Tidak ada sedikitpun penyesalan dariku, karena Mama memeluk aku dengan senyum penuh kepuasan,
Tetapi sempat aku berpikir juga, kenapa dari kamar pas bisa sampai ke ranjang ya? Siapa sebenarnya yang ingin peristiwa ini terjadi, aku atau Mama, Mama atau aku?
Sepanjang hari aku napsu terus pada Mama lebih dari pengantin baru. Bahkan aku mau memberikan obat perangsang pada Mama supaya Mama mau bersetubuh denganku sepanjang hari dari pagi sampai malam, dari malam sampai pagi lagi.
Membayangkan kenikmatan saat aku menembakkan air maniku di dalam lubang vagina Mama dengan tendangan yang bertubi-tubi itu membuat aku menelan air liur.
Sore harinya jadi juga Mama pergi ke ulang tahun anak tetangga sebelah rumah. "Panggil Lina di kamarnya, Dro..." kata Mama menyuruh aku memanggil Lina, adikku karena Lina yang akan ikut Mama pergi ke ulang tahun anak tetangga sebelah rumah.
Tok... tok... tok...
Langsung aku membuka pintu kamar Lina. "Astagaaa... sudah ditunggu Mama..." kataku terkejut setengah ngedumel. "Malah masih pakai BH dan celana dalam..."
"Sana pergi...!!" usir Lina yang sedang memilih baju untuk dipakai.
Tetapi aku melangkah masuk ke kamar Lina. "Maaaaaa... aaaa...." jerit Lina kencang.
Aku memeluk Lina yang bertubuh langsing putih mulus mengenakan celana dalam kecil seperti bikini dan BH yang tidak menutup rapat seluruh buah dadanya yang sebesar kira-kira segenggam telapak tanganku.
"Nanti Mama ke sini, tol*l... be*o..." omel Lina.
"Tapi kenapa kamu jerit kalo takut Mama ke sini..." balasku. "Aku baru tau tubuh kamu indah..." kataku.
"Nggak... lepaskan... jangan sampai Mama datang melihat kita..."
"Nggak... kalau kamu memberi aku mencium tetekmu baru aku lepaskan..." kataku nekat bercampur napsu dari Mama.
"E... malah mogok di dalam..." kata Mama di ruang tengah. "Dro... mana Lina, bukannya cepetan, acara sudah mulai..."
"Tapi... ini, Ma..."
Kesempatan itu kupakai menunduk mencium belahan buah dada Lina.
Sherrr... Lina bergidik.
"Baru pertama kali ya...?" tanyaku melepaskan Lina.
"Memang belum pernah sih..." jawab Lina yang sudah mau kuliah beberapa bulan lagi ikut jejakku. "Kakak nakal... sampai aku merinding begini..." kata Lina menunjukkan tangannya padaku.
"Maaf ya, say..."
Kuambil tangan Lina dan kucium telapak tangannya. Lina memandang aku dengan tak berkedip karena terpesona telapak tangannya dicium laki-laki.
"Ee... malah ngobrol..." kata Mama berdiri di depan pintu kamar Lina.
Mama tampak cantik dengan bibir dipoles lipstik tipis berwarna merah, kedua payudaranya membusung dalam kaosnya yang ketat berwarna hijau muda.
Dua pilihan yang sulit. Mama atau Lina, Lina atau Mama. Lina sudah jinak.
"Kak Andro nih..." jawab Lina cemberut malu.
"Sini Dro..." suruh Mama.
Aku keluar dari kamar Lina memeluk Mama di ruang tamu dan mencium bibirnya. Mama tidak menolak, malah mendesah, "...mmmpph... mmmph... mmmpph..." dalam lumatanku, sehingga tangankupun merangsek masuk ke dalam kaosnya merogoh keluar teteknya dari dalam BH-nya dan kuremas kuplintir putingnya.
Mama menggigit bibir bawahku tak tangan dengan napas mendengus-dengus.
Aku tidak kasihan dengan Mama yang sudah rapi. Di kamar aku turunkan celananya, lalu Mama nungging di depan tempat tidur membiarkan penisku yang tegang menguak lubang vaginanya dari belakang.
Sambil memegang pinggulnya kuayunkan penisku dengan cepat setelah penisku berada di dalam lubang vagina Mama.
Sekarang Lina yang memanggil-manggil Mama. "Ohh... sebentar, Lin... sebentar... oohh... mmmhh... nikmat juga dari belakang, Drooo... truusss... Drooo... ooohh... oohh..." desah Mama sambil menjawab Lina.
"Yeahh... Maaa..."
"Oohhh.... shhiitt.... ooohhh... oohhh..."
Saat air maniku mau keluar, kucabut penisku yang bau amis memek Mama, lalu kukocok penisku... sheerrr... shheerrr.... shheerr... napasku terengah-engah saking nikmat dan napsunya, kukeluarkan air maniku....
Chrroottt.... chrrooott... chrroottt... crrooott....
Setelah kulampiaskan napsuku di depan anus Mama, waktu selanjutnya kuserahkan pada Mama, karena setelah kupakai kembali celana pendekku, aku pergi dari kamar Mama.
Kendati begitu, Mama adalah tetap seorang Mama. Ia masih membawa makanan pulang untukku dari tetangga yang merayakan ulang tahun anaknya.
Papa sudah pulang, lalu Mama membikin kopi untuk kami berdua. Setelah itu Mama duduk di samping Papa.
Aku tidak cemburu karena posisi kami sekarang sama, bisa menyetubuhi wanita yang duduk di sampingnya itu kapan saja.
Cuma bedanya, Papa memiliki surat resmi untuk menyetubuhi Mama yaitu surat nikah, sedangkan aku hanya mengandalkan urat, tetapi bagaimanapun juga kegiatanku menyetubuhi Mama sudah menjadi rutinitasku sehari-hari karena tidak pernah puas-puasnya aku dengan 'lubang rahasia' milik mamaku itu, apalagi kalau lagi nge-crot air maniku sampai nendang kencang ke rahim Mama.
Mama juga senang bersetubuh denganku mungkin pancaran air mani Papa sudah lemah tidak nikmat lagi kalau nendang ke rahimnya.