"Ra, mau sampe kapan ini ya menurutmu?" tanyaku padanya
"Nggak tau, kemarin sih sampe pagi"
"Wahh jangaaannn dong, nanti kamu sakit bagaimana? masuk angin juga.Yaudah kamu tunggu sini. Aku berlari, menerjang hujan untuk menghampiri salah satu warung yang jaraknya cukup jauh. Meminjam payung untuk menjemput Alfira. Aku payungi dia menuju warung untuk berteduh dan menghangatkan diri.
"Kamu mau makan lagi?" tanyaku.
"Nggak udah kenyang sih. Minum aja deh. Aku mau teh hangat aja" jawabnya dengan mengintip luar. Melihat situasi keadaan.
"Bu, teh hangat satu. Susu jahe satu ya buk"
Kami duduk di bagian tengah-tengah agar bisa melihat keadaan. Karena biasanya, kalau sudah ngomong bahas apapun bisa terlena dan lupa waktu, saking asyiknya. 30 menit berlalu, hujan pun reda. Dan aku lihat sudah pukul 10 malam.
Alfira mengajak langsung pulang, karena takut ibunya khawatir. Di perjalanan, dia memeluk erat tubuhku. Memang dingin karena agak basah kuyup sedikit tapi yang di fikiran cuma ingin segera pulang, mandi, dan tidur.
"Hans, kamu punya pacar gak?"
Deg..
Dia tanya tentang itu
"Ah enggak, aku gak punya. Jones akunya hahahaha"
"Ahhh gak mungkin kamu manis gitu, eh by the way, aku boleh meluk ya? dingin soalnya hehe"
"Eh beneran Ra, ya semenjak aku di tinggal menikah doi. Masih belum nyoba cari. Pengen sendiri dulu" jawabku.
"Ohh gitu.."
Tak terasa sampai juga di rumah Alfira. Wajahnya capek tapi terlihat bahagia. Mungkin jarang dia di ajak kencan seperti ini sama suaminya.
"Eh hoodiemu jangan lupa ini"
Oh my god, dan lagi. Ketika dia melepaskan hoodieku, bajunya ikut tersingkap. Memperlihatkan perutnya yang mulus. Dan ini malah semakin ke atas, terpampang BH nya menyembul sedikit. Fikiranku semakin tak karuan melihatnya. Sengaja aku diam saja untuk menikmati pemandangan langka ini. Tapi, Alfira biasa saja, malah dia melempar senyum kepadaku. Seakan memang ini di sengaja olehnya. Ya ampun.
"Hati hati ys Hansen, selamat bobok" ucapnya sambil membelai kemaluanku.
Waduh gawat fikirku, Alfira tau kalau aku dari tadi menahan birahiku. Apakah ini adalah anu......
Huaaaaass
Malam yang tak terlupakan.
==============
POV ALFIRA
Karena hujan tak kunjung reda, Hansen meengajakku duduk sambil minum menghangatkan badan di sebuah warung. Di sana kami mengobrol banyak sekali. Hansen adalah teman berbincang yang menyenangkan. Ada saja celetukannya yang selalu membuatku tersenyum kecil bahkan tertawa terbahak-bahak. Sungguh, aku tak ingin malam itu segera berakhir.
Meskipun berat, bagaimanapun juga kebersamaan itu harus berakhir. Malam semakin larut dan hujan telah reda. Hansen menggandeng tanganku menuju motornya untuk mengantarku pulang. Hangat genggaman tangannya terasa menghangatkan hatiku. Oh Tuhan... Aku sangat merindukan kehangatan ini...
Sepanjang perjalanan menuju rumahku, tak lepas tanganku memeluknya dari memeluknya. Sesekali kutarik nafas panjang, mencoba menyimpan aroma parfum Hansen yang hangat di benakku. Ingin rasanya kusurukkan hidungku ke bawah telinganya dan menghirup aroma tubuhnya dengan rakus. Tapi sekali lagi, logikaku masih menahan diri untuk melakukan kecerobohan itu. Meskipun demikian tak bisa kutahan lidahku untuk bertanya padanya, "Hans kamu punya pacar gak?"
Samar kurasakan tubuh Hansen sedikit menegang mendengar pertanyaanku.
"Ah enggak, aku gak punya. Jones akunya hahahaha" jawab Hansen sambil tertawa.
Oh Tuhan, dia tak punya pasangan. Salahkah bila aku ingin memilikinya, sementara aku sendiri telah dimiliki orang lain.
Aku hanya diam sambil mengeratkan pelukanku, mencoba menghalau pikiran-pikiran aneh di kepalaku.
Tak terasa kami pun sampai di rumahku. Meski berat aku pun melepaskan pelukanku dan turun dari motor Hansen.
"Eh hoodiemu jangan lupa ini," kataku sambil berusaha melepaskan hoodie Hansen. Ketika sedang berusaha menarik hoodie lepas dari kepalaku, tak sengaja bajuku ikut terangkat tinggi, bahkan sampai terlihat braku. Aku hanya nyengir, mohon maklum dan menyerahkan hoodie pada Hansen.
"Hati-hati ya, Hans, selamat bobok," kataku. Dan kali ini entah kesambet setan mana, kubelai sekilas selangkangannya. Seketika suasananya menjadi canggung, dan aku segera melambaikan tangan dan berbalik masuk rumahku. Kusembunyikan wajahku yang memanas dari tatapannya. Aku maluuu telah hilang kontrol. Tapi sungguh, tak pernah kusesali perbuatanku. Malam itu, aku tertidur sambil membayangkan pelukan hangat Hansen.
Malam larut dan aku telah berbaring di kasurku bersama anak-anakku. Tetapi entah mengapa, mata tak juga mau memicing. Pikiranku terus saja mengembara pada kebersamaanku dengan Hansen, sore hingga malam tadi.