Tiga
Gunawan
Gunawan Wibisana nama lengkapnya, pria paruh baya di akhir lima puluhan yang menjadi langganan tetap Mei Hwa. Aku mengenalnya saat pertama kalinya dia bertandang ke kamar Mei Hwa lima bulan yang lalu.
Gunawan ini atau Mei memanggilnya Pak Gun sebenarnya lelaki yang baik. Di awal pertemuan dia terlihat agak angkuh, maklum dia adalah seorang direktur sebuah perusaan yang cukup besar.
Saat itu, lelaki berambut putih dan berkacamata itu mengenakan kemeja putih lengan pendek dengan corak garis-garis biru vertikal, celana kain formal wana abu-abu gelap dan sepatu pantofel hitam.. aku hampir tertawa.. mau ngantor om ?
“ Gunawan, Wibisana “ katanya sambil mengangsurkan tangannya
“ Mei Hwa, panggil saja Mei “ jawab mei tersenyum ramah sambil menerima jabat tangannya.
“ kalau saya lihat Pak Gun ini adalah seorang yang kaya raya, kenapa mau mampir kesini pak ?” tanya Mei Hwa menyanjungnya. Menyanjung adalah prosedur kedua setelah berkenalan. Itu yang dipelajari Mei disini
“ well, saya mendengar kabar dari teman-teman, kalau disini ada seorang bidadari. Dan ternyata mereka benar” kata Pak Gun sambil menjawil dagu Mei Hwa.. hmmmm sudah mulai keluar sifat aslinya
“ jadi gimana Pak.. kita langsung mulai saja ?” tanya Mei tanpa tedeng aling-aling.
“ sure..” sambut Pak Gunawan dan langsung membuka kancing kemejanya sekaligus celananya, sekejap dia pun sudah bertelanjang bulat
Mei Hwa tertawa kecil, diapun segera melorotkan gaunnya yang berwarna biru tosca, meninggalkan bra dan celana dalam model g-string warna biru tua di tubuhnya.
Pak Gunawan ternganga takjub dan langsung menubruk tubuh indah itu, mencium leher jenjangnya, sembari meremas payudara itu dari luar bra nya. Bibirnya lalu menyesap bibir tipis Mei Hwa dengan ganasnya..uuh Mei Hwa hampir sesak nafas, ciuman itu terlalu kasar dan dia juga tidak suka dengan aroma rokok yang terpancar dari nafas Pak Gunawan.
“ sabar dong Pak…” kata Mei Hwa manja setelah ia bisa melepaskan diri dari rangkulan liar Pak Gunawan.
Di tuntunnya pak Gunawan ke arah ranjang kemudian merebahkannya,
“ Pak Gun maunya apa ? “ tanyanya sambil jemarinya mengelus ringan area dada dan perut Pak Gunawan.
“ Semuanya..” kata Pak Gunawan dengan suara bergetar menahan nikmat yang dihasilkan elusan jari itu.
“ as you wish..” kata Mei Hwa sambil mengedipkan sebelah matanya..sekilas dia melirik ke arahku.. let see berapa lama dia bisa bertahan.
oOo
“ ough…” Pak Gunawan mengerang nikmat, matanya terpejam menikmati sensasi hangat dan basah di kemaluannya. Dengan lincahnya Mei Hwa memainkan lidahnya di sana, menjilat , menghisap dan memaju mundurkan kepalanya. Kemaluan di dalam mulutnya belum menegang sempurna, atau memang tidak bisa menegang..? dia merasa seperti mengulum agar agar.. dia tidak suka, tapi kepuasan pelanggan adalah tetap yang utama.
Sejurus kemudian Pak Gunawan menarik kemaluannya dari mulut Mei Hwa, wajahnya sudah tampak memerah menahan nafsu di ubun-ubunnya.
“ final step..” katanya bangga
Mei Hwa pun mengerti, segera dia terlentang dan membuka lebar pahanya. Terlihat jelas bibir kemaluannya yang merah terbuka, berdenyut menunggu penetrasi.
Tergesa Pak Gunawan menempatkan dirinya diatas Mei Hwa, lalu menggesekkan kemaluannya di tonjolan kecil seukuran kacang hijau itu, hanya sesaat, dan tiba-tiba
“ arrrgh..” Pak Gunawan menggeram, spermanya muncrat membasahi perut dan rambut kemaluan Mei Hwa.
Sedetik aku tertegun, kemudian tawaku meledak… ha ha ha… Pak Gun ternyata ejakulasi dini alias peltu.. baru nempel langsung metu..
“ maaf ya Mei “ kata pak Gunawan
“biasanya gak begini “ katanya lagi mencoba membela diri.
Mei Hwa tersenyum manis seperti senyum ibu pada anaknya yang berbuat kesalahan.
“ ga papa Pak, mungkin Pak Gun kecapean” kata Mei Hwa menghibur pelanggannya sambil tangannya membersihkan sperma yang berceceran diperutnya dengan tisue.
“ trus gimana, mau dilanjut lagi ? masih ada waktu loh “ kata Mei Hwa lebih pada dirinya sendiri sambil melirikku.
“kita ngobrol-ngobrol aja ya “ kata Pak Gunawan.
Dan selama sisa waktu itu mereka habiskan dengan ngobrol, tepatnya Pak Gunawan yang ngobrol sedangkan Mei Hwa hanya sebagai pendengarnya.
Banyak yang dibicarakan Pak Gunawan, dia sepertinya mendapatkan teman curhat yang tepat. Dari masalah istrinya yang sudah tidak mau menemani tidurnya, mungkin karena dia sudah memasuki masa menopause, tentang tiga anaknya yang sepertinya mulai ada gap, karena masalah pembagian warisan, padahal dia belum mati . terlihat kekesalan di wajah Pak Gunawan saat membicarakan masalah ini.
Sesekali wajahnya terlihat sumringah saat dia membicarakan tentang cucunya dari anak pertamanya. Bocah umur empat tahun yang menjadi penyemangat hidupnya. Hanya bocah itu yang bisa menghiburnya saat dia dilanda kelelahan, entah karena pekerjaan atau masalah dengan keluarganya.
Mei Hwa hanya mengangguk angguk mendengar curhatan Pak Gunawan, entah dia menyimak atau tidak. Sampai saat Pak Gunawan berkata.
“ Mei, kamu mau menjadi simpananku ?, kamu gak usah bekerja disini lagi. Aku akan menyewakan rumah untukmu dan mencukupi kebutuhan hidupmu “
Mei Hwa terperanjat, tawaran yang menggiurkan. Namun kembali dia menanyakan kepada hatinya, mempertimbangkan segala sesuatunya. Dengan menjadi simpanan Pak Gun berarti dia harus siap-siap dilabrak istri dan anak Pak Gun kalau ketahuan. dan artinya pula ,dia tidak bisa berhubungan dengan pria lain. Dia tidak akan bisa menikmati kepuasan bercinta, karena dia tau Pak Gun tidak akan bisa memberikannya.
“ terimakasih Pak atas tawarannya, tapi bisa gak saya mempertimbangkannya dulu ?” kata Mei Hwa agak ragu.
“tentu saja, silahkan di pikirkan dulu “ kata Pak Gun, kemudian dia melihat ke arahku
“ ah..sudah waktunya” katanya, lalu mengambil beberapa lembaran merah dari dompetnya dan menyerahkan kepada Mei Hwa.
“ terima kasih ya pak “ kata Mei Hwa mengambil lembaran itu
“ eh ntar dulu..” kata pak Gun, kemudian mengambil lagi beberapa lembar kertas yang sama dari dompetnya.
“ ini untuk bonus, karena kamu sudah mendengar keluh kesahku” katanya
Ahh ternyata dibalik angkuhnya, Pak Gun adalah orang yang baik hati
oOo