Siang itu aku pergi ke sekolah untuk mengajar ekstrakulikuler teater. Memang meletihkan mengajar anak-anak SMK, tapi menimbang ini suatu kewajiban karena sudah di beri mandat, aku lakukan dengan senang hati, juga sebagai sampingan. Refreshing penatnya pekerjaan.
"Pakk Hansen, anak-anak di ajari ya pak soalnya minggu depan mau tampil"
"Ohh iya bu Alfira" jawabku dengan gugup. Dia adalah guru pendamping, juga salah satu semangatku untuk mengajar. Selain senyumnya yang manis, dan body yang seksi, wajahnya juga cantik khas keibuan. Tapi kadang ketika memandang bu Alfira , aku selalu kesal sendiri. Kenapaa dia sudah bersuami?
Haaaaaahhhhhh.. naluri jomblo yang membara.
Dua jam sesi ekskul teater pun berakhir sudah. Setelah ku sampaikan salam penutup, anak-anak pun bergegas keluar dari dari tempat latihan, menyisakan aku dan bu Alfira.
=================
POV ALFIRA
Kupandangi satu-satu wajah lelah namun penuh dengan pancaran semangat di depanku. Mereka adalah para siswa binaanku di ekskul teater. Bulan depan teater sekolah kami akan tampil pada acara wisuda kelas XII, karenanya mereka giat berlatih hingga 2 kali dalam seminggu.
Para siswa itu masih tekun menyimak briefing akhir sebelum pulang dari pelatih mereka, Hansen. Hansen adalah seorang anak muda penuh semangat dan humoris yang sangat disayangi oleh para anggota ekskul teater. Sekolah kami memanggilnya untuk menjadi pelatih ekskul teater, agar para siswa dapat tampil dengan maksimal.
Dari pinggir aula, diam-diam kuamati Hansen yang masih memberikan evaluasi pada para siswa. Sesekali , kudengar beberapa siswa tergelak mendengar perkataan Hansen.
Yaaaa.. Hansen memang paling pandai menciptakan suasana setegang apa pun menjadi cair dengan lontaran-lontaran kalimatnya yang jenaka.
Kali ini pandanganku kufokuskan pada profil Hansen dari samping. Bisa kulihat dagunya yang kebiruan bekas dicukur membuat tanganku gatal ingin merasakan tekstur kasar di dagunya. Rambutnya yang sedikit panjang berantakan tertiup angin yang masuk melalui jendela tinggi dan aula. Dan punggungnya. Aaahh.. aku sering mengkhayal seandainya saja aku berkesempatan untuk menyandarkan kepalaku di punggung lebar itu.
=================
"Bu kelihatannya hari ini kok gak seperti biasanya?" tanyaku, setelah melihat bu Alfira yang terlihat sedih.
"Anak anak kurang maksimal ya bu?"
"Nggak pak, ini masalah pribadi sih pak" jawabnya dengan senyum palsu
Aku ajak bu Alfira untuk duduk mengobrol dalam aula. Pastinya setelah anak-anak pulang sekolah. Kami ngobrol dan bercanda mulai dari hal sepele, harga lombok, gosip artis, alien, sampai kerinduan dia dengan suaminya. Suaminya memang bekerja sebagai pelaut yang pulangnya tiga bulan sekali. Ya ampun, wanita secantik ini di tinggalin terus fikirku. Tak terasa jam berlalu. Hampir jam 6 petang dan kita masih mengobrol asyik.
"Kayaknya suamiku pulangnya bulan depan deh. Jadi aku free aja. Mau mau aja pak"
Deg..
Jantungku berdebar debar. Ajakanku untuk makan pun di sambut dengan senang hati.
ku starter motorku
"Sudah bu?" tanyaku
"Sudah. ayo jalan"
Sepanjang perjalanan kami ngobrol bersenda gurau. Sampai orang-orang di lampu merah heran. "Ini orang heboh amat" pikir mereka mungkin. Tapi masa bodoh saja hahaha. Aku parkirkan motorku di warung sate kambing yang terenak di kota. Meski antriannya panjang, itu tak terasa karena obrolan kami yang seakan tak ada habisnya. Terkadang aku curi-cuti pandang ketika dia makan, aduh anggun sekali. Suami mana yang tak betah bersama istri semanis ini.
"Hei kok bengong liat aku" tanya dia
"Ohh nggak bu Alfira, anu aku lagi mikir cucianku tadi belom di angkat" jawabku ngawur.
Dia tertawa mendengar jawabanku. Aduhh manis sekali tawanya sampe dia tersedak.
"Jangan panggil bu kalo disini. biasa aja"
"Yaudah aku manggil Alfira, Fira, Rara?"
"Iyaa gapapa, terserah aja"
Wahh aku sudah punya panggilan sayang untuk dia. Mimpi apa kemaren malam.
"Makasih yaaa udah mau nemenin aku makan," kata Alfira sambil menyedot es jeruknya.
Kupalingkan sedikit mataku dari menatapnya karena tak tahan dengan imajinasiku sendiri. Melihat Alfira menyedot minuman, bikin aku berkhayal ingin jadi sedotan.
"Aku tuh sering kesepian, karena suamiku jarang pulang, " lanjutnya dengan wajah sendu.
Kuberanikan menggenggam jemari tangannya sambil tersenyum,
"Santai sajaa.. Kalo butuh temen, bilang saja. Pasti aku temenin"
==============
POV ALFIRA
“Santai saja… Kalo butuh temen, bilang saja. Pasti aku temenin,” Aku sedikit kaget ketika Hansen mengatakan itu sambil menggenggam jemariku.
“Iya, makasih ya, Hans,” ucapku dengan pipi memanas. Entah sudah berapa lama aku tidak mendapat perlakuan manis seperti ini. Suamiku yang jarang pulang, anak-anak yang cukup merepotkan, membuat kami jarang sekali bermesraan.
“Pulang yuk, kasian anak-anakmu nanti kalo kamu kemaleman,” kata Hansen sambil beranjak. Aku hanya mengangguk dan mengikuti langkahnya.
