Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Bule Ganteng II - Obsesi seorang gadis

Episode 6: A cunning handjob

POV Melania

“Kok bisanya aku striptease di depan Kak Doni?”

Aku merasa bodoh, mudah sekali dikerjain. Kejadian tiga hari lalu itu kembali terngiang-ngiang di kepalaku. Aku terus merutuki kebegoanku, ‘kok bisa aku terpancing oleh rayuan si playboy jalanan itu.’

“Nia… Nia… kok kamu jadi cewek gampangan! Semudah itu masuk jebakan cowok!” Dan parahnya aku membiarkan diriku dipakai sepanjang malam… eh, sampai pagi…

Untung saja tidak ada yang melihat kami. Kalo sampai Ari tahu, pasti langsung jadi gosip panas. Bisa hancur harga diriku yang dikenal teman-temanku sebagai perawan yang polos.

Untuk sekilas info, Ari itu sohib kental dari Kak Doni yang baru datang dari kampung. Orangnya lucu dan gokil. Kampungan banget… Ari belum lama bergabung jadi anggota kos disini aka sopir Kak Doni. Ia juga baru semester ini kuliah, padahal sudah seumuran aku. Mujur banget anak itu… Semuanya ditanggung Kak Doni, bahkan dengar-dengar sampai kuliahnya dibiayain. Enak sekali… tapi gak masalah, Ari sangat baik kepadaku walaupun kami selalu aja ribut kayak kucing dan tikus. Tapi aku menyukainya… Eh, entah kenapa aku tiba-tiba mengingatnya…

‘Eh, kok ngomong soal Ari? Justru aku paling takut jangan Kak Cherry tahu. Ia begitu baik kepadaku, masak aku harus merampas jatahnya…?’

Sejak kejadian di mana aku ‘rela diperkosa’ tiga hari yang lalu, aku terus menghindari Kak Doni. Keluar kos pagi-pagi, dan setiap kali pulang langsung mengurung diri di kamar. Sempat beberapa kali hampir berpapasan sih, tapi aku sengaja menjauh. Kak Doni sendiri kayaknya cuek… eh mungkin juga sibuk. Malah menurut Ari, Kak Doni akhir-akhir ini rajin pergi perpustakaan kampus… wah, mujizat itu nyata juga!

Apa Kak Doni juga sengaja menghidariku yah? Penasaran juga. Sebenarnya sih beberapa kali sempat hampir ketemu. Secaranya kan aku tinggal di kos-kosan miliknya. Tapi tiap kali melihat ia aku cepat-cepat bersembunyi. Persis kayak tadi pagi, aku melihat Kak Doni di pinggir jalan dekat rumah, mungkin barusan pulang dari kampus. Karena tak ada tempat sembunyi, aku cepat-cepat menyeberang supaya gak berpapasan. Mungkin aja Kak Doni melihatku dan tahu kalo aku menghindarinya.

Berkali-kali aku bertanya dalam hati, kenapa sih aku menghindari Kak Doni. Kan sudah terang-terangan aku yang jadi korban pelecehan dan penipuan, kok justru aku yang menghindar. Mungkin sekali karena aku malu… yah, siapa yang gak malu udah menari telanjang didepannya… juga udah membiarkan ia melihat dan meraba bagian-bagian rahasia tubuhku… dan parahnya lagi, aku aku mendesah memintanya untuk menyodokku kuat-kuat. Ihhh… malu banget kalo ingat kejadian itu…

“Ihhh… kok aku jadi basah yah!” Tanpa sadar aku meraba pangkal pahaku… ‘Iihhhh, dasar Nia… udah ikutan mesum!’ aku merutuki diriku.

Pelan-pelan aku berjalan kaki menuju rumah kos. Kami pulang kampus hampir bersamaan tadi, dan aku sengaja berjalan lambat-lambat dan membayangi Kak Doni dari belakang.

‘Kak Doni tambah ganteng aja…’ Aku melihat sendiri kalo gadis-gadis yang kebetulan berpapasan dengannya melirik dengan senyum, seakan menanti-nanti siapa yang beruntung yang akan dipetiknya. Wah pasti hanya gadis cantik yang bisa membuat ia terpesona.

‘Eh, tunggu… ia juga terpesona melihat tubuh polosku, apa aku juga harusnya bangga?’

Tak tahan mataku kini memperhatikan gerak-geriknya. ‘Duh beruntung banget Kak Cherry bisa jadian dengan cowok idaman…

“Itu… Kak Doni sedang apa yah? Ia tiba-tiba berhenti…!” Ternyata Kak Doni mengambil telpon. Entah siapa yang dihubunginya. Pasti cewek lagi… beruntung banget cewek itu… ooops!

“Kring-kring-kring…!”

Eh astaga, hapeku berbunyi kuat, dan ketika aku meliriknya terpampang tulisan “Playboy jalanan” di layar. Itu Kak Doni… Eh, orangnya sampe berbalik kebelakang karena mendengar ringtone ku.

“*Cegluk…!”

Cepat-cepat aku bersembunyi di balik pohon dan menekan reject call. ‘Astaga hampir saja… eh, apa dia melihatku yah?’

“Kring… kring… kring!” Ia terus mencoba menghubungiku.

Aku masih bingung apa aku harus menerima telponnya atau tidak. Setelah beberapa kali aku gak jawab, panggilannya mati sendiri.

‘Ih… bodoh sekali! Siapa tahu ia butuh aku!’

Sampai sekarang aku masih tinggal gratis di kos-kosannya dan membalasnya dengan tenagaku. Aku mencuci pakaian Kak Doni, juga membersihkan serta merapikan kamarnya. Soal masak dan kebersihan kos, ada pembantu. Jadi aku khusus melayani cowok itu. Eh, kadang-kadang aku disuruh belanja juga, tapi bukan kebutuhan dapur. Yang pasti aku sangat beruntung, udah tinggal gratis, pake makan lagi.

Dengan takut-takut aku melangkah masuk kedalam kos. Waktu buka pintu, aku bertemu dengan Ari, yang sibuk bantu-bantu di dapur. Kayaknya ia menungguku dari tadi, begitu aku masuk langsung aja didampratnya.

“Nia, kamu disuruh cepat keatas. Dicari bos…!” Anak itu masih aja panggil Kak Doni Bos.

“Eh, kenapa Ari?”

“Apa kamu yang ambil uang satu juta di kamarnya? Bos lagi marah-marah!”

Astaga… jadi Kak Doni lagi marah-marah?

Aku jadi deg-degan. Baru sekarang ada kejadian uang hilang. Padahal kos ini terkenal aman. Dengan segera aku naik keatas menuju kamar Kak Doni dan mengetuk pintu.

“Tok tok tok!” Pintu dibuka dengan cepat, aku jadi kaget.

“Nia…. Lama sekali? Kamu lihat uang 1 juta di atas meja?”

Aku hanya terdiam… masih aja terbengong dihadapannya. ‘Kak Doni menuduh aku pencuri?’

“Nia, lihat gak?”

“Eh, gak kak, aku gak tahu!”

“Betul kamu gak ambil? Cuma kamu yang pegang kunci kamarku”

“Iya kak… aku gak tahu.” Pandangan Kak Doni tajam membuat aku makin sedih. Rasanya mau nangis…

“Mana buktinya kau tak tahu?”

“Kalo gak percaya Kak Doni geledah aja kamarku…!” Entah dari mana keberanianku. Suaraku agak gemetaran.

“Ok, kita kekamar mu. Awas kamu kalo aku dapat…!”

Dengan segera kami menuju ke kamar, dan begitu masuk Kak Doni menutup pintu dari dalam. Langsung dikunci lagi…

“Eh, kenapa kak?”

“Supaya kamu jangan kabur!”

Aku tercengang… Kayaknya ia benar-benar marah.

Kak Doni membuka lemari pakaianku dan laci meja belajarku. Barang-barangku diperiksa satu persatu… malahan ia duduk di tempat tidur sementara memeriksa bantal guling dan bagian bawah kasur.

“Gak ada kan? Sudah kubilang, kak!” Aku membela diri, keberanianku mulai bangkit setelah melihat kalo tuduhannya tidak ada bukti.

“Tinggal ada satu yang aku belum periksa…”

“Apa itu kak?”

“Coba kesini! Jangan-jangan kamu menyimpannya di balik pakaianmu…”

Aku segera mendekat dan membiarkan Kak Doni meraba-raba tubuhku. Ia malah menyelipkan tangannya ke perut dan pinggang membuat aku menahan geli…

‘Eh, di saat tegang begini, kok aku malah jadi terangsang?’

“Udah kak?” Aku kini bergumul menahan geli.

“Belum… buka bajumu!”

“Tapi kak?”

“Sudah, gak usah malu-malu. Aku sudah melihat seluruh tubuhmu jadi jangan sungkan!” Kata-kata Kak Doni tegas.

Dengan terpaksa aku menurutinya dan membuka pakaian luarku. Aku hanya memakai pakaian dalam dan berdiri dihadapannya. Malu banget…

“Buka bra-mu!”

“Eh kak?” Aku kaget gak nyangka kalo Kak Doni menyuruh aku telanjang dada.

“Bra mu kelihatan tebal, padahal toketmu kan kecil… aku curiga jangan ada apa-apa didalam!”

“Eh, enak aja… ini bra yang pake pad…jadi tebal!” Walau memprotes, aku menurutinya membuka penutup dadaku pelan-pelan sambil tertunduk malu. Aku masih tertunduk sambil memperhatikan putting payudara ku mengintip malu-malu di balik rambutku. ‘Enak aja dibilang kecil… gak kecil-kecil amat kok!’

“Angkat tanganmu… dan sibak rambutmu… jangan tutup-tutup!” Suara Kak Doni masih mengelegar setengah membentakku.

Dengan terpaksa aku mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi.

Kak Doni sudah siap… aku gak menyangka mendapat serangan tiba-tiba. Tubuh aku ditarik duduk di atas pangkuannya dan kedua tangan serta mulutnya sudah mengeranjangi toketku…

“Eh kak?” Aku kaget dan mengangkat mukaku.

Kak Doni menatapku tajam… tapi kali ini tatapannya berubah. Gak marah lagi.. eh, berubah jadi mesum.

“Eh.. kak… aduh… kok jadi gini?” Aku protes, tapi gak bisa mencegah bagian-bagian intimku dikerjain.

“Masih aja ranum kayak kemarin-kemarin. Kamu sih menghindar terus, padahal aku sudah kangen ini…!” Kak Doni menutup kata-katanya dengan melumat putting kiriku… sementara aku hanya bisa menatapnya dengan kaget.

“Tapi kak…” Kata-kataku terputus… tak lama kemudian mulutnya menyosor bibirku dan menghanyutkanku dalam ciuman panas yang penuh nafsu. Mau tak mau aku tergilas dalam arus nafsu yang sangat kuat…

“Udah diam dulu… nikmati aja! Ini yang aku tunggu-tunggu dari tadi, kamu sih menghindar terus”

“Kak… tunggu… uang satu jutanya gimana?”

“Satu juta apa?”

“Yang hilang!”

“Gak kok masih ada di dompetku….!” Kak Doni tersenyum meledek.

“Astaga? dasar…!”

Aku kena lagi. Semudah ini aku jatuh dalam tipuannya… Ternyata tidak ada uang yang hilang. Yang ada hanyalah tipuan Kak Doni supaya aku telanjang lagi.

Gawat ini… kenapa aku mudah sekali terangsang. Gak sadar aku mulai menikmati belaian yang cenderung kasar itu. Terutama ketika lidah Kak Doni bermain diatas pentil gundukan itu. Ih… rasanya geli sekali… kayak diawan-awan. Tapi aku tahu ini salah…

Walaupun rangsangan yang ku rasa sangat kuat, aku masih terus mencari akal supaya bisa lolos… tapi aku harus cepat, tangannya sudah mulai bergerilya di balik segitiga pengamanku. Bahaya ini…

“Eh tunggu… stop dulu Kak!” Aku menggeliat dan melepaskan diri. Untung aja masih bisa, walaupun posisiku kini sementara terlentang diatas tempat tidur.

“Udah Nia, menyerah aja. Kamu gak bisa lolos lagi…!” Kak Doni memamerkan anak kunci kamar ini yang kini sudah dipegangnya. Ia mulai membuka baju dan mempertontonkan dada yang bidang dan berotot.

Aku mendapat akal… mungkin ini bisa menyelamatkanku.

Dengan cepat aku memegang hapeku dan mencari nama Kak Cherry. Langsung aja aku telpon kekasih Kak Doni pake messenger… mudah-mudahan Kak Doni takut ancamanku…

“Aku akan ngomong ke Kak Cherry, kalo Kak Doni gak mau keluar dari kamarku, aku akan lapor kalo Kak Doni melecehkanku…!” Kini giliran aku mengertaknya… aku menekan loudspeaker sehingga nada panggil bisa terdengar…

“Tut… tut… tut…!”

“Eh kamu nekad yah?”

Kayaknya usahaku berhasil, Kak Doni hanya menatapku tak berani melanjutkan kenakalannya.

“Tut… tut.. click…” Eh, diangkat!

“Eh, Nia… tumben kamu telpon! Ada apa?” Suara Kak Cherry begitu merdu diseberang sana.

“Eh… anu kak… gak apa-apa kok!” Aku bingung mau ngomong apa. Kak Doni nyengir melihat aku kelabakan… tangannya kembali membuka pahaku lebar-lebar.

“Eh, pake sungkan segala. Gimana kos, baik-baik aja kan?”

“Iya kak….!”

“Nia, ngomong aja kalo ada perlu… gak apa-apa sayang!” Suara Kak Cherry membuat aku bingung.

“Gini kak… eh.. anu… nanti aja aku ngomong!”

Pasti Kak Cherry bingung, tapi aku juga gugup gak berani mengatakan ancamanku. Sementara itu Kak Doni memanfaatkan kegugupanku… secara tiba-tiba ia meloloskan CD ku dan mempelorotkannya ke bawah. Aku kaget sudah telanjang bulat… ia kembali membuka pahaku yang kini terekspos lebar.

“Kamu gak berantem dengan Ari kan?”

“Eh… gak… ah… gak… engggaaakkkkk auhhh!” Kata-kataku makin tak beraturan ketika tangan Kak Doni mulai mengelus bagian intimku.

“Eh, Nia… kok mendesah sih?”

Aku menyingkirkan tangan Kak Doni dengan tangan kiriku, sementara tangan yang satunya memegang hape. Aku mencoba menutup daerah terlarang itu dengan tangan, tapi dasar Kak Doni nakal, malah menarik tanganku kesamping. Kembali jarinya mempermainkan klitoris dan mulut belahan itu…

“Kak Doni! Aku lapor nih!” Aku membentaknya dengan gerakan bibir. Ia hanya tertawa…

“Kenapa Nia? Kamu lagi apa?” Kak Cherry mulai curiga.

“Gini kak… eh… aduh… gak jadi deh…! Aaahhhhhh!”

Jari Kak Doni makin nakal…kali ini dua jari tangannya sudah masuk kedalam liang nikmat itu.

“Nia… lagi ngapain, kenapa teriak?” Ia makin bingung sementara aku kelabakan.

“Ihhh… Kak Doni nakal…!” Aku hanya bisa ngomong gitu.

Dua jari itu makin nakal menggesek dan menggoyang dinding vagina dengan cepat membuat aku kegelian. Dengan ahlinya Kak Doni membuat aku sange… benar-benar nakal…

“Hah, Nia maksudmu apa…!”

“Aaahhhhh… ini Kak Doni nakalin aku…. Aaahhhhhhh!” Aku gak tahan lagi langsung ngomong ke Kak Cherry.

“Nakalin gimana maksudnya?” Kak Cherry masih aja tanya-tanya. Gak ngerti banget… orang sudah kegelian masih tanya-tanya lagi.

“Eh, Itu jarinya nakal… Aaahhhh… mesum… Aaaahhhhhh … udah… aku dekat nyampe… cukupp…. Ahhhhhh geli banget… aaahhhh ampun!” Aku gak bisa kontrol lagi kata-kataku.

“Astaga… kalian lagi gituan? Ihhh…. Nakal!” Akhirnya Kak Cherry ngerti juga.

“Aduh ampunnn…. Ahhh… udahhhh… ahhhh aaahhhhh…. Oh… shit… ada Kak Cherryy….. aaaahhhhh!”

“Astaga… Doni! Hahaha…”

“Oke oke… aku hentikan!” Kak Doni tiba-tiba bersuara. Tangannya juga berhenti… ihhhhh tanggung sekali. Padahal udah dekat sekali.

“Kamu apain Nia, Don?”

“Gak kok, cuma raba-raba doang… Nianya yang udah gak tahan!”

“Ihhh… Doni… dasar playboy mesum…hahaha…!” Eh, Kak Cherry malah tertawa. “Nia, gimana sayang… enak gak?”

“Kak… eh… aduh… kok berhenti?” Aku stress sekali. Kak Doni gak bertanggung jawab, buat aku kentang.

“Kamu mau lanjut yah? Hahaha… minta aja langsung ke Doni!” Kak Cherry malam mempermainkanku.

Aku bingung… juga malu sekali. Tapi nafsu sudah menguasai… ketika tangan Kak Doni mendekati selangkanganku, aku langsung membuka paha menyambutnya lebar.

“Gimana Nia?” Kak Doni menggodaku lagi, tangannya berhenti di muara liangku…

“Eh… aduh… terusin aja … Kak…!”

“Boleh tapi kamu janji akan memuaskanku nanti, yah?”

“iya deh, Kak! Eh Auuuuhhhhh…” Aku melolong lagi ketika tangannya masuk dan kembli mengocok. Ini nikmat sekali…

“Nah… gitu kan… selamat menikmati, Nia… hahaha… dasar!” Kak Cherry masih menggodaku lagi. Tapi aku gak pusing lagi, kali ini terus berkonsentrasi dengan orgasmeku

“Aaaaauuuuggggrrrrrrrhhhhhhhh… huhhhh….hhhhhhhhuhhh!”

Setelah satu atau dua menit kemudian, aku mendapatkan puncak kepuasanku … uhhhh, benar-benar nikmat. Padahal Kak Doni hanya memakai tangannya.

“Haahhh… huhhh…!” Kayak baru habis marathon aja.

“Gimana Nia?”

“Nia… masih bangun kan?”

Aku masih terengah-engah…

Kak Doni mengambil hape dari tanganku yang sudah lemah. Tanpa persetujuanku ia langsung menghidupkan fitur kamera. Tampak bayang Kak Cherry di dalam kamar sementara menahan tawa.

“Eh, kak… aku masih telanjang nih…!” Aku menutupi tubuhku yang kelihatan di kamera.

“Udah, gak apa-apa. Palingan kamu akan telanjang terus sampai besok pagi, kan Doni?” Kak Cherry malah mengejekku.

Aku malu sekali, udah jelas-jelas kelihatan kalo aku mau aja dikerjain pacar orang. ‘Ihhh… Edan. Kak Cherry seakan mengumpan aku buat pacarnya. Dasar…!’

“Ihhh… Kak Cherry ikutan mesum” Aku merajuk manja.

“Satu lagi Nia, jangan lupa suruh Doni pake kondom yah!”

“Iya kak…” Aku keceplos.

“Hahaha….”

“Eh, kenapa?”

“Untung sekali kamu Don, dapat cewek penurut gitu…!” Kak Cherry mengejekku lagi.

“Eh…. Astaga…!” Aku sadar sudah keceplos.

Itu berarti aku sudah mau dientot yah? Ihhhh… dasar… Dua-duanya edan, mesum. Aku hanya bisa mengumpat dalam hati.

“Ok, udah mau tutup dulu yah Cher… ini udah siap ronde berikutnya.” Kak Doni siap-siap mematikan hape.

“Eh, tunggu jangan dulu tutup…” Cepat-cepat kuambil hapeku.

Kak Doni membiarkan aku mengambilnya, ia justru melanjutkan kegiatannya membuka celana. Waktunya balas dendam…

“Kenapa Nia?” Kak Cherry juga udah mulai membuka bajunya. Ia sudah menggulung handuk di rambutnya, kayaknya siap-siap mau mandi.

“Itu kak… Kak Cherry gak marah kan?”

“Gak kok, aku sudah ijinkan Doni main sama kamu. Cuma gak nyangka belum seminggu udah selingkuh… dasar cowok mesum…”

“Gini kak, ada kabar baiknya, berarti Kak Cherry boleh dong balas selingkuh di sana. Cari cowok bule yang anunya besar yah Kak, biar Kak Doni stress disini…!” Aku main mata dengan gadis cantik itu.

“Hahaha… boleh juga tuh ide mu…!” Kak Cherry hanya tertawa…

“Itu kak, temannya Kak Ryno yang ganteng itu boleh juga tuh dicoba…!” Aku melirik ke Kak Doni memanas-manasinya.

“Dickhead?”

“Iya…”

“Bagus juga usulmu… aku telpon Deya ahhhh!”

“Eh..?” Kak Doni protest. Ia sementara membuka celana dalam dan sekarang sudah telanjang bulat. Ia gak sadar kalo kamera lagi ditujukan padanya…

“Hahaha… tuh kan langsung lemas itunya…!”

-----

Makan malam ini kayak lebih lezat aja… padahal menunya biasa aja. Apa karena aku kelaparan yah? Gimana gak mau lapar, tadi udah orgasme sampai tiga kali… belum dihitung yang pertama pake jari. Kak Doni makin perkasa aja…



Untung aja Kak Doni berbaik hati mengajakku istirahat makan dulu, nanti lanjut lagi. Apa karena kita makan sambil bermesraan? Tubuhku sudah sangat letih… gak boleh sembarang bergerak udah sakit. Padahal ini baru jam 7 malam… apa jadinya sebentar waktu aku temani dia tidur semalaman. Ah… kenapa aku bodoh sekali udah berjanji.

Kami duduk makan berdua di lantai bawah. Dari tadi aku merasa nyaman karena Kak Doni memperlakukan aku dengan mesra. Enak juga yah ternyata punya pacar, ada yang memperhatikan…

Kak Doni barusan ambil nasi… hampir penuh sepiring… dasar cowok kalo makan banyak sekali.

“Eh, bos… sisain dong nasinya buat aku… jangan ambil semua!” Ari tiba-tiba muncul. Ia bawa barang belanjaan, mungkin dari multimart dekat rumah.

“Iya, tenang aja… untuk kamu masih ada satu belanga di belakang.” Kak Doni membalas candaan sohibnya.

“Eh enak aja…!”

Kalo Kak Doni sudah bercanda dengan Ari pasti rame. Cowok kampungan itu gak mau ngalah sama bos-nya. Dasar udik…

Setelah mengambil makanan, Ari duduk disampingku. Ia terus menatapku sambil senyum-senyum, membuat aku jadi agak risih.

“Tumben kamu gak lagi menghindar dari bos…? Udah kebongkar yah, maling?” Ari langsung nyerocos didepanku.

“Eh, enak aja panggil-panggil aku maling. Dasar udik!”

“Kamu yang maling, sudah ambil uang sejuta gak mau ngaku!”

“Satu juta apa?”

“Itu yang kamu nyolong di kamar bos…!”

“Eh, enak aja. Gak benar itu…”

“Tanya sendiri ke bos..!”

“Ihhh… asal kamu tahu yah, itu cuma trik-nya bos supaya aku telanjang didepannya…! Kamu bego amat sih…”

“Oh… Jadi bos jebak kamu yah?”

“Iya! Dasar udik mau tahu aja urusan orang. Tanya aja ke bosmu?” Kak Doni gak mau ngomong, ia malah senyum-senyum.

“Eh tunggu. Jadi kamu beneran telanjang di depan bos? Wah, mujur sekali si bos” Ari menatapku terbelalak.

“Aarrriiiiiiii…. Ihhhh…. dasar!” Aku mencubitnya. Memang dasar anak itu gak mau kalah. Mau tak mau aku harus tertawa dalam hati. Kenapa aku bisa keceplos lagi yah?

Hening…

Aku memandang Kak Doni yang lagi makan dengan lahapnya. Nasi yang dipiring cepat sekali udah habis, langsung aja ia siap-siap nambah…

Aku coba mengalihkan topik.

“Makan pelan-pelan dong… nanti sakit perut!” Aku menegur Kak Doni yang menelan nasi banyak-banyak sekaligus.

“Iya, aku butuh banyak tenaga. Mau garap proyek besar malam ini.”

Aku jadi merah karena mengetahui apa maksudnya. Malu didengar orang. Apa si udik ngerti yah? Kayaknya gak deh… Aku kembali fokus ke makanan, dan mulai mengunyah lagi dengan semangat.

Ari memandangku makan dengan lahap, mungkin ia bingung kenapa aku makan sebanyak ini. Ia tampak seperti orang bego melirik-lirik. Ah, bodoh amat. Aku terus makan… dan ia melirik ku sampai habis makan.

“Kenapa lihat-lihat?”

“Gak kok, hanya penasaran dengan barang yang kamu pesan.”

Aku cuek aja gak pusing dengan kata-katanya. Palingan sesuatu yang gak penting.

“Gak nyangka kalo kamu pesan yang gituan..!” Ari melanjutkan kata-katanya sambil geleng-geleng kepala, seakan merasa kecewa denganku.

“Eh, tunggu. Emangnya aku pesan apa?”

“Nih… lihat aja…!” Ia melemparkan sebuah bungkusan kecil.

“Eh apa ini?” Seumur hidup aku belum pernah memegang benda itu.

“Pura-pura gak tahu… kamu yang pesan, masak kamu gak tauh?” Ari tampak kebingungan, sementara Kak Doni sudah main hape sambil tunduk-tunduk.

Aku membuka membuka bungkusan kecil itu dan mengeluarkan isinya. Hanya sebuah karet tipis… agak transparan. ‘Benda apa sih itu…?’

"Kayak balon yah?" Ari juga ikutan menatap dari dekat.

"Hahaha... palingan Ari juga belum pernah lihat!" Kak Doni mengejek sohibnya. Ari hanya diam aja...

Kak Doni mulai senyum-senyum sendiri. Aku jadi curiga jangan-jangan ini ulah dia lagi. Aku mulai membaca label bungkusan itu untuk mencari pencerahan. Tak lama kemudian aku menemukannya…

“Astaga, ini kan kondom?”

“Iya dong, kondom… kan kamu yang pesan!”

“Eh, aku gak pesan kondom. Ulah siapa ini?”

Aku langsung melirik ke Kak Doni yang mulai tertawa-tawa. Aku langsung tahu…

“Ihhhh… pasti ulah Kak Doni lagi… selalu aja mengerjaiku…!” Aku mendekat dan mencubit pinggangnya.

“Eh, itukan pesanan Cherry untuk kamu…” Kak Doni membela diri.

“Ihhh dasar…! Kalo gitu malam ini batal, aku gak jadi tidur di kamar Kak Doni. Siapa suruh kerjain aku terus sih.” Aku hanya senyum-senyum sendiri.

“Batal apa sih? Tidur di kamar bos? Astaga kamu rencana mau jebak bos yah? Telanjang didepannya dan sekarang beli kondom… ihh, cantik-cantik ternyata jalang…”

“Astaga… Arrriiiiiiiiiii!”

-----

Dua jam kemudian di kamar Doni… aku sudah gak pusing lagi apa yang terjadi. Tahu-tahu aku sudah telanjang bulat sementara duduk diatas tubuh Kak Doni dalam posisi WOT.

“Nia… ahhh… goyang terus…!” Dari tadi aku mengulek batang yang makin terasa memenuhi liang nikmatku. Berulang kali aku bergerak dengan teratur memutar pinggul dan mengadu nafsu.

Eh ternyata latihan gerakan pinggul yang diajarkan Deyara bermanfaat juga. Kami berdua suka menari sambil menggoyang pantat dan pinggul mengikuti lagu. Biasa, anak cewek suka gila-gilaan di kamar… dan kini gerakan itu yang kupakai untuk membalas tusukan batang Kak Doni dari bawah…. Duh, nikmatnya.

Kak Doni dengan nakalnya meremas dan memutar-mutar toketku membuat aku makin kesetanan. Ia makin kencang menusuk dari bawah sehingga gerakan kita berdua tampak seirama.

“Ahh… ehhh…” Aku merintih kenikmatan. ‘Gila… kenapa ini tambah enak aja!’

“Kak… aku mau dapat lagi!” Aku merasa sebuah didesakan nikmat mudah bangkit lagi… gelinya sudah diujung… Padahal tadi sudah beberapa kali aku orgasme… yang pasti ngentot dengan Kak Doni terasa sangat nikmat.. pake banget.

“Iya… aku juga sudah dekat…!” Kak Doni juga gak mau kalah.

Gerakan Kak Doni menggedor dengan makin cepat… tapi tidak hanya cepat, tapi juga makin tak beraturan… sangat sukar bagiku untuk terus menjaga irama. Pinggulku terangkat tinggi… hanya bisa diam pasrah menerima tusukan dari bawah…

Ahhhh… Aku terjatuh… gak kuat lagi.

Disaat tubuhku meluncur terlentang ke belakang, Kak Doni bangun dan melipat kakinya… seperti bertelut. Ihhh, kuat sekali. Suatu gerakan yang lincah, tanpa mencabut kontolnya sudah mengubah posisi menjadi gaya missionaris. Aku selalu ingin orgasme dalam posisi ini… rasanya benar-benar menyatu… Kak Doni menyodok begitu dalam, dan aku dapat menatap matanya dan air mukanya.

“Eh.. Kak.. aduh… udah…. Ahhhh!” Tubuhku mulai bergetar seiring rasa geli mulai datang. Sekali lagi tubuhku larut dalam sensasi kenikmatan terlarang…

“Tahan dulu Nia… aku juga sudah dekat…”

“Oh kak… aku ahhh gakkkk.. ahhh bisa… tahan… ahhhhhh… ahhhhh!”

Tubuhku mulai kelojotan, lalu naik melengkung menahan geli… dan aku melonjak tersentak-sentak. Kakiku naik dan bergerak sendiri menendang angin dan kemudian melingkari pinggang cowok itu seakan memberikan rangkulan yang erat… seakan tak mau ia melepaskan colokannya. Aku merasakan organ bagian bawah mengedan lalu berdesir… dan berakhir basah… eh bocor! Kontraksi dinding vaginaku terasa menjepit milik Kak Doni kuat-kuat…. Dahsyat banget… Seakan menggilasnya dengan rangkulan kehangatan…

“Eh Nia… astaga, jangan… tunggu… ahhhh ahhhh!” Kak Doni menarik tubuhnya, tapi tak kubiarkan. Kakiku menjepit kuat…

“Keluarin, Kak!”

“Ahhhhh aaaarrrrrggggggghhhhhhhhhhhhhh!”

Aku merasakan batang Kak Doni mengeras lalu mengedan… beberapa semprotan pejuh terasa menembak telak di bagian terdalam sana… terasa hangat… mulut rahimku jadi ikutan terstimulasi… ini benar-benar puncak… terasa plong!

Aku menutup mata! Entah kenapa orgasme kali ini terasa begitu sempurna.



Apa karena Kak Cherry sudah kasih ijin yah? Ato karena perhatian serta gombalan serta tingkah Kak Doni tadi? Ato mungkin karena aku sudah pasrah menjadi pelampiasan cowok itu... Yang pasti aku benar-benar merasakan suatu pengalaman yang fantastis. Rasanya seperti di awan-awan… ah, ternyata ini nikmatnya bercinta. Kalo ini mimpi, aku gak mau bangun lagi...

Aku memeluk Kak Doni lalu mencium bibirnya… ia balas menatap wajahku. Kami saling berpelukan dan bertatapan… aku tersenyum puas.

“Kak… enak sekali..! Ternyata enak banget kalo kita keluar sama-sama…!” Senyumku makin lebar aja… orgasme tadi sungguh berkesan…

Aku terus menatap wajah tampan yang tidur didepanku. Ia balas menatapku, tapi kali ini ada kerutan kecil di dahinya…

“Ada apa kak? Ada yang salah?”

“Ini!” Kak Doni menunjuk kepada sebuah benda.

“Eh, kenapa?”

“Aku belum sempat pake kondom, udah nyemprot duluan…!”

“Huhhh…? Astaga? Tadi kan Kak Doni sudah pegang…!” Bahaya ini…

“Iya, tapi belum sempat pake. Kamu sih pake ganti gaya terus lingkar pinggangku pake kaki… aku kan gak sempat menarik keluar…!”

“Ihhh kok aku yang salah!” Dasar Kak Doni, semuanya menjadi salahku….

“Siapa suruh memekmu nikmat sekali…!”

“Eh…” Aku langsung tersipu… ‘Ihhhh… dasar playboy jalanan!’

-----

“Tok… tok… tok!”

Pagi-pagi kami dibangunkan dengan ketukan di pintu… eh bukan ketukan, lebih tepat disebut gedoran…

“Boss boss, cepat bangun! Gawat ini… bahaya!”

Aku masih ngantuk jadi membiarkan aja… sekilas aku melihat Kak Doni pergi membuka pintu.

“Ari, kenapa?” Doni bertanya di balik pintu. Ia hanya membuka sedikit sambil menjulurkan kepala.

“Nia kabur… kamarnya kosong. Kayaknya tadi malam ia lari… mungkin sudah bawa lari uang satu juta…!” Suara Ari terdengar sangat keras.

“Eh, dari mana kamu tahu kamarnya kosong?”

“Biasalah aku intip… kan Nia kalo tidur kadang bajunya tersingkap kalo udah pagi! Tapi tadi waktu aku intip di kamarnya, kosong… gak ada orang!”

"Jadi kamu biasa intip Nia?"

"Iya bos, bos mau juga? nanti kuajari..."

Astaga, aku kaget sekali. Jadi selama ini Ari mengintip aku dalam kamar. Ihhhh cowok kampungan itu harus diberikan pelajaran… Aku marah sekali…

“Astaga Ari… jadi kamu sering intip aku?” Aku langsung bangun dan membuka pintu lebar-lebar…

“Eh…Nia?!?” Cowok itu menatapku terpaku.

“Dasar bajingan udik… udah jelas kamu ketahuan mengintip! Cih, bikin malu cowok!”

“Eh bukan… itu… ehhhh…!” Kata-kata Ari tidak jelas. Ia masih aja terpaku menatap tubuhku….

“Ahh uhh aa uuu… Gak mau ngaku?!”

“Eh, Nia…” Kak Doni ikutan memandang aku dengan terbelalak. Ia menahan tanganku yang sudah gatal hendak mengamuk.

“Kenapa diam?” Aku marah sekali… rasanya mau menampar cowok itu.

“Nia… ngapain kamu telanjang bulat di kamarnya bos? Wah, bos… beruntun banget, dapat barang bagus yah?” Akhirnya Ari bicara juga.

“Eh astaga… ihhhhh!” Aku berlari kembali menuju tempat tidur, sementara Kak Doni serta Ari menertawakanku kuat-kuat.

Dasar udik kampungan!

—-

Sudah cukup lama kita meninggalkan Edo dan Darla berbulan madu di New York. Ini lanjutannya…

POV Edo

“Tolonggg!!! Aaahhhh… ahhh….!” Darla berteriak keras sekali…

“Darla…. Eh… bangun.. bangun…!” Aku menggoyang tubuh Darla, tapi ia masih aja menutup mata.

“Tidakkk ahhhhhhh…. Aku tidak mau… jangan… ahhhhhh!” Ia terus berteriak.

Tubuh gadis itu terasa hangat… tangannya berkeringat sementara kepalanya geleng-geleng. Kasihan sekali…

“Darla… bangun sayang, ini aku… Edo…!”

“Ahhh aduh…hah ampun… udah…. ahhhahhhh Aaarrrhhhhhggggg” Darla berteriak, wajahnya mengeras dengan detak jantung yang terdengar keras. Tak lama kemudian tubuhnya bergetar.... persis kayak orang sakit parah.

“Eh, sayang?” Aku menekan telapak tangannya diantara jempol dan jari telunjuk. Darla mulai sadar…

“Darla… tenang aja sayang… ini aku…!”

“Kak Edo?” Darla membuka mata… ketika mengenaliku ia langsung memeluk dengan erat…

“Udah Darla, itu cuma mimpi… kamu aman disini, sayang!” Aku menepuk pinggangnya dan membelainya.

Untuk beberapa menit lamanya ia memelukku sambil menarik terengah-engah. Aku membiarkan ia menarik nafas panjang.

“Sayang… jangan takut, aku disini… kamu gak apa-apa!” Aku mencoba menenangkannya.

“Iya kak… cuma mimpi…” Darla udah sadar.

“Mimpi itu datang lagi?” Aku bertanya, dan kekasihku hanya bisa mengangguk.

Kasihan sekali, gadis cantik itu berulang kali memimpikan hal yang sama. Ia bermimpi kalo ada orang jahat datang dan masuk ke rumah. Mereka langsung mengikat tubuhnya sehingga ia tak mampu bergerak.

Setelah merobek bajunya, Darla digang-bang orang-orang jahat yang memperkosanya berulang-ulang. Mereka kasar sekali, pake main paksa… dan terus menikmati tubuhnya berulang-ulang sampai mereka puas. Tapi anehnya menurut Darla ia juga turut menikmatinya…

“Kak Edo… maaf yah, Darla bikin repot lagi malam-malam.” Darla masih memelukku.

“Eh, gak kok… bukan salahmu!”

“Tapi Kak ini sudah sekitar enam kali lho aku mimpi hal yang sama… kapan ini berhenti?” Darla masih aja kuatir. Padahal udah dibilang hal itu bisa membuat ia tambah parah.

“Masih ingat kan psikolog bilang apa? Tenang aja kan… semua pasti berlalu. Gak usah ingat-ingat lagi…”

Memang sih Darla mendapat pengalaman yang buruk beberapa bulan lalu… ia diperkosa dan dipaksa melayani beberapa orang. Mereka semua adalah sahabat-sahabat Susan yang juga hendak menjebak gadis-gadis cantik masuk ke geng mereka. Malah Doni adik Titien sempat dipukul hingga dirawat di rumah sakit Makasar.

Tapi itu sudah kejadian lama, kebanyakan mereka sudah dipenjara karena kejahatan sendiri. Malah beberapa tewas secara menggenaskan. Aku yang sempat menyusup dalam kelompok mereka mengenal masing-masing. Untung Darla masih bisa selamat…

“Kak Edo sudah ngomong ke Kak Titien…”

“Belum sih! Terakhir ngomong minggu lalu, waktu tanya kalo ia ada kenalan psikolog yang bagus… aku malu merepotkan mereka lagi”

Yah, setelah aku lapor ke Virgin dan Romeo, mereka langsung memperhatikan keamanan kami. Udah dikasih psikolog yang terbaik, juga diperiksa pintu dan jendela serta diperbaharui sistem keamanan dan alarm. Selain itu Kak Ryno membayar seorang guard yang terus berjaga di depan.

Titien dan Ryno memang sahabat sejati. Mereka begitu baik, udah ijinin kami tinggal disini. Jadi tak sampai hati aku merepotkan mereka lagi..

Tapi ada juga lucunya…

Salah satu ide dari Kak Titien adalah sistem keamanan pake bebek, gantinya anjing penjaga.

Bebek lebih mudah terbangun kalo malam. Selain itu jauh lebih murah… cukup beli makanan mereka dan tabur di pinggir kolam ikan. Mereka pasti datang, malah ada yang sudah bertelur disini.

Akibatnya sangat positif, Darla makin betah duduk didekat kolam ikan sambil melihat bebek-bebek mandi. Selain itu tiap kali ada tamu, bebek-bebek ribut sekali… pinter juga gadis itu.

“Dasar Titien…”

----

POV Titien

Huh, sudah hampir jam 9 malam, Ryno belum ada. Padahal dari tadi bilang tinggal 5 menit.

Ini sudah tiga hari sejak Pertunangan Naya dan Shaun, tapi kami masih terdampar di Las Vegas. Bedanya kali ini kami tidak lagi di hotel, tapi di sebuah apartement mewah yang disewa Naya selama dua minggu. Kami semua tinggal di sana, satu kamar buat aku dan Ryno, satu buat Naya dan Shaun, sementara satu lagi buat Deyara.

Pinter juga Naya bisa menghemat biasa hotel, ia sendiri hanya menjawab klise… “Udah rindu masakan Kak Titien.”

Ryno masih sibuk dengan konser besarnya yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu ini, masih tiga hari lagi. Sedangkan aku harus mengerjakan semua tugas kantor yang sudah tertumpuk sejak minggu lalu.

Kalo mau ikut kata hati sudah dari kemarin dulu pulang… tapi harus gimana. Gak mungkin aku biarkan Ryno sendirian… Mana Deyara juga suruh harus temani… anak itu mau sekali ke night club rooftop yg terkenal. Udah dua kali gak pas waktunya, harus ada Ryno atau Shaun yang jaga. Bisa kenapa-kenapa. Mana orang pas sibuk lagi…

Dari tadi aku masih aja dibelakang layar TV yang kuubah menjadi monitor bagi laptopku. Masalahnya Macbook Air yang aku punya memiliki layar yang kecil sehingga tidak nyaman kerja lama-lama. Untunglah aku selalu membawa adaptor HDMI sehingga tampilan laptop dapat di “mirror” ke TV.

“Tada!” Akhirnya pekerjaanku yang sudah menumpuk bisa selesai juga bersamaan ketika aku membawa kursor mouse ke kotak yang bertulisan “send”. Aku menarik nafas panjang… malam ini aku gak mau diganggu… harus tidur pulas.

“Ding dong…!” Akhirnya bel pintu berbunyi. Padahal aku baru aja berdiri.

“Good night Romeo…!” Aku memberikan sebuah senyum manis setelah membuka pintu buat suamiku. Aku membukakan pintu buat Ryno, tentunya setelah mengintip sedikit lewat lubang intip di pintu.

“Good night, babe!” Wajah Ryno terlihat sangat capek, tapi ia masih aja memaksakan sebuah senyum untuk membalas sambutanku.

“Capek yah!”

“Bukan cuma capek lagi…!” Kasihan sekali melihat ia sudah kecapaian. Padahal aku sendiri sudah capek setelah seharian menyelesaikan semua laporan.

“Aku buatin milo yah? Ato kamu belum makan malam? Mau makan apa?” Seperti biasa aku menyiapkan air panas untuknya.

“Tadi aku sudah comot garlic bread waktu meeting terakhir. Milo aja… tapi jangan terlalu panas!

Ryno langsung membuka baju dan menuju kamar mandi.

“Sayang, aku sudah siapin hot tub untuk kamu berendam!”

“Wah… Danke! Apa jadinya aku tanpa kamu, babe!” Ryno langsung membuka pakaiannya dan masuk ke dalam bak yang mampu menampung beberapa orang. Aku yakin setelah 15 menit ia akan segar lagi… aku membawa minuman tersebut dan menaruhnya disamping kepalanya.

“Gimana kerja?” Aku membuka pakaianku dan ikut masuk kedalam air.

“Cukup stress hari ini, ada masalah besar. Penari utama di episode ke-3 mengalami kecelakaan dan harus diganti. Padahal udah latihan selama ini. Terpaksa besok aku harus audisi orang lain lagi… kamu sendiri tahukan kalo aku gak suka pake penari-penari hotel di Las Vegas!”

“Kenapa emangnya? Mereka kan sudah profesional?”

“Justru itu Virgin… mereka terbiasa menari vulgar untuk memancing birahi. Gerakan mereka terlalu dibuat-buat dan sangat tidak cocok tentang lagu-lagu ciptaanku!”

“Tapi kan gerakan mereka tergantung chareographernya?”

“Itulah… mereka sudah terbiasa dengan gerakan vulgar-nya Vegas… aku mau cari penari yang natural… elegan dan classy, gak kayak pelacur-pelacur itu!”

“Dan kamu yakin bisa dapat di sini?”

“Makanya aku stress…!”

Kasihan juga Ryno, aku tahu bagaimana sukarnya ia mencari penari dengan profil yang ia cari, sehingga harus diimpor dari California. Dan tepat tinggal beberapa hari, sang penari justru kecelakaan.

Untuk sementara aku termenung, seakan mencoba mencari jalan keluar baginya.

“Jadi kamu buka audisi untuk besok?” Aku bertanya.

“Iya… kamu ada kenalan penari, emangnya?” Ryno kaget ketika menatap mataku yang agak bersinar.

Aku mendekat dan membelai kepalanya… bukan cuma membelai, tapi memijatnya pelan di tulang baji yang terletak di samping kiri dan kanan tengkorak. Sambil memijat pelan, dua buah ciuman mendarat di dahi suamiku.

“Iya, aku punya teman, nanti ku suruh ia ikut audisi dan kamu lihat aja gimana. Booking tempat untuk dia yah?”

“Apa sih yang gak akan kubuat demi kamu?” Ryno bercanda sambil memelukku. Tangannya mulai nakal merayap dan mencomot bagian tubuhku yang telanjang.

“Eh?” Aku kaget ketika tangannya menyentuh pinggiran payudara. Tipis aja…

“Kita lanjutkan di tempat tidur, yah Sayang?” Ryno menatapku.

“Tapi aku capek sekali, badanku rasanya mau remuk.”

“Sayang… kamu gak rasa kasihan padaku?” Ryno bertanya sambil bermohon. Gayanya yang seperti itu gak bisa ku tolak.

Aku jadi bimbang… tubuhku sudah capek sekali. Dan aku sadar kalo disuruh ngeseks lagi dengan cowok sekuat Ryno gak mungkin bisa cepat-cepat. Bisa-bisa aku pingsan dalam 30 menit.

Tangan Ryno makin nakal… kali ini sudah meremas toketku.

Aku tahu kalo banyak teman sekerja yang mengidolakan suamiku. Udah ganteng, ngetop dan classy lagi. Pastilah diincar cewek-cewek, dan bukan sedikit artis kenamaan yang menggoda dia. Untunglah Ryno sampai sekarang ia gak berpaling ke lain hati… eh, karena kebutuhannya selama ini aku penuhi… termasuk kebutuhan seksualnya. Yah, walau sudah aku terus mencoba mengimbangi nafsu besarnya…

Apa aku mampu malam ini?

“Gini aja, malam ini handjob doang. Boleh kan?” Ryno memberikan jalan keluar. Mungkin ia sudah melihat kebimbanganku dari tadi.

“Oke deh!”

Ia langsung menciumku dan mengeringkan tubuh telanjangnya dengan handuk. Ia menungguku di tempat tidur.

‘Nasib… yah nasib! Susahnya dapat suami ganteng’

Setelah mengenakan kimono, aku langsung mendekatinya. Ryno tidur terlentang sambil menatapku…

“Sayang, aku suka kalo tangan kamu pake minyak ini” Ia numpahkan minyak pelan-pelan yang langsung aku tampung di tangan. Bingung juga, baru sekarang aku disuruh ngocok batang cowok pake minyak…

Tiba-tiba Ryno langsung tidur tengkurap dan menyajikan punggung telanjangnya kepadaku. Aku kaget…

“Eh! Katanya handjob?” Aku bingung apa maunya…

“Iya… lanjutkan pijatanmu di tub tadi!”

“Astaga!!!” Ternyata ia mau dipijat. Dan aku tak bisa menolak lagi setelah tanganku sudah dilumuri minyak….

“Dasar… ini sih namanya penjajahan…!” Aku mencubit pinggangnya sementara cowok itu tertawa setelah mengerjaiku.

-----

“Eh Ryno? Udah mau pergi!”

Aku terkejut mendapati suamiku sudah rapih dengan dasi, dan baju kerja. Sementara aku baru bangun, padahal sudah jam 8 pagi. Apa aku kecapean tidur setelah memijatnya tadi malam yah?

“Iya, udah ditunggu Shaun di bawa!” Ryno pamit dan sebagaimana biasa mengecup pipiku.

“Kamu sudah makan?”

“Udah ngopi tadi, nanti breakfast di kantor aja! Kamu kecapean yah tadi malam? Dari tadi goyang-goyang gak mau bangun.”

“Iya… disuruh pijat sih!” Aku membuka tanganku lebar-lebar, meregangkan otot-otot.

“Tapi sekarang sudah segar kan?”

“Iya… udah pergi sana. Nanti Dickhead marah-marah lagi kamu terlambat!”

“Bye sayang…!”

“Bye…!” Ryno langsung menghilang dibalik pintu kamar. Terdengar suara Shaun menyapa dia di luar.

Baru saja mereka pergi, tiba-tiba daun pintu kamar mengayun terbuka lagi. Tampak sebuah wajah cantik mungil menatapku…

“Kak Titien… bangun. Jangan malas, yuk kita aerobic dulu!” Suara Naya melengking memaksa aku membuka mata.

Aku masih malas-malasan, tapi dengan datangnya gadis imut ini artinya tidur siangku akan terengut juga. Aku hanya menatapnya tak kuasa mempertahankan selimut yang ditariknya…

“Eh, ada Kak Naya!” Deya ikutan masuk mendengar ribut-ribut di tempat tidurku. Gadis itu ikut-ikutan naik ke atas tempat tidur.

“Nay, aku masih cape…!” Naya tidak perduli dan langsung naik ke tempat tidur.

“Kakak tidur aja, nanti kita temanin!” Naya dan Deya langsung berbaring di sebelah kiri dan kananku.

“Pengantin baru kok pagi-pagi sudah kemari. Dickheadnya diumpetin di mana?” Aku mengejeknya, klise.

“Eh, tanya sama suami mu. Pagi-pagi udah menculik Dickhead… gak tahu lagi dibawa ke mana…” Naya ikutan protes.

“Terus, ngapain aja tadi malam?” Aku memancingnya… pasti kalo Naya datang kemari, ia mau curhat. Aku sudah tahu keinginannya dari dulu.

Akhirnya setelah dipancing-pancing, Naya cerita juga. Ternyata tadi malam Shaun propose kepadanya…

“Jadi ceritanya mau pamer cincin yah pagi-pagi?”

“Ihhh… Kak Titien tahu aja. Gini Kak, Shaun propose pake kotak kosong, katanya cincinnya udah dikasih di acara tunangan. Jadi tadi malam simbolnya doang…!”

“Hahaha… dasar Dickhead…!” Mau-tak mau Deya ikutan tertawa.

“Skenarionya gimana? Romantik gak?” Aku bertanya lagi.

Naya cerita soal mereka tadi malam nonton pertunjukan di hotel Circus-circus. Terus ada monyet terlepas, pergi ke Naya… awalnya ia takut, eh, ternyata monyetnya membawa kotak cincin. Dan Shaun sudah bertelut… para pemeran circus sedang memegang banner, “Marry me?”

Wow, how romantic?” Deya sampai terbawa.

Aku juga gak bisa berkata-kata. Siapa sangka Shaun punya cara khusus menyampaikan perasaannya.

“Eh, tunggu… jadi di acara tunangan, Shaun sudah pake cincin asli?”

“Iya, untung gak aku buang. Eh ternyata beneran.” Naya tersenyum…

“Kamu tahu gak kalo cincin itu ia udah beli dari taon lalu. Udah lama ia mau kasih ke kamu tapi gak jadi?” Aku membuka rahasia yang Shaun sempat curhat dulu.

“Beneran kak? Astaga… Dickhead… pasti ia terluka waktu dengar aku mau tunangan.” Pipi Naya basah dengan air mata… ia tampak terharu.

“Nay… itu sudah lewat kan…. Sekarang kalian harus bahagia…” Aku merangkulnya dan ia membalas memelukku erat.

“Iya kak… makasih yah, aku belum sempat bilang makasih sudah mengatur acara pertunangan kami.” Naya terus merangkulku.

“Iya kak, aku juga… Kak Titien baik banget deh!” Deya juga ikutan merangkulku. Dan kami bertiga bepelukan sambil menangis… terasa kalo kedua gadis ini sangat dekat denganku…

“Itulah gunanya seorang kakak!”

“Iya, Kak Titien tahu banget…”

Tak cukup cuma itu, mereka berdua kembali mengucapkan terima kasih yang tulus. Aku jadi malu… kami terus berpelukan bertiga di atas tempat tidur.

“Kak Tien… Kakak boleh minta apa aja, Naya pasti kasih!” Kata-kata Naya begitu tulus.

“Eh iya, Deya juga… sejauh yang Deya bisa buat!”

Aku jadi termenung. Udah banyak sekali pemberian yang aku dapatkan dari keluarga mereka. Bukan cuma orang tuanya, Naya juga sangat baik kepadaku. Kalo di nilai dengan uang, mungkin harganya bisa miliaran… termasuk tempat kos yang sekarang sementara dikelola oleh Doni. Sedangkan Deya? Aku bisa kuliah gara-gara Pak Agus, ayahnya.

‘Apa aku harus memanfaatkan kebaikannya lagi? Apa belum cukup pemberian mereka selama ini?’

“Kak… bilang aja, mau minta apa?”

“Iya kak!”

Setelah pikir-pikir aku teringat perlakuan Ryno padaku tadi malam.

“Oke, kalo kalian benar-benar tulus, aku ada satu permintaan!” Mereka menatapku ingin mendengar apa mauku.

“Gini aku cape banget… aku minta pijat yah?”

“Ihhhh… dasar Kak Titien banget!” Deya tertawa mendengarku. Sementara Naya juga ikutan tertawa, dan segera mengambil minyak baby oil yang kupakai semalam memijit Ryno.

“Oke Kak, silakan nikmati… eh buka baju dulu…!”

Perintah yang segera kuturuti dengan segenap hati. Aku langsung membuka baju, hanya menyisakan celana dalam, dan mulai tidur tengkurap.

Naya mulai menggerakkan tangannya di punggung… Deya juga ikutan membantu. Rasanya nyaman sekali, ternyata keduanya cukup jago juga.

Wah kalo gini, aku bisa tidur nih… tak terasa mataku sudah berat dan hanya dalam hitungan detik aku sudah tidak tahu apa-apa lagi.

-----

‘Eh apa ini…?’

Aku merasa kegelian… sepertinya toketku lagi dibelai-belai dan dipijat memutar. Ini sih bukan memijat lagi namanya, tapi merangsang

Aku membiarkan jari-jari panjang itu bermain dengan lincahnya… terasa nyaman… aku membiarkan saja ia merangsangku dengan ahlinya…

“Aaahhhh!” Aku mendesah kecil ketika merasa jari dan mulutnya mulai menyapu bongkahan dadaku. Rasanya geli…. Nafsuku mulai bangkit…

Tak lama kemudian rangsangan itu mulai berpusat di putting kiriku… kali ini bukan lagi jemari, tapi mulutnya mengisap dan menggigit kecil… pentilku benar-benar dipermainkan.

“Eh.. udah.. ahhh!” Aku merasa geli… nyaman dan nikmat.

Aku tergelinjang… sementara mulutnya mengulum, tangannya mulai membelai perut telanjangku, dan menstimulasi titik-titik rangsang di pinggang dan daerah pusar. Ihhh… geli sekali…

Nafasku mulai memburu, gairahku sudah terpancing. Dadaku mulai naik turun menahan nafsu yang kian memenuhi jiwa, menuntut untuk segera dipuaskan…

“Aaahhhhhh!” Aku kembali menggelinjang. Tangannya mulai menyelip dibalik cd dan membelai bagian terintim yang selalu kusembunyikan. Ini geli sekali… bahaya!

Dengan berat aku melawan dan memaksa membuka mataku.

“Astaga…!” Aku terkejut mendapati ada seorang cowok tampan sedang merangsangku… tangannya dengan bebas membelai tubuh telanjangku.

“Dickhead?”

“Udah Tien, kamu nikmati aja…” Suara serak Shaun mencoba menenangkanku, sementara jarinya sudah menemukan klitorisku.

“Kak Tien, gimana? Enak kan pijatan Shaun?” Suara Naya terdengar merdu sementara Deya menahan tawa disampingnya.

“Iya, Shaun juga mau ikutan bilang terima kasih!”

“OMG? Awas kalian yah”

Aku mencoba bertahan, tapi harus kuakui Shaun jago sekali mempermainkan nafsuku. Apalagi kini kita berdua sudah berada dalam keadaan telanjang, dan cowok itu sudah menduduki posisi-posisi strategis di tubuhku… Dengan nakal cowok itu mulai menyelipkan jari tengahnya ke dalam vaginaku.

“Eh… Shaunnn… ahhh, jangannnnn!” Aku berteriak dan mencoba menahan tangannya, tapi gerakan setengah hatiku sudah sangat terlambat.

Shaun hanya tersenyum melihat aku hanya pasrah… tangannya mulai mengocok, makin lama makin cepat…

“Eh… Shaun…” Dengan cepat tanganku ditepis sehingga aku gak bisa mencegahnya. Ia makin berani…

“Eh… aduhhhh… jangan… udahhhh!” Walaupun aku terus protes tapi tubuhku sudah pasrah menyambut birahi yang dibangkitkannya. Nafasku langsung memburu…Shaun pinter banget…

“Sudah kubilang… nikmati aja…!”

“Kak, gimana balas dendamnya… enak kan?” Naya mengejekku yang sudah pasrah ditangan pacarnya. Aku baru ingat kalo ia berencana membalas apa yang Ryno buat padanya…

Deya juga melirikku sambil tertawa. Mungkin membalas bagaimana aku melabrak Aldo yang sedang menyetubuhinya di hotel.

“Aaahhhh… ahhh…!” Tak sadar aku merintih…

----

*Bersambung
 
Terakhir diubah:
akhir nya updated jga, walau rada kentang nungguin titien 3s lagi :aduh:

terima kasih suhu, semoga sblm lebaran ada updated lg :hore:
 
OMG, crita yg mulai dr 2017, sampe mei 2019 ternyata masih terus berlanjut, dgn jumlah halaman yg luaman lebih pendek drpd serial erotis bersambung lainnya, luar biasa bngt nih agan TS nya.... crita nya benar2 super utuh, gak setengah2 dlm penyampain alur critanya..... super mantap bngt.... :D
 
OMG, crita yg mulai dr 2017, sampe mei 2019 ternyata masih terus berlanjut, dgn jumlah halaman yg luaman lebih pendek drpd serial erotis bersambung lainnya, luar biasa bngt nih agan TS nya.... crita nya benar2 super utuh, gak setengah2 dlm penyampain alur critanya..... super mantap bngt.... :D
Cerbung yg wajib di nanti ini om, TS nya slalu bsa bikin penasaran :hua:
Ayo" di up smpe ganti halaman biar ada updated :hore:
 
Setuju dg. Agan agan.... ceritanya selalu menarik ditunggu dan dinanti.....
 
cerita terbaik yg selalu dinatikan updated nya, semoga TS selalu sehat dan di berikan waktu lowong bwt updated :haha::bye:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd