Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Insiden Di Kamar Pas

Bimabet

Sangat 'ciamik' peran yang dimainkan Mama. Karena setelah Papa menutup pintu kamarku, kami berciuman dan Mama juga membiarkan aku meremas-remas teteknya, serta memelintir putingnya sampai puting itu menjadi keras dan napas Mama mendengus-dengus keluar dari hidungnya.

"Gila...! Kontol kamu besar begitu, sayang..." latah Mama seperti kaget sewaktu matanya melihat ke bawah tubuhku yang sudah kulepaskan handukku.

"Masa sih, Ma...? Memang beda dengan yang punya Papa, ya...?" tanyaku.

"Besar punya kamu," jawab Mama, lalu Mama bangun menjulurkan tangannya memegang penisku yang berdiri tegak lurus seperti tiang pancang untuk membangun jalan layang.

"Hisap, Ma..." mintaku.

Mama menunduk ke penisku. Sebentar kemudian kepala penisku terasa dikelilingi oleh lidah Mama, sehingga membuatku bergidik antara merasa geli bercampur nikmat.

"Sseesstthh.... oooohh...." desahku. "Maa...aamm..."

Mama tidak langsung berhenti menjilat penisku, malahan sekarang ia memasukkan ke dalam mulutnya dan dikulumnya. Rasa nikmat itu semakin menjadi-jadi apalagi kepalanya naik-turun karena penisku dikocoknya dengan mulut.

Akupun menyusupkan tanganku ke selangkangan Mama yang tertutup 2 lembar celana, celana longgar selutut dan celana dalamnya, lalu sewaktu tanganku menemukan belahan vaginanya, aku gusek-gusek dengan jari bersama celananya.

"Mmmm.... mmmm... mmmm.... mmm... mmmm..." desah Mama sambil penisku dikocok dengan mulutnya.

Tak lama kemudian Mama melepaskan penisku dari mulutnya, lantas berbaring. "Aduhhh... Andro... gila...!!" kata Mama dengan napas tersengal. "Kamu gituin... sampai keluar semuaaa...!"

"Aku setubuhi ya, Ma..." kataku, lalu kedua tanganku mau menarik turun celananya, "Jangan..." ujar Mama menahan. "Kamu anak Mama masa gitu, sih...?"

"Temanku juga gitu kok, Ma... nggak papa..." jawabku bohong. "Daripada dia dengan WTS kena penyakit, dengan Mama sendiri kan aman..."

Ternyata Mama percaya. Aku sungguh merasa berdosa setelah Mama melepaskan celananya. Aku ingin menyetubuhinya tetapi dengan cara membohonginya. Sebanyak 2 kali aku merasa berdosa pada Mama yang selama 21 tahun hidupku tidak pernah ia membohongiku dan tidak pernah ia mencelakakan aku.

Malahan kalau aku celaka, aku dirawatnya, aku diobatinya. Sekarang aku ingin mencelakannya dengan menyetubuhinya.
 

"Kenapa? Nggak jadi?" tanya Mama,

"Nggaklah, Ma..."

"Sudah jelek ya?"

"Mama kasihnya seperti gak rela..."

"Ya... nggak rela, karena kamu anak Mama... agama kita juga tidak memperbolehkan kita begitu, tetapi karena Mama melihat kamu gak tahan, Mama gak tega... ayo..." ajak Mama kemudian.

Lalu aku menunduk mencium bulu kemaluan Mama. Bulu kemaluan Mama baunya amis. Mama membuka lebar pahanya seolah-olah tersanjung karena bulu kemaluannya dicium.

Aku menjulurkan lidahku menjilat belahan vagina Mama yang keriput dan lubangnya tampak menganga mengerikan, tetapi justru membuat aku semakin bernapsu dengan lubang itu.

Apa dan dimana menariknya vagina Mama, aku tidak tau. "Hii..." Mama tertawa meringis.

Rasa berdosaku hilang, lidahku menyelusup masuk ke dalam lubang vagina Mama yang basah dan terasa di lidahku lendir vaginanya hambar, sedangkan vagina Mama baunya amis sekali.

Ini juga, kenapa aku tidak jijik, malahan membuat penisku semakin tegang saja dan tak tahan lagi, akupun berlutut mendorong penisku masuk ke lubang vagina Mama.

"Hiik... hii... hikk... adduu..uuh... sesstt... ooohhh... enak, sayang...." desah Mama.

Blleeessss....

"Mmmmh..." desah Mama saat penisku tenggelam panjang-panjang di dalam lubang vaginanya.

Uhuukk... uhhukkk... uhhukkk...

"Papamu... lepaskan dulu..." kata Mama.

Aku melepaskan penisku dari lubang vagina Mama. Mama bangun memakai kembali celananya, mengaitkan BH-nya lalu pergi dari kamarku dengan rambut acak-acakan.

Mama kutunggu-tunggu, tetapi Mama tidak kembali ke kamarku.
 

"Mama baru selesai dengan Papamu," kata Mama mengaku jujur bahwa ia baru saja selesai bersetubuh dengan Papa.

Darahku seperti muncrat ke ubun-ubunku merasa marah dan cemburu mendengarnya.

"Mama sudah bersihkan bekas punya Papamu, ayo... kalau kamu mau melanjutkan yang tadi..." kata Mama.

Aku tarik lepas kain yang menutupi tubuh Mama dengan kasar, sehingga Mama yang tidak memakai apa-apa di balik kainnya itu, menjadi telanjang bulat.

"Nungging...!" bentakku.

Mama menuruti perintahku. Mama nungging di tempat tidur. Kedua payudaranya menggantung seperti pepaya california. Sedangkan anusnya yang berwarna hitam berkerut-kerut mencolok mata.

Karena marah dan cemburu itu pula membuat aku nekat mencolok lubang anus Mama dengan jari telunjukku, lalu jariku yang sudah masuk ke lubang anus Mama itu kuputar-putar.

Mama diam saja dan terus nungging seperti menunggu apa yang akan kulakukan lagi. Ganti penisku yang kutekan ke lubang dubur Mama. Lubang itu sempit dan keset, tetapi kupaksakan penisku masuk tidak memikirkan akan mencelakakan Mama.

Setelah itu aku menyodomi lubang dubur Mama dengan menyodok lubang dubur Mama keluar-masuk berulang-ulang.

Pergesekan penisku dengan lubang ketat yang mencengkeram kuat penisku itu terasa begitu nikmat, kadang-kadang aku meremas-remas payudara Mama yang menggelantung bergoyang-goyang itu.

"Ooohhh... Drooo.... ooohhh... ooohhh.... ooohhh...." rintih Mama di tengah malam itu bersamaan dengan aku tidak tahan lagi, kemudian air maniku muncrat di dalam lubang anus Mama.

Crrroottt... crroottt... crrtoottt... crrooott... crroottt... crrooott... crroottt....

Aku menyesal luar biasa. Rasanya aku ingin menangis. Ternyata aku menangis juga dalam pelukan Mama yang telanjang.

Mama mengusap-usap pipiku. "Sudah...! Sudah...! Sudah...! Mama nggak papa... demi kalian, Mama rela berbuat apapun..." kata Mama.

Kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang masa.

Mama tidak mencuci anusnya. Kami tidur berpelukan dengan telanjang.

●●●●●

Aku terbangun entah jam berapa. Aku masih dalam pelukan Mama. Mama tersenyum memandangku.

Senyuman Mama senyum yang penuh birahi, sehingga dari penyesalan timbul lagi napsuku terhadap Mama, tetapi sekarang aku sudah tidak marah lagi.
 

"Sudah seger...?" tanya Mama. 'Mau lagi...? Ayo... kan di situ belum..."

Aku menggapai payudara Mama dan meremasnya. Saat itu jam dinding yang tergantung di ruang tengah berdentang 3 kali.

Kucium bibir Mama dan tanpa menunggu aba-abaku Mama membalas ciumanku dengan liar. Tetek Mama yang aku remas terasa keras. Kini giliran ketiak Mama yang aku cium dan aku jilat sambil tanganku menuju ke selangkangannya.

Kumpulan bulu hitam di selangkangan Mama kusibak untuk menemukan lubang vaginanya. Mama menjerit kecil saat 2 jariku sekaligus masuk ke dalam lubang vaginanya yang membusung tebal. Jariku berputar-putar menjelajahi dan mengorek di situ sehingga bertambah mengeluarkan lendir yang berbau amis.

Penisku sendiri rasanya sudah tidak tahan ingin segera bersarang di vagina yang sudah licin berlendir itu. Tapi ketika terpegang olehku biji sebesar kacang tanah yang terselip di bagian atas belahan vagina Mama, aku memijit dan memelintirnya dengan jari sehingga membuat napas Mama terengah-engah seperti kehabisan oksigen.

Tiba-tiba seluruh tubuh Mama kejang-kejang dan suara lenguhannya terdengar bergetar, 'Oooooaaashhhggggg......" sedangkan kedua tangannya meremas seprei dengan kuat, tubuhnya bergerak tidak beraturan.

Setelah kenikmatannya perlahan menurun seiring dengan tenaganya yang habis terkuras membuat tubuh telanjang Mama menjadi lemas dan pasrah sehingga membuat aku ingin segera menembus lubang vaginanya.

Lalu kutuntun penisku mendesak masuk ke lubang vagina Mama, blleesssss..... penisku dengan leluasa menetobos masuk ke dalam vagina Mama.

Sekarang, meskipun Papa batuk-batuk Mama sudah tidak menyuruh aku mencopot penisku dari lubang vaginanya. Kemudian perlahan aku menggerakkan penisku keluar-masuk di liang vagina Mama. Makin lama makin kencang aku menggerakkan penisku.

"Ooooohhh.... ooohhhh.... aaahhh.... ahhhh.... ssessstthh.... aaaaa...." Mama mengekspresikan kenikmatannya dengan menjerit dan mendesah.

Hampir 15 menit aku mengayuh lubang yang pernah melahirkan aku dan kedua adikku itu sampai seluruh syaraf di tubuhku menegang.

Tak tahan lagi aku menghentakkan penisku ke kedalaman lubang vagina Mama. Rasanya begitu nikmat saat air maniku keluar..... bergumpal-gumpal rasanya menerobos masuk pintu rahim Mama.
 
Ane selalu menantikan cerita incest terbaru dari suhu satu ne. sekali tumben agak panjang.. 😊😊
 

Tidak ada sedikitpun penyesalan dariku, karena Mama memeluk aku dengan senyum penuh kepuasan,

Tetapi sempat aku berpikir juga, kenapa dari kamar pas bisa sampai ke ranjang ya? Siapa sebenarnya yang ingin peristiwa ini terjadi, aku atau Mama, Mama atau aku?

Sepanjang hari aku napsu terus pada Mama lebih dari pengantin baru. Bahkan aku mau memberikan obat perangsang pada Mama supaya Mama mau bersetubuh denganku sepanjang hari dari pagi sampai malam, dari malam sampai pagi lagi.

Membayangkan kenikmatan saat aku menembakkan air maniku di dalam lubang vagina Mama dengan tendangan yang bertubi-tubi itu membuat aku menelan air liur.

Sore harinya jadi juga Mama pergi ke ulang tahun anak tetangga sebelah rumah. "Panggil Lina di kamarnya, Dro..." kata Mama menyuruh aku memanggil Lina, adikku karena Lina yang akan ikut Mama pergi ke ulang tahun anak tetangga sebelah rumah.

Tok... tok... tok...

Langsung aku membuka pintu kamar Lina. "Astagaaa... sudah ditunggu Mama..." kataku terkejut setengah ngedumel. "Malah masih pakai BH dan celana dalam..."

"Sana pergi...!!" usir Lina yang sedang memilih baju untuk dipakai.

Tetapi aku melangkah masuk ke kamar Lina. "Maaaaaa... aaaa...." jerit Lina kencang.

Aku memeluk Lina yang bertubuh langsing putih mulus mengenakan celana dalam kecil seperti bikini dan BH yang tidak menutup rapat seluruh buah dadanya yang sebesar kira-kira segenggam telapak tanganku.

"Nanti Mama ke sini, tol*l... be*o..." omel Lina.

"Tapi kenapa kamu jerit kalo takut Mama ke sini..." balasku. "Aku baru tau tubuh kamu indah..." kataku.

"Nggak... lepaskan... jangan sampai Mama datang melihat kita..."

"Nggak... kalau kamu memberi aku mencium tetekmu baru aku lepaskan..." kataku nekat bercampur napsu dari Mama.

"E... malah mogok di dalam..." kata Mama di ruang tengah. "Dro... mana Lina, bukannya cepetan, acara sudah mulai..."

"Tapi... ini, Ma..."

Kesempatan itu kupakai menunduk mencium belahan buah dada Lina.

Sherrr... Lina bergidik.

"Baru pertama kali ya...?" tanyaku melepaskan Lina.

"Memang belum pernah sih..." jawab Lina yang sudah mau kuliah beberapa bulan lagi ikut jejakku. "Kakak nakal... sampai aku merinding begini..." kata Lina menunjukkan tangannya padaku.

"Maaf ya, say..."

Kuambil tangan Lina dan kucium telapak tangannya. Lina memandang aku dengan tak berkedip karena terpesona telapak tangannya dicium laki-laki.

"Ee... malah ngobrol..." kata Mama berdiri di depan pintu kamar Lina.

Mama tampak cantik dengan bibir dipoles lipstik tipis berwarna merah, kedua payudaranya membusung dalam kaosnya yang ketat berwarna hijau muda.

Dua pilihan yang sulit. Mama atau Lina, Lina atau Mama. Lina sudah jinak.

"Kak Andro nih..." jawab Lina cemberut malu.

"Sini Dro..." suruh Mama.

Aku keluar dari kamar Lina memeluk Mama di ruang tamu dan mencium bibirnya. Mama tidak menolak, malah mendesah, "...mmmpph... mmmph... mmmpph..." dalam lumatanku, sehingga tangankupun merangsek masuk ke dalam kaosnya merogoh keluar teteknya dari dalam BH-nya dan kuremas kuplintir putingnya.

Mama menggigit bibir bawahku tak tangan dengan napas mendengus-dengus.

Aku tidak kasihan dengan Mama yang sudah rapi. Di kamar aku turunkan celananya, lalu Mama nungging di depan tempat tidur membiarkan penisku yang tegang menguak lubang vaginanya dari belakang.

Sambil memegang pinggulnya kuayunkan penisku dengan cepat setelah penisku berada di dalam lubang vagina Mama.

Sekarang Lina yang memanggil-manggil Mama. "Ohh... sebentar, Lin... sebentar... oohh... mmmhh... nikmat juga dari belakang, Drooo... truusss... Drooo... ooohh... oohh..." desah Mama sambil menjawab Lina.

"Yeahh... Maaa..."

"Oohhh.... shhiitt.... ooohhh... oohhh..."

Saat air maniku mau keluar, kucabut penisku yang bau amis memek Mama, lalu kukocok penisku... sheerrr... shheerrr.... shheerr... napasku terengah-engah saking nikmat dan napsunya, kukeluarkan air maniku....

Chrroottt.... chrrooott... chrroottt... crrooott....

Setelah kulampiaskan napsuku di depan anus Mama, waktu selanjutnya kuserahkan pada Mama, karena setelah kupakai kembali celana pendekku, aku pergi dari kamar Mama.

Kendati begitu, Mama adalah tetap seorang Mama. Ia masih membawa makanan pulang untukku dari tetangga yang merayakan ulang tahun anaknya.

Papa sudah pulang, lalu Mama membikin kopi untuk kami berdua. Setelah itu Mama duduk di samping Papa.

Aku tidak cemburu karena posisi kami sekarang sama, bisa menyetubuhi wanita yang duduk di sampingnya itu kapan saja.

Cuma bedanya, Papa memiliki surat resmi untuk menyetubuhi Mama yaitu surat nikah, sedangkan aku hanya mengandalkan urat, tetapi bagaimanapun juga kegiatanku menyetubuhi Mama sudah menjadi rutinitasku sehari-hari karena tidak pernah puas-puasnya aku dengan 'lubang rahasia' milik mamaku itu, apalagi kalau lagi nge-crot air maniku sampai nendang kencang ke rahim Mama.

Mama juga senang bersetubuh denganku mungkin pancaran air mani Papa sudah lemah tidak nikmat lagi kalau nendang ke rahimnya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd