Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Bule Ganteng II - Obsesi seorang gadis

Pemeran untuk episode ini

Deyara



Shania



Cherry



Rivaldo



Ryno



Shaun



Titien



Juwita
 
Terakhir diubah:
Episode 8: A Family Affair



POV Cherry


“Kenapa kamu datang gak bilang-bilang?” Aldo bertanya kepadaku. Ternyata ia mengikutiku ke toilet, membiarkan Shania sendiian di meja makan.

“Eh, ngapain kamu disini?”

“Cherry, kenapa kamu gak telpon aku kalo mau kemari?” Aldo menuntut jawaban.

“Aku gak mau merepotkan kamu!” Aku membuang muka sejenak, moga ia gak tahu apa yang sebenarnya aku pikirkan.

“Hahaha… kayak orang lain aja!” Aldo menertawakanku yang lagi menatapnya tersipu. ‘Kok ia tambah ganteng aja?’

“Eh, tunggu… mau kemana?” Aku kembali melangkah, tapi Aldo dengan cepat mena
“Kamu sendiri tahu kalo aku punya rencana dengan Shania sore ini.”

“Maksudku sesudah itu, Shania kan ketat sekali jadwalnya hari ini. Ia salah satu pembicara di acara di exhibition center sore ini. Pasti ia sibuk bangun relasi baru sehabis acara. Kamu nginap di tempatku aja yah?” Akhirnya kata-kata yang aku kuatirkan keluar juga. Rivo mengajakku nginap. Apa ia gak tahu kalo ini yang aku mau hindari?

“Aldo, aku sudah ada tempat nginap.” Aku menepis tawarannya.

“Eh, gak boleh. Kamu harus jadi tamu ku… kamu gak boleh buang-buang uang! Di sini harga hotel mahal semua, kamu nginap aja di suite aku” Ini sih setengah paksaan. Untung banget aku sudah ditawarkan tempat nginap oleh Kak Shania tadi.

“Aku sudah janji nginap di apartmen milik teman. Bagasiku sudah dijemput tadi. Maaf Aldo!” Dengan cepat aku berbalik dan mempercepat langkahku menuju toilet wanita. Mudah-mudahan Aldo percaya.

“Eh, gak bisa begitu! Aku mau ajak kamu jalan-jalan malam ini” Aldo makin kuat memegang tanganku.

“Sorry Aldo, aku sudah punya rencana sendiri…!”

“Kring… kring… kring…” Aldo masih mau protes, tapi kemudian ia hape-nya berbunyi. Gak pernah aku merasa lebih gembira dengan interupsi handphone seperti itu.

“Halooo… Ayah!!!” Aldo terpaksa mengangkat telpon begitu melihat nama yang tertera di HP-nya. Ia berbalik ke belakang lalu bicara, mungkin sengaja supaya aku tak dengar.

“Teman kuliah perempuan? Siapa tamunya Ayah? Baiklah. Aku segera ke sana?” Suara Aldo yang terkejut, terdengar cukup jelas.

Ini kesempatanku, sementara Aldo berbicara dengan ayahnya, aku langsung melepaskan tangannya dan berlari menjauh. Eh, lebih cocok dibilang setengah terbang karena cepatnya gerakanku.

Aldo masih berdiri terbengong di tempat semula. Sementara aku mengepalkan tangan gembira ketika memasuki tolet wanita, gak nyangka bisa lolos dengan mudah,.

‘Cayoo…Cherry!” Aku berkata kepada diri sendiri. ‘Aku gak boleh terbuai lagi dengan kata-kata si playboy itu’

“Eh, tunggu… kayaknya aku tahu siapa tamu-nya Aldo… hihihi

——-


Even though my parents are rich, i started my company with very limited resources. The money I receive from selling the car was enough to refurbished one of my parent old houses into a decent student accommodation. And the income was used to renovate another one, and another one… and it kept on repeating for a while before I was able to get a bank loan and build several new buildings. Look at these pictures…

But I know student accommodation was just a beginning, I want to move on to a bigger one, hotel industry. And I started with service apartment. As soon as I finished my undergraduate degree, I moved to Bali and started a small apartment and a boutique hotel.


Suara Shania terdengar sangat percaya diri membagikan pengalamannya start-up sebuah bisnis baru. Aku yang mendengarnya jadi kagum sekali, gak nyangka kalo sejak kuliah, ia sudah berbisnis tempat kos.

Rasa kagum itu kini bertambah sepuluh kali lipat mengingat ia menggundang aku tidur ditempatnya. Entah kenapa ia menyukaiku.

Shania terus menyampaikan presentasi dengan mantap. Gadis itu ternyata public speaker yang enak didengar. Materi yang dibawakan dilengkapi dengan foto-foto usahanya yang dimulai dari satu rumah kos. Yang lucunya, salah satu rumah kos yang difoto mirip sekali dengan rumah kos yang ditinggali Doni sekarang ini. Aku sampai geleng-geleng kepala.

Selesai presentasi Shania harus tetap disini karena ia sibuk melayani orang-orang yang ingin bertemu dengannya. Banyak yang ingin tahu soal usaha yang lagi dirintisnya. Benar juga kata Aldo, ia gak boleh diganggu.

Untunglah ia sudah menyuruh orang untuk menjemputku dan membawa aku ke apartment-nya. Aku disuruh duluan supaya bisa beristirahat… agaknya ia agak lama disini. Aku minta sih jangan buru-buru, aku juga mau jalan keliling lihat-lihat pameran produk yang ada. Padahal dari tadi sudah sempat jalan-jalan dan menyelesaikan tuntutan pelajaranku.

Aku melihat beberapa classmate dari Humber college juga ada ditempat ini, memang sih kami semua disuruh hadir sebagai tuntutan kelas. Beberapa diantara mereka sementara antri ingin bertemu dengan Shania, mungkin lagi menyelesaikan tuntutan interview yang menjadi tuntutan kami, dan tempat ini paling cocok untuk itu. Kebetulan sekali aku bisa buat appointment dan diterima langsung di kantor… kalo di sini gak bebas dan terkesan terburu-buru.

“Kak, aku jalan-jalan dulu yah. Nanti kemari sebelum jam 7 malam…” Aku berbisik di belakang Kak Shania.

“Iya, ini sih masih sibuk, nanti sebentar aku akan perkenalkan dengan Kakak Iparku, yah!”

Aku mulai berjalan keliling melihat-lihat pameran. Di jalan ketemu dengan Juwita yang lagi menggandeng Aldo. Benar juga yang aku pikirkan, kalo tamu istimewa Aldo adalah Juwita, mantannya dulu. Aku sempat ingat kalo Juwita pernah pamer foto bersama orang tua Aldo.

“Hi, Cher… kenalin, ini teman dekatku Aldo!” Wita menarik aku sehingga gak bisa menghindari cowok itu. Aku mengangkat tanganku seakan hendak berkenalan dengan Aldo… untunglah Aldo juga ikut permainanku.

Sementara itu Juwita makin mempererat gandengannya di tangan kiri Aldo, seakan hendak pamer kemesraan dengan cowok itu. Juwita memang suka pamer keakraban dengan cowok ganteng. Walau belum sebulan pelatihan di Humber College, ia sudah berfoto mesra dengan hampir seluruh cowok bule yang ganteng-ganteng. Sifat sok akrab dengan cowok-cowok ganteng membuat aku kurang suka bergaul dengan dia. Teman-teman sempat menjulukinya Miss Cheap, padahal orangnya baik banget.

“Wah, CLBK yah?” Aku mengejek Aldo yang jelas kelihatan gak nyaman ketemu denganku. Mungkin karena ada Juwita yang gak mau melepaskannya.

“Eh, kamu tahu kalo Aldo itu mantan ku?” Juwita jadi kaget, ia gak tahu kalo aku kenal dekat dengan playboy cupu itu.

“Iya dong, kamu kan pamer terus kalo ia itu mantan terindah-mu yang tak dapat tergantikan, hahaha…!” Aku mengejek mereka, Juwita sempat tersipu, sedangkan Aldo terlihat makin stress.

“Eh, Cher! kalo kamu belum ada tempat bermalam, ikut aja. Paviliun milik orang tua Aldo besar kok, ada beberapa kamar kosong.” Juwita mengajakku seakan-akan memposisikan dirinya sebagai tuan rumah yang masih memiliki hubungan dengan Aldo.

“Makasih Wit, tapi aku sudah ada tempat. Mana aku gak enak juga ke Deyara!” Aku menolak sekaligus mengingatkan Wita kalo Aldo itu sudah ada pacar.

Akibatnya telak juga, Wita jadi jengah waktu aku sebutkan nama cewek itu, dan tanpa sadar melepaskan tangan Aldo. Eh, ternyata itu yang ditunggu-tunggu cunguk itu sejak tadi. Begitu mendapat kesempatan emas, Aldo langsung kabur pake alasan disuru jaga stand. Wita tampak menyesal melepaskan cowok itu, karena sibuk bercerita dengan aku

Kali ini aku yang tersenyum melihat gaya Juwita yang bengong dengan sikap Aldo… kayak pacar ketinggalan kereta. Mungkin ia masih mengira Aldo bahagia bisa jalan dengannya lagi. Dasar cewek murahan… tapi berhubung ia salah satu temanku, terpaksalah aku berjalan dengan gadis cantik itu berkeliling pameran.

“Bagaimana tadi, kamu bisa ketemu dengan Shania?” Ia bertanya soal interviewku.

“Kamu benar Wit, orangnya sibuk sekali…

“Kan sudah kubilang, mending kamu ikut aku. Tadi aku bicara hampir satu jam dengan ayah-nya Aldo. Ia malah menyuruh Aldo mengajakku kesini dan menyuruh aku nginap di tempatnya.” Kata-kata Juwita seakan meremehkanku… tapi biarlah dia gak perlu tahu apa yang terjadi.

“Aku udah lama akrab dengan ayah Aldo. Jadi tadi disambut kayak tamu agung.. eh, tapi menurutnya ia kenal dekat dengan Shania. Nanti aku bilang ke dia supaya kamu bisa dilancarkan untuk interview gadis itu.” Juwita gitu lho… suka menyombongkan hubungannya dengan keluarga Aldo. Apa ia gak tahu kalo Ayah Aldo sampai berulang kali membujuk aku jadian dengan Aldo? Malah Aldo terus-terusan mengejarku sampai patah hati berbulan-bulan?

Aku hanya berdiam tak banyak menanggapi kata-katanya. Biarlah dia menikmati kemenangannya… untuk sementara.

“Cher, kita kesana yuk!” Wita menunjuk ke arah pojok tempat seorang cowok ganteng lagi bermain biola. Cukup banyak yang menonton sampai membuat lingkaran, termasuk diantaranya teman-teman kelas saya yang bergerombol. Sempat bingung sih melihat sang musisi menjadi tontonan. Apa ia ngamen disini?

Ketika mendekat aku baru tahu sebenarnya, ia adalah musisi yang akan tampil pada show besok malam, dan sekarang bermain biola sebagai teaser penampilannya. Mungkin kayak iklan film, pake trailer segala.

‘Eh tunggu, kayaknya cowok itu aku kenal?’ Aku memperhatikan wajahnya yang sangat ganteng, pantas menjadi idola gadis. ‘Eh, tunggu, itukan…’

Aku masih ragu, tapi ketika membaca banner besar dibelakangnya baru aku yakin itu dia. Gak salah lagi, itu Kak Ryno Marcello, alias suaminya Kak Titien. Apa ia mengenalku? kita kan sempat beberapa kali bertemu. Tapi, kan sulit ia membayangkan kalo aku berada Las Vegas.

Selesai bermain biola, ia langsung dikerumuni. Orang-orang ingin berfoto bersamanya, dan menarik dia didepan background walldrop yang sudah disiapkan. Akhirnya jadi antrian, termasuk banyak teman kelas yang cewek ingin berfoto bersama. Kapan lagi bisa berfoto dengan musisi bule yang ganteng. Dan atas desakan Juwita, terpaksa aku juga ikutan antri, walaupun kami berada di paling belakang.

“Cher, kamu foto aku dulu yah! Aku minta paling kurang 5 kali jepret” Kata Juwita ketika tiba giliran kami.

Aku menyapa dia musisi itu basa-basi, tanpa memberi tahu siapa aku. Kak Ryno sempat tertegun melihatku, tapi kemudian menyapa dengan ramah. Juwita sendiri hanya diam, karena bahasa Inggrisnya yang kurang baik sehingga ia suruh aku yang ngomong.

Pose Juwita berfoto dengan Kak Ryno jelas keliatan sok akrab, menempelkan tubuhnya di tubuh tegap cowok itu menjadi tontonan teman-teman kami yang langsung mengejek
“Wita… malu-maluin ah…” Kata seseorang dari rombongan kami, ketika Juwita menarik tang

“Tancap aja Wit, kapan lagi bisa berfoto dengan cowok seganteng itu…!” Teman lainnya terus mengejek, tapi Juwita cuek. Ia malah menantang dengan pose genit…

“Ganteng sekali yah, kalo diminta cium aku pasti mau!” Kata Juwita memainkan mata sebelah kiri, seakan ingin menyulut ledekan dari teman lain. Memang benar ia lagi mau pusat perhatian.

Aku jadi tertawa sendiri mendengar ocehannya. Mungkin ia gak tahu kalo Kak Ryno bisa berbahasa Indonesia. Benar aja, Kak Ryno sempat senyum dikit mendengar ocehannya.

“Ajak nginap aja Wit… hahaha…!”

Aku yang merasa kasihan dengan Kak Ryno yang kelihatan kurang nyaman segera menarik Juwita agak menjauh. Tapi kemudian Kak Ryno mendekati dan menyapaku lagi. Jelas kelihatan ia penasaran. Ia bertanya-tanya kalo kami dari Indonesia. Aku hanya tersenyum dan tak sempat menjawab, karena teman-teman segera mengerumuni kami dan ikutan ngobrol sekalian tanya-tanya.

Dan sementara kami bercakap-cakap tiba-tiba gangguan itu muncul…

Romeo, no wander you were a little bit late. You were surrounded by many girls I see…” Seorang cowok bule yang juga sangat tampan datang mendekat dan menyapa Kak Ryno. Cowok yang baru datang itu terlihat macho, dan suka tebar pesona. Tak heran teman-teman sampai terpaku menatapnya…

“Dickhead!” Tanpa sadar aku menyebut nama panggilannya. Agak kuat sih… moga ia tidak perhatikan.

“Eh?” Cowok itu menatapku kaget… aku jadi merah.

Oh I’m sorry, I did not mean to insult you…” Aku pura-pura salah orang. Tapi kata-kataku membuat kedua cowok itu makin memperhatikanku.

Do you mind to take picture with my friend here…” Supaya bisa lolos, dengan cepat aku meminta ia berfoto dengan Juwita, dan langsung diiyakan oleh Shaun.

Juwita hampir lompat kegirangan bisa berpose dengan cowok itu, dan kali ini gaya mereka benar-benar serasi, karena Shaun ikutan mengambil kesempatan memeluk gadis cantik itu.

“Gimana Wit, kalo cowok ini kamu rela dicium kan?” Aku memanas-manasi cewek itu.

“Jangankan dicium, digrepe juga aku mau banget…” Juwita terus bergaya dengan seksinya. Sementara itu kami semua menjadi riuh mendengar jawaban genit tadi. Shaun dan Ryno sempat tersenyum mendengar kata-kata cewek itu.

“Wah mesra-nya. jadi habis ini langsung ajak cek-in yah, hahaha…?” Teman-teman mengejek Wita yang makin genit aja. Ia malah makin menantang ejekan mereka.

“Iya, kalo aku jago bahasa Inggris, udah ku ajak nginap dari tadi..!” Wita terkekeh, membuat kami makin riuh.

“Benar kamu mau, aku bilang lho ke dia…” Aku ikutan meledek.

“Eh, jangan dong! bisa jatuh nilai pasaranku… hahaha…!” Kata Wita.

“Emangnya nilai pasarannya berapa?” Tiba-tiba Shaun menyeletuk dalam bahasa Indonesia. Teman-teman semua jadi terbengong mendengarnya…

“Gaet aja Shaun, orangnya udah kebelet ajak nginap!” Ryno ikutan bicara menyambung sahabatnya juga dalam bahasa Indonesia.

“Hahaha… rasain kamu Wita…!” Aku langsung tertawa terbahak-bahak diikuti dengan teman-temanku yang langsung riuh menertawakan Wita. Gadis itu langsung menutup wajah karena malu sekali. Ia sampai gak bisa berkata-kata karena malu… sungguh peristiwa yang tak mungkin ia lupakan.

Wita masih belum berani membuka mata, kini ia pergi memeluk salah seorang teman cewek. Rasanya ia ingin lari dari tempat ini… malu sekali keciduk didepan teman-teman sendiri.

“Eh, ternyata kamu disini Olyvia… aku cari-cari tadi tadi. Kamu sudah kenalan kan sama Shaun dan Ryno?” Suara Shania membuat teman-temanku diam semua. Mereka jadi melongo melihat pengusaha sukses itu mencari aku lalu memegang tanganku. Shania mengantar aku untuk berkenalan dengan kedua cowok idola tadi.

Wita sampai melongo melihatku bergandengan dengan Kak Shania.

“Aku sudah ketemu dengan mereka, cuma belum sempat kenalan sih, Kak!” Ketika menoleh aku melihat teman-teman makin kaget. Apa karena karena aku menyapanya dengan panggilan ‘Kak’?

“Hi Kak, nama ku Olyvia…” Aku mengulurkan tangan kepada Shaun dan dijabatnya dengan erat.

“Aku Shaun, tapi boleh juga kamu panggil Dickhead kayak tadi!” Bukan cuma jabat, tapi Shaun juga mengangkat tanganku dan diciumnya. Benar-benar gentleman.

“Wah, Cherry, dapat ciuman dong!” Teman-teman menyorakiku, tapi aku hanya tertawa.

“Wita yang minta, kamu yang dapat!” Mereka terus meledekku sampai aku jadi malu didepan Shaun. Tak lama kemudian aku melepas tangan Shaun dan mendekat ke Ryno.

“Hi Kak, aku…”

“Cherry, kamu Cherry kan?” Kak Ryno berbinar-binar mengenaliku. Mungkin karena seruan teman-temanku sehingga ia kini mengenalku.

“Iya kak Romeo…!” Aku menyebut nama panggilannya, sehingga ia kini yakin.

“Ah, ternyata kamu. Kenapa kamu datang kemari gak bilang-bilang?” Kak Romeo mendekat lalu memelukku erat. Ia mencium dahiku seperti seorang kakak ke adiknya. Teman-teman makin tercengang melihat adegan tersebut. Sebagian malah sempat bertepuk tangan saking bangganya. Jelas sekali kalo musisi top dunia ini mengenal aku.

"Eh, Dickhead... ini adikku Cherry!"

“Eh, tunggu, jadi kamu kenal Romeo?” Kak Shania jadi kaget…

“Siapa gak kenal musisi klasik yang terkenal sedunia, dan aku beruntung sempat berkenalan dengannya” Aku menjawab cepat sebelum Ryno membuka identitasku.


——-

“Kak Shania, biar aku aja yang ikut mereka ke mobil, Kakak kan masih sibuk melayani banyak penggemar!”

“Penggemar… hahaha… calon investor, bukan penggemar!” Kak Shania tertawa merdu sekali.

Mungkin setelah selesai presentasi, ia jadi lepas…

Kak Shania dan Ryno terus menggandeng aku dalam perjalanan, dan tidak menghiraukan teman-temanku yang terus riuh karena kagus. Kami terus berjalan menuju parkiran mobil. Ternyata Shaun tadi datang untuk menjemputku, dan Ryno mau ikutan pulang setelah bertemu aku. Mungkin juga tempat tinggal mereka berdekatan.

Padahal tadinya Ryno berencana untuk tinggal barang sejam atau dua jam lagi, tapi pertemuan denganku mengubah rencananya. Aku jadi deg-degan, pasti Kak Ryno akan menceritakan pertemuan kami ke Kak Titien.

“Aku mau antar kamu sampai ke mobil, nanti kita ketemu di sana yah. Aku sudah pesanin makan malam untuk kamu…” Kak Shania benar-benar perhatian, mungkin karena ia pikir aku gak nyaman pulang dengan cowok yang baru berkenalan. Padahal aku sudah bilang berulang-ulang kalau aku gak apa-apa. Kan ada Kak Ryno…

Tak lama kemudian kami bertiga sudah berada di mobil menuju apartemen yang disewa, sedangkan Kak Naya sudah kembali lagi ke pameran.

Di jalan Kak Ryno terus-menerus bertanya kenapa aku ada disini, dan aku menjawab semuanya dengan jelas. Sementara itu Shaun terus mengendarai kendaraan dengan ngebut.

“Dickhead, pelan dikit dong…” Ryno menegur sohibnya.

“Aku mau cepat tiba di rumah. Mau nyambung ngentot… lagi enak-enak di suruh jemput orang.” Aku jadi ingat kalo cara berbicara Shaun memang begitu. Untunglah tadi ia tampil gentleman di depan teman-temanku.

“Wah, jadi kamu belum puas? Kan tadi udah dapat jackpot?” Kata Ryno.

“Hehehe…deal-nya kan sampai besok aku bebas mengentotnya… aku mau memanfaatkan setiap detik”

“Dasar… terserah kamu lah.” Kata Ryno, sementara aku diam aja tidak menanggapi ocehan mesum mereka. Apa lagi aku gak tahu apa yang terjadi.

Benar juga Shaun tampak terburu-buru masuk ke rumah, langsung masuk kamar lagi. Untunglah Kak Ryno membantu aku mengangkat koper yang dititip di kantor masuk ke dalam. Kak Ryno menyuruh aku masuk dan menunjukkan di mana aku tidur.

“Nanti kamu tidur dengan Arlita, gak masalah kan?”

“Gak apa-apa Kak!” Aku penasaran siapa itu Arlita, mau tanya tapi malu. Aku juga baru tahu ternyata Kak Ryno juga tinggal di sini, tepatnya menempati kamar yang satunya. Aku penasaran kalo Kak Titien juga ada. ‘Mungkin lagi kerja di New Jersey.’

Kak Ryno memberikan aku handuk dan peralatan mandi, lalu menyuruhku untuk mandi dulu sebelum makan malam dengannya. Ia menungguku di luar sambil menonton TV. Tahu aja apa yang kubutuhkan.

Setelah mandi, aku langsung menuju meja makan. Ternyata Kak Naya sudah pesan makanan lewat Uber Eat, dan semuanya sudah tersaji di meja makan. Shaun belum keluar kamar, dan aku masih mendengar suara desahan serta jeritan kecil. Pasti lagi ngentot…

“Waduh kak, banyak sekali makan yang dipesan!” Aku membantu mengatur makanan di meja.

“Itu sebabnya kamu harus makan banyak, habiskan semua ini!”

“Aku merepotkan Kak, jadi malu… udah dikasih tumpangan, tempat nginap, eh dikasih makan enak lagi!”

“Eh, gak boleh pake kemaluan segala. Kamu juga kan keluarga!” Kata-kata Kak Ryno terkesan bercanda, tapi dengan mudah membuat aku nyaman. Siapa saja pasti merasa nyaman mendengar kalo diterima di tempat ini sebagai anggota keluarga.

Terpaksa malam itu aku makan berdua dengan Kak Ryno. Ia juga banyak diam, seakan gak mau mengganggu Shaun. Tadi juga TV dipasang tanpa suara. Aku juga ikutan diam… tapi tak lama kemudian Kak Ryno yang memecah kebuntuan dengan bertanya-tanya soal aku dan Doni.

“Kamu sudah memikirkan pernikahan, Cher? Kamu dan Doni kan gak muda lagi… udah kerja lagi! Aku yakin kamu serius dengan Doni.”

“Iya sih Kak, kami sudah berencana ke sana. Tapi sampai sekarang masih ada hal yang mengganjal di hatiku…” Entah kenapa aku sharing dengannya.

“Apa aku boleh tahu?”

“Nanti aja kak, belum sekarang!” Aku mengelak, malu ah. Masak baru ketemu sudah mau curhat.

“Kamu masih meragukannya? Doni benar-benar mencintaimu kok!” Kak Ryno kasih nasihat.

“Iya Kak, aku tahu itu. Aku juga mencintainya… Doni itu masa depanku”

“Apa kalian lagi kumpul uang? Kalo soal uang kan ada aku dan Titien yang bisa talangi. Pasti kami akan bantu kalian!” Aku jadi terharu mendengarnya. Aku juga ingat kalo Kak Titien pernah mengungkapkan hal yang sama.

“Bukan kak, kalo pun kami menikah gak harus pesta besar-besaran. Cukup keluarga dekat, supaya gak keluar banyak uang. Lebih baik jadi modal usaha.”

“Oke, kalo begitu kamu diskusikan baik-baik dengan Doni. Aku yakin kamu akan mendapatkan jalan keluar yang terbaik. Dan kalo butuh apapun, jangan malu-malu hubungi aku atau Kak Titien.”

Aku masih diam… Gak tahu mau bilang apa. Hanya bisa bersyukur bisa dapat Kakak ipar yang sempurna seperti mereka berdua. Mungkin gak ada orang yang lebih perfect dari mereka… udah kaya, punya pekerjaan yang bagus, terkenal dengan prestasi mereka, pinter dan terlebih lagi penyayang dan suka membantu…

Aku ingat cerita Doni kalo kos-kosan milik Kak Titien tidak mengambil keuntungan apa-a[a. Acap kali ia menerima orang-orang susah dari kampung yang mau kuliah. Kalo ada orang kampung yang datang ke Manado dan butuh tempat nginap, kos-kosan itu selalu menjadi tempat persinggahan mereka. Di mana lagi bisa dapat tempat tinggal yang nyaman tapi gratis?

Aku masih melamun ketika Kak Ryno sudah duluan membawa piring kotornya ke tempat cuci piring. Langsung aja aku mengejar

“Kak, gak usah. Nanti aku yang cuci!” Aku merampas piring Kak Ryno dan mulai mencuci. Kak Ryno ingin membantuku, tapi aku gak ijinkan.

“Kamu kan tamu, Cherry. Masak tamu disuruh cuci piring?”

“Eh, tadi Kak Ryno bilang aku anggota keluarga sendiri. Kok sekarang udah jadi tamu?” Aku membalas perkataannya.

“Eh iya sih! kalo gitu sekalian masak dan pel yah… hahaha”

“Hahaha… dasar!” Aku mencubit pinggang Kak Ryno, yang dibalas dengan tawa.

——-

Setelah mencuci piring, aku menemani Kak Ryno menonton film. Entah kenapa ia kelihatan gelisah malam ini. Aku duduk mendekat dan memegang tangannya… Kak Ryno hanya tersenyum dan terus menonton. Sesekali ia mencium rambut di kepalaku, dan melingkarkan tangannya di pundak. Aku merebahkan tubuhku bersandar di tubuhnya… rasanya nyaman.

Ruang nonton ini hanya dekat sekali dari kamar Shaun, dan suara desahan serta rintihan wanita terdengar makin jelas aja. Kedengaran mereka bermain dengan pelan tapi penuh perasaan. Aku makin penasaran siapa pacarnya Shaun.

‘Apa Kak Ryno gelisah karena mendengar mereka? Ah… gak mungkin.’

“Kak… belum ngantuk?”

“Aku tunggu Lita dan Naya. Mereka bilang mau pulang biar sudah larut malam. Awalnya Lita berencana tidur di studio, karena persiapan panggung sekaigus latihan geladi bersih. Tapi begitu dengar kamu ada, ia langsung minta dijemput pulang. Lita sudah penasaran mau ketemu kamu!”

Aku masih belum ngeh siapa yang dimaksud dengan Lita. Kalo Naya sih sudah lama aku dengar sebagai adik angkat Kak Titien. Mungkin aja mereka itu teman-teman baik dari Kak Titien. Tapi biarlah, sebentar kan pasti akan kenalan.

Sementara itu aku terus menonton dengan Kak Ryno, sampai terdengar bunyi mobil di parkir di luar.

“Itu pasti mereka, kita jemput di luar yuk?” Kak Ryno mengajak aku berdiri, dan dengan segera kami menanti mereka di luar. Kami turun ke lantai dasar untuk menyambut mereka…

Ternyata Kak Shania juga sudah pulang, kelihatan ia berjalan ditemani oleh Aldo dan seorang gadis lainnya yang lagi mengenakan pakaian penari. Apa dia yang bernama Lita?

“Kak Cherryyyyyyy!” Suara gadis itu melengking dari jauh, dan ia segera berlari mendekatiku.

‘Eh tunggu… suaranya aku kenal sekali… itukan?

“Deyara?”

Benar aja, gadis itu langsung berlari dan memelukku erat-erat. Aku balas memeluk dan menumpahkan rasa rinduku kepada gadis itu. Kami berdua berpelukan cukup lama, sampai Kak Shania dan Aldo tiba menyusul Deyara.

“Eh, kalian sudah saling kenal?” Kak Shania jadi kaget melihat kedekatan kami.

“Tentu saja… ini kakak tersayangku, Kak Cherry!” Deya memperkenalkan aku ke Kak Shania.

“Iya kak, aku mengenalnya dengan baik.” Aku kembali bersalaman dengan Kak Shania dan Aldo, dan kembali ke apartemen kami.

“Ternyata tinggal aku yang baru mengenalmu, Aldo, Ryno dan Deya mengenal mu dengan baik, dan tadi kamu sempat panggil Shaun, Dickhead…” Kak Shania baru sadar.

“Apa kamu juga mengenal Kak Titien?” Kak Shania bertanya.

“Istrinya Kak Ryno? tentu saja aku kenal dekat” Aku menjawab dengan mantap.

“Wah… kalo gitu gak salah aku mengajakmu nginap di sini! Ternyata aku masih mampu menilai orang baik pada pertemuan pertama” Kata Kak Shania sambil menggandengku.

“Iya, aku juga bilang kalo dia itu sudah jadi anggota keluarga…” Kak Ryno menyambung.

“Oh yah?”

“Iya, makanya ia yang cuci piring tadi!”

“Hahaha….!”

——-

“Mereka masih ngentot?” Kak Shania bertanya padaku setelah ia keluar dari kamar. Gadis itu sudah memakai pakaian tidur.

“Iya, sejak kami tiba, Shaun langsung buru-buru masuk kamar, dan mereka belum pernah keluar kamar sampai sekarang…”

“Berarti si Virgin belum keluar menemui mu?”

Aku menggeleng walau gak mengerti siapa itu Virgin.

“Kalo begitu aku yang masuk dan suruh ia menyapamu dulu…” Kak Shania bergerak menuju pintu.

“Eh… aku punya ide lebih baik…” Deya menahan tangan Kak Shania.

“Kak Cherry aja yang masuk, bikin mereka kaget… lalu kita lihat apa yang akan terjadi…” Deya senyum-senyum seakan mengingat sesuatu.

Usul yang langsung aku tolak. Masakan aku disuruh mengagetkan orang yang lagi em-el. Tapi atas desakan mereka semua, terpaksa aku iyakan. Mana Kak Ryno pake bawa-bawa istilah keluarga lagi…

Akhirnya aku dipaksa pergi… dan Deya harus mendorong aku supaya sampai di pintu. Mereka semua mundur selangkah dan menanti apa yang akan terjadi. Aku mulai memutar gagang pintu dan membuka pintu pelan-pelan.

Benar aja, tampak di kamar ada dua orang yang lagi ngentot dengan nafsunya. Kayaknya sudah hampir nyampe, keduanya memburu orgasme yang sudah sangat dekat… sang gadis malah sampai teriak-teriak karena nikmat. Pinggulnya sudah terangkat tinggi dan terus dikejar oleh sebatang penis yang sangat besar dan berurat…

“Dickhead… terus, tusuk terus…aahhh! Sirami rahim aku… ahhhhh”

Astaga… aku kayaknya mengenal suara itu…

“Yah… terus Dickhead… aku dapat…ohhh!” Kata-kata gadis itu sangat vulgar mengejar orgasme, dan tiba-tiba tubuhnya mengedan dan berkelojotan. Gadis itu orgasme…

“Aaaaarrrrggggghhhhhhhh!” Jeritan yang mengantar orgasme itu terdengar penuh dengan luapan emosi. Dashyat banget…

Tak lama kemudian ia terhempas pasrah sambil menarik nafas panjang… sementara sang cowok masih aja memompa perlahan-lahan. Kayaknya belum dapat…

Aku makin mendekat setelah melihat wajah gadis itu. Ia membuka matanya. Astaga! benar sekali itu dia…

“OMG! Kak Titieeennn?”

"Degh!"

——-

Dua jam sebelumnya…


POV Titien

“Shaun, langsung nyodok masuk aja gak bilang-bilang!”

Aku terbuai dengan cumbuan Shaun, sampai gak menyangka kalo kontolnya udah dari tadi berada di gerbang liang nikmatku. Dan ketika Shaun memasuki tubuhku, aku langsung terbang melayang…

Beda jauh dengan waktu taruhan tadi, kali ini Shaun menyetubuhiku dengan penuh perasaan, dengan penuh cinta. Makanya rasanya jauh lebih nikmat.. plong banget.

Shaun memompa dengan perlahan-lahan, dan aku terus meresapi pergerakan kontol beringas yang terus menggesek dinding vaginaku dengan gerakan lembut… yah lembut tapi penuh tenaga, halus tapi sangat terasa.

Shaun terus mencumbu ku, bibirnya terus melumat bibirku dan sesekali mampir ke leher dan telingaku… sementara tangannya terus meremas dan membelai dua gunung kembar yang kini sudah terasa sangat sensitif. Aku benar-benar terbuai dalam telaga kenikmatan nafsu.

Shaun memang perkasa, kontolnya terus memompa masuk dengan kecepatan yang stabil. Gak tergesa-gesa lagi, tapi memainkan irama… ia mengikuti pergerakan pinggulku, kadang cepat, kadang pelan, membentu suatu tarian yang serasi seperti air yang mengalir. Ini nikmat sekali… Tak terasa sudah hampir sejam kami berdua berada dalam peraduan nikmat, mendaki dengan perlahan-lahan… puncak sudah kelihatan.

Shaun makin aktif dan gerakannya makin menuntut, kontol itu kok rasanya makin keras aja… menggesek halus liang nikmat tapi membuainya… aku berdesis. Ini nikmat sekali, melayang halus… nafsuku sudah dipuncak. Shaun juga mulai mendengus…

“Ah… Shaun nikmat sekali…aaahhhh… aku udah gak tahan… aduhhhhh”

“Keluar aja Titien…” Shaun masih terus memompa dengan kuat sambil menyuruh aku duluan.

“Iya, cepat Shaun… aku dapat.. ahhh… ahhhh!”

Tubuhku mulai bergetar, mulai kejang-kejang seakan berkontraksi kuat…

“Aaaaarrrrrgggghhhhhhh!” Suatu jeritan panjang menghantar orgasme yang ku dapatkan. Tubuhku melengkung dengan pundak terangkat…

Shaun berhenti menusuk, membiarkan aku menikmati orgasmeku. Aku tahu ia belum dapat, dan aku tahu kalo ia memang berencana membuat aku keluar duluan. Mungkin membalas perlakuanku tadi pagi. Dasar cowok gak mau kalah.

“Gimana Tien?”

“Kamu hebat Shaun…” Aku masih mengambil nafas, ketika kontol itu kembali bergerak keluar masuk.

“Shaun, jangan lama-lama. Aku sudah cape!”

Dari awal aku memang main lepas, pasrah, sementara Shaun terus menggunakan kecakapannya memperlakukan wanita. Shaun makin buas… kayaknya ia gak jauh lagi, dan sentakan-sentakannya kembali membuat aku bernafsu lagi. Wah, hebat juga cowok ini.

Tepat disaat kritis ketika jarak yang memisakan Shaun dan puncak asmara tinggal dihitung dalam detik, sebuah hape berbunyi dengan nyaring seakan berteriak.

“Kring… kring… kring…!”

Aku jadi stress… kayaknya kesenangan kami akan terrenggut dengan paksa. Shaun segera mencabut kontolnya dan melihat ke arah telpon.

“Ihhh… siapa sih yang ganggu, pake telpon segala…!”

“Siapa Shaun?”

“Naya…”

“Kalo begitu angkat dulu…”

“Tapi kan? eh… gak lama lagi…!”

“Gak apa-apa. Angkat dulu, aku gak kemana-mana kok!”

Akhirnya Shaun mengangkat telpon, dan tersambung dengan tunangannya. Shaun sempat berbincang sebentar lalu ia bangun dan mengenakan pakaiannya…

“Kemana Shaun?”

“Ke exhibition center, ada yang harus dijemput!”

“Oh ok, aku tunggu sini yah!”

“Iya… nanti kita lanjut.”

Aku hanya terus memandong cowok yang tergesa-gesa mengancingkan bajunya. Pasti ia stress… kentang itu benar-benar gak enak. Bagus lah supaya aku dapat kesempatan untuk memulihkan diri biar hanya beberapa menit.

——-

Tak terasa ada orang yang mengganggu tidurku, aku digulingkan hingga terlentang.

“Eh Shaun, kenapa buru-buru?” Siapa yang gak kaget, barusan masuk kamar, cowok itu langsung buka baju. Pasti mau lanjutkan yang tadi.

“Tien, kita lanjutin yah…” Shaun udah nafsu banget.

“Ok deh!” Aku pasrah.

Kami berdua saling menelanjangi satu dengan yang lainnya. Entah kenapa gairahku cepat sekali datang… apa karena tadi sempat dapat?

Dan tak lama kemudian kami berdua sudah dikuasai nafsu. Dari tadi Shaun mencium aku dengan lembut dan belaian yang membuai. Memekku sudah basah kuyup.

“Bless” Batang besar itu kembali tercolok di memekku, dan suatu sensasi yang indah kembali kurasakan terstimulasi oleh gesekan di dinding vagina. Geli sekali…

Aku mulai memutar pinggul melayani permainannya, dan kembali gerakan kami menyatu, laksana air yang mengalir. Shaun makin jago mendapatkan irama… Aku langsung melayang, apalagi karena ia terus membelai payudaraku.

Aku hanya pasrah menikmati permainannya, membiarkan diriku dibawa menuju puncak asmara. Aku mau ini cepat selesai, udah malam. Gak enak kalo mereka sudah keburu pulang. Sementara itu Shaun terus memompa dengan bersemangat, sehingga tubuhku gemeteran. Yah, ini tandanya. Aku mulai merasakan kalo orgasme mulai mengintai..

“Aaahhh uhh..ahhh…” Aku mendesah dan merintih.

Shaun juga udah hampir nyampe. Nafasnya sudah ngos-ngosan, tapi kemudian aku mendengar suara aneh diluar.

"ddrrrrzzzz!"

“Eh, apa itu?” Terdengar seperti suara air mengalir, pasti ada yang membuka kran. Shaun tak menggubris pertanyaanku. Ia masih aja memompa. Sementara itu aku terus berkonsentrasi mencari dengar, kayaknya terdengar suara seperti orang mencuci piring. Astaga, ada orang diluar.

“Shaun… tunggu dulu. Ada orang diluar!” Aku menahan dadanya.

“Itu Olyvia, gadis yang disuruh Naya jemput. ia mau nginap di sini malam ini.” Kata Shaun menjelaskan.

“Jadi kamu pergi jemput orang tadi?” Aku kira hanya barang yang dititip.

“Iya…katanya teman dari Naya"

“Apa mereka dengar kita tadi?” Aku jadi gugup.

“Udah dong, jangan bikin kentang lagi…”

“Kamu kan suka kentang goreng?” Aku malah bercanda. Tapi kali ini ingin berkonsentrasi lagi di permainan Shaun.

“Virgin, ayolah, udah dua kali aku dikentangi.”

——

Setelah mendapatkan irama kembali, segala sesuatu jadi lebih mudah.

Kali ini aku gak perduli lagi kalo ada orang di luar. Tadi ada sempat dengar suara pintu dibuka, tapi aku gak peduli lagi. Palingan Naya yang pulang… aku terus main lepas, gak malu-malu lagi menjerit dan mendesah. Aku sudah sangat dekat….

Shaun memang jago membahagiakan wanita, gerakannya mantap. Walau pinggulku sudah terangkat tinggi menahan geli, kontol garang itu terus mengejar… memompa dan menusuk dalam… Aku hanya bisa menyerah pasrah, siap mendapatkan orgasmeku…

“Dickhead… terus, tusuk terus…aahhh! Sirami rahim aku… ahhhhh” Aku malah menjerit minta dientot…

“Yah… terus Dickhead… aku dapat…ohhh!” Suaraku makin vulgar aja. Tapi aku gak pusing lagi, tubuhku sudah berkelojotan…. dan mengedan dengan kuat.

“Aaaaarrrrggggghhhhhhhh!” Liang rahimku jadi basah kuyup mengantar orgasme… Shaun memang jagonya membuat cewek bahagia. Aku memeluk cowok itu kuat-kuat dan menciumi bibirnya dengan sengenap tenaga. Tak lama kemudian tubuhku terhempas pasrah ke ranjang sambil merem nikmat.

Shaun membiarkan aku sejenak menikmati orgasmeku, dan kemudian ia mulai bergerak lagi. Dan aku hanya pasrah sambil merem ketika ia kembali memompa perlahan-lahan. Shaun belum puas…

Aku membuka mataku ketika mendengar ada gerakan kecil didekat kami. Ada seseorang di kamar… Dan ketika aku memandang, aku kaget ternyata ada seorang gadis.

“OMG! Kak Titieeennn?”

“Eh, siapa itu?” Aku kaget. Suara yang sangat aku kenal… aku jadi was-was.

“Eh… Shaun tunggu… Astaga…!” Aku meronta lepas ketika melihat gadis itu membuka tangannya dan mendekat…

‘Degh!’

“Cheerriiiiieeeee!” Kenapa ia ada disini? Astaga! ia betul Cherry… dan ia menatapku sambil tersenyum mengejek.

“Udah nyampe, Kak?”

OMG! Cherry menciduk aku lagi ngentot dengan Shaun… astaga… tanpa berpikir lagi aku langsung lompat keluar bangun dan lari keluar kamar sambil berteriak kuat…

“Aaaahhhhhhhhhhggggg!” Aku menutup mukaku.. malu sekali ketahuan lagi selingkuh. Dan ketika sampai diluar ternyata ada banyak orang menunggu aku. Aku hanya bisa diam terpaku.

“Tuh kan, apa yang ku bilang… kita dapat show gratis! Hahaha…” Suara Deya terdengar jelas meledek aku.

“Wah, Kak… kok lari keluar? Hahaha….” Suara Naya juga terdengar ikutan meledek.

“Astaga Kak Titien!” Suara Aldo terdengar kaget. Mungkin kaget aku masih telanjang bulat.

“Sayang! Ngapain di sini… tuh Dickhead masih belum keluar… Hahaha..!” Suara Ryno juga terdengar menegurku sambil meledek.

Aku gak tahan lagi, langsung ku peluk tubuh Ryno kuat-kuat dan bersembunyi di dadanya menahan malu. Ini benar-benar memalukan...

“Hahahaha… astaga…!” Semua orang tertawa, bahkan Cherry sudah ikutan keluar kamar hendak menemuiku. Sementara itu Shaun juga ikutan keluar dengan kontol masih tegang. Semuanya tertawa melihat tingkahku.... pasti menertawai kesialanku.

“Kenapa sayang?” Ryno membelai rambutku… kami saling bertatapan.

“Huh…aku malu sekali!” Aku terus memeluknya kuat-kuat!

“Apa karena Cherry?”

Aku gak menjawab. Mereka semua masih tertawa…

“Kalo gitu aku minta maaf” Kata-kata Ryno membuat aku terhenyak. Ada apa?

“Eh, kenapa?”

“Karena ini…!” Tangan Ryno tiba-tiba meremas kedua toket telanjangku kuat-kuat dan langsung membuat aku kelabakan… Gerakannya sungguh cepat tanpa bisa dihindari.

“Tuuuuuttttttttt!” Bunyi kentut yang sangat kuat keluar juga… aku gak bisa tahan lagi. Romeo sudah tahu semua kelemahanku.

“Aaaahhhhhh!” Aku kembali berteriak. Kali ini berlari menjauhinya, balik masuk lagi ke kamar dan menutup pintu. Langsung aja pintu ku kunci dari dalam.

Suara tertawa di luar makin riuh… mereka pasti makin terpingkal-pingkal mendengar kentutku yang khas. Aku jadi tertawa sendiri, kok bisa yah?

“Iya, aku baru ingat, Kak Titien selalu kentut sehabis orgasme!” Suara Naya terdengar di sela-sela tawa.

“Jadi hutangnya sudah lunas kan Cher! Pake bonus kentut lagi… Salah sendiri Kak Titien yang duluan buat seperti itu” Suara Deya mengingatkan aku kalo dulu aku juga pernah melakukan hal yang sama waktu Cherry dan Doni ngentot, ataupun waktu Deya dan Aldo.

Ternyata mereka mau balas dendam. Aku tambah malu… ini kalo Doni sampai tahu, mau taruh di mana lagi mukaku.

“Aku masih gak nyangka yah… Kak Titien…!” Suara Cherry juga terdengar disela-sela tawanya.

“Iya gak nyangka tubuhnya seksi sekali!” Ujar Aldo sebelum ia menjerit kesakitan. Mungkin aja dicubit oleh Deyara atau Cherry.

Ryno masih terus tertawa. Dasar suami geblek… istri lagi diejek, dianya malah tertawa. Aku juga baru ingat kalo ia yang buat aku kentut…

“Eh, Titien… tunggu dulu. Aku masih kentang!” Suara Shaun terdengar melengking dan mengetuk pintu kamar.

“Makan tu kentang!” Aku berteriak dari dalam.

"Hahaha...!"


——

Besok paginya… masih pagi-pagi buta aku lagi berduaan dengan Cherry. Memang sih kita sudah janjian bangun pagi untuk menyiapkan sarapan.

“Mudah-mudahan kamu gak menganggap aku cewek murahan, Cher!” Aku mendekati gadis itu lalu duduk disampingnya.

Cherry hanya menggeleng kepala sambil tersenyum…

“Bagaimana mungkin aku mengganggap Kak Titien seperti itu!” Ia menjawab dengan mantap.

Aku menghela nafas, bersiap untuk ngomong. Dan Cherry pun menggenggam tanganku sambil bersandar di bahu. Aku melihat jam, baru jam 4.30, masih subuh, masih ada banyak waktu. Untung sekali sepagi ini Cherry sudah bangun dan menunggu sendirian di ruang nonton! Ini kesempatan bagiku untuk berbicara dari hati ke hati…

“Kak, apapun yang terjadi aku tetap menganggap Kak Titien orang yang paling aku hormati dan banggakan di dunia!”

Kata-kata Cherry memberi semangat kepadaku untuk mengungkapkan isi hati. Cherry boleh tahu semua rahasiaku. Seperti kata Ryno tadi malam. Kami kan keluarga…

Akhirnya aku menceritakan hubunganku dengan Shaun, perselingkuhan yang diijinkan oleh Ryno sendiri. Tak ada yang kututupi, semuanya ku ceritakan, terutama hal-hal yang terjadi sejak kedatangan Deya yang hampir membuat rumah tangga kami berantakan. Cherry sampe kaget mendengarnya, tapi ia terus menatapku sambil tersenyum…

“Wah, jadi Deyara sudah pernah em-el dengan Kak Ryno?”

Aku mengangguk…

“Bagi kami gak masalah, Cher. Akhirnya aku kini sudah mampu menerimanya. It’s just sex… nothing else… although I don’t think I could do it with any stranger.”

Cherry menggenggam erat tanganku, menyatakan kalo ia mengerti. Aku juga jadi plong sudah sharing dengan gadis ini.

“Tadi malam aku malu sekali waktu lihat kamu di kamar!” Aku memeluknya erat seakan mengeluarkan semua perasaan.

“Hehehe.. maaf Kak. Deya dan Kak Ryno yang suruh aku masuk duluan. Katanya untuk balas dendam!” Cherry meledekku.

“Hahaha… iya sih, aku ingat sempat membuat kalian show-off di Makasar…” Aku balas mengingatkan Cherry kalo dulu juga ia bereaksi sama denganku.

“Deya juga cerita kalo pernah mengagetkan dia dan Aldo di hotel!” Cherry masih terkekeh.

“Iya, ternyata bukan aku doang yang nakal… kalian juga!” Aku tertawa.

Tak lama kemudian kami diam, terlena dengan pikiran masing-masing.

“Kak… maaf aku gak bilang-bilang kalo mau datang kemari!” Cherry menatapku.

“Eh iya, bagaimana sampai kamu ketemu dengan Shania?” Aku memanggil nama asli dari Naya, karena sejak kemarin, Cherry terus memanggil dengan nama itu.

Cherry bercerita tentang peristiwa kemarin, bagaimana ia disambut dengan baik oleh Naya di kantor. Ia juga menceritakan soal pelatihannya di Toronto yang masih akan berlangsung lebih sebulan lagi. Aku bangga sekali mendengarnya.

“Jadi ia juga gak kenal kamu? Beruntung sekali ia mengundangmu kemari” Aku menyimpulkan.

“Iya Kak, Kak Shania terus memanggil nama asliku, Olyvia. Dan ia kaget melihat kalo Kak Ryno dan Deyara sudah mengenalku.”

“Wah dunia ini sempit, yah!”

Cherry bercerita tentang hasil pertemuannya dengan Shania dan rencana-rencana ia kedepan. Ia juga bilang kalo Shania selalu bercerita kalo ia punya seorang Kakak yang terus menjadi sumber inspirasinya.

“Aku gak tahu kalo ternyata itu Kak Titien! Padahal sebelumnya aku ingin sekali bertemu dengan orang itu.” Cherry sekali lagi menyangjungku.

“Tapi kamu gak kecewa kan lihat kelakuanku tadi malam?” Aku bertanya.

“Gak kok, hanya kaget aja…”

“Kaget kalo aku nakal sekali yah?” Aku tertawa menyembunyikan rasa malu.

“Bukan kak… kaget karena gak nyangka Kak Titien bisa kentut kuat gitu… hahahaha!”

“Ihhh… nakal!” Aku hendak mencubitnya, tapi Cherry cepat menghindar. Ia langsung berdiri menjauh, tapi aku terus mengejarnya. Dan ia lari menuju ke ruang nonton. Akhirnya aku bisa menangkapnya disana setelah kejar-kejaran hampir lima menit… Cherry hanya tertawa.

Aku memeluknya.

“Cher, aku senang sekali kamu disini. Aku bisa ada teman, soalnya mereka semua sibuk, sedang aku hanya sendirian.” Aku mengeratkan pelukanku. Cherry hanya tersenyum.

“Kan ada Kak Shaun yang temani?”

“Eh, kamu ledek lagi aku sekali, aku akan cubit beneran!”

“Hehehe… iya kak!” Kami tertawa. Udah lama aku gak tertawa seperti ini, gadis ini sangat menyenangkan gak heran Doni sampai klepek-klepek dibuatnya.

“Kamu temani aku masak yah, udah jam lima!”

“Iya, aku kan bangun pagi karena mau ikutan masak!”

Dengan cekatan kami berdua bekerja menyiapkan bumbu masakan spesial, yang simpel aja sih, Ayam semur kecap. Cherry ternyata bisa masak, bisa dilihat dari cara ia menggunakan pisau, dan irisannya yang tipis-tipis.

“Wah, beruntung sekali Doni, punya calon istri yang cekatan di dapur bukan hanya di tempat tidur”

“Eh, belum cicip masakanku udah kasih pujian, cicip dulu dong kak!’ Cherry membalas. Ada aja…

“Kapan kamu berencana kawin dengan adikku? Kalian kan sudah punya penghasilan tetap. Jangan lama-lama”

“Iya kak… tadi malam juga Kak Ryno tanya begitu”

“Iya, kamu bilang ada sesuatu yang mengganjal. Kamu boleh ngomong kok, nanti kami bantu sebisanya.” Aku menegaskan kembali kata-kata yang pernah kuucapkan dulu.

“Bukan soal uang kak!”

“Kamu masih belum yakin dengan Doni?” Aku terus mengejar.

“Bukan, Kak. Gak kok… aku mencintainya, dia masa depanku!” Cherry menatapku, dan aku bisa melihat kejujuran di matanya. Berarti adikku beruntung sekali.

“Kalo gitu apa?”

Cherry menarik nafas panjang, seakan ingin menyatakan sesuatu yang agak berat.

“Gini kak, aku ingin kalo Doni tamat kuliah sebelum kami kawin”

“Itu bagus sekali!” Aku memberikan suport. Cherry tersenyum.

“Itu aja Kak, aku hanya mau ia punya gelar sarjana ditulis di undangan.”

"Dan Doni?"

"Entahlah... Kak Titien tahu sendiri gimana orangnya."

“Kalian bertengkar soal itu?” Aku kejar lagi…

“Gak sih, aku juga gak bilang langsung didepannya. Tapi aku terus memberikan signal, tapi Doni kayaknya gak ngerti atau gak mau. Tampaknya Ia tidak tertarik lagi soal gelar akademis.”

“Kamu mau aku bicara dengan Doni?”

“Jangan Kak, aku mau itu inisyatifnya sendiri, bukan paksaan. Lagian, aku sudah berpikir untuk menerima keadaan, kalo memang ia gak mau kuliah aku akan belajar menerimanya.” Cherry tersenyum. ‘Cherry kamu sunggu berharga… bodoh sekali adikku kalo bisa melepaskan gadis yang sangat baik ini.’

“Sekarang ini kuliahnya sudah sampai di mana?”

“Ia tinggal menyelesaikan skripsi, malah proposalnya udah disetujui dan ia juga sudah selesai mengambil data. Jadi praktisnya tinggal menulis bab 4 dan 5, tapi sampai sekarang tidak ada tanda-tanda ia akan melanjutnya studinya. Padahal semester depan sudah lewat masa studi maksimum-nya, jadi nilai-nilai sebelumnya bisa kadaluarsa” Cherry menceritakan dengan lengkap.

“Kamu tahu kenapa ia gak lanjut-lanjut?” Aku baru dapati ternyata Cherry tahu banyak persoalan akademis adikku.

“Kayaknya Doni masih kecewa dengan dosen pembimbing brengsek yang ia temui dulu, tapi itukan sudah lama” Cherry menceritakan padaku peristiwa tiga tahun lalu, yang menyebabkan Doni besitegang dengan seorang dosen. Udah jelas Doni yang benar, tapi sang dosen gak mau terima, dan Doni tidak diijinkan lanjut sebelum ikut koreksi dosen itu.

“Jadi karena itulah aku gak mau mendesak Doni supaya lanjut! Karena ini bukan lagi soal Doni gak mampu, tapi menyangkut harga dirinya”

Aku makin mengerti situasinya, dan kayaknya aku harus main tegas dengan anak begal itu. Namanya mahasiswa harus ikut apa kata Dosen. Kenapa sih ia gak bisa diatur, persis seperti waktu ia SMA dulu.

“Nanti aku tanya ke Doni siapa tahu ia butuh bantuan.” Mungkin hanya itu yang aku bisa buat.

“Iya kak, tapi gak usah desak yah?” Cherry bermohon lagi. Harusnya anak begal itu ditabok otaknya oleh Cherry, bukan dibelain.

“Yuk kita bangunkan mereka, udah waktunya makan!”

Tak terasa sudah cukup lama kita berbicara, dan makanan sudah siap. Pas jam untuk membangunkan orang-orang sibuk itu.

“Aku bangunkan Deya, Kak!” Cherry langsung beranjak menuju kamar.

——-

“Wah, makan pagi ini istimewa yah!” Kak Ryno memuji masakan kami, ketika kami semua sudah berkumpul menghadap meja makan.

“Enak juga ada Cherry, Kak Titien jadi tambah semangat masak!” Deya ‘memuji’ aku sekaligus menyindir Cherry yang hanya tersenyum tak mengerti maksud Deya.

“Iya, ternyata ada gunanya juga aku bawa Cherry kesini, biar hanya jadi cheerleader!” Naya juga ikutan ngomong, kali ini memperjelas maksud Deya…

“Eh, enak aja… aku juga masak kok!” Cherry protes ketika ia baru sadar apa maksud Deyara tadi.

“Yang bener, aku gak pernah lihat Princess Cherry masuk dapur” Aldo juga ikutan bersuara.

“Iya, bisanya paling hanya indomie dan telur goreng!” Kata Deyara memanas-manasi gadis itu.

Kami tambah rame disini, pagi-pagi Aldo sudah datang kesini untuk menjemput Naya ke airport. Aldo dan Naya hendak ke Reno pagi itu untuk urusan bisnis, menindak lanjuti pertemuan dengan investor tadi malam.

“Eh, pacarku aja gak protes, kenapa kamu yang rewel!” Cherry membalas ledekan Aldo. Tampak wajah cowok itu jadi merah mendapat balasan dari Cherry.

Aku baru ingat cerita Doni kalo ia bersaing dengan Aldo untuk mendapatkan Cherry. Apa Aldo masih menyukai Cherry sampai sekarang? Ah, gak mungkin. Ia kan sudah punya Deyara yang gak kalah cantiknya.

“Udah, gak usah bertengkar, kita makan dulu… hari ini sibuk lho!”

Kata-kataku langsung didengar, dan kami semua langsung duduk menghadap meja makan, dan mulai mengambil makanan.

Dengan riang kami semua makan bersama, dan seperti sudah diatur, Cherry yang menjadi sasaran ejekan dan sindiran kami waktu makan. Baguslah, supaya mereka gak ungkit-ungkit lagi peristiwa aku dan Shaun.

Cherry juga tampak sangat gembira mendapatkan perhatian dari kami, Ia terus bilang kalo udah menjadi bagian dari keluarga.

“Kak Ryno, tadi malam bilang kalo Naya mau kemari… kenapa gak jadi? Aku sudah banyak dengar tentang adik angkat Kak Titien, cuma sampai sekarang belum pernah ketemu!”

Kami semua terdiam mendengar perkataan Cherry… ternyata ia belum tahu. Aku baru sadar kalo Cherry baru kenalan dengan Shania kemarin.

“Eh, apa aku salah ngomong?” Cherry bingung melihat reaksi kami.

Shania langsung bangkit dan memeluk Cherry dari belakang. Gadis itu makin bertanya-tanya.

“Gini Cher, sebenarnya Naya itu adalah potongan kecil dari nama lengkapku… Shania (baca Sha-na-ya). Jadi akulah Naya.”

“Eh jadi Kak Naya?” Cherry kaget, ia baru sadar kalo sudah berhadapan dengan Naya dari kemarin.

“Iya…” Naya membelai rambutnya.

“Jadi tempat kos Doni itu pemberian dari Kakak?”

“Iya, sayang!”

Cherry ikutan berdiri dan kini berpelukan dengan Naya. Kedua gadis itu makin merasa sangat dekat satu sama lain.

“Cuma ada satu yang harus aku koreksi, aku lebih suka dipanggil adik ipar Kak Titien, bukan adik angkat.” Naya menambahkan.

“Kok bisa?” Cherry masih belum mengerti.

“Iya, kamu tahu kan dulu kalo Kak Titien itu pacaran dengan Kakak kandungku, Kak Nando. Jadi aku adik ipar sah nya.” Penjelasan yang cukup masuk akal.

Cherry hanya tertawa menanggapinya.

“Eh, aku juga adik ipar sah-nya Kak Titien, karena Kakak kandungku Deyana dulu pacaran dengan Kak Ryno.” Deyara juga gak mau kalah, keduanya berebutan gelar adik ipar.

“Jadi Kak Titien dan Kak Ryno punya dua adik ipar yang sah!” Deyara menambahkan.

“Eh, salah… ada tiga…” Aku langsung protes, sambil menatap ke Cherry. Ia juga menatap balik ke aku, seakan mengerti isyaratku.

“Eh, siapa yang satunya?” Naya bertanya penasaran. Naya dan Deya menatapku penuh tanya. Tapi aku diam aja, gak menjawab.

“Eh, maksud Kak Titien itu aku juga… aku kan pacaran dengan Doni, adik kandung Kak Titien. Jadi aku adik ipar juga!” Kata Cherry, seakan mensahkan statusnya sebagai anggota keluarga.

“Iya yah…” Deya dan Naya langsung ngerti.

“Eh, jadi kamu pacarnya Doni? Pantesan…!” Ternyata Naya baru tahu soal itu. Ia seperti baru ingat sesuatu, dan mulai tersenyum sendiri.

“Pantesan apa, Nay?” Aku bertanya.

“Aku baru ngerti sekarang. Pantesan Deya mati-matian minta Cherry yang kagetin Kak Titien dan Shaun tadi malam. Untuk balas dendam apa yang Kak Titien buat pada mereka di Makasar… hahahaha…” Naya lucu sekali.

“Oh iya, aku ingat Kak Cherry dan Kak Doni sampai lari keluar rumah telanjang bulat… langsung jadi tontonan semua penghuni kos” Deya melanjutkan cerita.

“Dan terpaksa Kak Cherry harus pindah kos karena malu, hahahaha!” Naya gak mau kalah. Kami semua langsung tertawa membayangkan apa yang terjadi.

“Ihhhh… Kak Titien… jangan bocor dong tu mulut. Masak semua orang disini sudah tahu…” Cherry protes, karena aib-nya sudah tersebar kemana-mana.

“Hahaha… kamu lupa yah? kita kan keluarga, dan keluarga gak boleh simpan rahasia.” Aku membalas dengan kata-kata Ryno.

"Astaga jadi kalian? ahahaha..." Ternyata Aldo baru mendengar cerita itu.

"Eh, OMG, Aldooooo! Ihhh..." Cherry malu sekali.

"Hahahaha...!"

——

POV Cherry

“Wah, ternyata ada banyak sekali toko pakaian disini!” Aku masih terkagum-kagum ketika memasuki gedung Las Vegas North Premium Outlets, sebuah mall yang khusus menjual produk bermerek.

Siang ini aku pergi belanja dengan Kak Titien dan Kak Shaun, setelah semua pergi keluar dengan pekerjaan mereka. Kami sempat mengantar Kak Naya dan Aldo ke airport, hendak naik pesawat ke Reno. Mereka janji sebentar sore sudah balik lagi ke Las Vegas untuk melihat show Ryno.

Tadi aku melihat Kak Titien sempat meminjam premium card milik suaminya, kartu yang sangat sakti karena punya banyak diskon dan bonus untuk belanja barang bermerek. Sebelumnya menurut Kak Titien, Deyara yang beruntung menggunakan kartu itu untuk membeli pakaian, aksesoris serta tas premium. Sekarang giliran aku. Wah, mujur sekali aku hari ini.

Aku mulai memilih pakaian yang sesuai dengan selera. Eh, ternyata selera ku gak jauh berbeda dengan Kak Titien. Menurutnya Naya dan Deya memiliki selera yang lain dari kami, mereka cenderung memilih apparel yang bermerek atau yang lagi trend. Sedangkan aku dan Kak Titien lebih mengutamakan bahan dan model, yang sederhana tapi elegan. Mungkin itu yang menyebabkan aku merasa nyaman belanja dengannya… eh, gimana gak nyaman. Dibayarin semuanya…

Baru beberapa toko yang disinggahi, Shaun sudah protes… dasar cowok, gak bisa tahan lama-lama di shopping center. Tapi aku juga harus bersyukur karena Shaun rela jadi kuli angkut kami alias porter. Cukup banyak tas-tas bermerek yang dipegang cowok itu.

“Cherry, aku ke toko sana yah, ada yang mau kubelikan untuk Ryno!” Kak Titien menunjuk ke outlet sepatu olahraga.

“Beres Kak, aku di seputaran sini aja yah!”

Tak lama sesudah kami terpisah, aku kembali bertemu dengan beberapa teman sekelas, dan tentu saja, Juwita ada di sana. Waktu itu aku sementara berada di toko kecil lagi memilih-milih pakaian.

“Cherry, ternyata kamu kesini juga!”

“Eh, hi Wit…” Aku menyapa Wita dan juga semua temanku. Kami bicara basa-basi sekedar menanyakan keadaan masing-masing.

“Harusnya kamu ikut kami tadi, kami ke toko sebelah, jauh lebih modis… barang-barang-nya bermerek lagi.” Juwita mulai pamer lagi.

“Oh, mungkin bukan kelas ku. Aku sih cukup yang murah meriah.” Aku menjawab Juwita sekedarnya.

Padahal aku juga sempat tadi sempat belanja di situ, semuanya dibayarin Kak Titien menggunakan kartunya, sehingga dapat potongan harga hampir 70%. Cukup banyak sih yang ia belikan aku, tapi semuanya dipegang oleh Shaun…

“Kalo Aldo ada disini pastinya aku dibelikan gratis.” Juwita pamer lagi.

“Wit, kenapa Aldo gak ada?”

“Emangnya ia kemana?”

Teman-teman mulai bertanya-tanya soal Aldo, tapi kayaknya Juwita gak tahu.

“Ia sibuk sekali, begitu bangun Aldo dan ayahnya sudah gak ada.” Hanya itu yang mampu ia jawab.

“Aldo? Mereka sudah ke Reno tadi pagi, aku sempat ketemu ketika mengantar Kak Shania ke airport.” Aku keceplos…

“Eh, kamu tahu?” Juwita jadi maklum. Jawaban aku langsung membuat ia sadar, hilang semua pamernya… sedangkan aku hanya tersenyum.

Masih asik bercerita, aku melihat dari jauh Kak Titien dan Kak Shaun menuju kemari. Dengan segera aku mengangkat tangan supaya ia tahu aku disini.

“Eh, itukan senior kita, Titien?” Ternyata gerakanku sempat diperhatikan, dan mereka ikutan menoleh sambil bertanya-tanya.

“Siapa itu Titien?”

“Itu, mantan putri kampus yang kawin dengan artis bule!”

“Oh iya… cantik sekali yah.”

"Oh, ia saya baru ingat sekarang!"

“Ia kayaknya menuju kemari, eh bersama dengan si bule yang tadi malam…”

“Astaga, beruntung sekali kita bisa bertemu disini.”

Ternyata cukup banyak dari mereka yang mengenal kak Titien, padahal sudah cukup lama ia menyelesaikan pendidikan di universitas. Hebat juga Kakak iparku itu.

“Hi, Kak Titien kan?” Juwita menyapanya, dan dibalas dengan ramah.

“Eh, iya… kalian orang Indoneia juga.”

“Iya kak, kami lagi ikut pelatihan dari Humber college, terus jalan-jalan kesini.” Kata Juwita yang menjadi juru bicara.

“Oh, jadi kalian semua teman sekelas Cherry?”

“Eh, Kak Titien kenal Cherry?” Mereka kaget, tapi kali ini aku langsung memeluk kakak iparku didepan mereka.

“Kamu lupa Wit kalo aku pacaran dengan Doni, adik Kak Titien?” Aku memberikan penjelasan singkat tentang hubunganku

“Ohhh iya yah…”

Kak Titien hanya tersenyum.

“Ada lagi yang kamu mau beli? Taruh sini nanti kakak bayar semua…” Kak Titien kembali mengeluarkan kartu premiumnya.

“Cher, jangan banyak-banyak yah, ini aja udah berat… kamu sudah borong banyak sekali!” Shaun protes.

“Astaga Cher, semua ini belanjaanmu?” Juwita kaget mendengar percakapan kami.

“Eh, itu… Kak Titien yang bayarin”

“Wah, enak sekali kau… mau dong dibayarin”

"Hahaha..."

Aku hanya tertawa sementara menjauh, karena kak Titien menarikku meninggalkan mereka.

——-

“Cher, aku jadi kepikiran kata-kata kamu tadi pagi. Aku harus telpon Doni, ingatkan dia kalo masa studinya sudah hampir habis! Aku gak mau kalau matakuliahnya kadaluarsa…” Kak Titien masih stress soal adiknya.

“Kak gak usah, biar Doni sadar sendiri.” Aku menyanggahnya.

“Tapi aku sudah pikir-pikir, Doni harus dikasih ultimatum, kalo tidak anak itu gak pernah akan fokus kuliah.”

"Tapi Kak bisa aja Doni tanggapi lain. Aku gak mau ia ribut hanya gara-gara itu."

Kali ini aku tidak sejalan dengan pikiran Kak Titien. Cukup lama kami berdebat soal Doni, walaupun aku masih bisa menahan diri, tapi agak kesal sudah mendengar Kak Titien memaksakan kehendaknya.

"Cher, Doni itu adikku... aku tahu apa yang terbaik untuknya!"

"Iya Kak, tapi Doni itu bukan lagi anak kecil yang harus diatur-atur!"

Aku jadi gak enak… walaupun kata-kata Kak Titien tidak menusuk tajam, tapi aku merasa salah karena curhat ke dia soal itu. Kak Titien sih bilang berulang kali kalo ini bukan salahku, dan tidak seharusnya aku membela Doni yang jelas-jelas salah. Sedangkan aku bilang kalo Doni itu sudah dewasa, dan harus dibiarkan ia mengambil jalannya sendiri. Kak Titien gak boleh mendiktenya seperti anak kecil lagi.

Cukup lama kami berdebat, adu argumentasi... dan berulang kali aku dan Kak Titien harus menahan emosi agak tidak saling menyinggung. Kami terus ngomong sampai kami berdua kecapaian.

Kami terdiam, terus merenung. Aku masih merasa gak enak… kak Titien juga.

“Cher, aku sudah putuskan. Aku harus telpon sekarang…”

“Kak?” Aku hanya terdiam, dua butir air mata mulai mengalir ke pipi. Aku tak berkata-kata lagi, sementara itu aku juga melihat Kak Titien masih bergumul dengan dirinya sendiri apakah mau telpon atau tidak.

“Kring… kring… kring…!” Tiba-tiba handphone Kak Titien berbunyi.

Ia menatap layar hape lalu terdiam, seakan tak percaya apa yang tertulis disitu… aku mendekat lalu ikutan melihatnya.

“Astaga itu Doni, cepat angkat kak!” Justru si begal itu yang telpon.

Akhirnya Kak Titien mengangkat telpon sambil menarik nafas. Aku tahu Kak Titien ingin menenangkan diri supaya kata-katanya yang keluar tidak disertai emosi. Aku menggenggap tangan kanannya erat… Kak Titien tersenyum.

“Halo.. halo… Kak Titien?” Eh, ternyata ditaruh di speaker supaya aku bisa ikutan dengar.

“Halo Doni, ada apa? Tumben kamu telpon!”

“Gini kak… Kak Titien masih ada file penulisan pake APA style?”

“Iya masih ada di pdf, mau buat apa, Don?”

“Gini kak, aku butuh sekali karena aku lagi buat Daftar pustaka untuk skripsiku. Aku mau ngebut supaya bisa cepat ikut ujian skripsi… malu angkatanku sudah lulus semua, tinggal aku yang disini.”

“Astaga! kamu lagi buat skripsi?”

“Iya kak, sudah hampir selesai. Doakan yah supaya adikmu cepat wisuda…"

Kak Titien girang sekali… kali ini sejumput air mata meleleh di pipinya. Dan tanpa sadar aku memeluk kakakku…

“Tumben kamu mau cepat wisuda!”

“Aku sudah ingin cepat kawin dengan Cherry, kalo aku sudah lulus, pasti ia mau." Kata-kata Doni terdengar seperti siraman air di tanah kering.

"Udah rindu yah?"

"Belum sebulan dia pergi aku sudah gak tahan kak! Makanya aku mau kita cepat menikah” Suara Doni terdengar serak, ternyata ia merindukanku.

"Terus skripsi-mu rencana kapan selesai?"

"Yang pasti secepat ini. Aku mau buat kejutan ke Cherry sebelum ia pulang ke Indonesia, aku sudah ujian skripsi. Cherry pasti girang sekali!"

Doni kemudian menceritakan bagaimana percakapannya dengan kaprodi dan bagaimana dosen pembimbing baru dengan cepat menyetujui rencana-rencananya.

Aku gak lagi konsentrasi mendengar ketika Kak Titien mulai berbicara soal lain. Yang pasti aku sudah mendengar apa yang mau aku dengar.

Tak lama kemudian aku mendengar Kak Titien mematikan hape. Wajahnya penuh kebahagiaan. Ia membalas pelukanku kuat-kuat.

“Cherry, kamu dengar sendiri kan?”

“Iya kak…” Suara kami tersendat-sendat menahan haru.

Kami masih aja berpelukan, tanpa memperdulikan sekitar. Shaun hanya sekilas menatap kami, ia lagi asik duduk setelah menaruh barang-barang belanjaan di sampingnya.

Kami tidak peduli… aku sangat bahagia. Kak Titien malah membelai-belai pipiku karena girang.

Come on faggot, get a room!” Aku mendengar ocehan orang disekitar, tapi kurang mengerti artinya.

Tiba-tiba Kak Titien melepaskan pelukannya. Ia kayaknya baru sadar...

“Eh, kenapa kak?”

“Dikirain kita lesbian…!”

“Huh?”

“Hahahaha…!”
 
Terakhir diubah:
Mantap suhu, tapi kasian yah shaun kentang lagi :pandaketawa:

Kyknya sih ada bau" ryno bakal skidipapap sma cherry, ato mgkn cherry nuntasin shaun yg kentang yah :pandajahat:
 
The best story cuckold ever ini sih
Gila gila

Apalagi karakter si virgin gimana gitu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd