Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Angkara Bara [On Going]

Status
Please reply by conversation.

barageni

Semprot Holic
Daftar
8 Aug 2023
Post
312
Like diterima
4.777
Lokasi
Suroboyo bagian Meksiko
Bimabet
***
Sinopsis

Bersama ibu dan adik perempuannya, Bara membuka lembaran baru di kota yang jarang disorot kamera. Kota yang diremehkan, Blitar.

***
DISCLAIMER

NO SARA!

Alangkah baiknya pembaca menganggap cerita ini 100% fantasi. Bacaan pengantar tidur yang menggunakan metode penulisan POV ORANG PERTAMA DAN POV AUTHOR.

***
PROLOG

"Nggak usah. Uang Bunda masih ada. Uangmu kamu simpan aja buat modal nikah sama Dinda-mu."

Beda tempat, beda suasana hati. Ini bukan kali pertama Bara merasakan kejengkelan luar biasa akibat keegoisan ibunya, Ratu. Satu hal yang membuat Bara masih bertahan di sini hanya karena sebuah tanggung jawab.

Biar cuek dan dingin kepada semua orang, setidaknya Bara masih memiliki empati. Seandainya keluar dari rumah yang berasa neraka sekarang pun, rasa-rasanya Bara sanggup melakukannya. Namun, pemikiran bodoh itu ia urungkan. Bukan demi dirinya, bukan demi Ratu, tapi demi ...

"Tatak." (Kakak.) Panggilan suara lemah dibarengi tangan mungil seorang bocil 3 tahun yang memegang lemah jempol Bara. Namanya Kana. Bocil ajaib yang menjadi alasan Bara untuk memperjuangkan masa depannya. "Tatak jan nanis. Anti Nana itut tedih." (Tatak jangan nangis. Nanti Kana ikut sedih.) Imbuh si bocil, sambil menggoyang-goyangkan jempol Bara.

Menyakitkan.

Lelaki bajingan pun akan menangis lebih keras saat anak kecil mengatakan itu kepadanya. Belum pernah dalam hidup Bara berada di situasi serba sulit. Mencoba bodo amat, tapi berimbas menyakiti hati orang lain. Mencoba perhatian, namun sakit hati bertajuk kekecewaan mendalam akibat sebuah kesalahan yang memaksanya untuk memilih sebuah pilihan. Memilih? Apakah bisa? Melihat dan menelaah lagi bagaimana Bara bisa terjebak bersama Ratu dan adiknya. Adik yang terlahir karena dosa besar Ratu yang selingkuh dari ayahnya.

"Kana ngomong apa, Dek? Mana ada Kakak nangis. Kakak cuma kelilipan cicak doang. Hehehe." Secepat kilat Bara menyeka air di ujung mata. Hampir saja menetes melihat kondisi Kana yang kian melemah. Demam tinggi yang mengharuskan dibawa ke rumah sakit untuk segera ditangani. Jika tidak, Bara tak akan tenang saat bekerja nanti. Sejurus, Bara mengusap-usap pucuk kepala Kana. Tersenyum hangat, sebelum kembali berucap, "Kana sembuh, ya, Dek. Habis gini Kakak antar Adek ke dokter buat dikasih permen biar sembuh. Oke?"

"Pelmen? Hoyeee! Mau, mau! Nana mau pelmen!" (Permen? Horeee! Mau, mau! Kana mau permen!)

"Sip. Gitu, dong. Kakak siap-siap dulu, ya, Dek." Bara mengkode mata kepada Ratu untuk mengikutinya. Terlebih dahulu ia berdiri. Menatap ke arah Kana yang mengacungkan jempol dan tersenyum polos. Memamerkan dua gigi kelinci putihnya. Menambah keimutan si bocah mungil.

Di luar kamar Ratu yang jadi satu dengan kamar Kana, Bara menutup pintu setelah Ratu mengekorinya dari belakang. Menghela nafas kecil, kemudian berdiri menyamping. Tangan kanannya yang masih menggenggam amplop coklat berisikan uang 5 juta ia sodorkan kepada Ratu.

"Nggak usah banyak drama lagi. Jangan salah paham, ini uang buat Kana. Bukan buat Anda."

"Kenapa kamu repot-repot ngurusin Kana? Kana bukan anakmu."

"Kana adikku." Bara memicingkan mata, "dan Kana alasanku untuk tetap di sini. Melihatnya tumbuh besar sampai dia bisa mandiri, kuat, dan setia dengan pasangannya kelak adalah keinginan terbesarku. Nggak seperti Anda, Wanita murahan yang setiap melihat cogan langsung ngangkang."

"Sampai kapan, Bara?" Ratu mulai menangis. Kedua tangannya digunakan menutup wajahnya yang ayu. Rambut hitam kumalnya terurai ke depan. Tangisnya tertahan meratapi nasibnya yang malang. "Sampai kapan kamu terus-terusan mengungkit masa lalu Bunda, Bara? Ngomong ... ngomong, Bara! Kenapa semua orang nggak ada yang sayang sama Bunda?! KENAPA?!"

"Kan ada Pak Haji." Bara menjawab enteng.

"BANGSAT!!!" Ratu menbentak. Air matanya kembali deras mengalir. Tatapan nyalang diberikan. Ratu merasa harus meluruskan perihal ini jika tak ingin sang putra mengungkitnya terus-menerus sampai ke liang lahat. Mendekat, mengikis jarak. Sedikit mendongak untuk dapat bertatapan dengan Bara yang lebih tinggi 10 cm darinya. "Kamu dengerin apa enggak, terserah kamu! Intinya, Bunda melakukan itu demi Kana! Bunda butuh uang buat bawa Kana ke dokter, tapi Bunda nggak mau ngerepotin kamu! Inget! Kana tanggung jawab Bunda, sedangkan kamu ... urus dirimu sendiri!" berapi-api penuh penekanan Ratu menyampaikan itu kepada Bara.

Bara ikut tersulut emosinya. Ia tidak suka dibentak. Sekali pun bentakan itu terlontar dari mulut ibunya. Diliputi pandangan mata menajam, Bara mencengkeram kuat pundak Ratu, lantas mendorongnya kasar sampai menabrak dinding. Menggetarkan pigura kecil potret si mungil Kana saat baru saja bisa berjalan. Kemudian, Bara mendekatkan wajahnya ke wajah Ratu. Kebencian terasa menusuk di kedua bola mata hitam kelamnya. "Bagus! Ngangkang demi uang. Bagus! Anda emang bakat jadi jalang! Bakat alami! Aku jadi bahagia ayah menceraikan wanita murahan seperti Anda! Dasar lacur!"

Dada Ratu bergemuruh. Hinaan dan cacian Bara menghujam bertubi-tubi sanubarinya. Menorehkan luka semakin dalam. Hatinya terasa disayat-disayat dan dikuliti. Emosi kian memuncak. Ratu mendorong dada bidang Bara kasar sekali. Tetapi, tenaganya kalah kuat oleh putra sulungnya yang menjejakkan kedua kaki kokoh di lantai. Anti goyah. Alhasil, Ratu hanya buang-buang tenaga. Andai Bara orang lain, sudah pasti Ratu akan mendapatkan pukulan dan tendangan. Namun, Bara tetaplah Bara. Semenyebalkan apapun Ratu, wanita itu tetaplah ibu kandungnya.

Jeda beberapa detik. Sampai kemudian, dengan derai air mata yang membasahi kulit pipi kusam dengan beberapa jerawat di beberapa titik, Ratu berkata, "Ini semua salah kamu, Bara! Salah kamu! Kamu yang bikin Bunda melakukan itu!"

Mata Bara mengerjap dua kali. Salah Bara? Di mana letak kesalahan seorang anak laki-laki yang menjadi tulang punggung keluarga? Menghidupi hingga bisa bertahan dua tahun lebih? Salahnya ... di mana?

Mimik kesal terlukis di ekspresi wajah Bara. Matanya menyiratkan tanda tanya. Gerangan apa sampai Ratu berani menyalahkan dirinya? Tidak kah Ratu sadar jikalau Bara merelakan masa mudanya demi Ratu dan Kana, banting tulang agar mereka bisa tetap menghirup segar udara dunia?

"Kalau kamu mau tau salahmu di mana, baik ... Bunda akan katakan." Suara Ratu seketika merendah. Ia menunduk sebentar, lalu mendongak. Matanya yang bengkak karena keseringan menangis berubah sayu. "Sadar nggak kamu kalau selama ini Bunda menyayangimu ... mencintaimu? Bukan rasa sayang dan cinta ibu dan anak. Bukan. Bunda ... Bunda menaruh perasaan ke kamu sebagai seorang wanita kepada lelaki yang dicintainya."

Mata Bara terbeliak. Pengakuan tiba-tiba dari Ratu ini telah menjawab beberapa hal ganjil yang akhir-akhir ini dirasakan oleh Bara.

Manakala Ratu yang kerap tertangkap lirikan Bara tengah memandang lama saat mereka ngobrol, makan, hingga interaksi Bara dan Kana di beberapa momen. Ingatan yang paling nyata memenuhi otak Bara adalah: Ratu pernah keceplosan memanggilnya 'mas'. Hal yang hampir tidak pernah dilakukan Ratu kepada siapa pun, termasuk sang ayah. Seolah Bara adalah suaminya. Pelindungnya. Tempatnya bersandar.

"Sampai akhirnya Bunda tenggelam di lautan fakta mendapati kamu menjalin hubungan nggak biasa dengan wanita-wanita di sini. Terlebih kamu secara terang-terangan menunjukkan kemesraanmu bersama Dinda di depan Bunda. Sakit hati Bunda, Bara. Sakit. Hiks ... hiks ... Bunda ... Bunda ...."

Emosi Bara lenyap. Terguncang. Ia langsung luluh saat Ratu kembali menangis. Kali ini tangis Ratu terdengar pedih. Menggores hati. Tinta hitam Bara telah Ratu ketahui. Akan tetapi, selama ini Ratu memendamnya sendiri. Dan sekarang, Ratu mengeluarkan semua uneg-uneg yang telah menggunung sekian lama.

Sejurus, Bara membawa Ratu ke dalam pelukannya. Merengkuhnya. Memeluknya erat. Wanita yang telah melahirkannya 25 tahun yang lalu ini telah mengacak-acak hati.

Untuk sesaat, beberapa wanita yang mengisi hari-hari Bara selama ini terlupakan. Fokus penuh Bara hanya tertuju kepada Ratu. Benar adanya jika perasaan aneh saat berdekatan dengan Ratu adalah cinta. Ya, cinta. Cinta tabu nan haram ibu dan anak. Perasaan yang sempat diabaikan, kini tumbuh subur seiring tangisan Ratu yang kian tersedu sedan.

Posisi itu bertahan untuk beberapa lama. Sampai kemudian, ada sesuatu yang cukup gawat terjadi. Kontol Bara menggeliat, mengeras. Ratu dapat merasakan sebuah batang besar nan panjang yang selama ini hanya lewat di mata. Entah itu saat Bara selesai mandi dan membelitan handuk di area selangkangan. Atau saat Bara bangun pagi memakai kolor tanpa celana dalam.

Ratu takluk. Menyerah. Besar harapan jika Bara berani mengambil sebuah langkah. Membawanya ke kamar. Mencium bibirnya. Menjamah tubuhnya. Memainkan payudaranya bergantian. Menghisap pentilnya yang masih mengeluarkan ASI. Meremas bongkahan pantatnya. Menggosok memeknya. Menjilati klitoris dan memeknya. Melakukan penetrasi dan membenamkan batangan berurat milik sang putra ke dalam liang senggamanya. Ah, Ratu tidak akan menolak. Sungguh tidak akan menolak. Ia ingin. Sangat ingin dimanja dan dipuaskan oleh darah dagingnya.

Membayangkan setiap adegan tabu di dalam kepala, membuat memek Ratu mengeluarkan cairan. Celana dalamnya basah kuyup. Ia birahi.

Dan sedetik, pikiran liar Ratu dikabulkan. Itu karena Bara merenggangkan sedikit pelukan. Mengulurkan jempol dan telunjuk untuk memegang dagu Ratu. Diangkat. Mau tak mau kepala Ratu mendongak. Manik coklatnya bertemu dengan manik hitam legam Bara.

"Bunda."

"Bara."

Cup!

Sebuah kecupan mendarat. Mempertemukan dua bibir laki-laki dan perempuan. Ibu dan anak. Gelora api cinta menyala-nyala. Seakan terjawab, Ratu menyambut tanpa banyak alasan. Membalas kecupan Bara. Bibir saling melumat. Mulut keduanya sedikit terbuka. Baik lidah Bara maupun Ratu saling menyusup ke dalam rongga masing-masing. Melakukan tarian selamat datang.

Kedua kepala sama-sama miring ke kanan. Mempersilahkan satu sama lain untuk meningkatkan intesitas senam bibir, bersilat lidah.

Cup!

Hingga keduanya sama-sama berhenti sekadar mengambil nafas panjang. Mata ibu dan anak kompak sayu. Deru nafas panas nan cepat berlomba-lomba dengan degup jantung tak menentu.

Tak ada kata yang mampu keduanya rangkai di situasi romantis semi tabu seperti ini. Setidaknya gestur tubuh dan tatapan mata sudah lebih dari cukup untuk saling memahami. Saling mengisi. Saling melengkapi. Dan jika ini dibiarkan lebih lama, bisa-bisa benang takdir yang digariskan akan berubah.

Sampai kemudian, ketika keduanya bersiap menyambung aktifitas yang sedang asyik-asyiknya, terdengar ketukan pintu rumah kontrakan. Disusul suara nyaring si pengetuk.

TOK! TOK! TOK!

"SAMLEKOM! NDES! GONDES! TURU A KON, COK?! WAYAHE WONG TULUS NGOPI IKI, NDES! NDES!" (ASSALAMUALAIKUM! NDES! GONDES! TIDUR KAH KAMU, COK?! WAKTUNYA ORANG TULUS NGOPI INI, NDES! NDES!)

Bara tersentak kaget, dan langsung menyahut galak, "JAMPUT! DASAR PENGANGGU!"
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Ini ada hubungannya sama hak asasi money kah? Atau cuma nama char nya aja yg sama?
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd