Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Mantap! Akankah Threesome terjadi?
Kita lihat saja nanti, saudara.

Waini yang ditunggu-tunggu!!!

NUR HA YA TI!!!
Ditunggu 'interaksi'nya sama Dimas ekwkwkw

Jinan kecil tapi kasar ya. Nafsuin.
Hehe. Enak bang. Hehe

Yah seriusan dimas gabakal "main" sama jinan lagi hu?
Padahal ane jadi lebih seneng baca adegan jinan dimas
Gatau sih, kalo dasarnya udh jadi kampret ya... Gatau. Hehe

Ini kity belum keluar terus aya juga mau muncul? Fix kampret tambah banyak, Rio,benji
Mantab bawang, ehehehe

Sahabat tapi masuk :tidak:
Mashoookkk
 
Part 5


“Oohh, magang.”

“Iya kak.” Cindy mengenakan helm bercorak Hello Kitty itu.

“Kapan kesininya?” Aku menaikkan standar motorku.

“Besok.”

“Naik apa jadinya?”

“Kereta, kak. Kita jemput ya pas nyampe.”

“Hah?” Kami sama-sama memasang ekspresi heran satu sama lain.

“Iya kita jemput ke stasiun.”

“Jemput pake ap-“

“Aku udah bilang kak Jinan. Mobilnya boleh dipinjem besok.”

Aku terdiam. Menelan ludah. Dasar... Seenaknya sendiri. Untung cakep, imut, gembul. Dia juga baru memberitahuku untuk menjemput sahabatnya yang bernama Aya itu. Entahlah, aku kurang suka dengan hal-hal yang mendadak.

“Hehe, kenapa? Kakak free kan besok?” Dia tersenyum lebar, penuh harap.

“Iya iya, aku free kok. Besok jam berapa?”

Cindy mulai memposisikan dirinya duduk di jok belakang.

“Dia dari Semarang jam dua siang kak. Paling sekitar jam sembilan malem nyampe sini.”

“Oke.” Mesin motor matic itu menyala. Aku menarik tuas gas dan meninggalkan parkiran fakultas ini dengannya.

***​

“AaaKkKHH...! KAKKH...!”

“Ssstt!”

Plok

Plok

Plok

Pantatnya dan selangkanganku bertemu seiring hujamanku di vaginanya. Payudaranya itu bergelantung bebas seirama dengan tubuhnya yang bergerak karena benturan itu.

“IyAkkH...! M-MaAFFhh... Besok-besok... MnnGHH..! AKU bakaL nGaSIH TAU DULU!”

Plak!

Plak!

Plak!

Aku berhenti memompa penisku. Pantat Cindy yang lumayan sekal itu aku tampar berkali-kali.

“Aakhh... Akkhh... Mmppgh...!” Lenguhnya menikmati ‘hukuman’ yang aku berikan.

“Gak. Maaf enggak diterima! Pokoknya..hhh... Kamu harus dihukum! Mhh...!” Aku kembali memaju-mundurkan pinggulku, menghujam liang hangatnya yang sudah becek sedari tadi. Rambutnya yang terurai itu mulai terlihat lepek. Punggungnya yang kini sudah mulai mengkilap karena basah dengan keringat menambah gairahku untuk ‘menghukum’nya.

“AakkhhH... MmmHHH... iya kaakk... Aku emang salahh... mmhphh... HUKUM AKU KAAKK...!” Pintanya lirih.

Kedua tanganku mencengkeram erat pinggulnya, sodokanku itu aku percepat semampuku. Aku melihat kedua tangannya yang menumpu badannya itu mencengkeram erat sprei warna merah itu.

“MMmmpHG... Iyaahghh... T-terusshh KaAK...! MmmPHH...! K-kencengaann...!”

“Aahhs.. Hmmpgh...” Aku mengiyakan permintaanya itu. Aku menggigit bibir bawahku, berusaha mempercepat sodokanku itu sesuai permintaannya.

“ErrgGhH...! KAKK...!!”

Aku menghentikan sodokanku, tubuhnya menegang sebelum akhirnya pinggulnya bergetar.

Seerr...

Cindy mendapat orgasme pertamanya. Selangkanganku terkena sedikit cairannya itu. Sprei dibawahnya pun basah. Ah, aku harus ganti sprei lagi. Semoga masih ada stok di lemari.

“Ahh... hhh... hhh...” Cindy tersengal. Dia masih tertahan di posisi ini. Penisku masih menancap di vaginanya.

Plak!

Plak!

Plak!

Kembali, beberapa tamparan kerasku mendarat di bongkahan pantatnya. Cindy hanya bisa melenguh dan menerima semua itu. Puas dengan pantatnya, penis itu aku cabut. Tubuh Cindy aku rebahkan di kasur. Dia menatapku sayu.

“Kenapa kak? Udah capek?” Ejeknya sambil menjulurkan lidah.

Oh, nantang?

Slrrpp

Slrrpp

Puting kirinya yang sudah mengeras itu langsung jadi sasaran kulumanku. Dengan liarnya terus aku jilat dan kadang aku gigit-gigit. Payudara kanannya pun tak lepas dari remasan tanganku. Cindy menggelinjang hebat, kedua tangannya berusaha menyingkirkanku dari kedua bongkahan besar itu. Namun percuma, tangan kiriku berhasil menahan keduanya.

“Iihh... geli kaakk.. mmppghh... aahhssh...!”

Aku terus menyerang kedua payudaranya itu secara bergantian hingga basah dengan air liurku. Entahlah sepertinya aku sedikit kasar padanya kali ini, namun desahan yang sejak tadi keluar dari mulutnya berkali-kali itu tidak bisa berbohong. Remasan demi remasan terus aku lancarkan di kedua payudaranya itu. Desahannya semakin liar, tubuh kami semakin basah dengan keringat, aromanya pun menyebar memenuhi seluruh sudut kamarku ini.

“AaaKKHH... KaAKK...!! Aaku... MMpPgGHH...!”

Cindy mendapat orgasme keduanya hari ini. Senyuman kemenangan kini aku lemparkan padanya. Cindy menatapku sayu dengan nafas yang sengal. Belum, aku masih belum puas menghukumnya. Wajahnya itu masih belum terlumuri spermaku.

Aku langsung beralih ke vaginanya lagi. Kedua pahanya itu aku buka dan angkat hingga lubang itu kembali terlihat. Tanpa basa-basi, penisku yang masih belum menyusut itu kembali menyodok vagina hangatnya. Lenguhan Cindy kembali terdengar saat lubangnya itu dimasuki lagi oleh penisku. Wajahnya memerah, bibir bawahnya itu ia gigit kuat-kuat, matanya pun terpejam.

“Mmmpphh... a-ayo kaakk...!”

Baiklah, aku yang tidak menunggunya untuk meminta lagi itu mulai memaju-mundurkan pinggulku.

“AaKhH! AaHhH!! Mmppgh! Yakh..! T-terus.. Kaakk!”

Matanya masih terpejam, mulutnya terbuka sedikit. Beberapa helai rambut ia biarkan menghalangi wajahnya sehingga nampak kacau. Kedua payudaranya yang menjulang itu ia remas-remas sendiri.

“Mmpgh! Mmpgh! Ahhss...” Sodokan demi sodokan terus aku lancarkan. Tubuhnya yang terbaring itu ikut maju-mundur seirama dengan tempoku. Spreiku benar-benar sudah berantakan sekarang.

“Aaahh... E-ENAKK...! MmpGH..!!” Desah Cindy yang kini sudah tidak meremas lagi payudaranya sendiri. Kedua tangannya itu masing-masing mencengkeram erat sprei kasurku.

Plok

Plok

Plok

Aku mempercepat tempo, sepertinya aku sudah hampir sampai. Sedikit lagi, sedikit lagi...

Plok

Plok

Plok

Ini dia. Aliran sperma itu bisa kurasakan hampir sampai di pucuk.

“Eeerrghh...”

Crot

Crot

Crot

Crot

Sperma itu tertembak sesaat setelah aku mencabut penisku. Sperma itu banyak tertumpah di pusar dan sela-sela payudaranya. Wajahnya hanya terkena sedikit di bagian pipi. Sialan. Aku masih belum puas.

Aku membalik badannya hingga Cindy sekarang dalam posisi tengkurap, dia terkejut dengan tindakanku yang tiba-tiba ini. Pandangan mata dari wajah sampingnya itu terlihat menunjukkan rasa cemas. Aku tidak peduli, dia sedang dihukum.

Kedua tangannya itu aku tangkap dan tarik kebelakang. Tangan kiriku meraih branya yang tergeletak tak jauh dari kasur ini. Tanpa perlawanan, kedua tangan itu kini terikat menyilang oleh bra itu.

Sret

Aku menarik kedua talinya, memastikan simpul itu sudah mengikat erat kedua tangannya.

“Eh eh! Kak! Hati-hati... kalau rusak gimana beha aku!”

“Diem ah, beli lagi gampang!”

“Iiihh... kenapa harus diiket sih?!”

“Sstt!”

Setelah beres, aku menarik badannya itu turun dari kasur.

“Duduk!” Aku mendorong bahunya kebawah. Cindy hanya pasrah menuruti perintahku hingga sekarang ia duduk dengan kaki terlipat ke kiri. Dia mengangkat wajahnya, tatapan memelas ia pasang kepadaku, rambutnya sangat berantakan, kacau. Nafsuku langsung naik lagi ketika melihat kondisinya yang tak berdaya seperti ini. Penisku kembali mengacung tegang.

Aku membelai rambutnya, menyematkan beberapa helai rambut di sela daun telinganya. Penis itu aku dekatkan ke wajahnya.

“Ise-mmpgh! Oohh...!” Belum sempat aku meraih kepalanya, Cindy sudah lebih dulu mengulum penisku itu bagai sebuah permen lolipop. Bibir tipis itu dengan lihainya mengisap-isap dan melumat batang itu, jauh lebih baik daripada saat pertama kali Cindy melakukannya dulu.

Kedua tanganku memegangi kepalanya yang sibuk memberikan blowjob. Cindy memaju-mundurkan sendiri kepalanya, penisku sudah basah dengan air liurnya. Kadang ia berhenti lalu melumat-lumatnya lalu maju-mundur lagi. Lidahnya pun menjilat-jilati kepala penisku didalam sana. Dia tampak menikmatinya, begitupun aku. Aku mendongak, penisku benar-benar dimanjakan olehnya.

Aku menghela nafas.

Rambut panjangnya itu aku jambak

“Mmghp?!” Kulumannya terhenti. Cindy meringis.

Aku menahan kepalanya diam, sementara pinggulku mulai bergerak maju-mundur, menusuk-nusuk mulutnya itu dengan penisku. Mulutnya itu juga masih melumat penisku tiap kali masuk kedalamnya. Aku menggigit bibir bawahku, memejamkan mata dan mendongak. Sial. Nikmat sekali.

“Mmpgh... Mmphh..” Desahannya kembali terdengar.

Slrp

Slrp

Slrp

Gerakan itu terus berlanjut beberapa saat hingga akhirnya aku mulai merasakan lagi aliran sperma itu. Aku tidak boleh gagal lagi. Segera aku meloloskan penis itu dari mulutnya, mengocoknya cepat hingga sperma itu akhirnya siap tertembak.

“Ih kak! J-jangan di muk-“

Crot

Crot

Crot

Yes! Aku berhasil membuat nyaris seluruh wajahnya itu belepotan dengan spermaku. Cindy tidak sempat menghindari semburan itu.

“Nngh... kaakk... tisu... Mmgh...” Rengeknya padaku karena tangannya masih terikat.

Cindy memejamkan matanya, mungkin risih dengan sperma itu.

“Issh... buru kak...”

“Sabar... nih bersihin dulu.” Aku menyodorkan penisku ke depan bibirnya. Dia menyambutnya dengan lumatan yang nikmat. Beberapa saat ia mengulum penis itu, lalu ia tutup dengan sebuah kecupan di kepala penisku.

Aku meraih lima lembar tisu, perlahan aku mengusap wajahnya itu, membersihkan sperma yang melekat disana. Matanya terbuka, ia manatapku dalam, lalu tersenyum lebar.

“Udah puas hukum aku? Hmm?”

“Hehehe...”

“Enaknya nakalin maba...”

“Hahaha, apaan sih, udah biasa juga.”

Kami tertawa kecil. Selesai membersihkan wajah dan badannya dari spermaku, aku melepaskan ikatan di tangannya.

“Sana mandi, aku beliin es krim.” Aku merebahkan diri ke kasur.

“Mmhh... mau makan...” Rengeknya sambil memanyunkan bibirnya dibawah sana.

“Hm? Iyasih, aku juga laper. Makan apa?”

“Ayam geprek.”

“Ish, mbul. Inget kemarin-kemarin kamu sakit gara-gara kebanyakan ayam geprek lho.”

“Iyaa... aku tau... ayoo kaakk... nanti cabenya aku kurangin deh...”

“Bener ya. Gak boleh sakit lagi pokoknya gara-gara makan pedes pedes.”

“Iyaa...”

“Okedeh. Dah sana mandi.”

“Okee. Hehe, makasih kak.”

Cindy bangkit berdiri, mengambil handuk dari dalam lemariku lalu berjalan keluar menuju kamar mandi. Sementara aku tiduran sambil memainkan smartphoneku, menunggunya selesai mandi.

***​

Tok

Tok

Tok

“Permisi...”

Hari berganti, aku sudah berada di rumah Jinan untuk meminjam mobilnya. Aku menunggu beberapa saat, tidak ada respon dari dalam rumah. Terlihat sepi, sepertinya Jinan sendirian lagi dirumah, kedua orang tuanya pasti sedang ada urusan kerjaan lagi keluar kota.

Tok

Tok

Tok

Kembali aku mengetuk pintu itu.

“Bentar Dimm..!”

Terdengar suara Jinan dari dalam sana. Baiklah, aku lega. Tak berselang lama, pintu ini terbuka. Jinan yang memakai kacamata itu muncul dari baliknya. Ia mengenakan celana pendek hitam dan kaus warna putih. Ia tersenyum lebar begitu melihatku. Aku menahan nafas, dia cantik...

“Halo, nih kuncinya.” Dia menyerahkan kunci mobil itu padaku.

“Halo, ehe, pinjem dulu ya.” Aku menerima kunci itu.

“Santai. Eh, Cindy mana?”

“Oh, dia lagi di kos, mau siap-siap dulu katanya.”

“Oh, oke, sip sip. Motor lu masukin sini aja Dim.” Jinan menunjuk area di garasinya. Aku mengangguk. Motor itu aku parkir sesuai perintahnya. Memastikan semua sudah beres, aku berpamitan padanya dengan membawa mobil ini.

“Pinjem dulu ya.”

“Ati-ati Dim.” Dia melambaikan tangan sambil tersenyum hangat padaku.

Aku membunyikan klakson lalu menjauh dari kediamannya itu. Jinan terlihat menutup gerbang dibalik spion ini.

***​

Cindy dan aku berjalan memasuki stasiun, menunggu di tempat yang sudah mereka rencanakan sebelumnya, sesuai dengan saranku yang sudah lebih lama di Jakarta ketimbang dia. Sudah banyak orang berlalu lalang, namun gadis yang kami tunggu itu tak kunjung datang, yah mungkin gara-gara kami terlalu cepat sampai disini. Kami mengira akan terjebak macet saat kesini.

Sekitar sepuluh menit kami menunggu, dan akhirnya gadis yang kami tunggu itupun datang dari arah selatan. Cindy yang melihatnya langsung menghampiri dan memeluknya, mereka heboh sendiri dan membuat beberapa orang sempat menoleh kearah mereka. Ah, dasar, perempuan...

Aku pun bangkit dari tempat duduk dan menghampiri mereka berdua.

“Aya, ini kak Dimas. Hehe...” Cindy mengenalkanku padanya.

“Oohh... ini toh mas Dimas, hehe. Salam kenal mas. Aku Aya.” Dia menurunkan masker yang dikenakannya, tersenyum padaku lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat. Aku menahan nafas ketika melihat senyum manis itu.

Ya ampun...

Dia...

Cantik...

D7aCwrL0_t.jpg
y5PZcgyJ_t.jpg



To be Continued...
 
Bimabet
Calon calon kampret baru nij

Wah, anda kurang tepat
Karna si Dimas udah dapet cap kampret dari lama, bahkan di jidatnya dia udah ada tulisannya 'KAMPRET' gitu :pandaketawa:
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd