Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Bimabet
***
Agnia Samara Tunggadewi telah siuman dari ketidaksadarannya kemarin. Kabar dari Rani Asura siang tadi yang menyebutkan bahwa mayat tersebut bukanlah mayat Theo-sedikit melegakan hatinya.

Gadis itu memang telah melihat langsung mayat Theo palsu itu di Menara Investigasi Majapahit.

Seketika itu, Agnia langsung lunglai ke tanah dan menangis sejadi-jadinya. Agnia sangat bersyukur pada Dewata karena dengan begitu ada kemungkinan Theo masih hidup, walaupun tak ada seorang pun yang tahu di mana Theo berada saat ini.

Agnia hanya berharap tim investigasi dapat menemukan petunjuk yang bisa mengantar mereka ke tempat di mana Theo berada.

Di luar sana, langit senja terlalu dini berganti kelabu. Disambut oleh derasnya hujan. Diterpa dinginnya angin senja yang mengganas.

Karena itulah, Agnia enggan pulang ke rumahnya. Gadis berambut merah sepunggung itu memutuskan untuk berjalan perlahan, menelusuri koridor Rumah Sakit Majapahit. Langkah kakinya membawanya pergi ke ruangan bawah paling ujung, yang berdekatan dengan taman rumah sakit. Kamar Tempat Theodore Wirabhumi, teman baiknya dirawat.

Di sanalah si Penyihir Putih itu selalu merengek untuk dibelikan donat oleh Agnia.

Di sanalah malapetaka itu terjadi.

Agnia sangat menyesal, kalau saja malam itu dia langsung pulang ke Majapahit, mungkin keadaannya akan berbeda.

Sampai di depan pintu, Agnia melenggang masuk ke dalam. Kamar itu terlihat rapi, padahal kemarin yang dia dengar ruangan ini sangat berantakan akibat serangan dari Ranggalawe.

Kamar ini rencananya tidak akan ditempati oleh siapa pun. Tujuannya sudah pasti untuk mengenang Theo. Padahal belum diketahui secara pasti apakah Theo masih hidup atau mati. Semua rakyat Majapahit bersimpati kepada sang pahlawan. Entah sejak kapan kamar ini dipenuhi dengan bunga-bunga yang diberikan oleh para penduduk kerajaan. Dari bunga azalea, mawar, krisan, aster, sampai matahari pun menghiasi kamar bekas Theo yang terlihat sunyi itu.

Cepatlah kembali!

I
tulah yang kebanyakan mereka tulis di papan tulis ruangan yang penuh berisi kalimat-kalimat doa mereka. Semua penduduk Majapahit berharap pahlawannya kembali.

Pandangan Agnia tiba-tiba terhipnotis oleh bunga melati yang diletakkan sendiri di meja kecil sebelah tempat tidur. Gadis itu mendekat.

Dan setelah didekati, Agnia menyadari warna kelopaknya yang putih keperakan, persis dengan warna rambut Theo yang berbaur dengan sinar rembulan malam. Agnia mengambil satu tangkainya dan duduk di pinggiran kasur. Harum semerbaknya menusuk-nusuk hidung.

Dengan masih mengenggam tangkai melati, Agnia mengedarkan pandangannya ke kasur yang didudukinya. Agnia mengusap perlahan kasur itu, berharap seseorang yang dulu terbaring di sini berada di hadapannya.

“Agnia!” sapaan ceria pemuda itu tak pernah lepas dari ingatan Agnia.
Agnia jadi bersedih hati.

“Kau ada di mana sekarang, Theo? Bagaimana keadaanmu? Apa kau kesulitan mencari makan? Lalu kakimu, bagaimana kau bisa mencari makan kalau kakimu belum sembuh? Aku sudah menemukan obatnya, berkat obat itu keadaan Ryan semakin membaik. Karenanya, cepatlah kembali Theo,” lirih Agnia.

Perlahan Agnia merebahkan tubuhnya ke kasur, menangis sembari mencengkram sprei di bawahnya dengan kuat.

***

Keraton Wirabhumi

Hanya segelintir Elf saja yang masih tinggal di sana … di Keraton Wirabhumi.
Sebagian besar telah pergi ke Saptaprala, tempat persinggahan terakhir mereka yang tak diketahui dengan pasti di mana tempatnya.

Ratna beserta beberapa Elf lainnya memutuskan untuk tetap tinggal di keraton. Karena memang ada sesuatu hal yang harus mereka selesaikan dulu di sini. Terlebih saat ini Ratna telah memberanikan diri muncul di hadapan anak semata wayangnya. Meski sampai saat ini pun malaikat kecilnya itu tak kunjung bangun dari tidur lelapnya.

***

Kali ini Ratna sedang berada di paviliun belakang rumah besarnya. Paviliun yang lebih tepat dibilang kamar tidur itu, seluruh dinding dan atapnya terbuat dari kaca tembus pandang. Karenanya cahaya matahari dengan mudah masuk dari arah mana saja. Di dalamnya terdapat tempat tidur besar beralaskan seprai tebal berwarna putih. Di atasnya terbaring Wirabhumi Theo yang sebagian tubuhnya diperban tanpa menggunakan selimut.

Di sana hanya ada mereka berdua, seorang anak dan ibu yang telah lama terpisah karena malapetaka yang terjadi 20 tahun yang lalu.

Ratna duduk di sebelah Theo sembari menggenggam erat tangan malaikat kecilnya. Ia memilih kamar seperti ini karena baik untuk proses penyembuhan luka Theo yang belum sembuh total.

Sinar matahari membantu mempercepat regenerasi sel-sel di dalam tubuh. Karena itulah salah satu kelebihan Elf, sel-sel dalam tubuh mereka dapat beregenerasi berkali-kali lipat sehingga menyebabkan kebanyakan dari mereka berumur panjang. Dan ya, dapat hidup hingga beratus-ratus tahun lamanya.

Ratna membelai perlahan wajah Theo dengan penuh kasih sayang. Ia pandangi malaikat kecilnya dengan rasa haru di hatinya. Karena sungguh, wanita itu sangat bersyukur diberi kesempatan untuk bertemu dengan permata hatinya kembali.
Dan baru Ratna sadari wajah Theo sangat mirip dengannya.
Kecuali bentuk wajah, rambut dan mata biru langitnya yang menurun dari suaminya, Abimanyu Bamantara.

“Cepatlah bangun, Theo,” ucap Ratna lirih.

Tiba-tiba, terdengar langkah kaki dari terowongan kecil yang menghubungkan paviliun tersebut dengan rumah besarnya. Pandangan Ratna tertuju ke sana.

“Kakak!”

Ratna langsung tahu bahwa itu Luna. Ia pun tersenyum tipis. “Ternyata kau, Luna. Bagaimana? Apa itu ramuan yang telah kau buat?”

Luna membawa secangkir teh di atas nampan yang sedang digenggamnya. “Nggak lah, Kak. Ini kubawakan teh untukmu. Akhir-akhir ini Kakak jarang tidur karena saban hari selalu menemani Theo di sini.”

Ratna tersenyum mendengar pernyataan adik angkatnya itu. “Terima kasih, Luna. Apa boleh buat, aku sendiri enggan meninggalkannya. Oh ya, bagaimana dengan ramuan obatmu, Luna?” tanya Ratna sembari mengambil perlahan cangkir teh yang disodorkan oleh Luna.

Mereka lalu beranjak ke tempat duduk di seberang kasur.

“Belum sempurna, Kak. Aku membutuhkan tanduk rusa Dinasti Linggabhumi dari Majapahit untuk memaksimalkannya.”

“Begitu?” Ratna lalu terlihat berpikir sejenak.

“Kak, biar aku yang-”

Ratna menggeleng. “Tidak perlu, Luna. Aku yang akan ke Majapahit lusa. Kau yang jaga Theo saja. Lagipula ada yang harus aku selidiki di sana.”

Luna terdiam sembari menatap Ratna.

“Aku tahu, Rin. Sebenarnya kau belum sanggup kembali ke Majapahit. Walau itu hanya untuk sementara.”

Luna lalu menundukkan kepalanya dalam. Sebongkah ingatan pahit dari masa lalu tiba-tiba melintas kembali dalam benaknya. Ingin dilupakan, tapi sulit dihilangkan dari memori.

“Kak, aku ….”

“Kau juga nanti harus bertemu dengan Adam sekalian mengucapkan salam perpisahan padanya. Aku tahu Adam sangat terpukul dengan hilangnya dirimu secara tiba-tiba. Mungkin kau sudah dikiranya mati, Luna.” Ratna menatap Luna sembari meminum tehnya. “Lukamu memang tak bisa disembuhkan. Maka dari itu, kau harus pergi ke Saptaprala setelah misi besar kita ini selesai. Namun, Adam juga berhak tahu keadaanmu yang sebenarnya.”

Elf yang secara bersamaan juga anggota Valkyrie itu kemudian menghembuskan nafasnya perlahan. “Ya, aku mengerti, Kak.” Pandangan Luna beralih menatap Theo yang masih tertidur dengan nyenyaknya. “Kak, apa nanti Kakak akan membawa Theo ke Saptaprala juga?” tanyanya lugu.

“Theo berhak memilih di mana dia akan tinggal. Aku tak akan memaksanya tinggal bersamaku. Karena aku tak ada hak untuk memintanya tinggal bersama ibu yang meninggalkannya selama 20 tahun lamanya,” ucap Ratna sembari tersenyum getir, ia ikut menatap Theo di seberang sana.

“Kak, itu bukan salah Kakak atau Kapten Abimanyu. Semuanya terjadi di luar kendali kita,” tutur Luna sembari mengenggam tangan Ratna. Bagaimanapun juga, Elf bukanlah dewa yang dapat menentukan nasibnya sendiri. “Tapi, Kak, sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan kepadamu sejak lama.”

Pandangan Ratna kini beralih pada Luna. “Apa yang ingin kau tanyakan, Luna?”

“Kak, apa kau masih yakin Elf dan manusia bisa bersatu?” Ratna nampak terkejut dengan pertanyaan adik angkatnya itu. Namun, Luna kembali meneruskan ucapannya, “Sri Syailendra Edward Respati Wijayadiningrat, Raja Pertama menikah dengan Hilda Narasinghamurti Wirabhumi, dayang-dayang ngarsa dalem Wirabhumi. Pada akhirnya mendiang Bibi Hilda bisa sepenuhnya menjadi manusia, tetapi ketika Bhre Wijaya mati, dia tetap hidup hingga mencapai umur 80 tahun. Lalu Kakak dan Kapten Abimanyu pun harus terpisah karena kutukan dunia fana ini. Dan juga-”

Ratna tiba-tiba memotong kalimat Luna, “Jika Abimanyu mati, maka seharusnya aku mati juga, Luna.”

Mata Luna membola. “Eh? Maksud, Kakak?”

“Aku mengikat jiwaku sendiri ke dalam jiwa Abimanyu. Tidak abadi lagi seperti Dinasti kita pada umumnya. Karena itu … karena itu sebenarnya Abimanyu belum mati.”

Mendengar pernyataan Ratna itu mata Luna terbuka lebar seketika. “Ja-jadi ….”

“Jasadnya ada di Saptaprala. Ayah yang membawanya ke sana.”

Mata Luna semakin terbuka lebar. “Be-begitu rupanya.”

“Memang kutukan delusi yang belum kita tahu kebenarannya itu selalu menghantui para Elf. Maka dari itu, cinta antara Elf dan manusia adalah terlarang. Tapi …” Luna terus memandangi Ratna dengan tatapan cemas di hatinya. “Tapi aku berharap Theo bisa membuktikan kutukan itu tidak ada.”
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd