Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Part 4.5


Aku membaringkannya di kasur, aku harus benar-benar menjaga agar kakinya yang cedera tidak tersentuh atau terbentur apapun. Aku tidak ingin cederanya itu semakin parah. Jinan merangkak mendekati pinggir kasur, aku sudah menanggalkan celanaku hingga sekarang penisku sudah mengacung tegang. Jinan kembali berbaring, kepalanya mendongak kebawah, rambut panjangnya itu terurai nyaris menyentuh lantai.

Mulutnya yang terbuka sedikit mengisyaratkanku untuk memasukkan penis itu kesana sekarang. Tanpa menunggu lama, aku mendekat, mengatur posisi penisku. Jinan yang ternyata sudah tidak sabar itu menarik kedua pahaku mendekat dan langsung melahap penis itu. Jinan menahan penis itu didalam sana beberapa saat.

Slrrp

Slrrp

Slrrp

Jinan mulai mengisap penisku, bibir tipisnya itu dengan lihainya melumat batang daging itu. Lidahnya juga terasa menjilati kepala penis itu bagai sebuah lolipop. Kedua tanganku yang menganggur kini meremas-remas payudara mungilnya yang masih bersembunyi dibalik seragam futsal warna krem itu. Entahlah, melihatnya dengan seragam ini membuat gairahku semakin naik.

“Mnghh...” Lenguhnya saat masih asyik mengulum penisku. Di posisinya saat ini sayang sekali aku tidak bisa melihat ekspresi wajahnya.

Aku terus meremas-remas payudaranya itu sementara Jinan sibuk mengulum dan sesekali mengocok-ngocok penisku itu. Tangannya yang lain juga sibuk memainkan testisku. Sialan, dia sukses membuatku keenakan.

Drrtt...

Drrtt...

Drrtt..

Aku mendengar dering dari smartphoneku. Namun tidak aku hiraukan. Kenikmatan ini sayang untuk ditinggalkan.

“Akkh.. gila... T-terus Naannghh...! Mmpgh..!” Kocokannya itu semakin membuat remasanku di payudaranya semakin kencang. Tubuh Jinan pun bergerak-gerak. Sprei kasurnya itu kini terlihat berantakan tidak serapi waktu kami datang.

Setelah beberapa menit dia mengulum dan bermain-main dengan penisku. Kedua tangannya aku tangkap dan cengkeram erat keatas. Tanpa aba-aba, aku mendorong masuk penisku itu lebih dalam. Aku kembali mendesah, kehangatan mulut Jinan itu benar-benar memanjakan penisku. Kedua tangan Jinan yang aku cengkeram ini bergerak-gerak, ia mulai meronta. Namun penis itu tetap kubiarkan ada disana lebih lama lagi. Tangan kananku lantas meremas-remas lagi payudaranya.

“Mmngghh...! Mngh! Mnnghh!!” Rintihannya tertahan karena mulutnya itu sudah tersumpal penuh oleh penisku.

“Eerrgh...! Emut tuh kontol gue Nan! Rasain!”

Drrrttt..

Drrttt..

Drrtt...

Aku bisa mendengar smartphoneku berdering lagi didalam saku celanaku. Segera aku menghentikan remasanku, melepas cengkraman di tangannya lalu menarik keluar penisku dari dalam mulutnya walau terasa sayang untuk menghentikannya. Jinan terbatuk-batuk setelah penis itu meninggalkan mulutnya.

“Uhuk uhuk! Anjing! Woe! Uhuk! Lo mau buat gue mati kehabisan nafas?! Uhuk uhuk uhuk!” Protesnya padaku.

“Hehe, maaf. Enak habisnya.”

“Bacot! Uhuk!” Dia masih terbatuk.

“Bentar ini gue angkat telepon dulu, barangkali pent-“ Aku melihat layar smartphoneku, ternyata sebuah voice call dari Cindy. “Bentar dari Cindy. Diem.” Aku menempelkan jari telunjuk di mulutku. Jinan yang sekarang terduduk menatapku kesal. Sepertinya dia masih marah dengan deep throat yang kulakukan tadi.

“Halo, mbul? Gimana?”

Jinan terlihat mengeryitkan dahi setelah mendengarku mengucap ‘mbul’. Pipiku memerah, gerak mulutku berucap ‘apaan sih’ padanya yang sekarang terlihat menahan tawa.

“Kak?”

“Eh iya iya? Maaf tadi ngelamun.” Aku memalingkan diri dari Jinan.

“Ish... itu, kak Jinan gimana?”

“Oh... Jinan ini udah aku anter ke rumah kok. Tadi udah diurus kok keseleonya. Tapi ya kayaknya semingguan baru sembuh. Jinannya udah di kamar tadi...” Jelasku.

“Oh gitu, syukur deh. Ini kakak sekarang dimana?”

“Ini udah mau pesen ojek buat-” Aku terkejut tiba-tiba Jinan datang merangkak mendekatiku. “-balik lagi ke stadion...” Sial. Terpaksa aku harus berbohong pada Cindy. Aku menatap Jinan. Menggeleng-geleng saat dia tersenyum nakal dan bersiap mengulum penisku lagi. Dia sudah terduduk didepanku. Tanganku yang satu berusaha menahan kepalanya.

“Ah, okedeh. Hati-hati ya kak. Tim aku masuk semifinal nih. Hehe. ditunguu..”

“Oke-“

Slrrp.

Aku lengah, Jinan berhasil lolos dan mengulum penisku lagi. Aku menahan desahanku.

“Dadahh... Hati-hati ya kak, hehe.”

“I-iya-Mnghh...” Aku sempat menjauhkan smartphoneku saat mendesah. Beruntung Cindy langsung menghentikan voice call itu. Sekarang Jinan, kembali mengulum dan mengocok penisku secara bergantian.

“Woi! Kalo ketauan gimana tadi?! Mmmggh...”

“Mmgh... Santai kali... lagian sayang udah tegang gini... mmpphh...”

Dia menggerakkan kepalanya maju mundur.

Eerrghh... Aku kembali mendesah. Smartphone yang tadi ku genggam aku lemparkan kearah kasur, kemudian kedua tanganku menjambak rambut panjangnya itu.

“Sshh... aahh... I-iya... Mmhh.. terusshh...” Aku mendesis sembari memejamkan mata. Blowjob Jinan benar-benar nikmat. Kepalanya masih maju-mundur, sementara dua tangannya sibuk memainkan testisku.

Jinan sesekali berhenti, mengulum dan menjilati penisku sambil mengocoknya. Lubang kencingku juga tak terlewatkan oleh jilatan lidahnya Aku tidak bisa berbuat banyak, aku memilih diam, dimanjakan olehnya.

Setelah beberapa menit, akhirnya aku merasakan aliran sperma itu. Aku menjambak rambutnya lebih kuat.

“Eeergggh! Jinan! G-gue nyamp-”

Crot

Crot

Crot

Crot

Belum selesai aku memperingatkannya, sperma itu terlebih dulu tertembak keluar. Jinan mengeryitkan dahi, dia sempat terkejut saat sperma itu tertembak didalam mulutnya. Ia menelan semuanya selepas penis itu aku tarik keluar. Wajahnya memerah, begitupun wajahku.

“Hhh... udah ya, gue bal-“

Jinan dengan polosnya melepas bajunya. Bra warna hitamnya pun juga ia tanggalkan. Dua payudara mungil dengan puting kecoklatan yang sudah mengeras itu terlihat menggoda ingin dimainkan. Di posisi itu juga, ia memelorotkan semua celananya hingga ke daerah tulang keringnya sehingga vagina yang tertutup bulu-bulu halus itu terlihat. Aku menelan ludah.

“Udah nih, sini garap gue.” Dia menopang tubuhnya dengan kedua tangannya dibelakang, membuat dadanya itu membusung.

Aarrrghh!

Sial!

Aku berjongkok, melumat bibirnya sambil meremas payudaranya setelah turut menanggalkan pakaianku. Perlahan, aku mendorong tubuhnya itu hingga terbaring di lantai, aku tetap berhati-hati agar tidak menyentuh kakinya yang cedera itu. Aku memilih untuk tidak menindih tubuhnya namun berada di sisi kirinya, aku tetap bisa menyerangnya dari sini.

“Mmpgh... Mmpffh...” Desahnya saat aku mulai mencubit dan memilin-milin putingnya yang menggemaskan itu. Wajahku mengincar lehernya. Setelah menyingkap rambutnya, lehernya yang bebas itu aku ciumi. Hembus demi hembus nafas juga terus aku keluarkan untuk menyerang lehernya.

“Aahh.. Mmmhhh... Dimmmhh...” Telinganya pun aku tiup dan jilati. Jinan bergidik. Serangan-serangan itu terus aku lakukan hingga beberapa menit. Jinan pasti sudah sangat terangsang sekarang. Aku beralih ke vaginanya, penisku sudah kembali tegang setelah beberapa saat tadi ‘beristirahat’.

Aku membuka selangkangannya, kedua pahanya itu aku angkat perlahan. Celana yang masih tersangkut di pergelangan kaki kirinya itu aku lepas.

“Siap?”

“Hhh... buru...”

Slep.

“Aaakkkhhh.... hhh....” Lenguhnya saat vaginanya itu kembali merasakan penisku menghujamnya.

Aku berusaha meminimalisir guncangan yang bisa membahayakan kakinya. Akh, sudah kuduga kaki itu akan merepotkanku.

“Genjot.. hhh... Dim...! hhh!” Sepertinya dia sudah tidak tahan dengan penisku yang memenuhi liang hangatnya itu. Baiklah, ini dia...

Plok

Plok

Plok

Perlahan, aku mengujam vaginanya naik turun. Pinggul ini bergerak dalam tempo pelan, tubuhnya bergerak seiring gerakan pinggulku itu.

“Aaakkkhhh... k-kencengin... anj-ing! AahHH...!”

“Sssttt... ahh... Udah lo nurut gue aja... mmhh...!”

“Kencengin kontol! MmMhHh...!”

Aku akhirnya mengalah. Aku coba percepat tempo sebisaku namun tetap berhati-hati.

“AaKhHH! Terus..! N-njing!! AAAKKHHH!” Dia mendongak, menutup matanya sambil mendesah-desah liar, bagai seluruh nafsunya ia tumpahkan saat ini. Kedua tangannya memainkan sendiri dua puting payudaranya. Kulitnya mulai basah dengan keringat.

Setelah beberapa menit, Jinan menggelinjang, tubuhnya serasa menegang. Sepertinya dia sudah sampai dipuncaknya.

“Eerrghh! Dim! G-gue nyamphh..! AakKHHH...!”

Jinan mendapat orgasmenya. Cairan putih itu membasahi sebagian selangkanganku dan juga bagian lantai dibawahnya. Wajahnya memerah, nafasnya sengal, bibirnya terbuka sedikit, matanya pun sayu.

Aku mencabut penisku dari vaginanya. Menurunkan kedua kakinya itu perlahan di lantai, kemudian mengocok penisku. Aliran sperma itu akhirnya sampai juga. Aku sampai di orgasme keduaku.

Crot

Crot

Sperma yang tidak sebanyak tadi itu berhasil aku daratkan di wajahnya. Akhirnya, aku bisa melihat wajahnya yang kacau itu lagi. Dengan rambut lepek dan sperma yang melumuri wajahnya. Dia menatapku puas, begitupun aku.

***​

“Udah ya, gue balik ke stadion dulu.” Pamitku padanya setelah membantu membersihkan sisa-sisa permainan kami.

“Iya.” Jinan sudah berbaring lagi di kasurnya. “Emm... Dim.” Katanya itu sukses menahanku di ambang pintu.

“Iya?” aku berpaling menoleh kearahnya.

“Makasih banget ya... buat semuanya...”

Aku menghela nafas lalu tersenyum lebar padanya. Jinan tampak sangat kelelahan.

“Santai.”

“Hati-hati ya, salam buat mbul.”

Pipiku kembali memerah.

“Eh eh, udah Nan! Apaan sih?!”

Jinan tertawa melihatku salah tingkah.

“Hahaha. Nan...”

“Apa lagi?”

“Ehehe... besok-besok, gue titip jagain dia ya pas dia lagi sama lu.”

“Sip.” Dia membentuk simbol ‘OK’ dengan jari kanannya.

“Cepet sembuh ya, gue balik dulu. Salam buat orangtua lo nanti.”

“Makasih... ntar gue sampein...”

Aku kembali tersenyum lebar. Sepertinya aku harus bergegas ke stadion, semoga aku masih bisa mengejar pertandingan semifinal itu dengan ojek online.

***​

Hampir dua bulan berlalu. Hubungan antara Cindy dan Jinan jadi semakin erat. Kami jadi sering makan bertiga di kantin, bahkan aku sering melihat mereka jalan-jalan bersama dari story yang mereka kirim. Hubungan mereka pun pasti jadi lebih akrab dengan adanya mereka dalam satu divisi di organisasi jurusan. Yah, aku bersyukur mereka berdua bisa akur, terutama Jinan, dia yang mengalah untuk Cindy. Baik baik ya kalian, hehe.

o8wSVJWd_t.jpg
Z6DKJ7U4_t.jpg
DS6mkHXy_t.jpg


“Kak?”

“Hah?!”

“Ngelamun lagi ya?”

Aku tersenyum. Cindy yang duduk di depanku ini menatapku heran.

“Ah, iya. Hehe maaf...” Aku mengusap-usap rambut gondrongku.

“Hayo, ngelamunin siapa?”

“Hahaha, enggak kok, enggak. Laper aja jadi ngelamunin makanan.”

“Oh, hehe. Dasar. Iyasih ini lama banget makanannya dateng.”

“Ehehe...”

Aku menusuk-nusuk pipi gembulnya itu dengan jari telunjukku. Dia hanya tersenyum dan membiarkanku melakukannya.

“Eh iya kak.”

“Kenapa?”

“Bentar lagi sahabat aku mau ke Jakarta loh.”

“Oh iya? Siapa?”

“Aya.”


To be Continued...
 
Terakhir diubah:
Mantap!! Double update
Enak ya kalo akur gitu, tapi setelah Jinan 'ngalah' kenapa Aya malah mau muncul tuh :pandaketawa:

Alias nice update suhu
 
Anak orang cedera masih aja dikentot, Susah emang kalo udah jadi kampret.
Masih kampretan si Benji hu :ngupil:

berarti arc Jinan udah beres?
Bisa dikatakan begitu, hehe

ada 3some nya ga suhu....sama jinan dan cindy
Waduh, ada enggak ya? Ehehehe *Senyum nakal ke Jinan sama Cindy*

ayayayayaya~
Dek Aya dikasarin juga hu? :pandajahat:
Sayang sih kalo enggak dikasarin hu, ehehehe.
 
Salam kenal suhu-suhu sekalian. Hehe, setelah baca-baca cerita disini, akhirnya saya terinspirasi juga untuk menulis. hehe. Ini cerita pertama yang saya tulis setelah sekian lama tidak lagi menekuni dunia tulis-menulis, jadi saya tahu pasti banyak kekurangannya. Mohon bimbingannya suhu. Selamat menikmati.

BlueTitan​
Part 1

“Selamat malam, kak Dimas.”

Sebuah notifikasi pesan LINE muncul dilayar smartphoneku. Mataku yang tadinya masih fokus pada layar laptop yang menampilkan halaman tugas kuliahku, kini beralih kearah alat komunikasi itu. Sudah berkali-kali aku melihat notifikasi pesan masuk dari beberapa orang temanku muncul di layar smartphone itu, namun yang satu ini, sepertinya tidak bisa aku abaikan. Tertulis nama yang asing disana. Dari foto profilnya, dia seorang perempuan. Aku melepas headset yang kupakai, lagu Take on Me dari A-ha yang baru saja terputar terpaksa aku hentikan.

Namaku Dimas Putra. Mahasiswa semester 3 di suatu universitas di Jakarta. Suka musik. Asli dari Semarang dan merantau ke Ibukota ini. Mengontrak sebuah rumah yang berada di daerah yang terbilang agak jauh dari keramaian kota. Hmm... apalagi ya? Sepertinya kau akan memahamiku lebih dalam seiring cerita ini berlanjut. Hehe.

“Cindy Hapsari...?” Batinku sembari mengeryitkan dahi setelah membaca nama kontaknya.

“Malam, maaf, ini siapa ya?” Balasku pada perempuan bernama Cindy Hapsari itu. Tak butuh waktu sedetik sampai muncul keterangan ‘read’ disamping pesanku.

“Maaf kak sebelumya, saya Cindy Hapsari, mahasiswa baru angkatan 2016. Kebetulan saya dapat kontak kak Dimas dari kak Jinan. Untuk keperluan tugas LKMPD, saya diminta untuk mewawancarai salah satu kakak tingkat mengenai organisasi kak. Kebetulan saya belum dapat narasumber. Saya mau minta tolong kak Dimas jadi narasumber saya kak.” Balasnya panjang lebar. Dasar mahasiswa baru. Formal sekali. “Bagaimana kak Dimas?” Lanjutnya dalam pesan yang baru 4 detik kemudian.

Ah, ya aku ingat...setiap mahasiswa baru di jurusanku yang berminat masuk organisasi, pasti mendapat tugas saat LKMPD, atau Latihan Kepemimpinan Mahasiswa Pra-Dasar, biasanya dilaksanakan sekitar 1 bulan setelah penerimaan mahasiswa baru. Bisa kau lanjutkan ke LKMD. Katanya, kedua kegiatan ini akan sangat membantumu jika kau mau mendaftar oganisasi-organisasi yang ada di kampus. Sebab disini kau akan diajarkan banyak hal mengenai berorganisasi, pokoknya ilmu-ilmu yang kalian dapatkan tidak akan sia-sia.

Aku membaca pesannya beberapa saat baru kemudian membalasnya.

“Oke, aku bisa. Kapan?”

“Biar saya yang menyesuaikan jadwal kak Dimas.”

“Besok siang gimana? Jam 12 di pelataran gedung C.” Tawarku. Kalau tidak berubah, pasti nanti proses wawancara ini akan direkam dalam format video, jadi memang aku memilih tempat yang relatif sepi. Sehingga audio dalam video pun bisa terdengar jelas. Asal kau tahu, tahun lalu aku juga mewawancarai kakak tingkatku tempat itu, hehe.

Tidak seperti pesan sebelumnya, kali ini dia agak lama membalasku.

“Baik kak, saya bisa.”

“Oke.” Balasku segera.

“Terimakasih ya kak Dimas, maaf ganggu malem-malem gini.”

Aku membalasnya dengan stiker bergambar jempol. Dan setelah muncul ‘read’ lagi, tak ada pesan masuk lagi darinya. Rasa penasaranku membimbing jariku untuk menekan foto profil perempuan ini.

68747470733a2f2f73332e616d617a6f6e6177732e636f6d2f776174747061642d6d656469612d736572766963652f53746f7279496d6167652f72684b534f316b705a6d475850773d3d2d3539323834363133302e313534323836326135333564373533363635363239303131363837332e6a7067


Tak lama, tampil sebuah foto seorang perempuan berambut panjang yang sedang tersenyum manis. Parasnya ayu. Kedua mata belonya itu terlihat indah dimataku. Kulitnya putih mulus, tanpa lecet sedikitpun. Kurasa perempuan ini telah mencuri hatiku. Ya ampun... aku harus berterimakasih kepada Jinan...

“Woe, Dim! Ngapain lo?!”

Tepukan di bahu oleh seorang laki-laki itu mengagetkanku.

“Ha? Apaan sih Har? Ngagetin aja.”

“Lu senyum-senyum sendiri liat layar hape. Lu pasti liat foto cewek bugil kan? Ngaku.”

“Enggak woe. Nih gue liat foto profil maba doang,” Aku menunjukkan layar smartphoneku untuk membantah tuduhannya barusan.

Namanya Hary Daniel. Teman dekatku yang berasal dari Bandung. Satu jurusan denganku di universitas yang sama pula. Dia sering main ke kontrakanku ini untuk numpang wifi dan tidur-tiduran. Tapi kau tahu? dia sering mentraktirku makan di kantin maupun saat kami jajan diluar kampus.

“Dih, ntar pasti lo buat coli tuh.”

“Otak lo ngeres ya.”

“Dih, lo lebih ngeres ya. Gue inget dulu lo cerita pernah pake foto si Jinan buat coli. Parah emang temen sendiri lo pake buat bacolan.” Dia menghempaskan tubuh tingginya itu ke kasur yang ada di belakangku.

“Heh! Kaga! Ngarang! Itu elu! Gue gapernah coli pake Jinan ya!”

“Hehehe, canda. Siapa tuh?”

“Maba, minta interview buat tugas LKMPD.” Aku meletakkan smartphoneku di meja lipat yang ada dihadapanku, memasang headsetku lagi, memutar musik, lalu kembali mengetik beberapa kalimat di draft tugas memuakkan ini.

“Ooohh...”

“Makanya Har, ikutan organisasi. Biar kayak gue nih di-chat cewek cantik.” Kataku agak sombong sambil tidak menoleh kearahnya.

“Dih, lu aja sekarang enggak ikutan apa-apa. Sombong amat dah.”

“Ya... yang penting kan pernah ikut, hehe.”

“Iye iye, serah. Gue balik dulu ye, thanks wifinya.”

“Yo’i Har.”

“Awas jangan coli ye pake maba tadi.” Dia menutup pintu kamarku.

“BACOT!”

Aku meraih smartphoneku dan kembali memandangi foto profil perempuan itu. Entah mengapa aku jadi semakin penasaran dengannya.

Aku tutup aplikasi LINE ini dan membuka aplikasi Instagram yang terletak disampingnya. Aku iseng mengetik nama perempuan ini di kolom pencarian. Dan akun paling atas dengan username CindyHapsari yang aku pilih. Saat kubuka akun yang tidak dikunci itu, terdapat keterangan followed by : jinan_s yang memperkuat asumsiku ini benar-benar akunnya.

“As elegant as Aurora in the night sky, I’ll be a light for you.” Begitulah kalimat yang tertulis di bionya. Entah mengapa aku senyum-senyum sendiri membacanya.

Aku memainkan jariku, men-scroll up dan down di feeds yang berisi 34 foto itu. Perempuan ini sering sekali mem-posting foto aurora. Sepertinya dia sangat menyukai pancaran cahaya indah di langit malam itu.

Tiba-tiba mataku terhenti pada satu fotonya yang sedang tersenyum manis mengenakan kaus lengan panjang dan rok katun hitam.

Perempuan ini terlihat sangat anggun... seperti... aurora!. Dan terlebih lagi, Damn! dia punya tubuh yang bagus! Dadanya terlihat menyembul karena kedua tangannya yang terlipat dibawah dadanya. Aku menghentikan jariku agar layar smartphoneku terus menampilkan foto itu. Kenapa aku baru tahu kalau aku punya adik tingkat seperti ini?!

Aku menelan ludah. Hasratku tiba-tiba muncul... Perlahan, tangan kiriku menyeruak masuk kedalam celana pendekku dan memijit-mijit penisku agar terbangun. Segera fantasiku menjadi liar sembari membayangkan perempuan ini. Dan tak butuh waktu lama untuk kemaluanku berdiri tegang, dengan posisiku yang masih terduduk di pinggir kasur, aku lanjut memijitnya pelan, lalu mengocoknya dengan tempo yang agak cepat, semakin cepat, dan semakin cepat...

“Eh, Dim. sorry k-“ Tiba-tiba manusia kampret itu muncul lagi dari balik pintu kamarku. Aku yang panik langsung menarik tangan kiriku. Bego! Sepertinya dia sempat melihatku menarik tangan kiriku dari dalam celana tadi.

“Kan, ada yang coli nih, hahahaha! Lain kali dikunci dulu, Dim.”

“Enggak anjir, gue gak coli! Tadi gatel do-”

“Tuh lo ngaceng.”

Aku melirik kearah celanaku, dan benar, ternyata tonjolan itu bisa terlihat jelas. Aku buru-buru menutupnya dengan selimut. Wajah Hary terlihat menahan tawa.

“Gak apa-apa Dim, gue juga sering coli kok. Dah lanjut aja, gue ambil kontak gue yang ketinggalan ya. Maaf ganggu. Bye!” Hary berlalu sambil menutup pintu. Aku bisa mendengarnya terkekeh diluar. Segera aku bangkit dari kasur dan mengunci pintu. Sepertinya beberapa hari kedepan aku akan diejek habis-habisan olehnya. Tunggu, bagaimana jika dia menyebarkan hal memalukan ini ke anak-anak tongkrongan?!

Masa bodoh. Aku kembali ke kasur dan membaringkan diriku, mencari posisi ternyaman untuk melampiaskan nafsuku ini. Aku raih smartphone yang tergeletak dan menyalakan layarnya, fotonya kembali tertampil disana. Aku menelan ludah, jantungku serasa berhenti berdetak. Bahkan keringat dingin tiba-tiba mengalir. Mataku terpaku pada ikon hati dibawah fotonya yang kini berwarna merah.

“Kelike...”


To be continued...
Maaanaaaa taahaaaaan
 
Bimabet
Ini kity belum keluar terus aya juga mau muncul? Fix kampret tambah banyak, Rio,benji
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd