tergantung lawyer bapak, makin cepat, pemeriksaan makin cepat. Kalau lama, yah menginap dulu lah disini anak nya.."

"Oke gak masalah, asal sesuai prosedur pak.."

"Kasian, anak orang kaya, akan tidur sengsara di dalam sel.. sesekali ngerasain hidup susah lah.."

Anto tidak menjawab begitu juga Aiko. Mereka berdua tau, Stevan dan Putra sudah biasa hidup dalam keadaan seadanya. Mereka biasa bahkan hidup dalam kekurangan. Semua dilakukan saat melaksanakan tugas intelligent. Tidur di kolong jembatan, di tengah sawah bahkan masuk hutan sekalipun beberapa kali di lalukan. Kalau hanya tidur di ruang tahanan yang sangat sederhana begini, tidak akan membuat ke dua anak itu menjadi menderita.

"Bisa kami ketemu dengan mereka pak?"

"Bisa aja. Tapi tetap dalam pengawasan kami.."

"Baik pak.. kami setuju.."


Sang polisi keluar ruangan. Anto dan Aiko masih di ruangan itu.


Tak berapa lama, orang tua dan anak sudah bertemu di ruang pemeriksaan.

"Kalian gimana mang? (amang = bapa = anak lelaki)"

"Kita baik-baik saja pah, mah... "

"Kalian ditanya apa aja..?"

"Kami sekilas diperlihatkan dan diperdengarkan bukti. Berupa rekaman hape dan gambar dari cctv. Untuk yang pemerkosaan memang wajah nya gak nampak, tapi suara ada. Dan.. sangat persis suara Putra. Kalau yang di kantor Depdag, kamera cctv memang tidak bersuara tapi menampilkan gambar visual. Disana yang terlihat memang sekilas seperti wajah aku, tingkah laku dan perawakan juga persis aku."


"Hmmmh.. siapa mereka..? kamu sabar ya nak. Papa sudah meminta namboru mu (tante) jadi lawyer kalian. Sudah terbang dia dari Surabaya.."

"Tante Riska..?"

"Iya. Biar tante mu nanti yang mendampingi kelian yah.."

Seorang polisi menghampiri...

"Pak Anto, saya pikir cukup ketemu nya. Saudara Stevan dan Putra akan kami amankan dulu. Silahkan bapak, ibu keluar."

"Baik, terima kasih pak.."

"Pak polisi, saya baru ingat. Bisa minta waktu sebentar lagi pak. Privat..??"

"Oke, dua menit yah. Gak bisa lebih.."

"Ya pak, cukup. Terima kasih.."

"Silahkan.. saya tunggu di luar.."


Si polisi menyingkir dari ruangan

"Ada apa nak?"

tanya Anto

"Aku baru ingat lagi pah. Aku pernah certa belum yah. Kejadian sekitar dua atau tiga bulan yang lalu dan di kompleks rumah kita dekat hall.. "

Stevan berhenti sejenak dan memandang Putra.

Putra paham kejadian yang dimaksud saudara nya ini.

"Aku, Putra dan Romi pagi subuh itu kita jogging rutin dan kita hendak menuju ke hall.. saat kita berlari, kita bertiga mendengar sesuatu. Pejalan malam. Dan Putra menegur aku, mengenai hal itu. Aku dan Romi meng-iyakan. Kami sama-sama mencari sumber si pejalan malam itu. Ternyata dia ada di balkon lantai dua rumah tiga lantai yang di ujung dekat tembok belakang yang disudut pah, yang kalo kita ke hall, pasti lewat dari depan nya. Kita lihat dia menggunakan topeng hitam. Mengawasi kita yang sedang menuju ke hall. Aku panggil Stevan dan Romi.. aku atur siasat saat tepat melewati depan rumah itu. Aku seolah tertinggal dari Putra dan Romi agar ada jarak antara kami. Jadi dia tidak akan bisa melihat kami sekaligus dalam satu pandang, harus memalingkan wajah nya karena posisi kami yang sudah terpecah dua. Saat aku tertinggal sekitar 100m seolah kelelahan, aku yang di belakang teriak memanggil Putra. Aku yakin si pejalan malam pasti memalingkan wajahnya melihat aku. Kemudian aku susul teriak "sekarang". Putra dan Romi melesat ke balkon lantai 2 dan mengepung sosok itu. Dia terlihat kaget, dan panik. Mencoba kabur dengan menggunakan asap buta ninja. Aku yang melihat dari bawah, segera menyusul ke atas melihat bahaya yang mengancam Putra dan Romi sekaligus melempar kan dua benda terdekat yang bisa aku raih untuk aku jadikan shuriken darurat. Ada jerit kecil. Setelah kabut buta hilang, aku
menemukan tetesan darah dari balik asap. Salah satu yang aku lemparkan, potongan keramik lantai, ada yang mengena sasaran. Satunya luput. Kami mencari si sosok itu, saat kami mencari terdengar deru mobil dipacu kencang dari balik tembok komplek. Kami menghambur kearah suara itu. Tapi mereka sudah lolos dengan menggunakan mobil hitam pah.. Atas kejadian ini aku baru sadar, kita ternyata diawasi pah.."


Anto mendengar dengan sangat setius.

"Pah.. ini gak mainan lho.."

"Kenapa baru sekarang papa sadar cerita kamu nak..?"

"Karena aku awal nya tidak yakin mereka mengawasi kami. Tapi kelihatannya kalau begini, aku jadi yakin kita di awasi sejak lama.."

"Artinya ada pihak yang mengetahui status kita. Ini bahaya besar. Darurat ini.. mah.. kita gak boleh ada yang terpisah saat ini. Satu-satu nya jalan yang papa pikir, kita seolah tak tahu kita di awasi. Jangan bertindak mencurigakan. Mereka bisa dengan mudah menekuk kita, kita gak tau siapa mereka. Tapi dari cerita Stevan, lebih dari dua bulan mengawasi kita, mungkin jauh lebih dari itu, itu sudah lebih dari cukup untuk mengetahui semua tentang keluarga kita dan tingkah lakunya. Kita kalah jauh ini. Kita bersiaga tapi tetap bersikap normal sambil kita persiapkan diri kita. Jelas, Stevan dan Putra adalah sasaran mereka saat ini. Tapi lain waktu bisa saja yang lain."

"Wah... bahaya pah.. Stevan dan Putra bagaimana? tanpa mereka berdua, kekuatan kita jelas berkurang banyak pah.."

"Tenang nak, kalian akan papa keluarkan secepatnya. Ini sepertinya ada yang mau mencelakakan keluarga kita tapi memakai tangan orang lain..."

"Iya pah.. kami siap pah.."

Sang polisi pas sekali kembali lagi..

"Pak, sudah dua menit. Silahkan keluar.."

"Ya baik pak. Terima kasih. Kami pamit. Nak, papah pamit yah.. masih banyak yang harus papa urus.."

"Pah.. mama disini saja yah.."

"Jangan mah.. mama ikut Papa saja. Lebih baik begitu. Kami berdua baik-baik disini dan bisa jaga diri kami.."

"Kamu yakin nak..?"

"Yakin mah.. kami aman disini..."

Anto dan Aiko tak menunggu lama, keluar meninggalkan Mapolda.

Anto bertukar posisi dengan Aiko. Saat ini Aiko yang mengemudi. Anto sibuk menelpon. Dia segera menghubungi tim nya.

Sampai pada suatu saat..

"Ahaa... ini dia. Sms jawaban yang papa tunggu.."

"Kenapa say..?"

"Dirjen yang korupsi itu ternyata hanya alat. Dia diupah sangat besar, asal memberi izin eksport. Tapi akhirnya menyesal ingin menghentikan.. tapi.. dia malah di OTT KPK. Diduga oknum KPK juga ternyata ada bermain.."

"Saat ia tertangkap, operasi eksport tetap berjalan. Tapi kalau si Dirjen bisa kabur, itu sebenarnya dilepas, asal tidak boleh tertangkap dan tidak boleh muncul lagi sama sekali. Tahun pertama ia aman dalam pelariannya. Tapi masuk tahun ke dua, ia lari.."

"Si Dirjen kabur dari tempat persembunyiannya. Dan hal ini membuat para dalang dan otak kejahatan ini seperti kebakaran jenggot. Dan untuk mencari nya, mereka menyewa jasa pembunuh bayaran agar profesional dan bersih tanpa sangkaan. Dan setelah mencari lebih dari setahun mungkin, baru kemarin lusa itu di eksekusi. Posisi nya mungkin sudah diketahui mereka, hanya karena mereka profesional, tidak akan gegabah dan garsak gusruk. Di amati, pelajari, dan dipastikan segala sesuatu aman, baru bertindak.."

"Tapi hubungan antara pembunuhan si Dirjen sama keluarga kita gimana?. Mama liat gak ada kepentingan apapun disana..?"

"Itu kata mamah, kata papa beda. Justru mereka sangat memperhatikan faktor eksternal. Menghabisi si Dirjen sangat.. sangat.. mudah mereka lakukan. Hanya setelah itu apa? mereka pun mengkhawatirkan keselamatan mereka. Mereka gak mau mati konyol.. nah, sepertinya mereka telah mengetahui rekam jejak intelligent kita. Jadi mereka sangat mempelajari lebih dulu hal itu. Dan kenapa jatuh nya ke keluarga kita, itu yang menarik.. bukan papa takut.. tapi papa khawatir, semakin banyak yang tau kondisi kita, semakin bahaya keadaan kita mah.."

"Hmmh.. benar juga.. kita harus mencari tahu dengan segera siapa mereka ini.."

"Kaya nya udah ada titik terang.. itu ada orang kuat, mafia tambang yang bermain. Dan... mama tau.. kenapa harga beli para pembeli jadi melonjak tinggi..?"

"Jangan bilang... ada barang lain di balik barang tambang itu pah...?"

Anto tersenyum..

Dan itu cukup bagi Aiko..



Hari semakin siang.. tak terasa sudah lewat tengah hari..

Anto dan Aiko sudah menunggu di terminal 3 bandara Soetta.

Lewat satu jam mereka menunggu..

Akhirnya yang di tunggu muncul dari pintu kedatangan..

Riska Uliartha....

"Hai bang... hai kak..."

Anto dan Aiko bergantian memeluk Riska.

"Kamu sendiri dek..?"

"Iya bang.. anak-anak masih sekolah. Bang Rio masih dinas.."

"Kamu udah izin ama lae Rio kan..?"

"Udah bang.. aku juga udah cerita. Aku malah di suruh secepatnya jalan. Dia malah becanda, gak ada pesawat komersil, naik hercules pun jadi.. aku suruh anggota nanti.. Sore lepas tugas dia nyusul kata nya bang.. Stevan dan Putra harus pulang hari ini juga.."

"Hahaha... makasih ya dek.. kamu dan si lae cukup menghibur kita.."

"Abang yakin 1000%, mereka akan pulang kok, hanya abang ingin tau saja siapa yang merancang ini semua. Ada otak nya ini.. "

"Ayo jalan pah.. kasian Riska, kecapean ntar.."

Dua jam dijalan..

Mereka bertiga masuk ruang reskrim Polda metro..

Tapi yang mereka dapati adalah petugas piket..

"Siap (hormat).. selamat sore pak.. bapak, ibu sudah ditunggu di ruang Kanit I. Silahkan saya antar.."

Anto, Aiko juga Riska saling pandang. Tapi yang paling merasa aneh adalah Anto dan Aiko yang sudah lebih dulu dari sana sebelum tengah hari tadi.

Perbedaan perlakuan tadi dan sekarang sangat terasa.

Mereka memasuki lorong, berjejer pintu, masuk sebuah pintu di ujung, tapi tetap berjalan lagi. Di ujung lorong berbelok kanan, dan lewat tiga ruangan, ruangan ke empat sebelah kanan mereka berhenti..

Tokk.. tokk.. took..

"Masuk.."

Terdengar jawaban dari dalam.

Pintu di buka, petugas piket masuk, yang lain masih di luar. Pintu kembali di tutup.

Selang 5 detik kemudian, pintu kembali di buka, keluar seorang lelaki berbaju kemeja lengan panjang plus dasi.. dibelakang nya mengekor sang petugas piket..

"Sore bang.. (gerakan menghormat) maaf bang.."

lalu menyalami Anto, Aiko dan Riska..

"Ayo masuk bang, bu.. sudah di tunggu didalam sejak tadi.."


Pintu di buka lebar..

Anto, Aiko dan Riska di persilahkan masuk.

Terlihat tiga orang lelaki disana. Dua orang pemuda tanggung, dan satu orang perwira menengah lengkap dengan PDL nya..

"Eh.. horas lae.. sudang datang rupanya kau lae.. apa kabar ? Aiko ? kak (Riska)..?"

"Walah.. rupanya jenengan toh.. jenengan ora dinas po?"

"Ah.. ini pun dinas nya ini.. O lae ku.. gimana nya lae ku ini.. di tahan anggotaku keponakanku enggak mau bilang kau lae... sudah kubicarakannya tadi sama mereka dua di depan si Jhon.. aman nya mereka. Kalau gak percaya si Jhon ini (sambil menunjuk ke Kanit I), biar aku pun jaminannya, jadilah.."

"Wah.. dudu koyo ngono mas. Aku wes percoyo lek mereka ora salah o.. sing aku mikir kui, sopo sing di buri ne iki kabeh.. makane aku urung omong karo jenengan, aku ora gelem seolah dibentur ke karo bapak-bapak iki. Ora penak toh seakan-akan jadi mentang-mentang"

(Wah.. bukan kaya gitu mas. Aku juga percaya kalo mereka gak salah... yang aku pikir itu, siapa yang ada di belakang ini semua.. makanya aku belum omong sama kamu, aku gak mau seolah ini dibenturkan ke bapak-bapak ini. Gak enak seakan-akan jadinya mentang-mentang)

"Hahaha.. bisa saja kau lae bah.. yang penting bisa pulang nya mereka.. kenalkan lae..."

Lalu, sang kanit I mendatangi..

"Bang.. saya Jhon Sutarman Parulian.."

Kanit I mengulurkan tangan. Anto menyambut salam nya, berturut Aiko dan Riska.

"Coba kamu jelaskan ya Jhon.."

"
Anto saya bang.. saya ipar nya pak Surya.."

sela Anto

"Iya bang.. aku pun sudah di kasih tau sama Ndan Surya. Kami juga tau gimana keluarga abang.."

Anto sedikit tercekat. Maksudnya gimana ini.. ?

Pikir nya masa mas Surya kasih tau identitas aku?

Surya melihat perubahan mimik muka iparnya itu.

"Si Jhon udah tau kok si lae ini pengusaha sukses, importer alat komunikasi militer terbesar di sini."

"
Walah.. terlalu berlebihan jenengan mas.."

tampak kelegaan di wajah Anto

Ternyata tetap Surya menjaga betul rahasia dan identitas Anto juga keluarga.

"Jadi gini bang.. atas pemeriksaan kami atas alat bukti dan saksi. Di curigai pembunuhan dengan racun atas saudara Arif Hermawan diduga dilakukan oleh Stevan. Juga pemerkosaan, pencurian, penganiayaan sehingga menghilangkan nyawa orang lain diduga dilakukan oleh Putra pada seorang ibu bernama Sumiati. Penyidik mengambil keputusan berdasar atas saksi dan alat bukti rekaman hp pada kasus Sumiati dan saksi dan rakaman cctv pada kasus Arif. Alat bukti ada pada kami. Sedang kami periksa."

"Oh.. maaf boleh izin bicara pak..?"

"Ibu siapa..?"

"Kenalkan lagi.. saya Riska Arthauli, SH MH. Saya adalah pengacara dari keluarga abang saya ini.."

"Iya Jhon.. ini kakak ipar saya juga.."

"Oh.. iya.. silahkan bu apa yang bisa saya bantu..?"

"Apa para anak ini sudah di periksa secara intensif oleh pihak kepolisian. Kalo sudah, saya keberatan pak. Kan bapak Julian sudah bilang ada penasihat hukum nya.."

"Belum bu.. belum.. baru kami yang memeriksa internal kami sendiri.."

"Oh.. oke, terimakasih pak. Saya wajib mendampingi anak-anak ini. Disamping mereka masih dibawah umur, juga mereka belum terbukti apapun sebagai pelaku.. saya harap pemeriksaan bisa segera di laksanakan saja. Makin cepat makin baik. Kasihan mereka kelamaan kalian tahan pak.."


Mereka semua melihat ke pada dua anak muda itu. Terlihat yang satu bersender di tembok dan duduk bersila di lantai sedang satunya duduk meringkuk merangkul lutut nya di bawah meja. Dengan wajah kosong dan termenung.

Jelas ini kejadian yang tak terduga oleh ke duanya. Mereka sama sekali tak menduga bisa di fitnah keji seperti itu. Dan tindakan itu adalah tindakan sangat keji. Membunuh dan menghancurkan kehormatan orang yang lemah dan tidak bersalah. Dan posisi mereka sangat sulit, tidak ada bukti yang meringankan mereka saat ini.

Yang paling mungkin adalah, membuktikan alibi bahwa mereka tidak berada di lokasi yang disangkakan..

Tak lama, penyidik membeberkan temuan nya. Disana ada rekaman suara yang diduga Putra. Dimana terdengar suara yang sungguh mirip, dialeg dan intonasi yang sangat persis. Walau hanya sebentar, tapi jelas si pelaku menyabut nama dan tujuan nya. Ini sungguh mengejutkan semua. Juga terdengar aksi yang sebenarnya samar, tapi bagi sebagian orang dewasa sudah cukup paham yang terjadi. Kerut kening dan tarikan nafas terlihat dan terdengar di ruangan itu.

Putra yang termasuk belum cukup umur pun terkejut. Wajah jengah bercampur marah ternampak jelas. Perubahan mimik itu tidak lepas dari pengamatan para penyidik itu.

Kemudian giliran untuk Stevan. Diputar rekaman cctv juga rekaman telepon. Terlihat sosok persis Stevan. Kurus, putih, rambut klimis, gaya jalan, tingkah laku juga handphone yang di gunakan semua persis. Dan terlihat sejak awal si sosok membawa dua botol minuman air mineral ukuran kecil. Ini agak sedikit janggal walau memang tidak dilarang. Dan akibat minuman inilah, Arif Hermawan meregang nyawa. Di racun.

Setelah alat bukti dan temuan itu di tunjukkan.

"Bang, ndan, bu, ini yang kami dapat. Apa menurut anda ?"

"Sudah jelas kami difitnah. Ini belum kuat pak. Kami minta dibuktikan sidik jari dan juga bukti sperma yang ada. Kami ingin di uji di lab. Kami minta otopsi pada korban. Betul ya bang, kak..?"


sergah Riska cepat

"Ya, benar biar semua jelas. Anak kami pun bisa menjelaskan alibi nya yang bisa membantah hal itu.."

"Baik jika itu yang diinginkan. Tapi kami tidak mau ambil resiko selama proses pembuktian ini. Kedua tersangka wajib kami amankan."

"Pak, sebelum itu terbukti mana bisa menahan orang. 1 x 24 jam pun belum bisa. Karena kedua anak kami tidak mengakui kok.. "

"Baik, begini saja.. maaf ku potong lae ku. (memandang ke semua orang) Aku yang menjamin mereka ber dua. Biar aku yang menggantikan mereka disini. Yang penting kalian buktikan dengan mencari alat bukti, biar anak ini dan ipar saya juga mencari pembuktian sebalik nya. Aku percaya, mereka akan membuktikan pada kalian, mereka tidak salah."

"
Lho kok ngono mas.. ojok mas.. "

Anto menyela

"Iya lho.. kok gitu.. jangan mas.."


Aiko pun ikut keberatan.

"Udah gak apa. Aku sudah lihat, ini masalah yang melibatkan bukan hanya kepolisian. Ranah ku tidak di sana. Jadi aku tau, hanya si lae dan kalian anak muda, yang bisa."

"Om.. jangan.."

"Om.. kami gak bisa om.."

"Kalian bisa.. (sambil menghadap ke dua anak muda ini) tuntas kan tugas kalian, om tunggu hasil nya disini. Temukan mereka dan seret ke sini.."





Bersambung ya suhu

Mohon kritik dan saran nya ya dari para sesepuh dan suhu-suhu semua..
 
Terakhir diubah:
ada yang mengganjal dikit balak6.. Novia itu kalau ga salah lebih muda dari Putra dan Stevan.. lha kok sekelas sama KAKAKnya Anna.. mestinya kelas 1 SMA dong??
Makasih atensinya suhu..

Stevan dan Novia itu lahir di hari, tanggal, bulan dan tahun yang sama.

Putra memang sekitar satu tahun lebih tua dari ke dua nya. Tapi seiring berjalan nya waktu, Putra, Stevan dan Novia itu satu angkatan di SMP (LAS 3)

Sehingga masuk SMA pun satu angkatan. Dan mereka satu angkatan juga dengan adik kakak bule sipit itu.

Situasi Anna dan Ivan juga sama satu angkatan. Hanya beda kelas.

Mudah2 an ini dapat membantu ya hu.


Salam semprot...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd