Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Insiden Di Kamar Pas


Aku tidak yakin Papa tidak tahu hubunganku dengan Mama sampai mendarah daging begitu karena Mama sering tidur di kamarku.

Suatu hari tidak sengaja aku melihat perut Mama kelihatan berbeda dari yang biasa sehari-hari yang kulihat, agak sedikit membesar.

Tapi segera aku melupakan karena Mama mau pergi ikut Papa antar Lina test masuk perguruan tinggi di luar kota sekalian mereka liburan. Papa mendapat cuti kerja beberapa hari.

Berhubung Mama tau aku ini orangnya jorok, kamar tidur tidak bisa dibersihkan sendiri harus dibersihkan Mama, adikku juga belum bisa ngurus rumah, Mama minta tolong adiknya, Tante Winda.

Tante Winda bersedia membantu di rumahku meskipun anaknya 3 orang masih kecil-kecil, yang terakhir baru berumur 1 tahun.

Anak ceweknya ini lucu sekali, kalau Tante Winda datang ke rumah suka dibawa. Aku suka ngledekin dan ia tertawa terpingkal-pingkal.

Maka itu aku sering mengambil kesempatan itu untuk mencium pipinya kalau ia lagi menetek.

Sebenarnya tujuanku bukan ke situ, melainkan ke tetek Tante Winda.

Tetek Tante Winda tidak besar. BH-nya paling-paling nomor 34B. Namun bukan terletak pada besar kecilnya payudara Tante Winda, melainkan tingkah lakunya kalau menetek anaknya sering memancing syahwatku, apalagi tidak ada Mama di rumah untuk kulampiaskan.

Ngocok aku sudah malas melakukannya karena lubang Mama sudah tersedia untukku setiap hari. Jadi untuk apa aku ngocok lagi, air maniku menjadi 'sampah' di got, lebih baik aku pakai untuk menyuburkan rahim Mama.

Tante Wina kalau mau menetek anaknya, payudaranya suka ia putar-putar dulu dengan telapak tangan, seperti bola diletakkan di telapak tangan lalu diputar-putar, setelah itu putingnya baru ia sodorkan ke mulut anaknya, atau ia pencet-pencet putingnya sampai keluar susu.

Setelah 2 hari Tante Winda di rumahku, saat Tante Winda duduk menetek anaknya lagi, kulihat anaknya sudah tidur tapi mulutnya masih ngenyot-ngenyot puting tetek Tante Winda, aku datang mendekati tempat duduk Tante Winda di ruang tamu, lalu menunduk mencium, tetapi yang kucium kali ini bukan pipi anaknya, melainkan tetek Tante Winda.

"Wii...iih... kayak sudah bisa aja..." kata Tante Winda.

"Memang belum, masih perjaka... apa Tante gak mau dengan yang masih perjaka...?" jawabku.

"Nanti Tante ngomong sama Mamamu...!" ancam Tante Winda.

"Ngomong..." jawabku. "Mama aja sering aku ajak nonton film porno... pernah aku nyuruh Mama ngocok..."

"Main nggak...?" tanya Tante Winda mulai tertarik.

"Waktu itu Mama lagi haid, Mama gak mau..."

"Tapi kalian anak muda, apa enaknya sih main sama ibu-ibu... sudah jelek... sudah longgar tau nggak, apalagi kayak Tante yang sudah punya 3 anak..."

"Itulah seni namanya..." jawabku.

"Gila ya kalian... di dekat rumah Tante juga ada satu anak muda tuh... sukanya juga sama ibu-ibuu...uuu... aja..."

"Jadi, mau ya Tante..."

"Takut...!!"

"Takut apa, aku jamin rahasianya..." ujarku, lalu aku memberanikan diri memegang kaos yang dipakai Tante Winda untuk melepaskannya.

"Hi... hi... jangan ditelanjangin semua ah... malu...! Sudah jelek...!" kata Tante Winda, tapi dibiarkannya aku melepaskan kaosnya juga.

Sampai di sini, apa yang aku inginkan dari Tante Winda, setidak-tidaknya sudah aku dapatkan separuh, apalagi kemudian Tante Winda membawa anaknya yang sudah tidur ke kamar Lina, aku pergi ke kamarku menunggunya.
 
Di kamarku, aku menunggu Tante Winda dengan tubuh telanjang bulat.

Ternyata Tante Winda datang memenuhi undanganku. "Wiii...iihhh... mmmh..." gumamnya malu sewaktu ia melihat kontolku yang menggantung panjang di selangkanganku.

Tetapi ia menyambut pelukkanku dengan membalas memelukku, bahkan dari mulutnya keluar desahan napsu saat aku mencium bibirnya, "...oohhh... mmmpph... oooohh... ooohhh... mmmpph... oohhh... oohh..." apalagi saat aku meremas teteknya, ia menghisap lidahku sepenuh napsu, sehingga sambil tanganku meremas teteknya, lidahku bergulat dan bergumul dengan lidahnya dan kami juga saling bertukar ludah.

Ia tidak mampu lagi menolakku melepaskan pakaiannya. "Masa berdiri begini sih, Tante gak bisa..." katanya.

Lalu aku menyuruhnya nungging ia mau menuruti perintahku. Setelah ia nungging, aku pukul-pukul pantatnya yang putih kenyal membal dan bahenol itu dengan batang kontolku.

"...mmmhh... mmmh... mmm... mmmmm..." desahnya.

Aku melebarkan belahan pantatnya dengan tanganku. Anusnya yang berkerut-kerut berwarna hitam itu kujilat.

"...mmmmmmmm.... oooooooohh..." desahnya panjang.

Pantaslah Tante Winda mendesah panjang, karena anusnya berbau 'asli, masih benar-benar natural'. Namun tidak lama kujilat, hanya untuk membasahinya saja.

Sebab setelah itu langsung kutekan batang kontolku ke lubang anusnya. ".... aaaaaaa.... mmmmmh.... oooohhh..." jerit Tante Winda.

Tapi terus saja kutekan. "Shiitt... ooohh... Androooo... busyet dah... ooohhh... hiii... hii... jangan dalam-dalam... ngiluuuu..."

Setelah batang kontolku mendapatkan separuh lubang anus Tante Winda, lalu kuayun keluar-masuk sehingga dengan demikian kontolku semakin dalam menyusup ke dalam lubang sempit dan yang menggenggam erat batang kontolku itu.

Kudiamkan kontolku di dalam lubang anus Tante Winda. "...astagaaa... Androoo... mmmh ... aawww... hhaa... haaa... sampai Tante keluar keringat dingin, Androoo... gila kamu... mainnya sudah lancar begitu ternyata..." racau Tante Winda.

Lalu kutarik keluar kontolku. Selanjutnya Tante Winda berbaring terlentang di kasur dengan kedua kaki menggantung di tepi kasur.

Kubuka lebar pahanya dengan menaikkan kedua kakinya ke kasur, kutekuk kedua kakinya berdiri, selanjutnya kujilat memeknya yang dihiasi hanya dengan sejumput bulu-bulu hitam kasar.

Tante Winda menggelinjang. "Aaaa...aaaghh...."

"Enak ya, Tante..." tanyaku.

"Enak apa... konyol kamu... memek sudah jelek dijilat... uuuhh..."

Aku tidak menghiraukan perkataan Tante Winda, masih kujilat saja memeknya sampai lidahku masuk ke dalam lubangnya.

"Aggghhh... aaagghhh... oooooohh..." rintih Tante Winda sambil menggeol-geolkan pantatnya.

Bau memeknya yang masih asli itu justru membuat aku semakin menikmati memek tanteku itu. Terus kujilati itiel-nya yang sudah tegang muncul di bagian atas lipatan memeknya membuat gerakan pantat Tante Winda semakin menjadi-jadi.

"...aaaaaaa... aaaaahh.... ssshhh... aaaaaaaaaaa... aaaaaaaaaaaaaaaggghhhhhh.... Droooooo..... Androooooooo...." jerit Tante Winda sambil tubuhnya kejang-kejang.

Hanya untuk beberapa detik Tante Winda terlempar ke dunia lain... lalu kembali ke dunia nyata, tubuhnya langsung terkulai lemas.

"Gilaaa... Androoo..." kata Tante Winda kagum. "Coba saja kalau sama Om-mu mainnya begitu... Tante bisa muda trus kali... benar-benar nikmat sampai ke ujung rambut tadi..." katanya membiarkan kontolku menusuk lubang memeknya sambil kedua kakinya kunaikkan ke bahuku.

Setelah lubang memeknya penuh dengan batang kontolku, aku menindihnya dan menghisap puting susunya yang keluar ASI.

Keluarnya sudah tidak lancar, hanya sedikit-sedikit, tapi bagaimanapun telah kurasakan nikmatnya menghisap ASI sambil menggenjot memek.

Memek Tante Winda semakin basah. Aku menggenjotnya terpaksa harus waspada penuh supaya kontolku jangan sampai tergelincir karena lubang yang kugenjot itu juga semakin longgar, padahal batang kontolku ngacengnya 'full'.

Ngentot Mama saja tidak sengaceng itu kontolku. Teringat dengan Mama, aku rindu dengan memek Mama, sehingga sambil menggenjot Tante Winda dan menghisap ASI-nya terus terbayang olehku dengan Mama...

Akhirnya... crrrooottt... crrooottt.... crrooottt... crrrooottt... crrooottt.... crrooottt...

"Andro... kamu keluarkan di dalam...?!" jerit Tante Winda. "Kencang gitu lagi manimu... waduu...uuuhhh... kalau Tante hamil gimana, Andro..."

"Yang jelas kalo Om ninggalin Tante, bilang saja sama Andro, nanti Tante jadi bini Andro..." jawabku.

Tante Winda memeluk aku erat-erat, kedua kakinya menahan pantatku supaya aku tidak cepat-cepat mencabut kontolku dari memeknya.

Sore sebelum Tante Winda pulang ke rumahnya, kami bersetubuh sekali lagi sampai lubang memeknya penuh lagi dengan spermaku.

Malamnya Papa, Mama dan Lina pulang dari liburan. Beruntung Tante Winda sudah kesetubuhi, mungkin sekarang spermaku lagi berproses di rahimnya.

"Mama lagi kotor, sayang. Mama mandi dulu, ya..." kata Mama saat aku memeluknya. "Sudah gak tahan ya... mmmh.. kacian anak Mama..."
 
Terakhir diubah:

Aku mencoba menahan napsu yang sebenarnya sulit untuk kutahan. Tetapi tiba-tiba Mama muncul di depan kamarku memakai handuk.

"Dro, Mama lupa..." kata Mama. "Di kantong plastik ada nasi..."

"Belum lapar Ma, yang lapar ini nih..." tunjukku ke bawah.

"He.. he.. anak cabul...!" kata Mama masuk ke kamarku menutup pintu.

Aku langsung menarik Mama ke tempat tidur. Setelah itu kami saling melumat bibir dengan penuh napsu, baik aku maupun Mama. Tetapi tiba-tiba teringat olehku bahwa di kasur ini kemarin aku menyetubuhi Tante Winda dan mungkin sepreinya juga masih bau keringat dan bau memek Tante Winda karena kemarin air maniku dari lubang memek Tante Winda sempat berceceran di seprei.

Aku berusaha melupakan Tante Winda, lalu konsentrasi pada Mama. Kulepaskan handuk yang membungkus tubuh telanjang Mama.

Payudaranya yang menggantung besar kuremas-remas. Sudah entah berapa kali payudara itu kuremas-remas dari sejak terjadinya insiden di kamat pas, seperti tak bosan-bosannya payudara itu kubegal, memang tidak pernah membosankan.

"Mama hamil, Andro..." akhirnya Mama membuka suara. "Anak kamu di perut Mama..."

Aku malah sedang mendengarnya, bukan takut. Aku elus-elus perut Mama, aku cium-cium perut Mama hingga membuat aku semakin napsu pada tubuh telanjang di depanku itu.

"Papa tau?" tanyaku.

"Tau, tapi Papamu tidak tau di perut Mama ini anakmu. Kan Papa juga pernah menyetubuhi Mama, kamu masih ingat nggak?"

Mama pinter juga, batinku. Kan nggak mungkin Papa test DNA, misalnya kalau Papa tidak mau terima kehamilan itu?

"Papa tau ah..." kataku membantah Mama. "Masa Papa gak tau sih Mama suka tidur di sini, cuma Papa cinta sama Mama. Kan kata orang cinta itu menutupi segala kesalahan..."

"He.. he..." Mama memelukku, kami berciuman bibir lagi.

Lalu Mama lalu berbaring dengan paha mengangkang memberikan vaginanya padaku.. Bibir vagina yang sudah layu itu kembali kugarap dengan penuh nikmat meski itu baunya menyengat hidung. Malahan membuat aku semakin tarangsang saja, sehingga vagina itu kujilat tak tersisa satu milipun sampai ke sudut-sudut lubangnya.

Kedua tangan Mama menggenggam kuat-kuat ujung bantal yang dibaringinya, napasnya kembali berdengus-dengus ketika penisku mencucuk dan memompa lubang rahasianya.

Sampai hari ini 2 wanita yang mengisi hidupku itu memang saling tidak tahu kalau 2 anak kecil yang hampir bersamaan umurnya itu kuajak jalan-jalan siapakah mereka.

Mama menyangka anak dari Tante Winda itu adalah anak dari Om-ku, demikian juga anak dari Mama, Tante Winda menyangka itu adikku, padahal dua-duanya anakku hasil dari spermaku yang pernah menghangatkan lubang vagina mereka sehingga menjadi anak.

Sampai disini, kita bertemu lagi nanti di kisah Mama yang lain.

Terima kasih baik untuk kritik maupun pujian dari para suhu untuk kisah ini. (@copyright_bc_2024_februari)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd