Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Di Pernikahan Adik Iparku

begawan_cinta

Guru Semprot
Daftar
27 Oct 2023
Post
547
Like diterima
9.270
Bimabet

Di Pernikahan Adik Iparku



ADIK iparku akan menikah pada hari Sabtu. Aku dan istriku sudah sampai di rumah keluarganya pada hari Kamis.

Acara pernikahan adik iparku bukan berlangsung di gedung pertemuan atau di hotel, melainkan di rumah karena keluarga istriku tinggal di kampung.

Mertuaku mempunyai 4 orang anak, terdiri dari 3 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Anak laki-laki adalah anak bungsu, dan yang akan menikah ini adalah anak yang ketiga, usianya 24 tahun.

Istriku, anak yang kedua, usianya 27 tahun. Sedangkan anak pertama berusia 31 tahun, sudah menikah dan sudah punya 1 orang anak.

Kami berdua sampai di sana, rumah mertuaku yang akan dijadikan tempat pesta sudah ramai. Aku sebagai menantu tentu saja tidak bisa tinggal diam melihat kesibukan di rumah mertuaku.

Aku membantu memasang tenda, meskipun tugas pemasang tenda sudah diserahkan kepada petugas yang tendanya kita sewa, tetapi sebagai tuan rumah kita wajib mengawasi.

Kemudian membantu istri membersihkan kamar untuk saudara yang datang dari jauh akan menginap, karena bapak mertuaku maupun ibu mertuaku punya banyak saudara.

Badan capek sehabis membantu, pada malam harinya aku berbaring saja di karpet yang digelar di ruang tengah.


Aku tidak terpengaruh dengan suara orang ramai yang masih ngobrol di luar rumah atau dengan asap rokok yang mengepul-ngepul menyelinap masuk ke ruangan tempat aku berbaring.

Entah jam berapa aku terbangun karena aku merasa memeluk seseorang. Ternyata yang aku peluk bukan istriku. Ruangan gelap saat itu dan aku kaget tentu saja.

 

Sebaliknya orang yang aku peluk tidak terbangun. Ia adalah kakak iparku.

Saat itu, naluriku sebagai seorang laki-laki tidak lantas kutinggalkan setelah aku beristri, apalagi tubuh Indri lebih berisi dari tubuh istriku. Buah dadanya montok dan bokongnya bulat besar.

Tanganku yang sudah kujauhkan, kulingkarkan kembali ke perut Indri. "Ehh..." Indri terbangun menyikut aku. "Istrimu ada di ujung sana!" tegur Indri.

Indri tidak berani menegur aku dengan suara keras, mungkin ia takut yang tidur di sebelahnya bangun, yaitu kakak iparnya, istri dari kakak suaminya.

Aku nekat tidak mau menghiraukan kata-kata Indri. "Mau dibawa pergi nggak itu tanganmu?" tanya Indri. "Nanti aku teriak, ya...!"

Karena aku sudah nekat, ancaman Indri tidak membuat aku takut, malah membuat aku memeluk Indri semakin erat dan berusaha mencium tengkuknya, ia menyikut aku.

Geliat tubuh Indri yang tidak terkendali itu semakin membuat aku menggila. Tanganku berpindah dari pinggangnya mencengkeram payudaranya yang terbungkus BH berbentuk bulat.

"Ih... orang gak mau, maksa...!!" katanya karena saat itu penisku yang tegang sudah menekan ke belahan pantatnya.

"Siapa yang maksa? Maksa itu gak enak." kataku membalik Indri.

Sewaktu Indri mau aku telentangkan, aku segera naik menindih Indri dan mencium bibirnya.

Mula-mula ia memberontak, kepalanya menggeleng ke kiri dan ke kanan.

Tetapi sewaktu aku mendapat kesempatan, aku terkam lehernya. Mungkin di daerah itu tempat sensitifnya, kalau disentuh membuat napsunya bangkit, Indri langsung terkulai.

Ia memandang aku dengan mata sayu. "Pindah...! Jangan di sini...!" katanya.

"Kamu mau...? Apa nggak merasa terpaksa...?" tanyaku.

Indri beranjak bangun dari baringnya tidak menjawab aku. Ia pergi ke belakang. Habis dari belakang sebentar, ia naik ke lantai 2.

Karena aku bukan penghuni di rumah ini, sedangkan Indri tinggal di sini, sewaktu aku ikut naik ke atas, ternyata di lantai atas terdapat 1 kamar kosong, tetapi tidak ada tempat tidur dan kasur, yang ada hanya tikar pandan yang pinggirnya sudah rusak.

"Ngapain kamu ikut aku naik ke sini..?" tanya Indri. Seandainya ia mengajak aku ribut, bisa kelabakan aku, batinku.

"Aku mau minta maaf..." jawabku.

"Merasa bersalah...?" Indri bertanya.

"Nggak..." jawabku. "Kalau kamu berani terima tawaranku menjadi istri kedua..."

"Berani bayar berapa...?"

Aku maklum kalau Indri bertanya begitu padaku, karena hidup suaminya luntang lantung. Indri masih menggantungkan hidupnya pada bapaknya.

Untung bapak mertuaku masih ada uang pensiun karena dulu beliau PNS, punya rumah yang disewakan, punya tanah.

Coba saja kalau kakak iparku itu mau mengolah tanah dari mertuanya itu, ia bisa menjadi petani yang sukses. Apalagi sekarang harga cabe semakin 'pedes' saja....
 
"Aku jamin hidup kamu sama Cacah..." jawabku.

Indri tau aku dan adiknya itu bekerja dan setiap bulan istriku tidak pernah lupa dengan kedua orangtuanya.

Bukannya aku sombong, dengan gajiku sendiri saja aku sanggup menghidupi Indri dan anaknya, setelah aku potong dengan angsuran apartemen, angsuran mobil, asuransi, dan aku kirim pulang untuk orangtuaku.

"Nggak," jawab Indri. "Siapa yang mau jadi istri kamu? Kasih aku modal saja bikin warung nasi..."

Indri duduk di tikar. Aku duduk di sebelahnya. "Ok..." jawabku. "Kapan kamu mau mulai...?"

Indri memandang aku dengan mata sendu. "Aku gak akan cerita sama Noni," kataku meyakinkan Indri.

Dalam sekejap tubuh Indri yang ranum sepenuhnya sudah berada dalam pelukanku. Dengan beringas aku mencium bibir Indri sembari tanganku meremas-remas bokong kenyalnya.

Indri tidak menolak seperti tadi aku mau mencium bibirnya ia menggeleng-geleng. Lalu aku menaikkan tinggi-tinggi daster Indri untuk mencopot celana dalamnya.

Dan sejurus kemudian tersingkap sudah apa yang selama ini tersembunyi. Aku meraba-raba dan mengelus-elus belahan vagina Indri. Bulu kemaluan Indri hanya sedikit tumbuh di daerah pebukitan vaginanya.

“AAAAAAAAAAAHHHHH.... OOOOOOHHH....” rintih Indri.

Secepatnya aku melepaskan daster Indri.

Sebentar saja tetek Indri yang montok ditutupi dengan BH yang berwarna coklat itu sudah berada di depanku. Tetek yang putih kenyal itu seolah-olah ingin meloncat keluar dari BH Indri yang ketat.

Perutnya yang rata dan mulus itu terlihat sangat merangsang dihiasi dengan puser yang kecil.

Dan dengan lincahnya tangan kananku bergerak ke belakang membuka pengait BH Indri.

Setelah BH itu aku lepaskan, terpampanglah kedua tetek Indri yang montok dan sangat mulus itu dengan putingnya yang berwarna coklat tua dikelilingi bundaran berwarna yang lebih gelap dari putingnya yang mencuat.

Aku membiarkan dulu payudara Indri. Aku menciumi belakang telinga Indri dan kemudian lidahku bermain-main di dalam kuping Indri.

Kepala Indri tertengadah ke atas dan tubuh bagian atasnya yang terlanjang melengkung ke depan, ke arahku. Teteknya yang besar dan masih kencang itu seakan-akan menantang aku.

Aku langsung bereaksi, tangan kananku memegangi bagian bawah tetek Indri sedangkan mulutku mengisap kedua puting itu secara bergantian.

Mula-mula tetek yang sebelah kanan menjadi sasaran mulutku. Tetek yang kenyal itu hampir masuk semuanya ke dalam mulutku dan aku mengisap-isapnya dengan lahap.

Lidahku bermain-main pada putingnya sehingga tetek Indri bereaksi cepat menjadi keras.

“Sssshhhh.... oooohhhhh.... aauuuhhh... aahhh... ahhhh...”

Aku tidak mau dinterupsi dan diliputi oleh nafsu birahi yang tinggi sambil memegang kedua paha Indri, aku merentangkannya lebar-lebar, aku membenamkan wajahku ke selangkangan Indri.

Mulutku mengulum vagina Indri dan lidahku menjilat-jilat sepenuh nafsu. Indri hanya bisa memejamkan mata,

“Ooohh... ooohhh.... nikmatnyaaa....., aaauuugghhh... ooohhhh.... ooohh!” rintih Indri sampai tubuhnya menggelinjang-gelinjang kegelian.

Tanganku yang melingkari kedua pantat Indri kini dijulurkan ke atas, mencamplok dan meremas-remas kedua tetek Indri dengan sangat bernapsu.

Menghadapi serangan bertubi-tubi yang dilancarkan olehku, vagina Indri telah basah kuyup.

“Aakkhh.... aaaaaakkhh... enn...aakkk... tru...uusss...” rengek Indri menjepit kepalaku untuk melampiaskan nikmat birahi yang menyerangnya, dijambaknya rambutku kuat-kuat.

Indri menggeliat-geliat menahan nikmat, kepalanya bergoyang ke sana kemari atas birahi yang melandanya.

Aku segera membuka kancing dan ritsleting celanaku. setelah itu aku melepaskan celana yang kukenakan sekalian dengan celana dalamku.

Pada saat celana dalamku terlepas, maka penisku yang telah tegang sejak tadi itu seakan-akan terlonjak bebas mengangguk-angguk dengan gagahnya.

Aku menggenggam batang penisku untuk memasuki tubuh Indri, kakak iparku itu. Kepala penisku yang membulat itu kugesek-gesekkan pada klitoris dan bibir kemaluan Indri.

Gejolak birahi kami semakin membara...

Terus aku berusaha menekan penisku ke dalam lubang vagina Indri yang memang sudah sangat basah.

Merasakan sensasi yang luar biasa, aku semakin bernapsu bercinta dengan Indri.

Aku menekan penisku dengan mendorong pantatku ke depan dengan sekali menghentak, “Aaaauuuuuww.......!!” jerit Indri.

Tetapi penisku sudah tertelan oleh lubang vagina Indri. Aku segera memacu penisku di antara kedua paha kakak iparku itu. Tubuh kakak iparku terlonjak-lonjak mengikuti tekanan dan tarikan penisku.

”Oooh.... ena...kkkkk.... terruuu...uuuss....” Indri merintih-rintih melawan badai birahi yang menerpanya, sementara itu ia menggoyang dan memilin-milin penisku.

Pinggulnya memutar-mutar ke kiri dan ke kanan serta melingkar, sehingga penisku yang tegang seakan mengaduk-aduk dalam vagina Indri.

Tak berselang lama, akupun merasakan sesuatu yang akan melandaku. Dan ketika klimaks itu datang aku tak peduli lagi dengan gerakan Indri, “Aooooooooouh.... oohh......” lenguhku.

Dunia serasa berputar.

Sekujur tubuhku mengejang, sungguh hebat rasa kenikmatan klimaks yang melanda diriku itu sehingga buah pelirku menempel ketat pada lubang vagina Indri dan batang penisku terbenam seluruhnya di dalam liang vaginanya.

Aku merasakan denyutan-denyutan kenikmatan yang diakibatkan oleh semprotan air maniku ke dalam vagina Indri.

Crrooottt.... crrrooott... crroottt.... crrooottt.... crroootttt.... crrrooott... crroottt.... crrooottt.... crroootttt.... crrrooott... crroottt.... crrooottt.... crroootttt....

Aku langsung tertelungkup di atas tubuh Indri dengan seluruh tubuhku yang bergetar hebat dilanda kenikmatan ejakulasi yang super dahsyat itu.

Apa yang akan terjadi besok, urusannya besok. Aku menikmati tubuh Indri sekali lagi.

Pagi aku melihat Indri biasa-biasa saja bergabung di tengah keluarga besarnya.


Maka itu, aku ingin segera menyingkirkan suami Indri dengan mempengaruhi ibu mertuaku, karena ibu mertuaku juga tidak begitu suka dengan menantunya yang satu ini.
 

Jumat siang, aku bertemu dengan Susan, adik iparku yang akan menikah di tengah-tengah kesibukan para tetangga yang membantu memasak untuk hajatan besok.

"Kamu sudah siap...?" tanyaku pada Susan.

"Siap apa Bang, biasa-biasa saja kok..." jawabnya.

"Kamu nggak deg-degan menghadapi malam pertama?" tanyaku lagi.

"Sakit ya, Bang? Aku pernah tanya sama Kak Indri, katanya dulu ia sampai 2 hari susah kencing... besar ya, Bang...?"

"Memang kamu belum pernah lihat punya suamimu?"

Susan menggeleng.

"Bener...?"

"Sumpah...!" jawabnya.

Wah... ini makanan empuk, batinku.

"Mau lihat punya Abang?"

Susan mau menjawab, tapi ragu-ragu membuka mulut. Aku segera menarik Susan masuk ke kamar, lalu mengunci pintu.

"Benar, kamu belum pernah melihat penis suamimu?" tanyaku sungguh-sungguh dengan menyebut ‘penis’.

"Benar Bang, disambar geledek kalau aku pernah lihat, tapi jangan bilang-bilang sama Indri sama Noni ya, Bang..."

Aku memeluk Susan. Timbul rasa kasihanku, apalagi melihat Susan mendekap tubuhku dengan rasa yang begitu nyaman, dan memang tubuhku lebih tegap dari tubuh suaminya.

"Abang jadi nggak tega memperlihatkan sama kamu, San..." kataku.

“He.. he..” Susan tertawa.

Aku mengecup bibirnya yang tipis merona merah delima. Setelah itu aku baru bertanya padanya, "Kamu sudah pernah ciuman...?"

"Pernah sih...?" jawab Susan.

"Payudara kamu pernah dipegang?"

"Ngg..***k..."

"Pantesan kecil..." godaku

"Hikss..." Susan tertawa tertahan.

Aku tidak mau kehilangan kesempatan itu, tanganku menggenggam payudara Susan dari luar kaosnya. Susan membiarkan.

Pikirku tunggu saja hari Minggu setelah selesai hajatan, kalau malam pertama ia belum disetubuhi oleh suaminya, biar aku yang memberikan pada adik iparku ini malam pertamanya.

Aku dan Susan lalu pergi dari kamar.

*****

Istriku juga sibuk membantu memasak. Lehernya tampak basah berkeringat. Aku memeluk istriku dari belakang, lalu menjilat keringat di lehernya yang putih mulus dan jenjang.

“Pengen ya Pih... he.. he.. sebentar, ya...” kata istriku.

Setelah istriku mematikan kompor, ia menarik aku ke belakang dapur. Di belakang dapur yang sepi, kami melakukan ‘
Quick Sex’.

Istriku menurunkan celananya, lalu menyodorkan pantatnya yang putih mulus itu padaku dengan posisi nungging sementara kedua tangannya bertumpu pada dinding dapur.

Kemudian aku mengeluarkan penisku yang tegang dari balik celanaku. Aku lumuri batang penisku seluruhnya dengan ludah.

Selanjutnya kepala penisku kudorong masuk ke lubang anus istriku (
anal sex). Kami sudah beberapa kali melakukan anal sex. Jadi istriku tenang-tenang saja saat menerima penisku di lubang anusnya.

Dengan sedikit mengayun dan mendorong penisku, perlahan-lahan lubang anus istriku terkuak. Terus aku mulai memompa lubang anus istriku dengan gerakan maju-mundur keluar-masuk sambil kupegangi pinggangnya.

Nikmat terasa sewaktu penisku tergesek-gesek lubang anus istriku yang hangat, kesat dan ketat itu.

Napasku mulai terengah-engah. Lalu dengan satu hentakan yang menukik tajam masuk ke dalam, istriku menjerit, “Akkkhhhhhh....”

Aku membalasnya dengan lenguhan, “Ooooggghhh....”

Sheerrr.... sherrrr.... sherrr... crrrooottt... croottt... crooottt.... croott....

Aku segera mencabut penisku, lalu membenahi celanaku. Sementara istriku juga menaikkan celananya membiarkan air maniku tergenang di dalam anusnya, mungkin sebagian sudah keluar membasahi celana dalamnya, ia kembali ke depan kompor.

*****
 

Malam ini dibandingkan dengan malam kemarin, malam ini di depan rumah mertuaku lebih ramai para tamu yang datang berkunjung.

Di bawah tenda biru pelaminan sudah disiapkan untuk kedua mempelai. Lampu terang benderang menyinari para tamu yang duduk ngobrol sambil ngeteh dan makan kue yang dihidangkan tuan rumah.

Tetapi masih sempat juga istriku dan kakaknya, Indri berbaring ngobrol di tempat tidur. Melihatnya aku kehilangan akal sehat.

Aku naik ke tempat tidur memeluk Indri dan meremas teteknya. "Noni, lihat nih suami kamu, ngaco...!!" jerit Indri tanpa berusaha melawanku.

Tiba-tiba...

Muncul ibu mertuaku di depan pintu kamar. "Hadehhh... kalian bertiga..." gerutunya. "Orang lagi sibuk di luar, kalian enak-enak saja ngobrol di sini..."

Yang pertama pergi dari kamar adalah istriku. Istriku bukan hanya pergi dari kamar, tetapi ia juga menutup pintu kamar seakan memberiku kebebasan dengan Indri.

Tentu saja aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Segera kurengkuh tubuh Indri dan kubekap mulutnya.

"Eegghh... mmpphh... mmphh..." Indri berusaha melawan.

Kulumat bibir Indri sambil kuremas teteknya yang masih berada di dalam BH. Untuk satu dua kali Indri masih melawan, tetapi sewaktu aku berhasil menarik lepas celana dalamnya dan jariku berada di dalam lubang vaginanya yang hangat dan basah napas Indri sudah tidak teratur.

"Kenapa kamu gak mau berhenti menyetubuhi aku sih?" tanya Indri.

"Kan aku sudah bilang aku ingin menjadikan kamu istri keduaku... kamu nikmat..." kataku.

"Emangnya kamu nyangka aku nggak malu terhadap Noni, ya... padahal kamu yang memulai..."

"Ah... kamu juga ikut menikmati..." jawabku.

"Sudah, nanti kita kelamaan di sini mereka curiga..."

"Noni memberi kita kesempatan..." kataku mengeluarkan penisku. "Lihat ini... tegangnya tidak mau lemas..."

"Hiks..." Indri tertawa geli, lalu Indri memegang penisku.

Sebentar kemudian sudah terdengar erangan pelan keluar dari mulut Indri. Napas Indri mulai memburu dan matanya terpejam. Mulutnya sedikit terbuka disetiap isapanku pada putingnya yang mengeras, kepalanya terlonjak ke belakang.

Tanpa berlama-lama lagi, aku segera membenamkan penisku ke lubang vagina Indri.

Sodokan pertama penisku sanggup menyentuh bagian terdalam vagina Indri. Indri tersentak.

"Ohhhh..." jeritnya.

Aku menarik kembali penisku sedikit dan membenamkannya lagi.

Setelah itu, mulailah aku menggerakkan pantatku mengangkat dan menekan yang membuat penisku keluar-masuk bergesekan dengan liang vagina Indri.

Hangat dan lembut bisa aku rasakan melalui sekujur penisku. Sementara Indri menyambut setiap gerakanku dengan jepitan dan gerakan kecil pantatnya. Dari mulutnya keluar erangan yang semakin lama semakin keras dan cepat berirama.

Melihat Indri terpejam dan mengerang dengan mulut yang sedikit terbuka sambil mendongakkan kepala membuat aku semakin bernapsu.

Indri semakin seksi saja di mataku. Guncangan payudaranya membuat aku semakin ingin membenamkan penisnya dalam-dalam di liang vaginanya. Apalagi setiap ujung penisku menyentuh rahimnya. Rasanya sungguh nikmat tiada taranya.

Kami sudah tidak peduli dengan keramaian di luar.

Semakin kuat dan cepat sodokanku membuat Indri mencengkeram punggungku kuat-kuat.

Wajahnya mendongak ke atas hingga kedua bola matanya hanya terlihat tinggal putihnya saja.

Dinding vaginanya terasa berdenyut-denyut. Aku langsung menghentikan gerakanku membiarkan penisku merasakan cengkeraman kuat yang terjadi hanya beberapa detik itu.

“Ohh... aku keluar…” desah Indri.

Indri memeluk aku kuat-kuat.

“Nikmat?” tanyaku.

“Sangat!” jawab Indri.

Saat semuanya belum mereda, aku sudah menggenjot lubang vagina Indri.

Indri menggigit bibirnya merasakan seluruh penisku terbenam makin dalam di vaginanya. Pantatnya terangkat tinggi yang membuat aku semakin tak bisa mengendalikan birahiku.

Kali ini aku langsung menekan dengan cepat diikuti oleh Indri yang mendorong vaginanya ke depan.

Kami sama-sama merasakan kenikmatan yang lebih dalam.

Masuk hitungan beberapa detik ke depan sodokankupun membidik rahim Indti dan aku bisa merasakan kenikmatan yang beruntun saat air maniku memenuhi liang vagina Indri.

Satu persatu kami keluar dari kamar tetesan keringat kenikmatan yang mulai mengering dari tubuh kami.
 

Di hari pernikahan Susan dengan Budi siang itu aku tidak menyangka Soni, mantan pacar istriku ikut hadir mrmberikan doa restu pada kedua mempelai.

Istriku duduk di pojok ngobrol asyik berdua dengan Soni, tetapi saat itu aku tidak fokus pada mereka, melainkan pada payudara ibu mertuaku yang keluar kedodoran dari baju kebayanya.

Ibu mertuaku yang berusia 53 tahun ini payudaranya masih kencang, selain montok. Kalau mau dibanding-bandingkan payudara ibu mertuaku dengan payudara Indri kurang lebih sama besarnya, sekitar nomor 36B.

Istriku memakai BH nomor 34B, sedangkan Susan bisa jadi memakai BH nomor 34A, karena payudara Susan lebih kecil dari payudara Noni.

Aku tidak tau Soni pergi jam berapa, dan sewaktu aku bertemu dengan istriku, aku tidak tanya padanya tadi mereka berdua bicara apa.

Aku lagi bersih-bersih ruang tengah, ibu mertuaku yang sudah kecapean menerima tamu, datang dari luar duduk di kursi.

"Mamah sexy banget..." kataku.

"Iyaaa... tuh...!" jawabnya. "Enggak tau bagaimana tukang rias pengantin merias Mama bisa jadi begini... dulu waktu ngepas baju nggak kayak gini..."

Ibu mertuaku menunduk memandang buah dadanya yang seperti mau tumpah dari baju kebayanya itu karena terlalu rendah di bagian dadanya.

Dengan melihatnya saja aku jadi terangsang. "Nggak papa kok Mah, masih bagus..." kataku.

"He.. he..." ibu mertuaku tertawa merasa tersanjung sewaktu aku bilang buah dadanya masih bagus.

Aku mengasong segelas air kemasan bersama sedotan padanya. "Minum dulu Mah, sepertinya Mama capek banget..."

"Iya..." jawab ibu mertuaku menerima air minum dan sedotan yang kuasongkan padanya.

Aku mau pergi. Ia menarik tanganku. "Duduk dulu sini..." katanya.

"Aku sengaja menghindar..." tukasku. "Banyak orang begini, nanti orang bilang, ah... ada maunya tuh menantu... kebetulan Mama begitu sexy lagi..."

"Biarin saja... dulu Mama juga pernah dibilang selingkuh dengan ini, selingkuh dengan itu... ah, bau sampah semuanya, Mama sih cuek saja..."

"Kalau Mama dibilang selingkuh dengan menantu....."

"Selingkuh dengan menantu yang baik, gak papa kan... daripada menantu satu itu, mau Mama usir dari rumah... bikin sampah saja di sini... cuma Mama kasian dengan Indri dan anaknya..."

Indri... ah, desahku dalam hati teringat bagaimana serunya kami ML.

Aku pegang tangan ibu mertuaku dan meremasnya sejenak. Gincu di bibirnya sudah luntur. Kalau lagi tidak banyak orang, pasti aku sudah memeluknya.

Hape istriku berbunyi. Aku baru teringat tadi ia menitipkan hapenya padaku. WA dari Soni.

Apa?

"Besok aku nunggu di hotel ini ya, sayang. Mau aku jemput...?"

Bangs*t... mereka janjian rupanya.

"Pijitin kaki Mamah, ayo... jangan disini..."

Mudah-mudahan ibu mertuaku tidak tau wajahku lagi pucat, tetapi sambil memijit kaki ibu mertuaku kemudian aku sadar.

Aku selingkuh boleh, kenapa ia mau mencari variasi di luar aku melarang?

Aku mencium kaki ibu mertuaku. "Akkhh... sayang..." desahnya.

*****
 

"Jangan cepat pulang, Roni..." suruh ibu mertuaku.

"Aku harus kerja, Mah..."

Kucium bibir ibu mertuaku. Kukeluarkan teteknya dari leher kebayanya. Payudaranya montok putih mulus, tetapi putingnya sangat kecil.

"Masih ramai dengan tamu, Roni..."

Kukecup, kujilat dan kusedot putingnya karena tidak bisa dihisap. "Sssttth... aaaagghh... Ronn... niiii...." rintih ibu mertuaku.

Tak perlu lama, tanganku sudah masuk ke selangkangan ibu mertuaku yang hangat.

"Akkhh... aakkhh... Ronn... nii... akkkhh... akkhh... jangan Roni, nanti Mama dicari papamu..."

Kulepaskan ibu mertuaku karena aku juga manusia yang masih punya perasaan.
Napasnya tersengal-sengal. "Maaf ya, Mah..." kataku.

"He... he..." ibu mertuaku tertawa sambil membenahi kebayanya.

Aku tidak mengerti tawanya, ternyata ia menggoda aku, "Tetek Mama gak ada putingnya membuat kamu gak bisa hisap, ya..." katanya.

Semprul... taunya tadi aku melanjutkan, omelku kecewa dalam hati.

*****

Malam harinya di kamar kami menghitung uang di amplop yang tamu berikan pada kedua mempelai dan sebagian membuka kertas kado.

Aku tidak mau pusing dengan WA istriku yang tadi kubaca, karena di sebelah kiriku duduk Susan dan sebelah kananku duduk Indri.

Aku sudah bertekat bulat ingin menjadikan Indri sebagai istriku dengan menyingkirkan Iwan, suami Indri. Kalau perlu aku menyingkirkan Noni juga biar Noni rujuk lagi dengan Soni, mantan pacarnya itu.

Mendadak Budi masuk ke kamar dengan tergesa-gesa dan wajahnya kelihatan pucat. Ia menarik Susan keluar dari kamar.

Sebentar kemudian Susan memanggil aku. Di depanku Budi mengatakan bahwa ia harus segera kembali ke kapal.

Budi bekerja di kapal pesiar yang melayari perairan luar negeri.

Aku maklum, tugas seperti itu tidak bisa ditinggal, apalagi bekerja dengan orang asing yang tidak kompromi dengan waktu, dan '
benefit' yang mereka berikan juga tidak mengecewakan kalau kedua orangtua Budi bisa membangun rumah yang bagus dan mewah.

Aku mengantar Budi ke pelabuhan dengan Susan dan Noni menggunakan mobil bapak mertuaku.

Jantungku berdebar-debar tidak menentu setelah kami bertiga melepaskan Budi di pelabuhan yang baru saja menjadi pengantin dan belum sempat mencicipi tubuh mulus istrinya.

Pulang sudah tengah malam. Kedua dewiku sudah mendengkur halus di mobil. Tetapi sesampai di rumah, para kerabat mertuaku masih ngobrol sambil minum kopi di bawah tenda biru.

Noni dan Susan langsung masuk ke kamar tidak menukar pakaian lagi. Ngantuk mendera mereka.

"He... bangun..." suruhku menepuk pipi Susan. "Tukar pakaian dulu..."

"Ngggg... ngantuk, ah..." geliatnya manja.

Selanjutnya sewaktu aku mempunyai kesempatan, aku segera melepaskan kaos yang dipakai Susan, lalu juga celana panjangnya.

Kututup tubuh Susan yang hanya mengenakan BH dan celana dalam itu dengan selimut. Aku tidak bisa tidur dan sengaja aku berbaring di sebelah istriku.

Namanya juga suami istri. Peluk sana, raba sini, akhirnya akupun memompa lubang vagina istriku dengan posisi terlentang sampai keluar air maniku di depan rahimnya.

Nikmatnya tiada terkira apalagi terbayang olehku tubuh mulus Susan di dalam selimut.

*****
 
Bimabet

Jam 5 pagi aku sudah duduk ngobrol dengan bapak mertuaku sambil minum kopi dan menikmati kue yang disuguhkan oleh Indri.

Indri membiarkan payudaranya yang menggelantung tanpa penutup itu di depan bapaknya saat ia menyuguhkan kopi dan kue di atas meja pendek.

Aku melihat bapak mertuaku sempat menatap 'gunung gede' putrinya itu sampai jakunnya naik-turun.

Aku pura-pura tidak tahu, sebab aku lagi membayangkan '
cendol legi' milik Susan apabila dimakan pakai gula aren, pasti sungguh nikmat rasanya.

Istriku keluar dari kamar jam 6 pagi. Aku mulai duduk gelisah dan sewaktu aku melihat bapak mertuaku menerima panggilan telepon, aku buru-buru kabur dari tempat dudukku pergi ke kamar menemui Susan yang masih di kamar.

Susan sudah bangun, tetapi sedang telepon dengan seseorang. Sewaktu ia melihat aku, ia melepaskan teleponnya.

Aku naik ke tempat tidur, ia seperti menjerit memanggil aku, "Baaa...aaannggg...."

Aku memeluk Susan dan tanpa ragu aku mendekatkan bibirku menyentuh bibir Susan.

Halus, lembut dan perlahan penuh perasaan, kami saling mengulum bibir. Berpagutan dan saling bertukar ludah membuat suasana semakin hangat.

“Mmm... Bang...hh...” desah Susan.

Tanpa bisa mengontrol diri lagi aku terus menciumi bibir Susan dan tanganku juga mulai membuka pengait BH Susan.

Dengan sepenuh napsu telapak tanganku merengkuh bongkahan daging kenyal yang besarnya segenggaman telapak tanganku itu.

Permukaannya halus, tetapi '
cendol'nya kecil. Sungguh sebuah sensasi bercinta dengan seorang gadis (?) yang rela menyerahkan tubuhnya secara total untukku.

Susan merintih dan aku berusaha mendekap Susan lebih kuat. Tanganku meremasnya makin kuat dan semakin aku merasakan betapa kencangnya buah dada Susan.

Sembari tangan kananku meremas buah dada Susan, lidahku menjilati lehernya.

Dan tanpa menunggu lama puting susu Susan sudah menjadi sasaran mulutku.

Kuluman bibir, gigitan kecil ditambah sapuan lidahku membuat Susan terlonjak tak bisa menahan diri.

Tubuhnya menegang setiap kali aku menghisap putingnya.

Napas Susan memburu dengan mata merem melek. Mulutnya sedikit terbuka dan aku segera mencopot celana dalam Susan.

Tubuh telanjang putih mulus yang terdampar di depanku itu sebenarnya bukan milikku, tetapi milik Budi.

Tetapi aku tidak peduli. Aku seperti memperkosa Susan, adik iparku itu. Penisku yang kokoh mengacung segera menyodok vagina Susan.

"Ohhhh... Bang..." rintih Susan ketika penisku berhasil mencapai setengah lubang vaginanya.

Pantat dan pinggul Susan serasa bergerak liar sehingga membuat aku semakin bersemangat menyodok lubang vagina Susan yang ketat itu semakin dalam dan semakin dalam.

Tak mampu menahan napsuku aku mulai menggenjot lubang vagina Susan dengan kuat dan cepat sambil mulutku merengkuh bulatan susunya.

Susan sudah pasrah. Sesaat kemudian aku sudah mengerang dan menyodokkan penisku dengan lebih kuat ke lubang vagina Susan sembari memuncratkan spermaku di dalam vagina Susan.

Crrooottt... crroottt... crroottt... crroottt...

Aku masih terus menyodok dengan terputus-putus. Setelah benar-benar sudah keluar semua air maniku, aku ambruk menindih Susan.

Susan mengusap lembut punggungku.

“Puas, Bang…?”

"Kamu...?"

Susan memeluk aku erat-erat sampai penisku yang sudah lemah meluncur keluar dari lubang vaginanya yang licin dan basah.

Susan masih perawan.

Di seprei yang basah tampak noda darah perawan Susan selain di sekujur penisku, juga di lubang vagina Susan yang berlumuran air maniku.

*****

Aku dan Noni harus pulang Minggu malam untuk mengejar pekerjaan besok supaya tidak mangkir kerja.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd