Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Detak Waktu Si Kupu Malam

Detak Waktu si Kupu Malam


Lenguhan keras terdengar mengalahkan suara lagu dari radio fm lawas di atas meja yang di setel dengan volume keras. Desahan saling bersahutan senada dengan derit ranjang dan kecipak dua kemaluan yang beradu makin menguatkan aroma cinta di kamar ini



Satu

Mei Hwa




Aku bersandar di dinding yang seharusnya berwarna putih bersih, namun kini sudah tidak jelas lagi warnanya. Diseberang kamar duduk membelakangiku seorang perempuan cantik yang tengah menyisir rambutnya di depan meja rias tua dengan cermin oval besar di atasnya. Tubuh telanjangnya tampak begitu mempesona dari belakang. Bahunya yang mulus, pinggang ramping dan pinggul yang membulat sempurna pasti akan membuat setiap pria yang melihatnya akan menelan ludah.

Dari bayangan cermin di depannya aku bisa melihat sepasang gundukan didadanya, tidak besar malah cenderung kecil namun terlihat padat dan penuh. Sepasang puting kecil berwarna merah muda makin menyempurnakan keindahan bukit kembar itu.

Wajah bulat telurnya terlihat sangat cantik dengan mata yang sipit, hidung kecil dan bibir yang tipis terlihat jelas dari tempatku berada, namun dimatanya itu aku melihat guratan kesedihan.. atau mungkin kerinduan ?

Perlahan perempuan itu berdiri, membalikkan badannya ke arahku sambil mengangkat kedua tangannya mengikat rambutnya yang sebahu..

Ya Tuhan… tubuh yang begitu indah terpampang di depanku. Payudara yang sempurna, perut rata, dan gundukan kecil dengan rumput hitam tipis dibawah perut itu sesaat mengaburkan pandanganku.

Gerakan mengangkat tangannya membuat ketiaknya terekspos, terlihat sangat mulus tanpa dinodai sehelai rambutpun. Hmmmm… aku hampir bisa mengendus harum aroma ketiaknya dari sini.

Hampir tiap hari aku menikmati pemandangan ini, namun tetap saja membuat jantungku selalu berdetak dua kali lebih cepat, ahhh.. tenagaku mulai melemah



oOo



Mei Hwa nama perempuan berdarah Tionghoa itu, yang sekarang tengah menatapku dengan pandangan penuh rindu..

“ satu jam lagi “ katanya. bibir tipisnya tersenyum penuh arti, senyum yang sulit aku tafsirkan maknanya.

Sambil bersenandung kecil dia menuju lemari pakaian yang berada tepat di sisi kanannya, mengambil bra hitam berenda favoritnya, kemudian celana dalam dengan warna senada.

Jantungku berdetak kini tiga kali lebih cepat, inilah saat yang selalu aku tunggu-tunggu, saat ketika dia mengenakan celana dalamnya. Aku tajamkan pengelihatanku, tak akan aku lewatkan momen-memen berharga ini.

Masih bersenandung lagu mandarin yang aku tak pernah tau judulnya Mei Hwa kembali memunggungiku. Mengenakan bra nya dengan luwes.. hhh dia begitu gemulai seperti seorang penari yang sedang mementaskan tariannya.

Sejurus kemudian dia mengambil celana dalamnya, membungkukkan badannya.. inilah waktunya… aku hampir berhenti bernafas.. belahan kemaluannya terlihat mengintip di sela sela pantatnya saat dia mulai memasukkan celana dalam itu ke kakinya . andai saja aku punya kekuatan untuk menghentikan waktu, aku akan hentikan tepat pada saat ini.

Sayang moment itu begitu cepat berlalu. Mei Hwa kini memilih milih gaun terbaiknya. Gaun merah darah dengan potongan leher rendah tanpa lengan menjadi pilihannya dan dengan sigap dikenakannya. Lalu dia kembali mematutkan dirinya di cermin, tangannya memegang kedua payudaranya dari luar gaunnya, mengangkatnya ke atas..

“ huh payudara ini kurang besar “ gumamnya pelan. sesekali dia melirikku melalui bayangan di cermin. Mata sipitnya membinarkan sejuta pengharapan, sejuta kerinduan.



oOo



Sudah enam bulan aku menamani Mei Hwa disini. saat dia mulai menempati kamar ini sebagai seorang gadis belia lugu yang menghiba mecari kerja untuk membantu perekonomian keluarganya.

Ya, Mei Hwa memang terlahir dari keluarga yang kurang mampu. Hutang keluarganya pada rentenir mendamparkannya disini, tempat yang tidak seharusnya dia berada. Tapi apa dikata, guratan takdir tak bisa dilawannya

Tak membutuhkan waktu lama, Mei Hwa sudah menjadi primadona disini. Kecantikan khas wanita Tionghoa plus keramahan sikapnya tak pernah membuat sepi malam-malamnya

Akulah yang selalu menemani dia, mendengar keluh kesahnya, mendengar desah rintihnya, menyaksikan semua pergumulannya.. ahhh.. dia memang mempesona.



oOo



Mei Hwa kini merebahkan badannya di ranjang.. perlahan.. dia tidak mau membuat gaunnya jadi kusut. Kembali dia melirikku, tersenyum penuh arti. Hufh senyuman itu selalu sukses membuat aku berhenti berdetak.

“masih ada waktu “ gumamnya, lalu memejamkan matanya, entah apa yang di hayalkannya.



oOo
 
Dua

SURADI




Tok tok…..tok tok.. terdengar empat kali ketukan pintu dengan jeda diantara dua ketukannya.

“ tunggu..” kata Mei Hwa terbangun dari lamunannya. Bergegas dia ke meja rias, menyisir rambut sekenanya dengan jarinya, lalu segera menuju pintu kamar, tak lupa dia melirik ke arahku sambil tersenyum, tepat waktu..



“ hai Mei “ sapa lelaki di depan pintu setelah Mei Hwa membuka pintunya

“ hai Suradi “ balas Mei Hwa, wajahnya sumringah

“ ayo masuk “ sambungnya



Lelaki itu bernama Suradi, berumur sekitar dua puluh dua tahun, perawakannya sedang namun kekar, terlihat dari tonjolan otot di sekitar dada dan lengannya. Wajahnya yang tampan terlihat agak malu-malu. Ini kali ketiga dia ke tempat ini.

Hari ini Suradi mengenakan kaos polo warna putih polos, celana jeans biru yang sudah memudar warnanya dan sendal kulit coklat. Sendal kulit yang selalu dipakainya saat kesini. Aku selalu memperhatikan semuanya..

Mei Hwa terlihat begitu bahagia malam itu, Suradilah yang ditunggunya sedari tadi. Sosok lelaki tampan dengan tubuh kekar yang menawan.

Iya, Suradi memang hanya seorang buruh bangunan. Bukan seperti Pak Gunawan yang seorang Direktur perusahaan, atau Mas Ramli yang seorang Polisi. Tapi entah kenapa Mei Hwa begitu mengaguminya, dia begitu mencintainya…. ahh cinta, kata yang tabu bagi perempuan sepertinya.



Segera setelah Suradi masuk, Mei Hwa lalu melepas gaun merah darahnya..

nanti saja bicaranya.. aku harus segera menuntaskan hasratku ini , kata Mei Hwa dalam hatinya

Jarang sekali aku melihat Mei Hwa seperti ini, bahkan mungkin baru kali ini. Dia terlihat seperti anak ABG yang baru mengenal cinta. Kerling matanya, senyum tipisnya terlihat tulus muncul dari dalam hatinya. Tidak seperti dengan puluhan pria lain yang pernah menidurinya, senyumnya hanya basa basi, senyum palsu hanya untuk menjaga standard pelayanannya.

Mei Hwa kini sudah setengah telanjang, hanya bra hitam berenda dan celana dalam warna senada yang masih menempel di tubuhnya. Gaunnya teronggok di bawah kakinya.

Berjalan melenggok Mei Hwa mendekati Suradi yang terduduk di pinggir ranjang, kini posisnya persis berada di depan Suradi.

Dengan posisi duduknya di tepi ranjang itu, wajah suradi tepat berada di depan payudara yang masih berbalut bra itu, lalu dengan anggunnya Mei Hwa mengarahkan kedua tangannya ke belakang punggungnya. Dalam sekejap payudara indah itu terlepas dari kungkungannya tepat didepan mata Suradi.

Suradi hanya menelan ludah, dia bukan anak kemaren sore yang belum pernah bercinta, dia sering ke lokasi pelacuran untuk memuaskan hasrat kelelakiannya. Tapi tidak dengan Mei Hwa, di depannya dia merasa seperti lelaki belasan tahun yang baru pertama kali mengenal wanita.

Payudara itu terlihat begitu sempurna dimata Suradi. Putih, mulus, walau tidak besar tapi padat, puting kecil merah mudanya mengacung pertanda si pemiliknya sudah disesaki nafsu yang mulai membara.

Suradi menjulurkan lidahnya menjilat puting yang menggiurkan itu, jilatan ringan namun membuat Mei Hwa tersentak sambil melenguh

“ iyah.. disitu Sur.. hisap yang kuat.” Mei Hwa meracau.

Suradi pun menghisap payudara itu dengan kuat sembari tangan kirinya memilin puting yang satunya.

“ ough.. nikmatnya Sur..” kata Mei Hwa lalu tiba-tiba melangkah mundur. Suradi tergagap kehilangan, mulutnya kosong karena payudara itu langsung terlepas dari mulutnya. Mei Hwa tersenyum nakal melihat ekspresi kehilangan di wajah Suradi.

Mei Hwa lantas berjongkok di depan Suradi, melepas gesper ikat pinggangnya lalu meloloskan celana jeans berikut celana dalamnya. Suradi mengangkat pinggulnya untuk memudahkan Mei Hwa melepaskannya.

Kini terpampang di depan Mei Hwa batang kejantanan Suradi yang sudah menegang sempurna. Batang yang kekar dengan urat urat yang menonjol mengelilinginya. Dengan rakus Mei Hwa melahapnya, memaju mundurkan kepalanya diselingi dengan menjilat kepala kemaluan yang jauh lebih besar dari batangnya.

Hhmph.. batang ini yang paling nikmat dan keras, tidak seperti milik Pak Gunawan yang seperti agar-agar kata Mei Hwa dalam hati

Suradi kelonjotan menerima gempuran kenikmatan mulut Mei Hwa di kemaluannya, segera dia meloloskan kaos polonya dan merebahkan tubuhnya kebelakang dengan kaki masih menjuntai di bibir ranjang dan kemaluannya masih berada di dalam mulut Mei Hwa.

Puas disana, Mei Hwa melepaskan kulumannya, dia berdiri dan melepas celana dalamnya. Suradi pun segera menggeser badannya ke tengah ranjang, menanti kejutan-kejutan kecil yang selalu dihadirkan Mei Hwa di setiap persenggamaannya.

Mei Hwa berdiri di tengah ruangan, kepalanya mendongak.. matanya terpejam.. mematung

“ ahh apa lagi yang akan dilakukannya..?” gumam suradi yang nafsunya sudah merangkak ke ubun ubun.

Perlahan Mei Hwa mulai meliukkan tubuh telanjangnya, menggeliat sambil menngoyangkan kepalanya…hhh… dia menari striptis di depan Suradi yang kian terpaku.

Rambut yang acak-acakan, tubuh yang mengkilat karena keringat dan liukan tubuh yang seperti ular hampir membuat aku berhenti berdetak. Dia tidak pernah melakukan hal ini pada lelaki lain.. tidak pada Pak Gunawan, atu mas Ramli atau pada puluhan lelaki lainnya.

“ Mei.. please..” erang Suradi tak tahan sambil memberi kode agar Mei Hwa segera mendekat.



oOo
 
Lenguhan keras terdengar mengalahkan suara lagu dari radio fm lawas di atas meja yang di setel dengan volume keras. Desahan saling bersahutan senada dengan derit ranjang dan kecipak dua kemaluan yang beradu makin menguatkan aroma cinta di kamar ini.

Mei Hwa menggoyangkan bokongnya maju mundur dengan tempo cepat, tangannya bertumpu pada bahu Suradi. Matanya terpejam alisnya hampir bertaut.. kenikmatan itu akan segera di gapainya.

Posisi woman on top memang posisi favoritnya, dialah yang berkuasa di posisi ini, dia yang mengatur kapan dia akan mengapai klimaks nya.

Kipas angin yang berdiri di pojokan kamar tidak sanggup menghilangkan pengap di kamar ini. Bulir keringat kian deras membasahi badan mereka.

Suradi mengerang, dia terengah di dera kenikmatan yang dihadirkan oleh gerakan dan cengkraman kemaluan Mei Hwa di batang kejantanannya

Mei Hwa melenguh, remasan tangan Suradi di payudaranya melipat gandakan kenikmatan yang makin mendekati puncaknya.

Makin cepat Mei Hwa menggoyangkan bokongnya, makin intens pula Suradi meremas payudara yang bergelayutan di atasnya..

Hingga akhirnya.. Mei Hwa menjerit , Suradi menggeram rendah saat kenikmatan itu menghantam mereka bersamaan…

Kemudian sunyi… hanya deru nafas mereka yang tersisa.



oOo



Mei Hwa tertelungkup diatas tubuh telanjang Suradi, mengais sisa-sisa kenikmatan setelah persenggamaan mereka, hanya dengan Suradi dia bisa merasakan klimaks yang begitu luar biasa seperti tadi. Sementara Suradi masih memejamkan matanya, merasakan kedutan-kedutan lemah di kemaluannya yang masih berada di dalam liang kenikmatan Mei Hwa..

Setelah ekstasi itu mereda, Mei Hwa menggulingkan badannya ke samping, telentang di sebelah kiri Suradi berbantalkan lengan kekarnya. Kini aku bisa melihat jelas gundukan dibawah perut itu. Bukit kecil berpermadanikan rumput hitam yang tertata rapi, dengan ceruk memanjang berwarna merah yang masih terlihat basah, dan liang gelap yang kini mengalirkan cairan berwarna putih, cairan kenikmatan Suradi.

“ makasih ya Mei” ucap Suradi sambil mengecup dahi wanita itu

“ hmm.. “ gumam Mei Hwa, ada kegetiran disana. Karena dia tau sebentar lagi dia harus berpisah dengan laki-laki ini. Satu-satunya laki-laki yang selalu bersikap lembut padanya.

“ aku harus pergi Mei “ kata Suradi lagi, dia melirik ke arahku sekilas

“ jangan pergi ya Sur “ rengek Mei Hwa

Suradi hanya tersenyum, dan Mei Hwa tau arti senyuman itu.



Dengan sangat terpaksa Mei Hwa bangun dari ranjangnya, kemudian dengan malas malasan mengenakan pakaiannya. Suradipun bergegas mengenakan pakaiannya. Kemudian mengeluarkan dompet, menarik beberapa lembar kertas warna merah dan menyerahkannya kepada Mei Hwa

“ ga usah Sur “ kata Mei Hwa, meletakkan lagi lembaran itu di telapak tangan Suradi dan menggenggamkan tangannya.

“ kamu masih banyak keperluan, pakai aja dulu “ katanya lagi sambil tersenyum manis.

“ tapi, aku kan sudah..”

“ sssh… jangan membantah “ potong Mei Hwa sebelum Suradi menyelesaikan kalimatnya.

Wajah Suradi menyiratkan beribu perasaan, namun ia memasukkan juga lembaran kertas itu kembali ke dompetnya dan menaruhnya di atas meja rias.

Direngkuhnya pinggang perempuan itu, di dekap penuh rasa kemudian dikecupnya kening, kedua mata lalu mendaratkan bibirnya ke bibir merah yang setengah terbuka itu, mengecup perlahan , memagut dan diakhiri frechkiss yang panjang yang menghabiskan setengah udara di paru-paru mereka.



oOo



Mei Hwa terduduk lesu di tepi ranjangnya setelah Suradi keluar dari kamarnya, dia menyentuh bibirnya dengan ujung jarinya seperti mencari lagi kenikmatan yang masih tertinggal, kenikmatan bibir pria jantan yang baru saja menemaninya mereguk nikmatnya bercinta.

Aku bisa mengerti kalau dia begitu mencintai Suradi. Karena hanya Suradi yang menganggapnya seperti seorang wanita, tidak seperti laki-laki lain yang hanya menganggapnya seperti barang dagangan.

Bersama Suradi dia bisa merasakan indahnya dicinta, tau apa yang dinamakan rindu, hanya dengan Suradi dia bisa mencurahkan seluruh isi hatinya. Sementara dengan yang lainnya, dia hanya menjadi pendengar yang baik. Mereka hanya ingin di dengar tidak mendengar. Lalu menumpahkan pejuhnya, selesai..tanpa ingin tau bagaimana perasaannya.

Beda dengan Suradi, biasanya mereka akan bercerita banyak dalam ketelanjangannya setelah selesai bergumul dengan penuh nafsu. Setelah sama-sama diterbangkan ke langit ke tujuh

I envy You brow.. biasanya Mei Hwa akan berkeluh kesah padaku, tapi tidak lagi sejak kehadiranmu. But don’t worry.. I know my position.



Mei Hwa menatapku, tersenyum samar namun sudah cukup untuk meredakan cemburuku. Pandangannya kemudian beralih ke atas meja rias, pada sebuah benda segi empat berwarna hitam. Dompet Suradi, ah dia lupa mengambil dompetnya tadi.



oOo
 
Penulisanya bagus plus rapi Hu, enek bacanya. Cuma pendek-pendek, untung updatenya sekaligus coba updatenya seminggu sekali. :bata:
Ane milih cermin yg jadi "aku". :D
Jadi inget dulu disini juga pernah ada yg bikin cerita seperti ini, dan yg jadi aku nya ternyata " ranjang" nya yg bergoyang. :pandaketawa:
Trims ya hu.. tinggal beberapa part lagi kok..ok.. cermin ya.. ane simpen dulu jawabannya...😉
 
Tiga

Gunawan




Gunawan Wibisana nama lengkapnya, pria paruh baya di akhir lima puluhan yang menjadi langganan tetap Mei Hwa. Aku mengenalnya saat pertama kalinya dia bertandang ke kamar Mei Hwa lima bulan yang lalu.

Gunawan ini atau Mei memanggilnya Pak Gun sebenarnya lelaki yang baik. Di awal pertemuan dia terlihat agak angkuh, maklum dia adalah seorang direktur sebuah perusaan yang cukup besar.

Saat itu, lelaki berambut putih dan berkacamata itu mengenakan kemeja putih lengan pendek dengan corak garis-garis biru vertikal, celana kain formal wana abu-abu gelap dan sepatu pantofel hitam.. aku hampir tertawa.. mau ngantor om ?

Gunawan, Wibisana “ katanya sambil mengangsurkan tangannya

“ Mei Hwa, panggil saja Mei “ jawab mei tersenyum ramah sambil menerima jabat tangannya.

“ kalau saya lihat Pak Gun ini adalah seorang yang kaya raya, kenapa mau mampir kesini pak ?” tanya Mei Hwa menyanjungnya. Menyanjung adalah prosedur kedua setelah berkenalan. Itu yang dipelajari Mei disini

“ well, saya mendengar kabar dari teman-teman, kalau disini ada seorang bidadari. Dan ternyata mereka benar” kata Pak Gun sambil menjawil dagu Mei Hwa.. hmmmm sudah mulai keluar sifat aslinya

“ jadi gimana Pak.. kita langsung mulai saja ?” tanya Mei tanpa tedeng aling-aling.

“ sure..” sambut Pak Gunawan dan langsung membuka kancing kemejanya sekaligus celananya, sekejap dia pun sudah bertelanjang bulat

Mei Hwa tertawa kecil, diapun segera melorotkan gaunnya yang berwarna biru tosca, meninggalkan bra dan celana dalam model g-string warna biru tua di tubuhnya.

Pak Gunawan ternganga takjub dan langsung menubruk tubuh indah itu, mencium leher jenjangnya, sembari meremas payudara itu dari luar bra nya. Bibirnya lalu menyesap bibir tipis Mei Hwa dengan ganasnya..uuh Mei Hwa hampir sesak nafas, ciuman itu terlalu kasar dan dia juga tidak suka dengan aroma rokok yang terpancar dari nafas Pak Gunawan.

“ sabar dong Pak…” kata Mei Hwa manja setelah ia bisa melepaskan diri dari rangkulan liar Pak Gunawan.

Di tuntunnya pak Gunawan ke arah ranjang kemudian merebahkannya,

“ Pak Gun maunya apa ? “ tanyanya sambil jemarinya mengelus ringan area dada dan perut Pak Gunawan.

“ Semuanya..” kata Pak Gunawan dengan suara bergetar menahan nikmat yang dihasilkan elusan jari itu.

“ as you wish..” kata Mei Hwa sambil mengedipkan sebelah matanya..sekilas dia melirik ke arahku.. let see berapa lama dia bisa bertahan.



oOo



“ ough…” Pak Gunawan mengerang nikmat, matanya terpejam menikmati sensasi hangat dan basah di kemaluannya. Dengan lincahnya Mei Hwa memainkan lidahnya di sana, menjilat , menghisap dan memaju mundurkan kepalanya. Kemaluan di dalam mulutnya belum menegang sempurna, atau memang tidak bisa menegang..? dia merasa seperti mengulum agar agar.. dia tidak suka, tapi kepuasan pelanggan adalah tetap yang utama.

Sejurus kemudian Pak Gunawan menarik kemaluannya dari mulut Mei Hwa, wajahnya sudah tampak memerah menahan nafsu di ubun-ubunnya.

“ final step..” katanya bangga

Mei Hwa pun mengerti, segera dia terlentang dan membuka lebar pahanya. Terlihat jelas bibir kemaluannya yang merah terbuka, berdenyut menunggu penetrasi.

Tergesa Pak Gunawan menempatkan dirinya diatas Mei Hwa, lalu menggesekkan kemaluannya di tonjolan kecil seukuran kacang hijau itu, hanya sesaat, dan tiba-tiba

“ arrrgh..” Pak Gunawan menggeram, spermanya muncrat membasahi perut dan rambut kemaluan Mei Hwa.

Sedetik aku tertegun, kemudian tawaku meledak… ha ha ha… Pak Gun ternyata ejakulasi dini alias peltu.. baru nempel langsung metu..



“ maaf ya Mei “ kata pak Gunawan

“biasanya gak begini “ katanya lagi mencoba membela diri.

Mei Hwa tersenyum manis seperti senyum ibu pada anaknya yang berbuat kesalahan.

“ ga papa Pak, mungkin Pak Gun kecapean” kata Mei Hwa menghibur pelanggannya sambil tangannya membersihkan sperma yang berceceran diperutnya dengan tisue.

“ trus gimana, mau dilanjut lagi ? masih ada waktu loh “ kata Mei Hwa lebih pada dirinya sendiri sambil melirikku.

“kita ngobrol-ngobrol aja ya “ kata Pak Gunawan.



Dan selama sisa waktu itu mereka habiskan dengan ngobrol, tepatnya Pak Gunawan yang ngobrol sedangkan Mei Hwa hanya sebagai pendengarnya.

Banyak yang dibicarakan Pak Gunawan, dia sepertinya mendapatkan teman curhat yang tepat. Dari masalah istrinya yang sudah tidak mau menemani tidurnya, mungkin karena dia sudah memasuki masa menopause, tentang tiga anaknya yang sepertinya mulai ada gap, karena masalah pembagian warisan, padahal dia belum mati . terlihat kekesalan di wajah Pak Gunawan saat membicarakan masalah ini.

Sesekali wajahnya terlihat sumringah saat dia membicarakan tentang cucunya dari anak pertamanya. Bocah umur empat tahun yang menjadi penyemangat hidupnya. Hanya bocah itu yang bisa menghiburnya saat dia dilanda kelelahan, entah karena pekerjaan atau masalah dengan keluarganya.

Mei Hwa hanya mengangguk angguk mendengar curhatan Pak Gunawan, entah dia menyimak atau tidak. Sampai saat Pak Gunawan berkata.

“ Mei, kamu mau menjadi simpananku ?, kamu gak usah bekerja disini lagi. Aku akan menyewakan rumah untukmu dan mencukupi kebutuhan hidupmu “

Mei Hwa terperanjat, tawaran yang menggiurkan. Namun kembali dia menanyakan kepada hatinya, mempertimbangkan segala sesuatunya. Dengan menjadi simpanan Pak Gun berarti dia harus siap-siap dilabrak istri dan anak Pak Gun kalau ketahuan. dan artinya pula ,dia tidak bisa berhubungan dengan pria lain. Dia tidak akan bisa menikmati kepuasan bercinta, karena dia tau Pak Gun tidak akan bisa memberikannya.

“ terimakasih Pak atas tawarannya, tapi bisa gak saya mempertimbangkannya dulu ?” kata Mei Hwa agak ragu.

“tentu saja, silahkan di pikirkan dulu “ kata Pak Gun, kemudian dia melihat ke arahku

“ ah..sudah waktunya” katanya, lalu mengambil beberapa lembaran merah dari dompetnya dan menyerahkan kepada Mei Hwa.

“ terima kasih ya pak “ kata Mei Hwa mengambil lembaran itu

“ eh ntar dulu..” kata pak Gun, kemudian mengambil lagi beberapa lembar kertas yang sama dari dompetnya.

“ ini untuk bonus, karena kamu sudah mendengar keluh kesahku” katanya

Ahh ternyata dibalik angkuhnya, Pak Gun adalah orang yang baik hati



oOo

 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd