Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Janji di antara Puing (Remake)

PenulisKidal

Semprot Baru
Daftar
23 May 2016
Post
40
Like diterima
86
Lokasi
Pempek City
Bimabet



Chapter I - Betrayal and Relinquish

You never know when the time show you the truth…


March 22, 03:00pm, At Home, In My Room.

“Shit!.”
“Why she so easy left me behind!”
“Fuck up!! apa yang bagusnya dari cowok itu.”


Sejenak aku pandangi cicin pertunanganku dengan Rima. Semuanya telah berakhir ketika aku menemukan video ’miskinnya’ dengan sepupunya sendiri. Sepupu jauh yang telah mengambil dia dariku.

“Gua bunuh aja mereka!”

Akal sehatku mulai tak terkendali aku pun mengambil belati yang aku simpan di dalam lemari kamarku. Ku simpan belati itu di belakang punggung dan tertutupi baju.

“Hari ini bakal jadi hari terakhir buat kalian.”

Ku Kenakan Jaket lalu aku pacu kuda besiku ke arah jalan Soekarno Hatta menuju ke kediaman Rima. Aku sudah mati rasa kepadanya. 7 Tahun kebersamaan kami telah dibayar dengan pahit olehnya. Kebusukan yang lebih busuk dari bangkai. Kesucian yang seharusnya menjadi milikku 2 bulan kedepan kini telah hilang seketika saat aku melihat rekaman mereka, Rima dan Bajingan keparat tersebut. Bajingan yang bernama Rian, laki-laki yang dikenalkannya 6 bulan yang lalu sebagai ‘Sepupu’ jauhnya.

Aku berkendara dengan penuh amarah dan emosi. Saat teman sekantorku yang gemar menyusuri dunia bokep menemukan video tersebut. Melihat ekspresi Rima yang begitu bahagia saat berhubungan intim dengan Rian. Semakin aku teringat semakin dalam juga aku menarik pedal gas motorku. Klakson motorku tak henti-hentinya aku bunyikan dan akupun berteriak-teriak seperti orang kesetanan.

10 menit ku pacu kuda besiku kini aku pun sampai di kediaman Rima, tanpa pikir panjang aku mendobrak pagar rumahnya. Pagar terjatuh dan sontak warga yang berada disekitar rumah tersebut terkejut lalu berkumpul.

“KELUAR RIM!”
“DASAR PEREK LOE, LONTE, RENDAH BANGET LOE, MANA RIAN PASANGAN MESUM LOE! BAJINGAN LOE SEMUA!”

Seorang pria paruh baya menghampiriku lalu mencoba menenangkanku.

“Sabar nak Rama, sabar! ada apa sebenarnya?”
“DIAM PAK! GAK ADA URUSANNYA DENGAN BAPAK! PERGI SANA BAPAK!”

Aku mendorong bapak tersebut hingga terjatuh dan berguling. Warga sekitar tak ada yang berani mendekatiku lagi. Aku gedor-gedor rumah Rima namun tidak ada jawaban sama sekali. Tampak sepi tak berpenghuni.

* sfx: klakson

Sebuah mobil mendekati kediaman Rima. Aku tau mobil tersebut. Mobil miliki keluarga Rima. Segera aku menghampiri mobil tersebut lalu mengeluarkan belati dari punggungku dan lalu hunuskan kepada pengemudi mobil tersebut.

Benar saja yang membawa mobil itu adalah Rian, orang yang akan segera aku habisi.

“Eh santai Bro!” Rian keluar dari mobil dan menghampiriku.

Terlihat di dalam mobil ada wanita disebelah bangku pengemudi. Dia orang yang telah mengkhianatiku. Dia, Rima yang berada disana dan kedua orang tuanya di bangku belakang. Kedua orang tua Rima langsung turun dari mobil dan menyusul Rian.

“Ada apa ini Rama, kenapa kamu bringas seperti ini?” Ucap bapak Rima.
“OM! MULAI DETIK INI AKU BUKAN LAGI TUNANGAN RIMA! AKU GAK MAU BERHUBUNGAN LAGI DENGAN PEREK ITU!”
“Jaga mulutmu Rama. Saya juga bisa kasar!”

Aku mengeluarkan smartphoneku dan melemparkannya ke Bapak Rima.

“LIHAT DI HP ITU OM! KELAKUAN BEJAT ANAK DAN PONAKAN OM!”

Begitu aku meneriakan hal tersebut muka Rian Pucat Pasi. Rima pun yang keluar dari mobil terdiam seribu bahasa dan melihat Rian dengan penuh kekecewaan.

Alangkah terkejutnya Bapak dan Ibu Rima melihat video berdurasi 13 Menit tersebut. Rima dan Rian sedang berpelukan dipinggiran balkon hotel sembari tangan Rian mengambil gambar. Mereka mulai melucuti pakaian mereka masing-masing tampak Rima bergantian mengambil gambar dan Rian memeluknya dari belakang. Rima menikmati remasan tangan Rian di dua ”gunung kembarnya” dan sesekali menciumi leher Rima.

“Rian Mo nyusu?” ucap Rima dengan manjanya.
“Mau dong. Rima sayang.” Dengan rakusnya Rian menghisap payudara Rima. Putingnya pun mencuat dan semakin menantang untuk di hisap.
“Ah!” Rima melenguh ketika putingnya dijilat lalu tiba-tiba digigit Rian. “Uh.. Rian nakal deh. Nikmati aku Rian. Aku pengen kasih yang pertama buat kamu”.

Dalam rekaman itu Rima mengarahkan HP tepat diatas kepala mereka. Terlihat jelas bagaimana nafsunya Rian menikmati permainan itu.
Rima tampak tanpa segan mengulum penis Rian. Terdengar jelas suara kecup dan hisapan Rima di penis Rian. Tak lama berselang Rian memuntahkan laharnya ke mulut dan membasahi sebagian wajah Rima.

Kini Rian pun bergantian menjilati klistoris dan lubang vagina Rima. Rima melenguh kenikmatan merasakan sensasi yang diberikan Rian. Penis Rian pun bangkit kembali dan Rima sudah terbaring pasrah. Hingga akhirnya penis Rian memasuki vagina Rima dan mengalirlah darah keperawanan Rima.

Ibu Rima yang melihat video tersebut hiteris lalu... “Pak anak kita, Pak!” Sontak ibu Rima jatuh pingsan dan ayah Rima tak sanggup lagi menyaksikan video tersebut.

“Ibu!” Teriak Rima dari seberang mobil.
“DIAM KAMU PEREK! SALAH LOE KENAPA IBU LOE KAYAK GINI! DARI AWAL GUA NGEJAGAIN LOE TAPI APA YANG LOE PERBUAT KE GUA! HAH!?”

Rian yang awalnya terdiam langsung mencoba merampas smartphone yang sedang di pegang oleh Ayah Rima. Sebelum berhasil diraih, sebuah tamparan mendarat keras di pipi Rian. Terlihat begitu merah wajah ayah Rima. Orang tua mana yang tak terluka hatinya melihat kelukan bejat anak dan keponakannya tersebut.

“Rama, Ikut Om Kedalam. Kita selesaikan secara kekeluargaan. Om bener-bener minta maaf sama kamu. Tapi om juga benci cara kamu ini. Om sampai kehilangan muka dengan orang-orang disini. Betapa malunya om dan tante kedepannya nanti.” Ucap ayah Rima sembari memegangi ibu Rima dan menangis.

Amarahku pun hilang ketika melihat hal tersebut.

“Tidak om, Terima Kasih Banyak. Aku kira sudah cukup sampai disini. Tidak ada yang perlu dibahas lagi. Aku tidak bisa berpikir jernih lagi. Aku mendapatkan video ini dari temanku dan aku juga tau video ini sudah menyebar 2 minggu yang lalu. Shock! Pada saat berita tentang video ini masuk ke dalam berita Internet. Aku tau itu Rima saat aku melihat liontin yang ia pakai.”

“Tapi bagaimana dengan pernikahan kalian?” sergah ayah Rima.
“Aku sudah melupakannya. Akan aku batalkan seluruh persiapannya. Aku tidak akan menyusahkan keluarga om lagi.”


June 1, 08:00am, At Rama House.

“Kak bangun kak!”

Ku dengar teriakan dari balik pintu kamarku. Suara yang tak asing membangunkanku dari tari tidurku. Dia adik perempuanku. Usianya 5 tahun lebih muda dari diriku. Seharusnya kini aku tak lagi dibangunkan oleh adikku.

“cih! kenapa aku bisa urung menghabisi mereka.” ujarku menggerutu.

Aku mengambil handukku dan menuju ke kamar mandi. Ku guyuri badanku dengan air dan menyandarkan kepalaku ke dinding. ”God! Why!?” ucapku sembari menyembunyikan air mataku dibalik guyuran air. “Mulai sekarang aku gak akan percaya lagi dengan wanita. Wanita mahluk yang egois. Tidak ada cinta sejati. Hanya orang bodoh yang percaya hal tersebut. FUCK for love! BULLSHIT at all”

Hari ini aku mulai kehidupanku yang membosankan. Aku pernah berfikir apakah tujuan hidup ini. Aku kini hanya menjalaninya saja tanpa banyak berharap banyak lagi.

Seperti biasanya aku ikut keluargaku sarapan. Hanya ada aku, ibu, dan adik-adikku. Ayahku sudah pergi meninggalkan kami untuk selamanya ketika aku masih SMP dan adik-adikku masih SD. Kami masih beruntung ibuku seorang Pegawai PNS sehingga kami masih memiliki sedikit uang untuk bertahan hidup.

Kehidupanku cukuplah keras setelah ditinggal ayah. Aku menjadi anak jalanan dengan berjualan koran di persimpangan jalan. Perkelahian dengan anak jalanan lainnya kerap aku alami dan tak ayal membuat ibuku menjadi begitu khawatir. ”Apa boleh buat, inilah satu-satunya jalan agar aku bisa membiayai hidupku. Setidaknya ibu tidak perlu khawatir dengan kebutuhanku. Paling tidak itulah yang menjadi prinsip hidupku."

Aku bukanlah siswa yang pintar saat sekolah dulu. Namun aku berusaha membahagiakan orang tuaku dengan cara mencari beasiswa yang dapat aku raih hingga aku lulus perguruan tinggi tanpa membebani keluargaku sama sekali.

Monoton…

Bangun pagi, mandi, sarapan, kantor, rumah, makan malam, tidur lalu bangun lagi. Aku merasa apatis dengan orang lain sejak kejadian itu.

Aku merasa setiap orang hanya memanfaatkan orang lain demi kepentingan mereka. Walaupun hal itu memanglah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri namun aku hanya dapat memasang topeng senyuman.

Terlebih lagi, mereka akan marah apabila pekerjaan yang diserahkan kepadaku mengalami kegagalan. Terlepas dari kinerjaku atau orang yang berkaitan dengan pekerjaanku. Seperti diperbudak oleh uang dan jabatan orang lain. Orang menganggap kastanya lebih tinggi ketika berhadapan dengan ‘bawahannya’. Berlaku semena-mena tanpa memerhatikan perasaan orang lain adalah hal yang wajar bagi mereka.

“Oh God, sampai kapan kehidupanku akan seperti ini!” umpatku dalam hati.

Kejadian ini terus berlanjut hingga akhirnya aku bertemu dengan wanita yang tampak lebih muda dariku. Dalam sebuah kejadian yang sangatlah sulit. Disaat aku tidak lagi memiliki kepedulian kepada orang lain selain keluargaku. Aku menolongnya.

August 20, 01:00 pm, at BRI.

“Shit! Keterlaluan, bukankah ini kerjaan bagian keuangan untuk mencairkan cek ini.” Gerutuku.

Aku mengantri dibarisan menuju teller. Hari ini di BRI nasabah cukuplah ramai. Keadaan Bank tak ubah pasar swalayan disaat hari minggu. Walaupun ramai namun keadaan begitu tenang sampai ketika…

*sfx suara senapang serbu dan pistol

Tubuh Satpam dan beberapa karyawan laki-laki bank tersebut berjatuhan dan bersimbah darah. Tampak 5 orang turun dari mobil tepat di depan bangunan Bank. 3 orang memakai topeng ‘Vandeta’ lengkap dengan senapang serbu tipe AK 74 dan beberapa granat tangan di jaket dan 2 orang memakan topeng Badut dengan pistol jenis FN dengan pisau sangkur.

“SEMUANYA TIARAP! KELUARKAN HP KALIAN DAN TARUH DI SAMPING KEPALA KALIAN!” Ucap salah satu dari mereka diiringi oleh beberapa tembakan.

Seluruh nasabah dan karyawan bank tersebut panik. Sebagian berusaha kabur namun malah ditembak oleh sekawanan tersebut. Aku hanya bisa pasrah tiarap dan menaruh hpku disamping kepalaku. Dari cara mereka menyerang masuk aku yakin mereka bukanlah orang sembarangan. Dengan cepat mereka mengambil Handphone dan Smartphone kami lalu menghangcurkanya satu persatu.

“Tolong! Tolong lepaskan saya!” teriak wanita yang bertubuh montok dan berpakaian seksi. Perampok bertopeng Badut Pertama lalu membawanya ke balik meja teller setelah tubuhnya ditelanjangi dengan cara merobek pakaiannya dengan pisau sangkur mereka. Perampok bertopeng Badut Kedua ikut menyusul lalu membuka sebagian topengnya lalu menghisap payudara wanita tersebut lalu meninggalkan bekas 'cupangan' dibeberapa sisi.

"Ah... lepasin... ah.. ehm..." entah itu desahan atau penolakan akupun tak tau.
"AWAS KALO ADA YANG KETAUAN SANGE!! KU PECAHKAN KEPALA KALIAN!! HAHAHA" ucap perampok bertopeng Badut Pertama yang sedang asik meremas payudara wanita tersebut.
"EH PEREK HISAP PUNYA GUA? KALAU LOE MACEM-MACEM! PECAH OTAK LOE!" ucap perampok bertopeng Badut Kedua.

Suasana makin memanas. Terlihat seorang karyawan laki-laki yang berusaha mendekati alarm yang berada dekat meja CS. Terdapat jarak 5 meter dari karyawan tersebut dengan kawanan tersebut yang sedang mengancam teller untuk memasukkan uang ke dalam tas mereka.

“BOS! CEWEK INI DAH GAK PERAWAN LAGI!” teriak perampok yang memakai topeng Badut Kedua.
“UDAH LANJUTIN AJA! GUE GAK PEDULI DENGAN CEWEK!” teriak salah satu perampok yang memakai topeng Vandeta yang dipanggil Bos oleh mereka.
“YAKIN BOS!? TOKETNYA KENYEL BANGET BOS! MEKINYA TEMBEM BOS! EMPOTANYA MAUT!” sahutnya.
“TERSERAH LOE AJA. HAHAHA!”
“WUIH MANTEP BOS! DIA NIKMATIN PENIS GEDE GUA BOS. GUE TAMPAR-TAMPARIN DIA MALAH TAMBAH HOT BOS.”
“PEREK! HAHAHA! EH LOE CEPET ISI PENUH.” Ucap orang yang dipanggil Bos tadi dan menodongkan senjatannya ke arah teller yang terpucat pasih mengisi tas mereka.

“EH LOE GANTIAN, MASAK LOE TERUS YANG NIKMATIN MEMEKNYA!” Ujar Perampok Bertopeng Badut Pertama.

“YAELAH, HORNY JUGA LOE. YAUDAH SINI GUE JUGA MAU NGENTOTIN TOKETNYA YANG GEDE INI. HAHAHA. V3 KALO ADA YANG SANGE TEMBAK MATI AJA.” Ucap Perampok Bertopeng Badut Kedua.

“PARAH LOE, DIEM-DIEM UDAH NGECRET AJA DI MEMEK BETINA INI. YAUDAHLAH GUA ANAL AJA SEKALIAN” Umpat Prampok Bertopeng Pertama.

“Ampuuuuunnnnnn!!! Ma…as…!! Aku Beeee… lum… pernah… di An….. ahhhhhh” Wanita tersebut teriak keras lalu hening.

“Shit!! Kenapa aku harus terjebak dalam seperti ini!” ucapku dalam hati sembari tetap menundudukan kepala berharap mereka melepaskan kami dan pergi.

*sfx senapan serbu

Runtutan suara tembakan tiba-tiba terdengar. Jelas saja arahnya tak jauh dariku dan berdekatan dengan karyawan yang mencoba menghidupkan alarm oleh salah satu perampok bertopeng Vandeta Kedua. Entah sudah berapa banyak nyawa yang berjatuhan setelah 10 menit penyerangan para perampok ini.

“I-ini pak, sudah p-penuh isinya.” Ucap teller wanita yang tanpa sadar ngompol.
“BAGUS! 11 MENIT SESUAI JADWAL! SEMUANYA! AYO KITA PERGI!” Teriak lantang sang bos.
“YAH PEREK INI PINGSAN LAGI. YA UDAH GUE CARI YANG LAIN.”

Perampok bertopeng Badut Pertama tadipun beranjak dari wanita yang telah ia nikmati lalu pergi mencari wanita lain. Dia menarik wanita yang berada di dekatku. Wanita muda yang terlihat polos.

“BOS!! GUE AMBIL NI CEWEK BUAT SANDRA DAN SEKALIAN BUAT MALEM NANTI!
“BOLEH JUGA SELERA MU! NANTI SAYA JUGA MAU! HAHAHA” jawab bos itu dengan mudahnya.

Gadis itu pun terlihat shock bukan main. Dia melihatku dan seolah berkata. ”Tolong aku!” Entah dari mana bisikan untuk menolong itu datang. Begitu wanita itu diangkat aku langsung bangkit bersamaan. Aku lancarkan pukulan keras di ulu hati prampok bertopeng Badut Pertema tersebut. Dia terjatuh dan aku merebut pistolnya serta mengamankan wanita tersebut dibelakangku.

“Tembak kepalanya!” Terbesit ucapan di dalam hati. Dengan jarak yang sangat dekat, aku menembak kepalanya hingga isi otak Perampok Bertopeng Badut Pertama tersebut berhamburan.

Salah seorang perampok yang melihat temannya tewas langsung menghujani kami dengan peluru. Aku menarik wanita tersebut dan bersembunyi dibalik meja CS. Baku tembakpun tak terelakkan. 4 melawan 1. Seorang dari mereka melemparkan granat tangannya. Akupun secara reflek mengabil granat tersebut dan melemparkannya kembali ke arah mereka. Granat meledak menghancurkan plafon dan melukai mereka berempat dan beberapa orang disana.

Suara sirene terdengar samar dari ke jauhan. Mereka pun bergegas melarikan diri bersama uang yang mereka rampok. Aku bisa bernafas lega sekarang.

Aku berdiri dibalik meja CS dan melihat mereka telah hilang dari parkiran gedung. Tanpa sadar aku merasakan darah mulai menetes dari lengan kiriku.
“Sial.. aku tertemb...” Aku pun terjatuh dan tak sadarkan diri dipelukan gadis yang aku tolong.

to be continued...

Next Story...
CHAPTER II
CHAPTER III PART ONE
CHAPTER III PART TWO (END)
CHAPTER IV - SEDANG DALAM PENGERJAAN, TRIMS
 
Terakhir diubah:
Pernah baca nih. Tapi nggak tamat. Yang ini ditamatin ya hu. Masa' udah di remake nggak tamat juga.
 
Apa ada perubahan dari yang dulu?
Menurut ane suara senapan dan lainnya ditulis aja suhu.....
 
Sebelumnya ane minta maaf gan karena gak sempet nyelesein ceritanya.
Kali ini ane bakal nyelesein ceritanya termasuk yang untold story jg.
:ampun:terima kasih banyak ane ucapin untuk agan-agan dansuhu-suhu yang udah mau baca karya ane :ampun:

untuk chapter selanjutnya bakal ane share paling lambat besok malem.

 
  • Like
Reactions: Tul
Sebelumnya ane minta maaf gan karena gak sempet nyelesein ceritanya.
Kali ini ane bakal nyelesein ceritanya termasuk yang untold story jg.
:ampun:terima kasih banyak ane ucapin untuk agan-agan dansuhu-suhu yang udah mau baca karya ane :ampun:

untuk chapter selanjutnya bakal ane share paling lambat besok malem.

Mantap hu :D
 
semngat 45 suhu

:semangat:

mejeng di trit pejawan itu rasanya gmna gt:pandaketawa:
 




Chapter II – Kindness and Phobia



August 22, 9.20 am, Room 201 at Bhayangkara Hospital.

Plafon putih. Itulah yang terlihat oleh mataku saat ini. Bahu kiri, perut dan leherku terasa sakit dan nyeri. Sekilas aku teringat kembali kejadian yang sangat mencekam kemarin. Seperti mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Melihat mayat yang bergelimpangan, darah yang bersimbah, kepanikan dan teriakan, keputusasaan, pemerkosaan dan aku yang telah membunuh.



Apakah kamu masih bisa menarik pelatuk pistolmu ketika nyawamu dan nyawa orang yang kau lindungi akan hilang sedangkan yang kau lakukan sama saja dengan yang mereka lakukan?


Aku mencoba bangkit dan duduk untuk melihat sekelilingku. Aku tersadar bahwa aku kini berada dilingkungan rumah sakit. Entah Rumah Sakit apa aku tak tau. Ketika ku pandangi sisi kanan tempat tidurku ada gadis yang memegang tanganku. ”Betapa lembutnya tangan ini. Kelihatannya adikku telah menjagaku disini. Tapi tunggu dulu, dia tidak mirip dengan adikku?” Aku mencoba mengelus kepala gadis tersebut dan perlahan aku menyibak rambutnya.

*sfx ketukan dipintu kamar

“Permisi, Selamat Pagi Rama! Saya dokter Arif yang bertugas merawat kamu disini. Syukurlah kamu sudah siuman.” Seorang dokter paruh baya dengan penampilan khasnya menghampiriku.
“Iya dok baru saja saya bangun. Kalau boleh tau saya dirumah sakit mana ini dan sudah berapa lama saya berada disini?” Ucapku sembari tetap mengelus kepala gadis yang berada disampingku.
Dokter Arif mendekatiku seraya membaringkanku dan memeriksa tubuhku. “Kamu disini sudah 3 tiga hari Rama. Sekarang sudah tanggal 22. Tenang saja kamu aman disini. Kita sekarang dirumah sakit Kepolisian Bhayangkara.” Ucap dokter Arif sembari tersenyum.

Dokter Arif merampungkan pemeriksaannya. Setelah aku bertanya lebih lanjut kepadanya barulah aku tau bahwa aku mengalami luka tembak di perut kanan, bahu kiri dan luka goresan peluru di leher sebelah kiri. Dia mengatakan bahwa sebuah keberuntungan yang membuatku dapat lolos dari maut. Bukan hanya luka tembak yang ku alami melainkan kawanan yang ku hadapi kemarin adalah kelompok teroris bekas prajurit militer yang selama ini buron akibat kasus yang sama.
Pikiranku menjadi kacau. Entah aku harus bagaimana sekarang. Aku telah membunuh rekan mereka mungkin suatu saat mereka akan balas dendam kepadaku.

Aku... Takut...

Dokter Arif yang melihat tingkahku langsung menenangkanku. Sebelum pergi, beliau juga menceritakan gadis yang berada disampingku. Dia tidak lain adalah wanita muda yang aku tolong pada kejadian naas tersebut. Dia telah menemaniku selama aku dirawat di rumah sakit ini. Seorang gadis yang tinggal sendirian dan sebatang kara tanpa saudara sama sekali. Kedua orang tuanya meninggal dunia ketika terjadi kecelakaan pesawat 1 tahun yang lalu, di selat sunda. Pasti berat rasanya tinggal sebatang kara di dunia ini. Hanya tinggal paman, adik dari ayahnya yang kini tinggal di pedesaan dan sangat jauh dari ibu kota.

“emh... eh... hoah....” Gadis tersebut bangun dan menguap dengan besarnya.
“hahahaha.... sudah bangun ya? eh...?” Aku tertawa lepas lalu bingung memanggil sapaannya.
“Dini... panggil saja namaku Dini.” Jawab Dini dengan tersipu malu dan menutup mulutnya.
“Dini ya, nama yang bagus. Hahaha. Namaku Rama, kamu kelihatannya lebih muda dariku?” tanyaku sambil memperhatikannya dari dekat.
“Beneran? kelihatannya kita seumuran. aku baru 22.” Dini menjawab dengan wajah tertunduk.
“Wah bener nih aku lebih tua. Aku 2 tahun di atas kamu.” Tanpa sadar kepalaku mengelus kepala Dini. Dini pun semakin tersipu malu lalu pergi menuju toilet. “Aku ketoilet sebentar Ram.” Dini pun berlalu.

Dini kembali menghampiriku dan membawakanku bubur untuk sarapan. Di mataku Dini merupakan sosok wanita yang baik dengan tinggi badan yang mungkin sebatas telingaku, tubuh yang proporsional dan rambut sepunggung serta berpakaian yang terkesan casual dengan kemeja dan rok panjangnya. Entah itu terlepas dari aku yang telah menyelamatkannya atau tidak. Dia mampu membuatku sejenak melupakan kelemannya hari kemarin.

“Rama, aku bawakan sarapan yang dititipkan suster pagi tadi.” Dini membawa bubur beserta segelas susu dan meletakkannya di meja di sebelah ranjangku.
“Maaf ya jadi ngerepotin, kata dokter tadi aku belum boleh banyak bergerak. Duduk aja masih terasa sangat nyeri di perut.” Jawabku dengan perlahan merubah posisi tidurku dengan duduk.
Melihatku berusaha duduk. Dini lalu memutar bagian bawah tempat tidurku. Sepertinya dia sudah paham dengan kondisi tempat tidur ini yang bisa di naikan atau di turunkan baik bagian kaki maupun bagian kepalanya.

“Segini cukup?” ucapnya lalu mengambil bubur tadi.
“Cukup. Makasih banyak, oh ya... ibu sama adik-adikku tadi kesini gak?” jawabku sembari membetulkan sandaranku.
“Tadi subuh mereka pulang Ram karena ini kan masih kamis jadi adik-adikmu mesti sekolah terus..... astaga aku lupa ngabarin ibu kamu kalau kamu sudah sadar.” Dini pun terburu-buru mengambil handphone-nya lalu menghubungi ibuku. Aku hanya bisa tertawa melihat tingkah Dini. Masih ada wanita polos seperti dia. Sepertinya aku menyukai Dini namun disisi lain luka yang disebabkan oleh Rima masih terlalu pedih dan membekas.
“Ayo Ram, sarapan dulu?” Dini mengambil semangkuk bubur dan mencoba menyuapi aku.
“Gak papa Din, Aku bisa sendiri.” Aku tersenyum lalu mengambil mangkuk Bubur tersebut dan mulai makan sesuap.

Akupun menyeringit kan dahi. “Gak enak Din, Buburnya Hambar.”
“Beneran Ram?, coba aku cicipi.” Dini membuka mulutnya. Aku pun tanpa sadar menyuapi Dini. “Iya bener Ram, hambar gak ada rasa apa-apa selain rasa nasi.”

Aku menambahkan beberapa potong daging ayam dalam suapanku kali ini. Seperti yang dikira rasanya masih tetap saja tidak enak.
Bahkan yang sedang sehatpun menganggapnya juga sama. Cukup sering kami saling mencicipi. Terkadang aku menyuapi Dini dan terkadang Dini menyuapi aku. Mungkin terdengar konyol tapi kami sama sekali tidak menyadari hal tersebut dan hanya fokus dengan bubur yang kami makan.

Sampai ketika aku tersadar.

“Eh Din, kita nyadar gak sih kalo dari tadi kita saling suap-suapan?” ujarku sambil menggaruk kepala.
Dini tidak berkata apa-apa. Lagi-lagi wajahnya memerah. Aku yang sadar malah tersenyum. Suasana inilah yang telah mulai hilang dalam hidupku dan kini kembali lagi.

Setelah kejadian itu kami pun bertukar cerita. Dini mengatakan dia sangat berhutang budi bahkan berhutang nyawa padaku. Sebagai balas budi dia berjanji pada dirinya sendiri dan juga kepada ibuku untuk merawat dan menjagaku sampai aku benar-benar pulih. Tentu saja aku menerimanya dengan senang hati.

Tidak seperti wanita kebanyakan, Dini hanya akrab denganku terlihat dia begitu canggung berbicara dengan perawat laki-laki saat perawat tersebut mengganti botol infusku. Terdengar grogi dan bicaranya gagu. Mungkin ada alasan tersendiri dari dirinya yang belum aku ketahui. Satu hal yang pasti. Aku nyaman bersamanya terlepas apapun alasannya.

Dini menceritakan kisah hidupnya mulai dari menyenangkan, kehilangan orang tua, pengalaman pahit hingga akhirnya bertemu denganku.

Dini lebih muda dua tahun denganku namun pada saat SMP dia mengambil kelas percepatan sehingga dia dapat lulus dalam waktu 2 tahun. Tempat tinggalnya berjarak 3 Km dari rumahku. Saat SMA di sempat dua kali ke Sekolahku saat ada perlombaan Sains dan aku pada saat itu menjadi panitia namun kami yakin kami pernah bertemu namun tidak mengenal satu sama lain pada saat itu. Mengingat pada saat SMA, Dini berada satu kelas dibawahku.

Dini mengambil kuliah di politeknik dan mengambil jenjang D3 jurusan akuntansi. Dia memiliki cita-cita untuk melanjutkan studinya sampai S1 namun niat itu terpaksa di urungkan semenjak orang tuanya meninggal. Dengan uang pensiunan dari orang tua Dini dan gajinya yang di dapatinya dulu, Dini bertekat untuk membuka usaha kecil-kecilan.

Hingga saat ini, Dini belum pernah pacaran. Ketika SMA dia sempat memiliki teman pria yang dekat dan baik dengan Dini. Namun pada saat Dini sudah merasa nyaman, laki-laki itu pergi meninggalkan Dini untuk selama-lamanya. Hal yang membuat Dini terpukul yakni mereka sebelumnya, saat pulang sekolah mereka bertengkar dan Dini meninggalkan laki-laki itu dan pulang ke rumah. Keesokan harinya laki-laki itu tidak masuk sekolah. Dua hari hingga seminggu juga laki-laki itu tak kunjung datang. Dini pun menanyakan hal tersebut kepada wali kelasnya. Wali kelas Dini memberitahukan tentang keadaan Hari, laki-laki yang Dini maksud. Hari sedang dirawat di rumah sakit. Hari mengalami kelainan jantung sejak kecil dan keadaannya semakin parah. Mendengar hal tersebut Dini merasa terpukul. Dini bergegas menuju rumah sakit dan menemui Hari.

Setibanya disana, Dini tak kuasa menahan air mata melihat keadaan Hari yang sangat memprihatinkan. Beberapa alat rekam jantung, alat bantu pernapasan, beberapa botol infus telah terpasang di tubuh hari. Orang tua Hari mempersilahkan Dini untuk duduk di dekat Hari. Walau dengan kondisi demikian Hari masih bisa berbicara dengan Dini. Satu hal yang selalu Dini ingat.

“Segala sesuatu pasti akan berakhir. Namun akhir itulah yang membuatnya begitu berharga. Maka sebelum akhir itu tiba, jagalah ia sebaik-baiknya hingga masa itu berakhir dengan bahagia.”

Dini dan Hari saling meminta maaf. Dini mengakui kegoisannya dan Hari pun mengakui kebohongan yang ia tutupi. Terlihat senyum bahagia dari wajah mereka. Walau di dalam hati, Dini merasa terluka

Malam harinya Hari tak sadarkan diri dan dua hari setelah Dini menemui Hari. Laki-laki yang telah memberikan pelajaran hidup berharga untuk Dini menghembuskan nafas terakhirnya. Semenjak itulah Dini takut membuka diri kepada pria. Akupun memandangi Dini dan mengusap kepalanya.

“Gak papa Din, kamu sudah memberikan akhir yang baik untuk Hari.” Ucapku sembari tersenyum.

“Iya Ram, Aku lega bisa buat Hari tersenyum bahagia walau untuk yang terakhir kalinya.” Ucap Dini sambil menyeka air matanya.

Dini melanjutkan ceritanya tentang pekerjaannya. Pada saat kejadiaan Perambokan BRI, Dini baru saja masuk bekerja di sebuah perusahaan Valas dan Forex namun sekarang dia sudah berhenti akibat trauma yang dia alami. Sebelumn bekerja di Valas dan Forex, Dini bekerja di sebuah Minimarket InFaMart Selama 1 tahun dan kisah pilu Dini terjadi pada saat di baru bekerja selama 2 Bulan disana. Orang tua Dini Meninggalkan dini untuk selama-lamanya. Mereka saat itu berniat menghadiri pernikahan kerabatnnya di Jakarta. Namu naas pesawat yang orang tua Dini Tumpangi terjatuh dan tidak ada satupun yang selamat. Dini menjadi stress dan hampir bunuh diri. Beruntung ada tetangga yang menghentikan niatnya tersebut ketika dia mencoba menggantung diri di pohon rambutan di belakang rumahnya.

Beruntung Pihak InFaMart berbesar hati memberi waktu kepada Dini untuk menenangkan diri dan kembali bekerja jika keadaannya telah membaik. Dengan perlahan, Dini kembali bangkit dengan dukungan teman dan juga semangat hidupnya yang mulai bangkit.

Genap satu tahun, Toko tempat Dinipun berganti Kepala Toko. Awalnya Dini memandang Kepala Toko yang baru ini dengan penuh hormat. Akan tetapi lama-kelamaan Dini mulai merasa tidak nyaman dikarenakan kepala Toko yang baru tersebut. Orangnya kerap bertindak mesum pada karyawannya. Sampai pada saat toko mau tutup. Ada seorang SPG Susu Onlene datang untuk mengecek barangnya di toko. Dini memanggilnya dengan sebutan SPG Garong karena pakaiannya yang sangat minim. SPG tersebut memakai tangtop hitam dan ditutupi blazer biru muda dan rok yang hanya 10 centi dari kemaluan SPG tersebut serta memakai stoking berwarna kulit. Bau minyak wangi yang menyengat dan menonjolkan payudara yang besar hingga terlihat garis saraf. Sekilas nampak seperti tidak memakai bra SPG Garong tersebut. Tingginya hampir sama seperti Dini dengan perawakan putih dan wajah oriental.

Sebut saja kepala Toko tadi dengan nama Omes (Otak Mesum) dan SPG Garong tadi dengan Yanti (Doyan Titit).

“Yanti kamu sendirian aja.” Ujar Omes.

“Iya nih pak, Yanti cuma mau ngecek susu Yanti yang ada disini.” Sahut yanti sambil memainkan pena dibibir dan menutupi dadanya dengan catatan produk dia.

“Oh, kalo begitu yuk kita cek juga susu Yanti yang ada di gudang atas. Nanti bapak bantu juga si Yanti untuk mengecek susunya” Omes tersenyum penuh arti.

“Oke deh, Yanti juga udah selesai ngecek yang ini. Gudangnya di mana pak?” Yanti tersenyum nakal.

Mereka berlalu menuju lantai dua Ruko. Dini hanya melongo melihat aktifitas mereka berdua. Sepertinya mereka berdua sudah saling kenal. Hanya itu yang ada di pikiran Dini.

Pada Hari itu hanya ada Dini, Anggi dan kepala toko yang berjaga. Teman akrab Dini, Via sedang sakit dan dia meminta izin kepada kepala toko.

Setelah 15 menit mereka di lantai dua tapi meraka tidak kunjung turun. Karena ada dokumen yang perlu ditanda tangani oleh kepala toko maka Dini pun meminta via untuk menjaga kasir dan menyusul mereka ke lantai 2. Sesampainnya disana…


“Wuih… susu kamu bagus banget Yanti. Makin hari makin gede aja.” Ujar Omes.

“Iya dong pak, kan susu Yanti yang paling bagus. Ayo pak, silahkan dinikmati.” Sahut Yanti.

“Susunya makin gede!? Susu apa? Kan susu gak bisa tumbuh?” ucap Dini dalam hati saat menaiki tangga.

“Oke deh, bapak nikmatinya.” Ucap Omes dan tak lama berselang ada suara lenguhan wanita.

“ah…. Sst…. Emh….”

Seketika Dini pun merinding dan gelagapan. Dini memutuskan untuk turun namun dia juga penasaran dengan kejadian yang ada diatas.

“Enak banget susumu Yanti…. Em…. Gak nyangka masih keluar susunya. Ssst…. Ah…Banyak lagi” Ucap omes dengan terengah-engah.

“Terus…. Ah…. Nikmatin aja pak…. Susuku stoknyo banyak banget… ss... ahhh… suka nyeri kalo kebanyak kek gini… emmmm…..”

Dini semakin tak menentu. Akhinya dia memberanikan diri untuk melihat ke atas. Perlahan dia naik dan melihat dari balik pintu gudang. Kondisi gudang yang rapi dan terdapat sofa disana. Posisi pintu berada dibalik tumpukan kardus dan tertutup bayangan lampu sehingga apabila tidak jeli maka tidak ada yang tau bahwa ada orang berdiri di kusen pintu. Mata Dini pun tertuju kearah Sofa tempat para Staff biasa istirahat siang atau malam. Di sofa itulah Yanti kini sedang duduk dan Omes sedang berguling dipangkuaanya sambil menghisap payudara Yanti yang berwarna coklat.

Yanti perlahan mengarahkan tanganya kearah selangkangan Omes. Tak lama, iapun memainkan tangannya di selangkangan Omes dan mengambil sesuatu dari dalamnya. Terlihat samar oleh Dini, Yanti sedang memijat penis Omes. Sesekali Yanti membasahi tangannya dengan ludah dan mempercepat pijatan pada penis Omes. Nafas mereka saling memburu. Semakin cepat Yanti memijat naik turun penis Omes semakin kuat pula Desahan yanti. Setelah 10 menit mereka melakukan aksinya. Omespun bangkit dan mengarahkan penisnya ke payudara Yanti. Yanti pun paham dan menjepitkan penis Omes di payudaranya. Omes bergoyang naik turun sedangkan Yanti terlihat merem melek.

Aku yang mendengarkan cerita Dini hanya dapat menegukkan air liur. Dini bercerita begitu antusiasnya hingga aku sendiri bingung apakah dia merasa terangsang atau tidak dengan apa yang dia ceritakan.

Setelah cukup lama Omes bergoyang di jepitan payudara Yanti. Yanti pun menyemprotkan susunya ke kepala penis omes dan memijatnya hingga tak lama berselang, sperma Omes memuntahkan lahar putih ke dalam mulut Yanti. Yanti dengan liarnya menghisap dan menjilati penis Omes.

Omes mengambil posisi duduk di sofa dan Yanti duduk di bawahnya dan mulai memainkan penis Omes di dalam mulutnya. Setelah lima menit. Yanti berdiri dan mengarahkan vaginanya ke wajah Omes. Dengan rakusnya Omes menciumi vagina Yanti. Yang menggelinjang dan berteriak keras. Melihat Yanti teriak panjang, Omes lalu menyuruh duduk dipangkuanya sembari mengarahkan penisnya ke dalam vagina Yanti.

Hanya ada suara desahan dan tanpa percakapan seperti sebelumnya. Mereka bergoyang-goyang dan acap kali berganti posisi. Nafas Dini pun ikut memburu. Tak mengerti apa yang Dini rasakan saat itu. Hingga pada akhirnya Omes dan Yanti teriak secara bersamaan dan terkapar di sofa tersebut.

Sadar kalau nanti akan ketahuan Dini pun turun ke lantai satu dan menemui via. Via keheranan melihat raut wajah Dini. Via menanyakan banyak hal kepada Dini, namun Dini hanya menjawabnya dengan tertawa kecil yang dipaksakan.

Setelah melihat kejadian tersebut, Dini memutuskan untuk mengundurkan diri terlebih lagi setelah dia melihat dengan jelas Kepala toko yang mesum tadi ‘bermain’ dengan SPG Garong tersebut. Dan yang paling membuat Dini berhenti yakni pada saat Kepala Toko yang mesum tadi dengan sengaja memegang pantat Dini pada saat Dini sedang menjadi kasir. Dini pun refleks lalu menghajar Kepala toko yang baru tersebut dengan keyboard komputer. Alhasil keyboard pun rusak dan beberapa gigi depan orang mesum tersebut terlepas.

Aku pun tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita Dini. Pada sisi lain aku juga merasa canggung karena tanpa sadar junior juga bangkit. Heran juga rasanya mendengarkan cerita dewasa dari Dini yang begitu polos.

Setelah membahas masa lalu Dini, Kami juga mencoba mengingat kejadian perampokan kemarin. Walaupun ketakukan masih tersirat namun kami harus mengingat detail kejadian agar dapat membuat kami lebih waspada bila mereka berada di dekat kami. Dini memulainya dengan menceritakan salah atasan kantornya yang bernama Zul. Zul tewas dalam kejadian tersebut dengan peluru menembus mata kanannya. Aku tidak begitu mengingat ada korban yang tergeletak dengan kondisi tersebut. Di satu sisi Dini merasa lega karena Zul orang yang kasar dan berkepribadian ganda. Zul begitu manis jika suasana hatinya baik dan ada maunya. Walaupun usia Zul sudah 65 tahun namun dia masih genit menggoda wanita. Di sisi lain Dini merasa kasian karena ia tinggal sebatang kara di kota ini sama seperti Dini. Sisi gelap Zul menurut cerita yang di dengarnya saat pelatihan menjadi pegawai. Zul sudah dua kali berumah tangga namun berakhir tragis. Istri pertama meninggal pada saat mengandung anak keduanya akibat Diabetes. Zul lalu menikah lagi dengan Pramugari dan baru menginjak usia kedua. Istrinya kembali meninggal akibat kangker ovarium. Banyak orang yang tau dengan Zul berspekulasi bahwa ini adalah Azab untuk Zul yang sering menyiksa batin dan 'bermain' dibelakang istrinya.

Entah apa maksud dari Dini menceritakan itu. Apakah sebagai sindiran untukku agar aku tidak mempermainkan wanita. Jika memang benar, aku senang karena aku tau Dini seorang wanita yang memang membutuhkan kesetiaan. Setidaknya aku tidak pernah mengkhianati Rima melainkan sebaliknya. Aku pun belum memikirkan untuk jatuh cinta lagi.

Aku juga bercerita tentang kehidupanku. Mulai aku lahir sampai aku selesai kuliah jurusan TI. Kemudian aku menerangkan kepada dini bahwa sebenarnya aku terpaksa datang Bank tersebut untuk mencairkan cek dari Rekanan Bisnis Perusahaan. Lalu aku juga mengatakan pada Dini setidaknya aku sudah mapan untuk menikah namun aku belum bisa menceritakan hal yang sebenarnya mengenai permasalahanku tentang Rima. Kuceritakan pada Dini bahwa tabunganku untuk menikah sudah aku kumpulkan sedikit demi sedikit selama 4 tahun bekerja sembari kuliah.

Ketika aku menggoda Dini untuk menikah denganku. Mukanya memerah dan memukul bahu kiriku. Sontak saja aku teriak dan lukaku kembali terbuka. Dini pun khawatir bukan main ketika suster membersihkan perban. Aku hanya tertawa terbahak-bahak melihat wajah Dini yang begitu khawatir padaku.

Tak lama setelah tertawa tubuhku gemetar hebat saat melihat darah yang berada di perban yang telah diganti. Seketika setelah itu tanpa aku sadari aku mengingat kembali kejadian disaat aku menembak kepala perapok bertobeng badut. Suasana mencekam yang terekam diotak ini seolah muncul lagi bagaikan kaset video yang diputar ulang. Saat tanganku gemetaran. Tanganku pun di genggam oleh Dini. Dini menatap dalam ke arah mataku seolah berkata. ”Jangan khawatir, aku bersamamu.” Secara perlahan aku mulai tenang dan menghela nafas panjang.

Begitu banyak hal yang kami ceritakan hingga tanpa aku sadari aku menceritakan tentang kisah piluku. Dini akhirnya mendengar cerita mengenai kandasnya percintaanku dengan Rima. Air mata Dini menetes. Dini menundukkan kepala lalu memegang tanganku.

“Misalkan itu aku, aku gak mungkin ninggalin kamu.”

Seolah aku bisa mendengar isi hati Dini mengucapkan itu. Entahlah, hanya imajinasiku saja. Namun ada persaan haru yang ingin membuatku begitu ingin memeluknya. Namun sebelum hal itu terjadi, terdengar suara ramai dari luar kamar 201.

“Rama! Kamu sudah sadar nak!” Teriak wanita yang sangat aku cintai.
“Iya Bu.” jawabku singkat.

Ibu menghampiriku lalu memelukku dari sisi kiri ranjang. Dini yang semula menangis mengelap air matanya dan mencium tangan Ibuku.

“Din, Makasih banyak sudah jagain anak ibu dari awal sampe sekarang.” Ucap ibuku lalu mengambil kursi dan duduk disebelahku.
“Gak pa-pa bu. Malah aku yang malah berhutang budi sama Rama atas kejadian kemaren. Lagian aku juga tinggal sendirian di kota ini bu jadi Dini gak masalah jagain Rama tiap hari.”Jawabnya.
“Dini, Ibu sedih liat kamu sendirian tinggal sendirian di kota ini. Apalagi kamu sudah ngunduri diri dari kantormu selain itu juga sekarang lagi gak aman banget. Nanti setelah Rama sembuh kamu tinggal di Rumah kami aja ya. Nanti kamu sekamar sama Ana.” Ucap ibuku sambil meraih dan menggenggam tangan Dini. Dini tersenyum dan meneteskan air matanya.”Terima Kasih Bu.”

Kamipun terhanyut dalam hangatnya keluarga.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~ Janji Diantara Puing ~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~​


August 28, 01.00pm, at Room 201 at Bhayangkara Hospital

Tak terasa 7 hari terasa begitu cepat terlewati di Rumah Sakit ini. Aku hampir tidak merasa kesepian di tempat ini. Ada Dini, Ibuku, Adik-adiku yang bergantian menjagaku. Mereka sudah akrab dan bercanda bersama. Ana adik perempuanku yang baru 17 tahun sudah tidak canggung menceritakan kisahnya yang di 'tembak' oleh teman sekelasnya. Sedang Arta adik laki-laki bungsuku yang baru masuk SMP sudah bisa kompak dengan Dini dalam hal mengerjaiku.

Teman-teman kuliah dan SMAku dulu serta beberapa teman kantor juga datang menjenguk. Mereka menyemangatiku dan menganggapku sebagai pahlawan. Setelah melihat beritaku yang berada di media elektronik maupun Cetak. Terkadang aku juga merasa rindu dengan kehidupan luar. Namun di sisi lain aku masih terlalu takut melihat darah, pistol dan hal-hal berhubungan dengan kejadian tersebut. Aku bahkan merasa gemetaran ketika melihat darah ku sendiri. Paling tidak aku butuh 2 hari lagi untuk bisa pulang dan luka fisik ini akan hilang. Namun akan memakan waktu barapa lama agar ketakutan ini bisa hilang. Dokter Arif menyarankan agar aku jangan sampai terlalu capek dalam kurun waktu 3 bulan selepas pulang dari rumah sakit dan mengikuti terapi dari psikiater.

Pihak kepolisian juga telah menemuiku. Mereka menanyakan tentang detail kejadian perampokan yang terjadi 20 Agustus lalu. Aku menceritakan seluruh hal yang aku ketahui dan yang aku alami. Dalam hal ini aku tidak melakukan pelanggaran di karenakan situasi yang mengancam dan korban jiwa telah berjatuhan. Aku dianggap melakukan bentuk bela negara serta bentuk mempertahankan diri. Mereka akan tetap menjamin keamanan orang-orang yang terlibat dalam kejadian tersebut. Khususnya keluargaku dan juga Dini serta mereka yang menjadi korban juga termasuk dalam perlindungan kepolisian. Untuk saat ini aku bisa sedikit bernafas lega.

Selain itu Perusahaan tempatku bekerja memberikanku izin sampai aku benar-benar bisa bekerja di kantor. Akupun dibantu Dini mengerjakan beberapa software selama aku masih dirumah sakit. Tentu saja Dini lebih cerewet dari Ibuku dan juga Suster disini. Dia tidak mengizinkanku untuk begadang apalagi tidur terlambat. Terkadang dia juga yang merapikan laptopku ketika aku ketiduran saat mengerjakan tugas kantorku.

“Maaf Din, aku masih belum bisa jujur kepadamu...”

Semuanya begitu indah begitu pun pada malam itu ketika aku melamun di depan laptopku. Aku tak menyadari bahwa Dini dari tadi memperhatikanku. Aku terdiam saat melihat foto prawed-ku bersama Rima yang belum sempat aku hapus. Air mataku perlahan mulai menetes. Melihatku dalam kondisi down seperti ini, Dini pun menutup laptopku dan menaruhnya dimeja sampingku. Dia memelukku dan mengusap punggungku. Aku hanya bisa terdiam dan tanganku tak mampu untuk memeluk Dini.

“Peluk aku dan luapkan semua emosimu yang terpendam.” bisik Dini di telingaku. Aku memeluk erat Dini hingga akhirnya aku tertidur dipelukannya.

August 29, 11.00am, at Room 201 at Bhayangkara Hospital

“Rama, air angetnya sudah siap. Ayo mandi dulu, kamu dari pagi belum mandi. Bau badan asem.” Teriak Dini dari dalam kamar mandi.
“Iya Din, nanti. Aku masih ngerjain source code buat softwareku. Bentar lagi kelar.” Jawabku.

*sfx suara ketukan pintu

“Din, tolong bukain pintunya dong!” Teriakku.
“Iya-iya. Tunggu Sebentar.” Dini berlalu dari kamar mandi dan membuka pintu kamar. “Maaf cari siapa ya?” tanya Dini.
“ini benar kamar Rama Nugraha?” tanya wanita tersebut.
“Iya benar. Temannya Rama ya?” jawab Dini.

Wanita itu hanya mengangguk.

“Siapa Din?” tanyaku
“Teman kamu, Ram.”
“Oh, ajak masuk gih.”

“Mari masuk mbak.” Ajak Dini kepada wanita tersebut.

Seorang wanita dengan pandangan sayu berpakaian tertutup melangkahkan kakinya ke dalam kamarku.

“Ri.. Rima?”


To be continued…..
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd