Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Janji di antara Puing (Remake)

wah ini cerita lama yang sempat mandeg ya....
bagus nih critanya.....semoga kali ini lancar ya hu....
 
Mantap banget nih, meski udah baca dulu, tapi "remake"nya belum kerasa ya ane dibandingin yang dulu
 
Makasih Banyak untuk para agan dan suhu yang sudah kasih ane komen, masukan dan saran. Ane jadi tambah semangat untuk nerusin ceritanya.
:ampun:

Mantap banget nih, meski udah baca dulu, tapi "remake"nya belum kerasa ya ane dibandingin yang dulu
Mohon di tunggu ya gan untuk bagian utamanya. Ane belum bisa kasih teaser atau gambarannya. tapi semoga aja nanti bisa menjawab rasa penasaran agan dan juga para agan dan suhu lainnya.
:ampun:
 
Seingat ane, update terakhir waktu Rama ma Dini bulan madu
Ketika di kapal Dini cerita bahwa dia udah gk perawan
Dlu ane pantengin cerita ini krn alurnya bagus
Harapan ane selesaiin ato tamatin yah....
 


CHAPTER III - SELFISH AND RESURRECTION
Part One​


August 29, 01.00 PM. Room 201 at Bhayangkara Hospital

Rima mendekatiku dengan langkah tertatih. Sayu pandangan dan kantung mata yang menghitam menandakan banyak air mata yang telah mengalir. Mungkin rasa penyesalannya telah membuatnya menjadi seperti ini. Tapi, aku tidak peduli.

“Rima? Kenapa kamu bisa sampai disini? KELUAR KAMU SEKARANG!?”
“Ram, please! give me a minute! Aku Cuma khawatir sama kamu. Aku nyesel sudah berbuat kotor di belakangmu.”

Rima menundukkan kepalanya. Tetes demi tetes air matanya mulai berjatuhan. Wajahnya kini tak secerah dulu. Entah berapa lama Rima telah terperangkap dalam lembah penyesalannya. Di dalam lubuk hatiku aku merasa iba kepadanya. Namun diriku tidak akan pernah mampu memaafkan atas luka yang telah Rima lakukan.

7 Tahun bukanlah waktu yang sejenak ketika impian itu mulai terucap. Semuanya begitu indah saat dia mengatakan bahwa setelah selesai kuliah nanti kami akan menikah. Dia selalu memberikanku semangat dan perhatian agar aku bisa terus maju dalam pekerjaan dan juga kuliahku begitupun aku kepadanya. Walaupun kami terpisah kuliah namun kami tetap menyempatkan waktu untuk bertemu walaupun hanya 30 menit. Aku berjuang untuknya agar kelak bukan hanya 30 menit kebersamaan namun untuk selamanya.

Aku berjanji kepadanya bahwa aku tidak akan menyentuhnya sebelum keinginanku tercapai. Memang terdengar bodoh memiliki kekasih namun tak bisa aku peluk dan aku kecup. Tapi dalam hal ini aku mendapatkan semangatku untuk sesegera mungkin menjadikannya pengantinku. Hingga kejadian yang menghempaskan kehidupanku itu terjadi. Aku masih merindu namun juga membencinya.

“Sudah Cukup Rima! AKU MINTA SEKARANG KAU KELUAR DARI KAMAR INI!?”
“Rama, Please! Kamu boleh hina aku sesuka hatimu. Tapi aku mohon tolong maafin aku. Aku tersiksa dengan rasa sakit batin ini. Aku sekarang dikucilkan. Aku terbuang dari keluargaku. Sekarang aku tinggal sendirian tanpa ada yang peduli lagi.” Rima duduk tersimpuh dilantai kamar ini. Dini yang semula hanya diam seribu bahas mendekati Rima lalu memeluknya.

Dini menyeka air mata Rima lalu menatap Rama dengan mata yang berkaca-kaca. “Rama, mungkin benar Rima melakukan kesalahan fatal dimasa lalu. Tapi setidaknya, kamu bisa mencoba untuk memaafkannya. Aku tau mungkin rasanya mustahil hal ini dapat kau maafkan tapi aku yakin di dalam hatimu. Kau adalah orang yang baik.”

“Din, masalahnya tidak semudah itu. Aku sudah berkorban banyak untuknya. Namun apa yang aku dapat hah? Apa? Dia malah bermesraan dengan orang lain. Melakukan hubungan badan layaknya film porno di depan kamera. Kalau kau melihat video rekaman mereka pasti kamu juga akan mengutuk hal tersebut Din.”

“Dimana Rian sekarang Rim? Bukankah Rianlah yang sudah kau berikan hartamu. Bukankah hal ini sudah menjadi bukti bahwa dia lebih kau cintai daripada aku?”

“Rian! RIAN SUDAH MATI!” teriak Rima.
Aku terkejut mendengar ucapan Rima. Setelah mengucapkan itu, Rima pun menangis dengan pilunya. Suasanan mendung diluar ruangan kamar semakin membuat perasaan ini semakin teriris. Inginku marah, meledakkan semuanya kepada dia. Tapi aku tak mampu mengatakannya. Air mata dan kepiluan ini telah membuatku tak mampu melakukan apa-apa.

“Apa yang harus aku perbuat? Luka ini terbuka lagi. Apakah aku harus lari dari kehidupan ini? Tidak! aku tidak sepengecut itu.”

Ku biarkan keadaan ini menjadi diam. Rima memeluk Dini dengan erat. Seperti kehilangan orang yang dicintai atau ada hal yang lain aku tak mampu untuk menerka. Semuanya berkecamuk dalam pikiranku. Benarkah dia begitu kehilangan Rian atau dia menyesali perbuatannya yang dahulu. Entahlah, aku bingung.

Dini mengajak Rima ke sofa yang berada dikamarku. Diambilkannya selimut dan teh hangat untuk Rima. “Din, maafkan aku telah membawamu ke dalam masalahku.” Ucapku dalam hati. Disandarkannya Rima di sofa tersebut hingga Rima tertidur.

Setelah Dini menyelimuti Rima. Dini terdiam sejenak memandangi wajah Rima. Aku hanya bisa tertunduk lesu dan memandangi laptopku. Kejadian yang menguras emosi. Tanpa bisa berfikir jernih. Ku kepalkan tanganku dan kepukulkan ke meja kecilku hingga hancur berantakan.

Darahku menetes dari sela-sela jari dan aku mengalami shock yang hebat. Dini melihatku dalam keadaan ini lalu segera menghampiriku dan memelukku. Dia menyandarkan kepalaku di dadanya dan mengusap rambutku.
“Rama! Mungkin aku tidak tau penderitaanmu! Mungkin tidak ada seorang pun yang tau pasti apa yang kau rasakan saat ini. Tapi aku, aku mau menjadi tempatmu berbagi diantara senang dan duka. Aku akan melindungimu. Seperti halnya kamu melindungiku saat itu. Aku mungkin lemah dan tak sekuat dirimu. Tapi hatiku akan selalu kuat untuk membantumu, menjadi pelindungmu.”
“Aku lemah Din! Aku!” Belum sempat aku melanjutkan ucapanku. Dini mencium bibirku dengan lembut. Sempat aku merasa terkejut namun aku terhanyut dalam ciuman kami. Ciuman pertamaku, telah ku berikan kapada Dini. Begitu pun Dini.

Kami hanya terdiam dan saling berpegangan tangan hingga senja tiba.

August 29, 04.00 PM. Room 201 at Bhayangkara Hospital

Keadaan menjadi lebih tenang sekarang. Perlahan kemarahanku kepada Rima mulai berkurang. Begitu Rima terbangun Dini pun menemaninya. Dini terlihat dewasa dalam hal ini. Padahal usianya lebih muda dari diriku. Aku kagum padanya.

“Rama. Aku tau mungkin terlalu egois kepadamu.” Ucap Rima sembari memegang secangkir teh hangat.
“Memang benar Rian sudah mati. 3 Hari lalu dia dimakamkan. Rian mengalami tekanan batin yang kuat setelah video itu tersebar. Dia juga dibuang oleh keluarganya. Tak ada orang yang peduli lagi dengan dia. Kami memang sudah memutuskan menebus dosa kami dengan menikah. Pernikahan kami memang berlangsung 10 hari yang lalu dikantor P3N yang berada di dekat Perampokkan BRI dan Rian adalah seorang korban yang meninggal akibat kejadian tersebut. Saat itu Rian ingin mengambil uang di ATM. Namun naas, begitu keluar dari ATM dia tertembak pada bagian perutnya. Rian tersungkur lalu mencoba melarikan diri namun upayanya gagal saat ia terkena serpihan ledakan Granat perampok tersebut.”

Aku terbaring lemas setelah mendengar cerita Rima. ” Granat? Hah? Tidak mungkin itu granat yang aku lemparkan ke arah rombongan perampok itu. Aku tidak tau pasti di mana granat itu jatuh.”
Wajahku menjadi pusat pasih. Tubuhku gemataran. Inginku menjerit keras namun mulutku terkunci. Aku mengcengkram rambutku dengan keras hingga beberapa helai terlepas dari akarnya. Tingkahku bagaikan orang gila. Tanpa sadar aku menganiaya tubuhku sendiri.

“Pembunuh... Pembunuh... Pembunuh...” Suara-suara itu muncul di dalam kepalaku.

Tekanan batin tiba-tiba memuncak dengan hebat. Dini dan Rima panik melihat tingkahku. Dini menghampiriku lalu memelukku sedangkan Rima memanggil dokter yang berjaga. Pelukan Dini kali ini tidak dapat menenangkanku seutuhnya. Aku masih gemetaran dan suara-suara itu tak berhenti meneriakan kata ‘pembunuh’ kepadaku. Sampai pada akhirnya Dokter pun datang dan menyuntikkan Obat Penenang. Kesadaranku mulai menghilang dan aku kehilangan kendali atas tubuhku.

August 30, 6.30 am. Park at Bhayangkara Hospital

Pagi. Udara begitu sejuk di tempat ini. Tersirat tawa dibalik tirai embun. Tak seperti kemarin aku sudah lebih tenang. Walaupun terkadang tubuh masih gemetar. Aku mencoba untuk melawannya. Mungkin ini akan memakan waktu yang lama tapi aku tetap akan berusaha.

Betapa beruntungnya diriku. Setelah kepahitan yang aku alami. Aku masih bisa merasakan kebahagian yang selama ini aku dambakan. Kebahagian yang hanya bisa diraih bersama sesorang yang mendampingi. Perasaan egois yang ingin terus bersama dalam suka maupun duka. Terlalu egois namun apakah salah menjadi egois? Pertanyaan yang menjadi ambigu ketika seseorang menafsirkannya ke dalam pemikiran mereka masing-masing.

Aku memegang pipiku yang masih merah bekas tamparan Dini. Aku menyadari betapa bodohnya aku. Aku terlalu memikirkan diriku sendiri yang terlalu takut akan kejadian yang telah lampau. Sampai-sampai aku tak menghiraukan perasaan orang yang peduli pada diriku. Sebuah tamparan yang menyadarkanku. Membuatku mengerti bahwa aku tidak sendiri dalam menghadapi masalah ini.

1 jam sebelumnya.

Dini mendorongku yang duduk diatas kursi roda untuk menikmati suana pagi di rumah sakit ini. Selain kami ada juga beberapa pasien lainya yang juga merasakan nikmatnya suasana pagi. Hari-hari yang ku lewati bersama dini sungguh diluar harapanku selama ini. ”Apakah aku harus bergantung pada Dini?”

Kami berhenti di sebuah taman rumah sakit dan memilih mendakati kolam dan duduk disana. Sebuah percakapan ringan kami bicarakan dengan penuh canda tawa dan percakapan berlanjut hingga membahas kejadian kemarin.

Dini menceritakan apa yang telah ia dengar dari Rima. Mereka memang telah menikah 10 hari yang lalu. Rima memutuskan untuk tidak memberi tahuku karena Rima tau hal itu akan membuatku sakit hati. Setelah melangsungkan ijab kabul, mereka langsung pulang ke kontrakan mereka dan memulai kehidupan baru mereka. Dikarenakan mereka menikah secara mendadak pihak P3N belum bisa memberikan buku nikah dan sebagainya kepada Rima dan Rian. Hingga 3 hari setelah pernikahan, P3N menghubungi Rian untuk segera mengambil buku pernikahan mereka. Rian pergi sendirian menggunakan motornya ke tempat tersebut. Setelah membayar biaya pembuatan dan lain-lain Rian kehabisan uang dan berniat menarik uang di ATM BRI ditempat kejadian naas itu akan terjadi. Barulah Rian selesai mengambil uang tersebut sebuah mobil minibus masuk dan langsung menembaki rian dengan pistol berperedam. Rian tertembak pada bagian perut dan mereka pun memindahkan tubuhnya ke teras BRI dan merampas telpon genggamnya. Rian berpura-pura pingsan lalu menunggu kesempatan untuk lari. Namun salah seorang dari perampok tersebut ada yang berjaga di Teras tersebut dan satu lagi berada di dalam mobil. Rian diam-diam melihat kearah dalam Bank untuk mencari celah dan menyelamatkan diri. Dia sempat terkejut ketika melihatku sedang memukul salah satu perampok dan terlibat baku tembak. Pada saat itu juga Rian mengambil kesempatan untuk lari namun sayangnya Rian terpental oleh ledakan granat dan pingsan.

Pada saat evakuasi korban.Tubuh Rian tertutupi beberapa puing plafon dan hal tersebut menyebabkan para petugas tidak dapat mengangkut Rian dengan cepat. Rian baru ditemukan setelah mobil ambulan ke 4 datang setelah beberapa petugas menyisir bangunan. Kondisi Rian kritis dan hampir kehabisan darah langsung dilarikan ke rumah sakit Bhayangkara.

Rian ditempatkan di ruang ICU dan menghabiskan 7 kantung darah untuk menyambung hidupnya. Rima yang mendengar suaminya menjadi korban langsung menyusulnya ke rumah sakit. Tubuh Rian sangatlah memprihatinkan. Beberapa luka bakar serta memar ditubuhnya. 3 hari di kamar ICU kondisi Rian mulai stabil namun belum sadarkan diri. Barulah setelah dirawat selama 5 hari Rian baru sadarkan diri dan menceritakan semua yang ia tau tentang kejadian tersebut kepada Rima. Rian juga di rawat di rumah sakit ini namun kamar Rian berbeda tempat. Aku berada di kelas 1 sedangkan Rian berada di kelas 3.

Rima sering melihatku ketika aku dan Dini sedang berjalan pagi maupun sore hari. Dia hanya melihat dari kamar Rian dirawat. Air mata Rima mengalir tat kala dia melihat kami sedang bercanda. Hal yang menjadi kontras dengan hidupnya yang hancur akibat kebodohannya yang jauh dari kata kebahagiaan. Rian yang terbangun dari tidurnya melihat Rima menangis lalu memegang tangan Rima.
”Kita mungkin pernah melakukan kesalahan besar dalam hidup kita. Paling tidak Tuhan telah bermurah hati kepada kita untuk menebus dosa kita. Setidaknya kini kita ikhlaskan saja segalanya. Dan jika mungkin anak yang aku titipkan padamu nanti Lahir. Ku mohon jaga dia. Setidaknya ini adalah permintaanku yang terakhir. Aku mungkin egois tapi kamulah cinta pertamaku, Rima.”
Sampai pada hari k- 7 Rian menghembuskan nafas yang terakhir setelah operasi yang dilakukan gagal menyelematkan nyawa Rian untuk kedua kalinya. Luka tembakan yang Rian alami tepat mengenai hati (liver) dan terjadi kebocoran hebat hingga lama kelamaaan fungsi hati Rian tidak bisa berfungsi lagi.

Sembari menundukkan kepala aku berucap.

“Din, jujur aku benar-benar shock saat mendengar Rian terkena ledakan granat. Itu salahku kan Din. Aku yang melemparkan granat itu kearah mereka dan pada kenyataannya granat itu mengenai Rian. Aku memang membencinya, mengutuk perbuatannya tapi aku tidak ada niat untuk membunuh sama sekali Din. Memang dulu aku berniat membunuhnya tapi itu hanya sebatas emosi sesaat. Aku… Aku…”

Dini pun berdiri dan memelukku dari belakang.

“Rama, kamu harus tenang. Semua ini pasti ada hikmahnya. Gak mungkin setiap kejadian tidak memiliki arti. Aku mungkin baru kenal kamu selama di rumah sakit ini tapi aku tau kamu orang yang kuat. Hanya saja saat ini kamu dalam kondisi rapuh. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padaku nanti. Mungkin aku akan habis diperkosa, disiksa, dibunuh dan hal-hal keji lainnya. Tapi kamu mau mengorbankan dirimu untuk membantuku.”

“Tapi mungkin aku hanya tidak sengaja membantumu. Karena aku melihat ke dalam matamu bahwa kamu meminta bantuanku.” Ucapku dan mencoba melepaskan pelukan Dini dan memegang tanganya.

“Karena aku tau kamu orang yang baik Ram!” jawab Dini sembari tersenyum.

“Dari mana kamu tau orang yang baik Din? Sedangkan aku dan kamu baru ketemu di Bank tersebut.”

“Kamu ingat ada nenek yang sedang mengantri di ATM sebelum kamu masuk ke dalam Bank. Aku memperhatikan kamu sedang membantunya mengambilkan sejumlah uang. Bisa saja kamu bertindak jahat mengabaikan nenek tersebut, atau mengambil uang lebih bahkan mentransfer sejumlah uang ke rekeningmu. Tapi kamu tidak melakukannya bahkan ketika kau akan diberikan sejumlah uang oleh nenek itu. Kamu menolaknya dibarengi dengan senyuman. Dan pada saat itu juga hatiku berkata bahwa kamu adalah orang yang baik.” Dini mengelus pipiku dengan lembutnya dan tersenyum manis.

Aku menundukkan kepalaku lebih dalam. Entah apa yang membuatku menjadi begitu kesal dengan diriku sendiri. Aku membuang sebagian dari hidupku hanya untuk membenci orang lain. Padahal banyak orang yang berkata bahwa jika kekasihmu pergi dengan orang lain maka biarkanlah. Paling tidak kau tau orang yang cintai adalah pengkhianat yang telah dipisahkan dari hidupmu.

Pikiranku semakin tak menentu. Semua orang yang tampak disana berubah menjadi mayat hidup yang ada dikejadian tersebut. Aku tak tau kenapa semua orang disini nampak seperti itu. Ketakutan ini begitu hebat tubuhku gemetar. Beberapa kali Dini memanggil namaku dan menggoyangkan tubuhku namun aku tidak bias lepas dari kondisi ini. Aku berteriak seperti orang gila lagi dan lebih parah dari malam tadi. Aku seolah melihat perampok bertopeng badut mendatangiku dengan bekas tembakan dikepalanya.

Walaupun panik Dini tetap berusaha menenagkan aku. Hingga akhirnya Dini membulatkan niatnya lalu...

*sfx suara tamparan

Dini menamparku dengan kerasnya.

“Bodoh!” Dini meneteskan air matanya.
“Kamu masih ada aku Ram, mungkin kita baru kenal tapi apakah itu salah Ram? Bukankah hal yang baik jika kita memang bisa dekat dan akrab tanpa harus melewati waktu yang lama. Aku gak pernah dekat apalagi akrab dengan cowok Ram, hampir semua sifat mereka sama dan aku menemukan hal yang berbeda di diri kamu. Aku sudah memutuskan bahwa hidupku akan ku serahkan padamu Ram. Mungkin memang perlu waktu untuk saling mencintai. Tapi aku akan menunggu kapanpun sampai kau kembali mau mencintai, sampai rasa cintamu kembali. Karena aku memang jatuh hati padamu saat pertama aku melihatmu dan terlebih lagi kamu rela sudah berkorban nyawa untuk menyelamatkanku.”

Dini memelukku sejenak dan pergi meninggalkanku sendiri.

Suasana kami menjadi canggung setelahnya, namun semua kembali mereda setelah ibu dan adik-adikku datang. Hingga semuanya kembali seperti semula akan tetapi hati kami telah terikat walau tanpa ikatan hubungan.

August 31st, 10.00 pm. Room 201 at Bhayangkara Hospital

“Din, kamu dah tidur.” Aku memanggil Dini.

“Belum Ram, aku masih nonton nih. Acaranya lucu-lucu malem ini.” Sahut Dini.

“Yah elah kagak ngajak lagi nih ceritanya.” Aku pun berangkat dari tempat tidurku dan mendekati Dini yang sedang berbaring di Sofa.

“Nonton apaan sih, kayaknya seru banget.” Tanyaku.

“INI Talk Show Ram, aku setiap kesepian selalu nonton acara ini. Apalagi si Sule sama Andre. Sumpah konyol banget mereka. Hahaha.”

Dini yang awalnya berbaring kini duduk dan bersandar disampingku. Kami seperti sepasang kekasih sekarang namun tidak ada satupun dari kami yang mampu mengucapkan isi hati kami.

Rasa ngantukku pergi bersama dengan gelak tawa kami melihat tingkah pelawak kondang di televisi. Namun tiba-tiba…

*sfx suara kentut

“Ya Ampun, Rama. Ih, jorok bener.” Dini mengambil bantal dan menutupi hidungnya.

“Maaf Din…. Aku…. (*sfx suara kentut berampas) lagi sakit perut.” Ucapku sambal menahan mules.

“Ya udah buruan masuk kamar mandi.” Dini bergegas menghidupkan lampu utama kamar dan membuka pintu kamar mandi. Dini tiba-tiba berteriak.

“Oh Tuhan! Ram, di kamar mandi gak ada airnya. Padahal dari tadi sore kerannya aku buka tapi kelihatannya memang airnya lagi mati.”

Mendengar hal itu sontak pikiranku kalang kabut. Aku teringat kalau diluar ada WC pengunjung. Siapa tahu ada WC tersebut terbuka dan ada airnya.

“Gak papa Din, aku coba ke WC luar aja. Kamu jaga kamar ya.” Ujarku dengan wajah penuh penderitaan.

“Yakin Ram? Kamu bawak handphone kamu ya. Nanti kalau ada apa-apa cepat kabari aku.”

Dini mengambil handphoneku dan mengantarku sampai depan kamar. Suasana malam yang sepi dan dingin membuatku semakin tersiksa. Setelah bersusah payah akhirnya aku tiba di WC pengunjung.

“Thanks God. Gak ke kunci, ada air, dan lampunya nyala.”

Tanpa pikir panjang aku langsung saja nongkrong dan melaksanakan hajatku. Aku mengeluarkan handphoneku untuk mengusir rasa sepiku. Dari jaman SMA dulu teman-temanku sering bercerita kalau WC di setiap rumah sakit itu sudah pasti angker. Tapi aku gak ambil pusing. Yang paling penting aku bisa berdamai dengan perutku sekarang.

“uh….. ah…… sstt…… iya yank…. Terus….. hmmmm…”

Aku seperti mendengar suara desahan dan erangan seorang wanita. Suara itu terdengar dari balik tembok WC. Aku coba membuat hening suasana untuk memastikan suara tersebut. Aku memejamkan mata dan mencoba mendengarkan dengan baik-baik suara yang berasal dari sekeliling. Dan ternyata suara itu masih ada dan aku pun membuka mata.

“Eh, kok masih gelap. Padahal mata udah aku buka.” Celotehku dalam hati.

Ku ambil handphone dari saku bajuku. Cahaya dari handphoneku muncul dan dapat aku pastikan bahwa lampu kamar mandi korslet. Dengan memanfaatkan cahaya layer handphone aku bergegas menyelesaikan hajatku. Aku berjalan menuju pintu kamar mandi dan…

“Shit… pake acara terkunci lagi…” gerutuku.

Aku menggedor-gedor pintu mencoba mencari pertolongan dari luar. Setelah 5 menit berteriak dan taka da jawaban apapun. Aku memutuskan untuk menghubungi Dini dan memberitahukan keadaanku. Dini tertawa terbahak-bahak saat mendengarkan kondisi ku saat ini. Setelah lepas tertawa akhinya dia datang bersama satpam dan membukakan pintu WC.

“Gimana Ram, enak gak? Hahaha” tawa Dini dengan lepasnya.

“Wah mas, maaf ya. Saya gak tau kalau mas lagi ada didalem. Hahaha.” Jelas satpam rumah sakit sambal ikut tertawa. “Kalau begitu saya permisi dulu ya mas, mbak.” Satpam tersebut meninggalkan kami berdua menuju ke arah parkiran.

“eh Din, kayaknya ada orang yang lagi begituan deh. Aku denger suara desahan kayak gitu.” Ucapku penuh penasaran.

“Yang bener Ram. Enggak ah nanti kamu jadi nafsuan. Aku denger dari temanku yang udah nikah. Katanya cowok nafsuan kalo ngeliat yang kayak begituan.” Sergah Dini.

“Hm…. Kalau gak salah, kemaren-kemaren ada cewek yang cerita kalau dia ngeliat langsung orang begituan.” Godaku sambil melirik Dini.

“eh…. Kalau itu… aduh…” Dini menundukkan kepalanya menutupi rasa malunya.

Aku pun meninggalkan Dini dan mulai mencari tau sumber suara tersebut. “Suara yang ku dengar berasal dari balik WC dan itu berarti diruang tabung oksigen.” Lampu dibagian penyimpanan Oksigen masih menyala padahal sudah jam 11 malam. Aku perlahan-lahan mendekati pintu ruangan tersebut. Belum sempat menaruh terlingaku di depan pintu. Pintu ruangan tiba-tiba ikut terdorong. “Kampret, keliatannya ngebet banget orang ini sampe-sampe pintunya gak ke kunci.”

Akupun menyelinap masuk dan mendapatkan tempat cukup aman untuk ‘melihat’ kejadian langsung yang pernah Dini alami sebelumnya. Aku bersembunyi diantara tabung oksigen sehingga dapat terlihat jelas pemandangan yang sangat langka ini dalam jarak 2 meter.

Terlihat ada sepasang sejoli yang sedang berpacu dalam birahi. Yang laki-laki dipanggil dengan panggilan mas Yo dan perempuan dipanggil dengan nama Asih. Mereka sedang ‘memperagakan’ posisi ‘doggy style’ disebuah kasur tipis di balik kumpulan tabung oksigen. Mas Yo dan Asih tengah sama-sama bugil. Dengan liarnya mas Yo menggoyangkan pinggulnya dan membuat asih gelagapan.

“Mas Yo, genjot yang keras mas…. Uh…. Ah….. ah….. tampar-tamparin pantat Asih mas.” Ucap Asih.

“Asih, oh…. Asih… memekmu enak bener Sih…. Kontolku enak bener rasanya Sih…. Uh….” Sahut Mas Yo sambil menampar-nampar pantat Asih.

“Mas yo, kontolmu juga besar mas…. Ah mas… Asih nyampe….!” Tak lama berselang Asih berteriak disambung dengan lenguhan panjang. “Mas Yo kuat bener udah hampir setengah jam tapi belum keluar. Tongkol mas panjang, kekar dan berurat buat asih terbang mas, tapi kayaknya memek Asih udah gak sanggup lagi mas untuk menahan gairah Mas.” Sambungnya

“huh…? tapi memek kamu emang mantep Sih. Beda dengan mantan-mantan mas yang dulu.”

“ah, mas Yo bisa aja mujinya. Aku jadi tambah gairah mas. Mas juga tongkolnya lebih besar dan tahan lama beda sama mantan suami Asih dulu.” Goda Asih sambil memainkan payudaranya di wajah mas Yo dan tangan asih sedang aktif memainkan penis mas Yo. Tanpa basa-basi mas Yo langsung melumat payudara Asih dengan liar. Jika aku taksir ukuran payudara Asih mungkin sekitar ukuran 38 C dengan lingkar aerola yang cukup besar dan masih berisi ASI. Terlihat dari sisa hisapan mas Yo di puting Asih yang mengeluarkan susu.

Mas Yo melepaskan lumatannya. “Asih sudah pernah coba anal belum?” ucap mas yo sambil membelai payudara asih.

“Anal ya mas, belum sih. Paling dicolok jari. ih kenapa sih mau nusuk anus Asih.” Ucap Asih manja.

“Kan katanya Asih, memeknya gak sanggup lagi. Jadi mas punya ide kita Anal aja. Sekalian nanti kalau pas Asih dateng tamu. Kan mas masih tetap bisa genjot Asih.” Rayu mas Yo sambil memainkan puting Asih.

“ssttt…. Mas geli…. Tapi mas gak jijik apa kalo maen anal.” Tanya Asih dengan ragu.

“Ya enggaklah Asih sayang. Gak ada yang jijik kalo sama Asih.” Jawab mas yo sambil berdiri dan menyuapi penisnya ke Asih. Dengan sigap Asih mengoral penis mas Yo sampai masuk penuh ke dalam mulut Asih.”

Aku yang tengah dalam tensi tinggi melihat langsung kejadian tersebut semakin bergairah. Juniorku sampai pada titik tegang tertingginya.

“Asih bawa baby oil gak?” Tanya mas Yo ke Asih.

Asih melepas kulumnya. “Ada mas, punya anakku di dalem tas. Buat pijet nenenku ya mas?” Jawab Asih lalu melanjutkan kulumannya.

“Ambil dulu dong sayang, iya bener mas mau pijetin nenen kamu yang montok dan seksi ini.” Asih melepaskan kuluman dan mengambil baby oil tersebut.

Mas Yo menerimanya dan membasahi tangannya dengan minyak tersebut. Asih pun mempunggungi mas Yo dan bersiap menerima pijatan dari mas Yo.

“Uh, enak mas…. Terusss…… ah…. Enak mas…. Putingku juga dong dimaenin. Emh…..” Lenguh Asih.

Penis mas Yo pun di masukkan ke dalam vagina Asih. Secera perlahan Mas Yo menggoyangkan pinggulnya. Setelah hampir 5 menit dipijat dan ditusuk, mas Yo meminta Asih untuk menungging. Dibasahinya jari tengah dengan baby oil dan mulai memasukkannya ke dalam anus Asih. Asih mendesah dan memasukkan jarinya sendiri ke dalam vaginya. Setelah jari tengahnya masuk, kini mas yo juga memasukkan jari telunjukknaya. Asih pun mulai meracau dan mendesah. Setelah beberapa lama mas Yo mengeluarkan jarinya dan mulai mengarahkan penisnya ke dalam lubang anus Asih.

“Asih, tahan ya, sama kayak memek pas pertama kali di tusuk. Rasanya sakit diawal terus lama-lama jadi enak. Jangan tegang. Nanti rasanya bakal nikmat banget” Rayu mas Yo.

“Oke mas Yo-ku. Aku kasih anus perawanku untuk mas Yo. Sekarang masu….” Belum sempat Asih menyelesaikan ucapannya, mas Yo telah memasukkan kepala penisnnya ke anus Asih.

“Mas… perih…” jerit pelan Asih.

“Sabar sayang, aku masukin semuanya sekarang.” Ujar mas Yo menenangkan Asih sambil meremas-remas payudara Asih.

“Ah….” Mata Asih terbelalak.

Penis mas Yo sudah sepenuhnya masuk ke lobang anus Asih. Asih terdiam dan tampak sedang menahan rasa sakit. Perlahan, mas Yo menggoyangkan pinggulnya dan Asih pun mulai menikmatinya. Asih pun memasukkan kembali jarinya ke dalam vaginanya.

Aku semakin keringat dingin melihatn kejadian ini. Ingin rasanya aku beronani namun niat itu aku urungkan dan menundannya sampai aku kembali ke kamarku.

“Asih, lubang pantatmu rapet bener. Kontol mas nikmat banget.” Mas Yo semakin keras menggenjot Asih.

“Iya mas, rasanya…. Emmhhh…. Geli… ah… geli enak mas… nikmati aku mas…” jawab Asih dengan penuh nafsu

Sesekali mas Yo mengeluarkan penisnya dan membasahinya lagi dengan baby oil lalu memasukkannya kembali. Asih sekarang sudah bisa menikmati anal seksnya yang pertama.

Sampai akhirnya mas Yo berteriak. “Asih aku keluar….” Mas yo membenamkan dalam-dalam penisnya ke dalam anus Asih. Mas Yo mencabut keluar penisnya dan cairan sperma mas mengalir keluar.

“Mas hebat bener, aku keluar sampe 6 kali, sampe lemes banget dibuat mas. Nanti lain kali kita main lagi ya mas.” Ungkap Asih sambil mengemut penis mas Yo yang mulai menciut.

“Asih juga hebat, anus Asih rasanya nikmat banget, gak kalah sama memeknya, lain kali kita main lagi. Hehehe…”

Sebelum ketahuan aku memutuskan untuk pergi.

“Din-!” Dini langsung menutup mulutku. “Sssh…” ucapnya.

“Sejak kapan kamu disini Din?” tanyaku sembari berbisik.

“Aku baru masuk Ram, Cuma tadi aku sempet denger suara-suara yang kamu maksud.” Jelas Dini.

“Yuk kita cabut, nanti bakal jadi masalah kalau ketahuan mereka.” Aku meraih tangan Dini dan mengendap-endap keluar.

Begitu di luar ruangan kami langsung mengambil langkah seribu dan menuju kamar rawat inapku.

“Ram, jadi bener apa yang kamu bilang tadi?” tanya Dini penuh selidik.

Aku hanya menganggukkan kepala dan wajah Dini memerah. Kami pun diam seribu bahasa dan tak melanjutkan pembicaraan kami. Dini langsung menuju sofa dan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan aku kembali ke tempat tidur dan menahan gairahku.

“Setidaknya aku harus bisa menahannya. Kalau ketahuan Dini aku onani di kamar mandi. Aku pasti bakal malu sepanjangan…”

to be continued...
 
Terakhir diubah:
Seingat ane, update terakhir waktu Rama ma Dini bulan madu
Ketika di kapal Dini cerita bahwa dia udah gk perawan
Dlu ane pantengin cerita ini krn alurnya bagus
Harapan ane selesaiin ato tamatin yah....
Iya gan emang bener ceritanya kayak gitu. Nanti semua pertanyaan agan bakal terjawab di chapter IV.
Terima Kasih ane ucapin ke agan yang udah mau baca karya Ane.
Kali ini ane jamin ceritanya bakalan selesai.
:Peace:

 
  • Like
Reactions: Tul
mau tanya hu, itu Rima bakal muncul lagi nggak di part selanjutnya?
spoiler dikit nggak papalah... :D
 
Yang paling bikin penasaran sih bagian Dini cerita knpa dia dah gak perawan...
Pedotnya biyen bikin mati penasaran emank...
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd