Part 15
Pagi-pagi ray mengemasi barang-barangnya yang segera di masukan ke dalam mobil, karena hari ini ia dan sekeluarga akan pindah ke ruko, tempat dimana mereka membuka rumah makan.
Ray berdiri di pintu gudang, melihat sepeda yang biasa ia gunakan untuk kuliah, alasan yang klasik karena ia tak mau mengingat terlalu lama. Setiap ia mengayun sepeda itu bayangan cia selalu hadir di benaknya, dengan begini berharap ia melupakan perasaan yang belum ia sampaikan.
"Menyalahkan keadaan waktu lalu atau pun sekarang, tak ada gunannya. Aku percaya kita tak bisa bersama karena suatu alasan" gumam ray dalam hati, tak mudah memang semakin berusaha melupakan semakin erat teringat.
"udah semua ray?" anggukan ray pelan, langsung mengunci dan sesekali menoleh kearah dalam gudang.
Barang bawaan terakhir yang tersisa, dan rumah sejak ia kecil akan kosong. Memang berat untuk meinggalkan rumah ini, tetapi demi kebaikan semua.
Ray kini tinggal di ruko yang lumayan besar karena termasuk ruko baru yang tak jauh dari perumahan Oscar.
Hari ini ia akan bertemu secara langsung orang yang mau memodali usaha rumah makan ini. Sebuah mobil alphard terpakir di depan halaman ruko.
Dan tak lama keluar dua orang seperti pasangan suami istri dengan berpakaian santai tak terlalu mencolok seperti orang kaya kebanyakan. "ma itu yang ajak kerja sama ?" tanya ray berbisik
"iah, namanya pak wendy, sama ibu roslanda" jawab mama langsung menghampiri mereka, mau tak mau ray pun ikut menghampirinya.
"ini anak kamu?" tanyanya dengan suara agak berat, saat bersalaman dengan ray, ia hanya mengangguk. Karena karismanya begitu kuat membuat dirinya di segani oleh mama dan papa, termasuk dirinya.
Mereka berdua melihat dekorasi rumah makan yang terlihat sederhana, mama dan papa sengaja pilih untuk mengurangi
budget yang mereka keluarkan.
Mata ray menuju ke dalam mobil saat ia membuang sampah yang tersisa di samping ruko, terlihat seorang cewek di dalam sedang menunduk seolah bersembuny.
"kalau gitu kami langsung pamit dan besok-besok makan disini, anak saya di dalam tak mau turun jadi gak bisa lama" suara mereka berdua dari dalam, sekaligus bersalaman dengan papa dan mama.
"mungkin anaknya gak selevel dengan rumah makan kayak gini kali ya ma, makanya gak mau turun" celetuk ray saat mereka sudah pergi.
"hussss, " ucap mama sedikit mengerutkan dahinya dan kembali melanjutkan membersihan yang tersisa.
***
Tak terasa sejak kejadian penamparan itu, hubungan dengan shanty agak renggang. Sebenarnya ray tak marah dengan tamparan shanty.
Tetapi entah harus darimana memulai pembicaraan, karena ray tak ingin kehilangan sahabatnya.
"ray pesanan" teriak kak rani memberi bungkusan kotak dengan label Benteng, entah kenapa papa memilih nama rumah makan benteng.
Tetapi katanya, arti benteng sendiri terinspirasi dari artinya sendiri. Dan sampai sekarang papanya pun tak memberitahukan artinya.
Ia melirik kearah tempat tujuan pengirimannya, yaitu rumah cia, "cepetan tuh" ucap kak rani yang sedang sibuk bolak balik. Entah kenapa jantung terasa berdebar dan terdiam sejenak.
"oke" ray pun langsung memasukan pesanan ke keranjang kusus mengantar makanan di jok belakang motornya. ia mengambil nafas dalam-dalam sebelum memacu motornya.
Saat melintasi taman, ray menurunkan kecepetannya, dan matanya tertuju ke pohon jambu yang berada di tengah taman yang terlihat sudah cukup besar.
"ting tong" ray berharap bibinya yang mengambilnya dan benar tak lama bibi nya keluar langsung mengambilnya. Helaan nafasnya panjang lega.
Ray berhenti di taman, langkah kakinya menuju kepohon jambu yang terawat sangta baik.
"dih, ini kan pohon mangga" gumamnya saat melihat daunnya agak berbeda dan lebih mirip dengan pohon mangga.
"Wah.. di tipu sama abang-abangnya ini" tawa ray sambil menggelangkan kepalanya.
Ia kembali tersenyum-senyum sendiri mengingat malam saat itu, mengingat jejak yang tertinggal di pohon jambu yang berubah menjadi pohon mangga.
***
"ray pesanan lagi, biasa~" ucap kak rani memberikan kotak dan kembali tujuan dengan kerumah cia.
Tak hanya satu dua kali, hampir setiap minggu pasti ada pesanan kearah rumahnya, ray tak ingin menerka cia sengaja memesannya dan mungkin cia tak menyadari kalau ia pesan ke orang yang sama, hanya berbeda tempat.
"makasih" sebuah tangan menjulur dari dalam pagar mengambil pesanannya, dengan samar-samar terdengar seperti suara cia.
"non, kok keluar sih, bibi aja yang ambil" ray berdiri sejenak mendengar percakapan singkat, dan yakin tangan yang mengambil adalah cia.
"ray ray, ayolahh.. " omelnya mengacak-acak rambutnya. Berusaha tak terlalu memikirkannya.
Dan semenjak hari itu, pesanan ke rumah cia pun mulai berkurang, bahkan hampir satu bulan tak ada kiriman kesana.
Jam masih menunjukan jam 8 pagi ray masih sibuk membersihkan lantai dan merapihkan meja., terdengar langkah 2 orang mendekatinya.
"belum buka, nanti jam 9 baru buka" ucap ray agak kesal karena sudah tertera tulisan tutup, tetap saja ada yang masuk.
"ya udah di tunggu buka aja" edo pun langsung menarik kursi dan langsung duduk.
"oh lo do, gue kira siapa~ " ucapnya pelan karena tak edo tak sendiri datang kesini, melainkan bersama shanty.
"ganggu gak? Sorry pagi-pagi kita dateng kesini" ucap edo mencoba mencairkan suasana karena ray dan shanty sudah lama tak berbincang
"gak kok, hehe ada apaan?" tanyanya ikut duduk. Berhadapan dengan edo dan shanty.
"gue mau tanya sesuatu yang penting"
"dan lo harus jawab jujur!!" ucap edo pelan sambil menoleh kiri kanan seolah takut ada yang mendengar,
"oke, ada apa?"
"lo masih perduli gak sama cia, gue tau apa yang terjadi antara kalian sampai harus jaga jarak gini" ucap edo pelan.
"apaan sih lo, haha, ada-ada aja" jawab ray tertawa menggelengkan kepalanya.
"cia sakit ray!"
"Kalau lo masih perduli sama cia kita jengguk sekarang, gue sama edo sengaja mampir buat kasih tau lo" ucap shanty memotong pembicaraan edo yang terlihat bertele-tele.
"sakit???"
"sakit apa??" tanya ray pelan langsung menoleh kearah shanty, mereka langsung saling pandang sebentar.
"nanti gue ceritain oke, kalau lo mau ikut jengguk " ucap edo,
"oke, gue pamit dulu sekalian ganti pakaian." ray langsung berlari masuk kedalam, dan langsung mengarah ke rumah cia.
***
Mobil pun berhenti tepat di depan rumah cia, "tuh lo liat di atas" ucap shanty menunjuk seseorang yang duduk di kursi roda lengkap dengan selang infusenya berada di balkon rumah lantai atas.
"ituuuu cia?" tanya ray tak percaya, rasanya ia pernah melihat hal seperti.
"iah," jawab shanty pelan,
"sakit apa?" tanyanya lagi dengan raut wajah yang benar-benar ingin tahu.
Shanty tak menjawab pertanyaan ray, ia memilih turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah,
Jantungnya tiba-tiba kembali berdetak kencang saat melihat kedua orang tua cia, karena sudah lama ia tak bertemu setelah pindah tempat yang baru.
"om, tante, ada yang mau jengguk cia" shanty menarik tangan ray karena terus bersembunyi di belakangnya,
"ohh kamu, langsung ke atas aja"
"tapi jangan sampai ketauan yah dia lagi gak mau di ganggu" jawab mama cia pelan di iringi senyumnya yang membuat suasan tak terlalu mengangkan.
Anggukan ray langsung menelusuri tangga ke lantai atas. Langkah pun terhenti saat melihat cia dari belakang yang duduk di kursi roda bersama seseorang berpakaian seperti suster yang duduk tak jauh dari cia.
"jangan!! " cegah shanty menarik tangan ray saat ia mencoba lebih dekatnya. Ray hanya bisa terdiam dari belakang, matanya menuju ke lengan cia yang terlihat lebih kurus dari sebelumnya.
"sebenernya cia sakit apa shanty?" tanya ray langsung menoleh ke belakangnya,
"eh om, saya kira ada shanty hehe" lanjut ray menyeringai. Sambil melirik mencari shanty yang tiba-tiba menghilang.
"kamu mau tau?, cia sakit apa?" anggukan ray pelan,
"yuk ke bawah dulu sekalian minum" ajak papa cia langsung melangkah ke lantai bawah, ray mengikuti dari belakang menuju ke ruang tamu. Shanty dan edo pun sudah berada di sana.
"om, edo mau parkir mobil dulu ya, tadi kurang ke depan" ucap edo tiba-tiba, langsung melangkah keluar.
"aduhh tante, pinjem wc ya. Kebelet!!" shanty juga, langsung pergi meninggalkan ray dan kedua orang tua cia. Suasana menjadi hening seketika.
"kamu penasaran kan cia sakit apa??" tanya papanya membuka pembicaraan. Ray hanya menganggung pelan, seolah rasanya sangat menegangkan.
"cia sejak kecil udah menderita kelainan ginjal, dan harus mejalani transplatasi ginjal, kamu pernah ketemu dia di rumah sakit. Kamu ingat??" tanyanya membuat ray menerawang kembali ke masa-masa itu, dan teringat kejadian yang tak menyenangkan saat itu.
"apa mungkin ituu .. " ucapnya terhenti, menatap kearah papa cia.
"
apa mungkin, cia itu orang yang sama?, saat gue kasih coklat. Dan " gumamnya di dalam hati dan tak melanjutkan ucapannya karena masih tak percaya.
"kamu kasih coklat ke cia saat itu" ucapan papa cia benar-benar membuat yakin kalau waktu itu memang cia.
Ray mengepal tanganya, dan secara tak langsung siapa orang yang membuat mama dan papa nya keluar dari rumah sakit saat itu.
"om sepertinya kena karma saat ini" lanjutnya saat melihat ray mengepal tangannya sambil sedikit menunduk
" Om yakin, kamu kesal sekarang ini, tetapi kemarahan om saat itu ada alasan sendiri."
"alasan itu karena saat hari itu. cia baru sadar dari pasca operasi mengganti ginjal satunya, om takut terjadi apa-apa kalau ia makan sembarangan."
"om tau kesukaannya adalah coklat. Tetap saja om khwatir." Ucap papa cia sambil menyeka matanya dengan sapu tangan.
"om minta maaf ke kamu, karena saat itu om sangat emosi sampai membuat papa sama mama kamu keluar dari rumah sakit." Helaan nafas panjangnya
"Sekarang kamu sudah dewasa, kamu boleh marah, bentak om sekarang. Om terima itu semua dengan lapang dada." Ucapnya lagi seolah pasrah.
"Memang~"
"Rasa nya ingin marah ke om, karena membuat kami sekeluarga melalui masa-masa sulit setelah itu"
"om tak tau, rasanya kelaparan karena satu piring berbagi berempat kan?" tanya pelan.
"kamu juga gak tau!, gimana rasa takutnya om kehilangan cia saat operasi!" ucapnya sedikit menekan nadanya.
"paaa~" ucap mama cia memegang tangan papanya.
"Tetapi apa gunanya marah buat kejadian yang sudah berlalu?" ucap ray sambil ikut menghela nafasnya.
"Mama bilang masa lalu letaknya di belakang, masa sekarang ya hari ini, dan masa depan siapa yang tau?"
"mama sama papa gak pernah menyalahkan om atau tante sedikit pun" lanjutnya memberanikan diri. Dan suasana sana kembali terdiam.
"om takut, om takut kondisi cia terus drop bisa-bisa, ciaaaa" ucapnya tertahan kembali menunduk dan sedikit terisak.
"terus kenapa gak langsung operasi om?"
"ini bukan soal uang, tetapi ginjal gak ada yang cocok. Cia harus tunggu sampai ada donor ginjal. Untuk sementara cia harus cuci darah 1 minggu sekali."
"cia harus transplatasi ginjal lagi, ginjal udah terlalu berat berkerja tahun-tahun ini, makanya dia sering merasakan sakit, dan terkadang sesak nafas karena menahan sakit di pinggangnya." Jawab papanya sambil minum.
Ray kembali teringat saat cia yang terlihat sesak nafas di lorong kampus, bearti cia sudah berjuang dengan satu ginjal sejak operasi itu sampai sekarang. dan menahan sakitnya beberapa tahun ini.
"sampai kapan om?"
"mungkin 7 bulan lagi, bahkan bisa lebih. Karena kita gak tahu siapa yang rela mendonorkan ginjalnya."
"terus udah berapa lama cia di kursi roda ?" tanyanya lagi.
"kondisi cia mulai menurun sejak andri melanjutkan kuliahnya, dan satu bulan ini kondisi cia semakin seolah dia merasa tak ada yang memperdulikannya lagi"
"andri tau masalah ini?" tanya ray pelan.
Anggukan pelan papa cia," andri sudah tau sejak cia masuk SMA, dari situlah mereka menjadi sangat dekat."
"tante juga gak tau apa yang terjadi sama mereka berdua, sampai cia sendiri gak boleh kasih tau andri kondisinya sekarang, padahal tante harap cia punya semangat kalau andri tahu" lanjut mama cia memotong pembicaraan papa nya.
"maka dari itu om sama tante memilih habiskan waktu di rumah, bergantian menjaga cia." raut wajah papa cia benar-benar berbeda, wajah yang menunjukan rasa kwahtir yang sangat dalam.
"cia pasti kuat om!!!"
"Cia yang ray kenal bukan tipe orang yang pasrah kaya gitu~"
"ray yakin, cia pasti kuat om," ucap ray dengan keyakinan kalau cia akan kembali sehat sedia kala.
"om gak tau harus gimana lagi~"
,"Dan terima kasih udah jengguk cia, om sedikit lega karena om bisa menceritakan alasan om " helaan nafasnya di ikuti senyum kecilnya.
"iah, om tante," saat pembicaraan selesai, shanty dan edo langsung muncul bersamaan,
***
Ray, shanty dan edo pun pamit pulang karena tak terasa sudah satu jam lebih, "sejak awal lo berdua udah tau cia sakit?" tanyanya saat perjalanan pulang,
"gue gak tau, tapi shanty yang kasih tau gue" jawab edo menunjuk dengan jempol.
"cia gak izinin siapa yang kasih tau kalau dia sakit, cuman andri dan gue yang tau saat itu" shanty sedikit menyeka matanya dengan tissue,
"cia, gak mau di lihat sebagai orang sakit, makanya di berusaha tersenyum dan seolah tak terjadi apa-apa" lanjutnya
"lo sekarang udah tau kondisi cia bagaimana, gue lega. kenapa gue berpikiran lo masih bisa membuat harapan ke cia kembali" shanty menolehnya kearah kursi belakang.
"entahlah, ~"
"oh ia, soal tamparan lo saat itu, gue gak kesal kok. Dan gue harap kita akrab kaya dulu" ucap ray langsung turun dari mobil.
Ray langsung melangkah cepat masuk kedalam, mencari papa dan mamanya yang ternyata berada di dapur.
"udah jengguk teman kamu?" tanya mama saat tau ray berada di belakangnya.
"iah udah"
"siapa yang sakit emang?" tanya papa
"cia," mama dan papa langsung saling menatap, seolah terkejut.
"sakit apa?"
"papa sama mama pasti tau dia sakit apa kok " senyum ray pelan,
"pa ma, sini bentar" pinta ray, dengan langkah pelan mereka pun mendekati ray yang kini tepat berdiri di depannya.
"maafin ray kalau buat banyak kalian susah~" ray merangkul papa dan mamanya.
"gara-gara ray, papa sama mama, eghgh" ucapnya langsung terisak.
"kamu udah tau semuanya?" tanya papa menepuk-nepuk bahu ray agar lebih tenang, anggukan ray pelan sambil terus merangkul papa dan mamanya.
"iah. ray juga tahu mereka juga yang membuat papa sama mama keluar dari rumah sakit, dan juga kenapa papa sama mama juga terus berpura-pura seolah baik-baik saja"
"ray sa. sayang kaliannn dan sekali maaf~" ucapnya mengeratkan rangkulannya.
"kamu gak salah kok, papa sama mama baik-baik aja asal kamu gak kenapa-kenapa. "
"kan udah mama kasih tau, kan masa lalu letaknya di belakang. kamu tak bisa mengulang masa lalu, tetapi kamu bisa membuat masa depan lebih baik"belain tangan mama di rambutnya membuat ray sedikit tenang. Anggukan pelan ray sambil melepaskan rangkulannya.
Bersambung....