Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kelompok rahasia di kantor yg membosankan

awal mula: Sabrina

Disclaimer
Cerita ini akan ditulis dari point of view Sabrina, biar lebih gampang dicerna. Ada beberapa dramatisasi dan intepretasi pribadi gw karena ceritanya udah cukup lama dan Sabrina ga ngasih detil cerita. Enjoy


Chapter 1: Tugas Kuliah

Berapa banyak di antara kalian yg terpaksa berkuliah di jurusan yg bukan diinginkan? Yup aku salah satunya. Aku pengen masuk ke jurusan seni atau DKV, namun keluarga memaksa untuk jurusan lain. walhasil aku masuk di jurusan Komunikasi salah satu univ swasta di Jakarta. Karena satu circle SMA aku kebanyakan masuk seni dan DKV, aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan mereka bahkan dibanding dengan anak-anak jurusan aku sendiri. Karena ada mantan aku juga masuk jurusan seni di salah satu univ. kami sudah putus 6 bulanan namun tetep menjalin hubungan baik, kami bukan putus karena masalah juga. Tidak perlu ditarik lebih jauh kehidupan seks aku, karena bahkan mantan aku satu itu bukan yg pertama. Memang bukan yg aktif banget, hanya sesekali aja karena mungkin aku belum tau di mana enaknya.



Di kampus sendiri, aku bukan anak terkenal, lebih mirip background aja. Circle aku pun tidak terlalu banyak, hanya beberapa circle pertemanan Wanita pada umumnya. Kehidupan aku di kampus dan di circle SMA seperti dua dunia yg berbeda. Di kampus aku lebih terlihat Wanita alim yg circlenya cewe semua, sementara circle SMA aku lebih ceplas ceplos dan bebas berekspresi. Mungkin karena keterpaksaan ini, konsep kuliah aku hanya kuliah pulang kuliah pulang.



Mungkin sekitar semester 3, tetiba ada pesan masuk ke handphoneku “beb, boleh minta tolong kah?” sebuah pesan dari salah satu teman dekatku. Pria dengan nama Dee, ia selalu memperkenalkan dirinya begitu, bukan nama aslinya. Pria metrosesksual yg sangat tipis dengan gay. Baik pakaian maupun tingkahnya memang agak melambai. Karena kami sudah berteman dekat, kami memang saling memanggil beb.

“minta tolong apa nih?” balasku.

“ke coffee yg kosan gw bisa ga?” jawabnya lagi.

Dan siang itu aku menuju ke kostannya selepas kuliah. Ini sebenarnya apartment di bilangan Jakarta timur, tapi Dee selalu bilang kostan. Ia menunggu di sebuah coffeeshop, sudah membuka laptopnya.



Dee menjelaskan, kalo dia dan kelompoknya butuh model. Ada mata kuliah sejenis Lukisan part tubuh manusia, namun harus menggunakan model asli untuk menunjukan ketidaksempurnaan manusia. Namun, twist nya adalah, gambar ini akan mendetil ke seluruh bagian tubuh, tanpa busana.

“wah gila lu Dee! Gamau lah!” tolakku secara langsung

“ini, gak akan seperti yg lo bayangin. Semua tergantung konteks” jawab Dee. Ia kemudian menjelaskan, kalo kalian Perempuan make bikini, jalan di pinggir jalan, tentu saja akan menggoda, tapi kalo di Pantai ya normal aja. Begitu pula OBGYN dan dokter kandungan yg sudah ratusan bahkan ribuan melihat vagina Wanita, bahkan yg tidak ia kenal, tapi santai saja. Sebenarnya penjelasan dia lumayan meluluhkanku, namun ya tetap membayangkan konsepnya aja udah susah.

“gimana kalo lo ikut gw, sabtu ini. Kalo setelahnya ga mau yaudah” kata Dee lagi. Ia juga memberikan Alamat apartment lain di wilayah Jakarta Selatan.



Sabtu jam 10 aku sudah ada di lobi apartment tersebut, menunggu Dee dan si pemilik kamar turun membawa kartu akses. Aku sengaja tidak memakai kerudung hari ini, hanya kaos polos pendek, cardigan, dan celana jeans. Kami bertiga naik lift ke lantai 12, masuk ke sebuah kamar yg sudah dirubah menjadi studio kecil. Di sana, sudah ada 5 orang, tanpa aku, totalnya ada 7 orang, 5 pria 2 wanita. Ada juga 6 easel yg dipersiapkan melingkar, di Tengah sebagai spotlight ada sebuah kursi kecil.

“apa nih Dee?” bisikku pelan Ketika masuk ke ruangan.

“jadi, hari ini kami mau bikin yg model laki dulu, lo coba liat aja dulu” jawab Dee berbisik lalu kemudian memperkenalkanku kepada kelompoknya. Ia tidak memperkenalkanku sebagai modelnya, hanya sebagai teman baiknya. Satu orang pria, badannya cukup tegap besar Bernama Dion memperkenalkan diri sebagai model pria hari itu.



Sekitar sejam kami berbincang, mencairkan suasana dan saling mengenal satu sama lain. setelah makan siang, 6 orang ini sudah duduk di depan easel masing-masing. Sementara gw menarik kursi duduk di samping Dee. 5 menit berselang, Dion keluar dari kamar mandi, hanya kain hitam terikat di pinggangnya. Ia kemudian menggeser kursi yg menjadi spotlight (yg ternyata kursi itu hanya penanda Tengah) dan mulai berpose. Ia berpose seperti patung David karya Michaelangelo. Si pemilik kosan memutar lagu backsound instrumental agar tidak hening. Semua orang fokus menggurat pensil di kertas gambar besar mereka.



Setelah hampir satu jam, semua orang seperti sudah selesai dengan detil tubuh dan otot lengan. Hanya dua part yg tidak Digambar, wajah, dan area yg tertutup kain. “Dion siap?” tanya salah satu Wanita yg duduk di pojok.

“yoi, yuk lah biar cepet, dingin nih” jawab Dion.

Sebagai model, memang dia tidak boleh berubah pose, maka Wanita tersebut jalan ke arah Dion dan membuka kain hitam tersebut. Dan terpampang lah penis yg cukup besar, mulus tanpa bulu. Wajahku merah padam melihat pemandangan ini yg kemudian menutup wajahku di balik bahu Dee.



“napa lu?” tanya Dee sambil menggoyangkan bahunya agar aku tidak bersembunyi di sana. Ini awkward, aku melihat ke mata Dion, ia melihat balik, dan malah aku yg malu. Hampir 5 menit aku bingung harus melakukan apa. Aku melihat setiap orang yg sedang fokus membuat sketsa. Bahkan 2 wanita yg ada di sana Nampak sangat cuek menggambar detil demi detil penis dan biji dion. Tiap menit berasa lama, dari malu, ada perasaan liar bagaimana kalo aku yg di sana. Apa rasanya dilihat banyak mata. Aku melihat mata dion menyapu satu per satu orang yg melukisnya, ia seperti cuek, bahkan seperti memintaku melihat seluruh tubuhnya.



Setelah sejam lebih, proses ini selesai. 6 orang ini saling melihat karya temannya. Bahkan Dion yg tadinya pose, berjalan ke arah kami, melihat hasilnya masing-masing. Ia bergerak ke arah Dee, melihat hasil sketsa dengan seksama. Aku yg duduk agak ke belakang, bingung harus berbuat apa. Mataku seperti ditarik ke arah penis Dion. “dia yg telanjang aku yg tinggi” pikirku dalam hati.



Setelah selesai, Dion akhirnya Kembali berpakaian dan kami Kembali berbincang. Dion ternyata salah satu teman mereka, rekan kelompok lain yg terpaksa jadi model. Dee sendiri akan sudah menjadi model pria di kelompok mereka. Aku bertanya ke Wina, salah satu Wanita yg ikut menggambar Dion, apa dia tidak merasa awkward? Dan ternyata ya ada. Di awal semester Ketika maba ini hal tabu, namun saat ini mereka mulai terbiasa.



Dee kemudian barulah ngomong kalo aku rencananya akan jadi model perempuannya. Kami Kembali melakukan negosiasi. Akhirnya kami menemukan titik Tengah, bahwa bagian puting dan vagina akan diambil dari foto, aku tidak perlu memperlihatkan dua bagian tersebut. Sekitar jam 3 aku dan Dee berpamitan pulang. Dee mengajakku ke kostannya.



Kami Kembali berdiskusi tentang ide ini. Ini hal baru, bener-bener di luar nalarku saat ini. Di kamar Dee, Kembali kami debat. Karena aku mulai berpikir ulang keputusanku. “kita gladi di sini gimana?” tanya Dee mulai frustrasi sambil merapkian meja kerjanya. “beda Dee, depan lo ama orang sebanyak itu beda” jawabku lagi. Ya memang bukan pertama, kalo di depan Dee aku pernah hampir telanjang juga, Ketika kami pergi travelling, aku suka sekamar dengan Dee dan ya lempeng aja telanjang depan dia. Ditambah, karena ada kecenderungan melambai, aku lebih pede. Dee pun jarang banget cerita masalah percintaan, membuatku sedikit ga percaya dia bener suka Perempuan.



Dee mengeluarkan nipple patch, sejenis silicon tipis untuk menutup putting. “ni coba pake dulu” pinta Dee sambil melempar patch ke Kasur. Aku hanya berbalik memunggungi Dee, membuka baju dan bra ku lalu menempelkan patch ke putingku. “wah gila lu Dee! Apaan nih?!” keluhku sambil berbalik. Aerolaku memang terbilang cukup besar, tidak seperti yg biasanya, dan mencuat, malah putingku yg tipis tidak setebal putting biasanya, menjadikannya jauh lebih sensitive. Patching ini berbentuk bulat, walau setelah ditekan-tekan, patch ini tidak menutup seluruh aerolaku, masih ada sedikit area yg tidak tertutup.



“ini ga nutup Dee, sekalipun nutup, ya dada gw masih kemana-mana gini” keluhku.

Dee dengan cueknya memperhatikan seluruh dadaku, mengambil 2 patch lagi, dan dengan cueknya melepas patch di dada kananku. Aku memang ragu apakah dia normal, namun tetap suasana ini ternyata membuat dadaku terasa panas. “heran, toket segini pentilnya gede bener” ketus Dee sambil menempelkan patch yg ukuran lebih besar di dada kanan gw. Ia menekan-nekan di area aerola, membuatku tak sengaja melenguh kecil karena memang hal ini membuatku cukup tinggi.

“jangan sange lu ah” ketus Dee lagi sambil mencopot patch di dada kiriku.

“dih ga sange gw” jawab gw berusaha menutupi. Dee tetiba mencubit putingku. “heeeh, cewe tu kalo sange, pentilnya keras”

Aku tak bisa menahan lenguhanku. “ahhhhh sialan lo”. Dee tertawa kecil sambil menutup putingku dengan patch baru. “naaah pas, ga keliatan pentil lu” kata Dee melihat hasil karyanya. Aku melihat ke cermin besar di samping kasurnya, ya patching ini memang lebih menutup.



“terus bawahnya gimana Dee?” tanyaku sambil masih melihat ke cermin. Dee mengeluarkan sebuah celana dalam spandex, jauh lebih kecil dari celana dalam, namun tidak setipis g-string. Celana dalam ini tidak menutup bokong, sama lah seperti Gstring, namun sisi depan cukup untuk menutup vagina.



Aku berjalan ke kamar mandi untuk berganti celana. Aku keluar dengan menutup vaginaku. Memang, aku pernah telanjang di depan Dee, namun Ketika ia tak peduli, aku tetap khawatir Ketika ia harus melihatku seperti ini. Dee dengan entengnya menyapu tanganku ke samping. Memperhatikan area selangkanganku, ia kemudian memintaku berputar untuk melihat area belakang. Tubuhku terasa panas, aku bisa merasakan mata Dee melihat setiap senti bokongku yg terpampang.

“naaah, nice!” puji Dee. “oke kan? Oke doong?” tambah dia lagi.

“gw malu Dee, begini diliatin orang” jawabku masih ragu.

Dee memutar otak. Ia memberi ide-ide aneh. Ia memberiku rok putih Panjang dan juga kemeja putih. “nih coba pake”. Aku memakai pakaian tersebut, agak aneh. Dee spesifik memintaku tidak memakai Kembali bra dan celana dalamku, langsung pakai kedua pakaian tersebut.



“ini apa sih Dee, agak nerawang gini ga sih?buat apaan?” tanyaku risih.

“kita belajar kalo orang mau ngeliat apa yg dia liat, dan untuk ngeliat titik tertentu itu perlu keberanian lebih. Yuk turun” jawab Dee enteng.

“ga mau, ini dada gw kemana-mana gini njir” jawab gw menutupi area dadaku.

“kalo lo menganggap diri lo telanjang, semua orang menganggap lo telanjang, kalo lo pede, orang ga berani nganggep lo begitu. Udah ikut gw” jawab Dee sambil menarik tanganku.

“eeh dulu dulu, kalo gw diapa-apain gimana njir” aku masih ragu dengan apa yg mau kami lakukan.

“ada guee..ni gw bawa jaket juga kalo lo ga nyaman” Dee berusaha meyakinkan sambil mengambil jaket panjangnya.



Di lift, kami bertemu sepasang keluarga. Dee mengajak mereka ngobrol, aku pun terpaksa ikut mengobrol. Awalnya aku merasa sangat amat malu, aku berasa telanjang, namun ternyata bapak itu tidak melepas kontak mata, ia tidak melihat ke tubuhku sama sekali. Begitu pula istrinya.

Dari lobi, kami berjalan melewati beberapa kelompok orang. ada sekumpulan anak sekolah lewat, walaupun dia melewatiku, aku merasakan 4 pasang mata memperhatikan siluet tubuhku. Pakaian ini cukup tipis dan siluet seluruh tubuhku terlihat. Setelah melewati beberapa kelompok orang, aku merasakan hal aneh, napasku makin berat, dadaku berdegub cepat. Aku merasa puluhan pasang mata menghakimi tubuhku, melihat siluet tubuhku setiap sentinya. Setiap berjalan melewati Kumpulan orang, aku bisa merasakan mereka dengan bebas menikmati bokongku bergoyang bebas.



Kami sampai ke sebuah minimart. Dee pergi ke aisle sabun, aku ada di aisle cemilan. Beberapa orang berlalu Lalang, ada yg cuek ada yg kurasakan mereka menatap tubuhku. Di kasir, mas-masnya cuek scan barang yg kami beli satu per satu. Dee membayar sambil memasukan barang ke plastic yg ia bawa.

“see? Orang Cuma mau liat apa yg orang mau liat. Kalo lo pede, mereka ga akan berani mandang lo” kata Dee sambil keluar dari minimart tersebut. Aku mulai menikmati sensasi ini. Daritadi dadaku berdegub kencang, tubuhku panas. Kami kemudian beranjak ke coffee shop, aku mulai berani. aku yg berjalan langsung ke barista/kasir, memesan kopi untuk kami.



Coffee shop ini cukup gelap, seluruh temboknya hitam, namun ada satu spotlight terang ke depan kasir, jadi orang yg memesan seperti dapet Cahaya terang special. Cahaya ini juga, yg membuat kemeja yg aku pakai sangat menerawang.



Aku iseng bermain hape sambil memperhatikan barista yg sedang mengetik pesanan kami di system. Bisa kulihat barista tersebut awalnya curi-curi pandang, sampai menyadari aku tidak memakai pakaian di balik kemeja ini, matanya juga perlahan menyapu, sisi kiri ada kantong jadi mungkin sulit, matanya beranjak ke sisi kanan dadaku, menyadari bahwa aku tidak memakai bra, ia bahkan seperti menikmati dadaku dari kemeja yg sangat menerawang ini.

Nafasku sudah berat, sial. Aku terdiam, bingung harus berbuat apa. Di satu sisi aku sangat amat takut, tapi kalo aku menutup dadaku, sama saja aku memberi afirmasi kalo aku tidak memakai bra. Aku ingin memecah keheningan ini, namun ada satu bagian di diriku tidak ingin menyudahi ini semua. “gimana mas? Bisa?” tanyaku memecah keheningan. Mas-mas barista selah tingkah, seperti ketahuan dia menikmati tubuhku. “eh eh iya mbak, sebentaar… jadi semuanya 43 ribu”jawabnya terbata-bata.



Setelah semua selesai, aku berganti pakaian Kembali dan pamit pulang. Satu hal yg tidak Dee tau, di toilet lobi aku Kembali membuka bra dan memakai patch. Aku ingin Kembali merasakan sensasi ini. Berbeda dengan memakai bra, patch ini membuat bentuk dadaku lebih nyeplak, namun lebih kecil. Ketika berjalan pun kedua dadaku berguncang lebih bebas. Dan, sensasi lebihnya lagi, aku pulang menggunakan transjakarta, yg cukup ramai. Beberapa kali kurasakan dadaku tidak sengaja tersenggol beberapa kali. Ketika sampai rumah dan hendak mandi, baru kusadari celana dalamku sudah basah.



Sabtu berikutnya, jam 9 pagi aku sudah Bersiap di kosan. Ini hari besar. Jantungku sudah berdegup kencang, membayangkan apa yg mungkin akan terjadi. Membayangkan aku akan telanjang di depan banyak orang membuat dadaku panas. Jam 10 aku sudah sampai di coffee shop dekat lobi. Dion dan Dee sudah menunggu sambil merokok. Kami bertiga naik ke kamar atau lebih mirip studio. Ada 7 easel terpasang. Kelompok yg sama sudah menungguku. Kami mengobrol mencairkan suasana dan agar aku lebih akrab dengan mereka. Aku sempat bertanya dengan 2 wanita yg di sana, Wina salah satunya. Ia juga menjadi model di kelompok lain, dan katanya memang awalnya awkward, tapi begitu cair ga masalah kok. “Ini ga seberapa dibanding anak teater” kata Wina menambahkan.



Jam 11 mereka Bersiap, aku masuk kamar mandi untuk Bersiap. Dee memberikan 2 lembar kain hitam untuk menutup area dada dan selangkangan. Aku sudah memasang patch yg diberikan Dee, juga celana dalam latexnya. Aku mengikat dua kain tersebut, menghela napas Panjang, dan keluar dari kamar mandi. Jantungku berdegub kencang. 7 pasang mata ini langsung menatap seluruh tubuhku. Mereka semua Nampak hangat, berusaha menenangkanku yg memang sangat terlihat gugup.



Duta, pria gemuk agak pendek yg juga pemilik studio/kostan ini menuntunku ke posisi. Gaya yg mereka inginkan sebenarnya sama dengan Dion minggu lalu, katanya ini gaya basic. Mereka juga menanyakan, lebih nyaman sisi belakang atau depan dahulu? “lhoo, kemarin Dion satu sisi” aku menyanggah. Mereka menjelaskan sebenarnya part belakang sudah dilukis di hari jumat, jadi sabtu tinggal depan. Karena aku “tamu” mereka ingin satu hari selesai. Aku menyetujui untuk sisi belakang dulu. Wina membantuku di posisi dan bagaimana pose seharusnya.

“yg atas langsung dibuka aja gapapa Sab?” tanya Wina pelan. Menurutnya, karena ini sisi belakang, akan lebih mudah kalo langsung, pun dadaku tak terlihat. Aku menyetujui dengan mengangguk perlahan. Wina melepas ikatan di dadaku dan menaruhnya tepat di samping kaki kiriku. Kembali, Duta menyalakan music. Ternyata selain mengisi keheningan, music ini juga jadi penanda fase mereka.



10 menit berlalu, dari deg-degan aku mulai merasa pegal, bosan. Kamar ini hening, hanya ada suara goresan dan music instrumental pelan. Entah berapa lama Wina Kembali memecah keheningan “Sab, bawahnya dibuka gapapa kan ya?” tanya Wina Kembali, mengisyaratkan fase ini sudah hampir selesai. Aku mengiyakan, dan tangan Wina mulai melepas ikatan kainku. Ia Kembali meletakan kain tersebut di samping kakiku. Kembali tubuhku terasa panas. Aku mulai merasakan banyak pasang mata memperhatikan dengan seksama area bokongku.



Sepertinya satu jam dan sesi ini selesai. Aku Kembali memakai dua kain hitam penutup. Aku melihat satu persatu hasil lukisan mereka, dan jujur aku terpukau dengan bagaimana mereka melukis tubuhku. Bahkan Duta dan satu orang Wanita lain bisa melukis bokongku menjadi begitu detil.

“gimana Sab?mulai terbiasa?” tanya Dee

“baru pertama, kaku banget, takut” jawabku ragu

“gapapa Sab, wajar, yg belum biasa emang aneh” jawab Duta meyakinkanku.



Kelar break sejenak, Wina memposisikanku Kembali di spotlight, juga mengatur gayaku. Sekarang aku bisa menatap mereka semua, juga bisa melihat bagaimana mereka menatap tubuhku. Ini lebih parah dari yg kubayangkan ternyata. Aku masih memakai kain, namun terasa seperti telanjang. Kamar ini cukup dingin, tapi tubuhku seperti terbakar. Aku berusaha mengatur napasku agar tidak banyak bergerak dan kelihatan memburu.



Baru 15 menitan, Wina berkomentar “ini kain gombrong banget yak”

“gw kira gw doang yg mikir gitu” timpal Dion dan Dee.

Kain ini memang cukup besar, jadi seluruh area dadaku tertutup, bahkan hampir sampai ke pusar. Membuat sulit untuk melewati karena khawatir garisnya ga cocok.

“Sab, kamu gapapa kalo atasnya dibuka sekarang?” tanya Wina, berusaha membuatku nyaman. Aku mengangguk perlahan. Wina Kembali bangkit, membuka perlahan kain yg menutup dadaku.

Jantungku seperti mencuat keluar. Dadaku berdegup cepat. 7 pasang mata ini fokus melihat dadaku. Aku berusaha memejamkan mata, namun fantasiku malah mengambil alih. Dion begitu fokus, melihat dadaku, seperti mengukur dengan jarinya. Aku merasakan seperti tangan Dion meremas dadaku. Bahkan Ketika aku melihat Wina dan satu Wanita lagi, mereka begitu fokus dan aku merasa dadaku digerayangi mereka berdua.



Hampir satu jam, dan tiap menitnya membuat degup jantungku makin cepat. Salah satu dari mereka bahkan menggunakan hoodie, membuktikan kalo kamar ini sebenarnya dingin, namun aku bisa merasakan tubuhku mulai berkeringat. Daaan, Wina Kembali memecah keheningan “Sab, it’s ok kalo yg bawah? Lo make latex itu kan?” tanya Wina pelan berusaha menenangkan. Aku Kembali mengangguk.



Wina Kembali membuka kain penutup selangkanganku, dan Ketika kain itu terjatuh, aku merasakan sensasi luar biasa. Bertelanjang di depan banyak orang, sensasi yg aneh luar biasa. Aku malu, sangat malu, namun aku menikmatinya. Kembali Dion mengukur area selangkanganku, dan Kembali aku merasakan seperti tangan Dion memegang vaginaku.



Sekitar 20 menit berlalu, kali ini Duta memecah keheningan “gengs, jujur, gw bingung, beberapa kali gw liat toket, itu pentilnya selalu beda. Kalo bawah okelah bisa dibayangin karena selama berdiri cenderung bentuknya sama”

“lah lo bukannya pernah make model cewe ya Dut?” timpal Dion

“6 kali Lukis, 6 bentuk beda total, si Wina aja beda ama yg lain” jawab Duta lagi

“ya memang bentuk itu unik Dut. Gw ama Rani aja beda, ama Sab ya beda lagi” timpal Wina.

Mereka saling berdiskusi untuk bagaimana melukis tanpa objek detil dada gw.

“gengs, kalian perlu berapa lama untuk nggambar detil dada?” tanyaku menengahkan.

Mereka berpikir sejenak, salah satu pria di sana menjawab “gak lama sab, paling 5 menitan kalo gw, bentuknya udah kan, tinggal detil”

“are you ok? Kalo lepas patch?” tanya Wina meyakinkanku

“sab gapapa kalo Cuma 5 menitan, jangan lama-lama” jawabku setelah berpikir sejenak. Aku berpikir, mereka sudah melihat, bahkan menggambar detil kedua dadaku, menambahkan detil putting tidak seburuk itu.

Wina Kembali berjalan kearahku, perlahan melepas patch di kedua dadaku. Aku menghirup napas Panjang.

“tuh kan beda lagi” celetuk Duta Ketika akhirnya ia melihat dadaku tanpa penutup apapun.

Beberapa dari mereka bergerak maju, berusaha menangkap detil dari putingku. Entah apa mereka mendengar, tapi aku merasakan napasku makin cepat. Aku menutup mataku sejenak, membayangkan 7 orang ini menggerayangi seluruh tubuhku, membayangkan 7 pasang tangan bergantian meraba dada dan vaginaku.



“wrap!” Dion setengah teriak mengingatkan, diiringi Dee melempar hoodie ke arahku. Hoodie ini cukup menutup hingga setengah pahaku. Mereka semua mempersilahkan aku melihat hasil mereka masing-masing. Dari gambar mereka aku baru menyadari, putingku ternyata mencuat keras. Aku tau dadaku jika Ketika biasa, putingku sebenarnya tidak menonjol, bahkan cenderung masuk ke aerola, namun Ketika tinggi, aerolaku mencuat dan putingku tegak menegang. Mereka semua menggambar putingku tegak menegang. Mereka bisa menggambar garis vaginaku tanpa melihatnya, namun memang berbeda persepsi tiap orang. sejujurnya aku menikmati melihat lukisan tubuhku, “wah badanku ternyata bagus dilukis” pikirku.



Aku izin pada mereka untuk Kembali memakai pakaian. Di kamar mandi, baru kusadari vaginaku basah. Celana dalam latex ini basah belepotan cairan vagina, bahkan hingga pahaku. Jadi, mereka melihat vaginaku banjir, dan putingku keras. Apakah artinya mereka sadar aku menikmati, bahkan sange dengan seluruh proses ini?
 
Seruuu jangan lupa updatenya hu, ser juga background story setiap char disini
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd