Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Amplas

Status
Please reply by conversation.
Aku terdiam, tubuhku kaku. Saat melihat gagang pintu kamar Fany berputar. Lalu dengan pelan pintu kamar Fany mulai terbuka. Kulihat wajah Ibu Fany terkejut melihat ke arahku yang masih telanjang bulat memegang celana yang baru saja kudapat. Lalu di belakang Ibu Fany muncul seorang perempuan cantik, menggendong bayi yang masih mungil. Jarak kami sangat dekat hanya 2 meter. Aku berdiri di tempat aku dan Fany melepaskan pakaian tadi, yang memang tidak jauh dari pintu. Kami saling terdiam tik tok tik tok tik tok beberapa detik. Aku terdiam kaku bukan hanya karena terkejut, takut, tapi juga karena malu tertangkap telanjang bulat. Dengan kemaluan yang belum sepenuhnya turun.
"Adaaaaaan" Suara Fany menyadarkanku. Buru-buru kupakai celanaku tanpa celana dalam.
"Kalian berpakaian dulu, setelah itu turun" kata Ibu Fany dengan wajah bengis. Lalu Ibu Fany mengajak perempuan dibelakangnya untuk turun. Fany melengos, aku pun juga hanya tertunduk malu.
Aku dan Fany berdiskusi sebentar di kamar untuk mencocokkan cerita. Supaya Ibu Fany tidak salah paham. Lalu kami turun menghampiri mereka dengan wajah tertunduk.
"Duduklah dulu, Ibu mau nelpon Ayah" Ibu Fany mengambil hpnya di meja. Lalu mengutak atik keypad Nokia N73 nya.
"Bundaa" Fany merengek. Ibu Fany sepertinya menoleh ke arah kami, memghentikan utak-atikan di hp nya.
"Kenapa? ayah harus tau tentang ini. Dan kamu jangan coba-coba untuk lari"
"Iya Buk" kataku takut. Aku tidak tahu bagaimana ekspresi wajah Ibu Fany, karena aku tidak berani menatapnya.
"Kami nggak sampai gitu Bund. Aku masih perawan." Ucap Fany sambil menangis.
Lalu suasana hening sejenak. Kuberanikan diri melihat ke arah Ibu Fany. Tampak Ibu Fany seperti berpikir. Lalu aku menoleh ke perempuan cantik di sebelahnya. "Siapa perempuan ini yaa. Kakak perempuan Fany sedang kuliah di kota. Kakak Ipar Fany juga ke kota seperti kata Fany tadi. Lalu dia ini siapa?" pikirku. Lalu perempuan itu menoleh ke arahku. Pandangan kami bertemu. Memang sangat cantik. Matanya bulat besar, bibirnya tipis, hidungnya agak mancung, alis mata dan bulu matanya tebal, dan ukuran dadanya besar.
"Ughuum" dia berdehem. Kulihat matanya berubah menjadi melotot dan alisnya naik menatapku. Sepertinya dia risih karena sadar kuperhatikan.
"eeh maaf" kataku pelan.
"Ibu tanya, dan kalian berdua harus jawab jujur" Aku dan Fany mengangguk.
"Benar kalian belum pernah melakukannya? dan Fany masih perawan?" Suara Ibu Fany sudah agak tenang. Mungkin ia lega bahwa anak gadisnya masih perawan.
"Iya Bund belum pernah" kata Fany menggeleng.
"Terus tadi kamu teriak sakit itu apa? apa kalian sedang berencana begitu?"
"Enggak Bund" Kata Fany kembali menangis.
"Yasudah, kamu pulang saja dulu. Ingat jangan coba-coba untuk kabur. Nanti saya akan menelpon kamu kalau ada apa-apa sama Fany" Katanya dingin.
"Iya Bu" kataku mengangguk.
"Yasudah kamu pulang sana"
"Iya Bu" kataku berjalan ke arahnya mengulurkan kedua tanganku untuk salim. Ibu Fany melotot heran, tapi tetap memberikan tangannya untuk kusalim.
Aku pulang dengan pikiran yang kalut. Saking kalutnya aku nggak bisa mikir apa-apa. Sampai aku mendengar orang berteriak dari arah depan. Motor kami hampir tabrakan karena aku sudah berjalan melewati garis tengah.
"klook" bunyi stang motor kami sedikit berbenturan. Aku agak oleng.
"Anjing" teriaknya. Kulihat orang itu berhenti dan memutar motornya.
"Mati aku" aku geber gas motorku sekencang-kencangnya untuk kabur.


****
Sampai di rumah, kulihat emak sedang membersihkan bawang di ruang tengah.
"Udah pulang nak?" Tanya emak melihatku datang. Aku terdiam menatap wajah emakku. Hatiku melengos. Apa jadinya kalau emak tau perbuatan cabulku tadi. Apalagi kalau aku terpaksa nikah muda. Emak pasti sangat kecewa. Maafin Adan mak.
"Bawa apa tuh?" Tanya emak menunjuk ke plastik hitam yang kubawa. Aku belum sadar ternyata aku sedang menenteng kantong berisi baju pasanganku dengan Fany. Ku lihat isinya, memang masih utuh. Fany belum sempat mengambilnya. Aku lihat ada kantong lain di dalam, dan baru aku ingat tadi aku juga membeli Daster untuk emak.
"Nih buat emak" kataku memberikan kantong miliknya. Emak menatapku bertanya-tanya. Lalu ia membuka isi kantongnya.
"Waaaah ini buat emak nak?" matanya berbinar. Aku mengangguk. Lalu emak mengeluarkan dasternya. Mata emak berkaca-kaca mendekat ke arahku. Emak memegang tanganku lalu memelukku. Aku menatap emak sepertinya emak sangat senang dengan pemberianku.
"Kalau tau emak akan sesenang ini, aku sudah beliin buat emak dari dulu-dulu.
Nanti Aku beliin lagi yaa mak?" Kataku merayu.
Emak menggeleng. "Jangan nak, simpan uangmu itu untuk masa depanmu nanti."
"Iya mak"
"Eeh udah pulang Adan" kata nenekku yang datang dari dapur. Lalu nenek menatap emak heran karena mata emak masih berkaca-kaca.
"Beli baju Rin?" Tanya nenek melihat daster yang di pegang emak.
"Dibeliin Adan mak" Sahut emakku.
"Yaudah emak coba dulu yaa" Lalu ibu pergi ke kamarnya.
Nenek tersenyum "yaa gitu perhatiin emakmu itu sesekali. Beliin baju, beliin makan. Bikin emakmu itu senang" Nenek memberiku nasehat.
"Cocok nggak?" tanya emak memakai daster barunya.
"Bagus mak, cantik." kataku tanpa sadar. Entah kenapa aku gampang sekali menyebut kata Cantik belakangan ini. Kulirik nenek hanya tersenyum.
"Bagus tuh Rin, emang beli dimana Ndan" kata nenek menanyaiku.
"Di pasar palau nek" sahutku. Lalu emak masuk lagi ke kamar mengganti dasternya.
"Kok nggak dipake mak" tanyaku.
"Yaa kotorlah nanti, bau bawang. Nantilah emak pake kalau udah santai." Lalu emak duduk lagi untuk membersihkan bawang.
Hanya saja emak kali ini duduk dengan kaki ditekuk satu. Aku kaget tapi tetap menatap ke celah daster emak. Aku bisa melihat celana dalam emakku warna putih sangat jelas. Aku langsung risih gelisah tapi tetap menatap ke arah sana. Rasa kentang saat bersama Fany tadi membuat batangku naik dengan cepat. Cukup lama aku menatap ke arah itu, sampai aku tersadar masih ada nenek di sampingku. Aku menoleh ke arah nenek, beliau sedang memperhatikanku. Tatapan kami beradu seolah sedang berbicara. Aku menyipitkan mata siap-siap untuk dipermalukan. Kalau-kalau nenek ngomong ke emak. Mati aku..
"ughuum, aku ke sumur dulu" Lalu nenek pergi tanpa menatapku. "Hah, maksudnya apa ini neek, kenapa aku ditinggal dalam kondisi begini?" Tanyaku menatap kepergian nenek.
Meskipun aku mencoba beepikir, tentang nenek yang mungkin saja menjebakku. Tapi otakku sekarang sedang berkabut. Celana dalam emak terdedah di depan mataku, Menampilakan paha dan gundukan memeknya membuat kesadaranku hilang entah kemana.Aku baru tersadar setelah emak menurunkan kakinya. Lalu aku buru-buru pergi ke kamar untuk menuntaskan rasa kentang sejak dengan Fany tadi.
*******
Aku baru bangun tidur jam setengah 4 sore. Lagi-lagi aku lupa membuka pintu kecil kamarku. Kepalaku terasa pusing nyut-nyutan. Lalu kubuka pintu kecil itu untuk menghirup udara segar dari luar.
"Gimana kabar Fany yaa" aku memgambil hp ku. Tidak ada pesan maupun panggilan. Karena penasaran buru-buru kutelpon nomor hp Fany. Setelah panggilan tersambung,
"Haloo Fan, kok diem aja" tanyaku. Biasanya kan orang yang ditelpon akan bilang haloo dulu. Tapi kali ini nggak.
"Fany, kok diem aja. Gimana tadi sama Bunda? kamu di marahin?" masih tidak ada suara.
"Fan, kamu kenapa?? aku ke rumah kamu yaa" Fany diam saja bikin aku khwatir.
"Kamu ini sebetulnya siapanya Fany?" kulihat nomor di hp ku. Bener kok nomornya Fany, siapa yang jawab yaa. Hah jangan-jangan?
"eh maaf ini Ibu Fany yaa"
"Iya Bunda Fany, kenapa? mau kabur?"
"eh nggak Bu, aku cuma mau nanyain kabar Fany" kujawab jujur.
"Hah, baru sekarang? tadi kemana aja?"
"Maaf Bu, tadi aku ketiduran. Fany nggak apa-apa kan Bu?"
"Iya Fany nggak apa-apa. Jawab pertanyaan Ibu tadi. Kamu ini siapanya Fany?"
"eh.. aku cuma temennya Fany Bu"
"Kalau teman nggak sampai kayak gitu... Kamu mainin anakku?" Suara Ibu Fany agak keras.
"enggak Bu. Aku sayang sama Fany." jawabku reflek takut.
"Trus kamu pacaran sama Fany atau enggak? trus kenal sama Edy pacarnya Fany atau nggak?"
Aduuh musti jawab apa yaa.. saat aku masih berpikir Ibu Fany nyerocos lagi.
"Terus rencana kamu sama Fany mau gimana? Ibu nggak suka yaa kamu permainkan anak Ibu."
tik tok tik tok aku masih diam memikirkan apa yang harus ku katakan pada Ibu Fany. Ibu Fany bukanlah orang sembarangan yang mudah dibohongi. Lebih bahaya kalau ia tahu nanti..
"kok diem aja, kamu ini bisu?" Ibu Fany nge gas.
"Maaf bu, aku akan jujur saja."
"bagus kalau gitu. Yaudah ngomong sekarang" Sahutnya melunak.
"Aku cuma selingkuhan Fany Bu"
"Hah, maksud kamu anakku selingkuh? kamu jangan menghina yaa, Aku bisa hancurin hidup kamu"
"Saya menjawab jujur Bu. Aku nggak berani membohongi Ibu. Tapi Fany tidak sepenuhnya salah. Kami bertemu karena nggak sengaja. Aku merayunya Bu karena aku menyukai Fany. Aku tahu Fany sudah punya pacar tapi kami terus bertemu."
"Sudah gila kalian ini. Pokoknya Ibu nggak mau tau, kamu jangan sampai bikin Fany kacau. Kalau sampai itu terjadi, kamu siap-siap aja pergi dari daerah ini."
"iya bu" Jawabku takut.
Aku mengingat lagi prinsipku. Sejak awal aku tidak ingin berurusan dengan perempuan. Karena perempuan itu adalah bom waktu. Cepat atau lambat, ia akan memberiku masalah. Apalagi perempuan kayak Fany ini. Tapi sekarang situasinya sudah berbeda. Aku sudah masuk ke dalam lingkaran hitam ini. Aku nggak bisa ninggalin Fany terluka sendiri. Fany bahkan sudah siap memberikan mahkota paling berharganya padaku. Pengecut sekali kalau aku kabur.
Tapi gimana caranya? kalau aku lanjutin sama Fany, kami hanya menggali lubang lebih dalam. Gimana nanti sama Edy, dia pasti nggak akan terima. Belum lagi orang tua Fany nggak akan sudi aku pacaran dengan anaknya. Hartaku satu-satunya cuma Mio hitam milikku. Tapi kalau aku ninggalin Fany, kami berdua akan terluka.
"Bu, aku nggak tau harus apa sekarang. Aku ingin yang terbaik saja buat Fany. Kalau Ibu nyuruh aku pergi aku akan pergi. Kalau Ibu suruh aku tinggal, aku akan tinggal. Selama Fany baik-baik saja" entah kenapa aku malah meminta saran dari Ibu Fany.
Ibu Fany tidak langsung menjawab. Mungkin dia sedang berpikir.
"Kalian ini bikin pusing aja. Belum lagi ibu harus merayu kakaknya Fany tadi untuk tutup mulut. Untung aja dia berpikiran sama dengan Ibu."
"Kakaknnya Fany? yang tadi kakaknya Fany Bu? bukanya dia di kota?" tanyaku. Aku juga penasaran tentang siapa perempuan cantik tadi.
"kakak iparnya Fany. Abangnya Fany pergi ke kota, tapi nggak tega bawa anak kecil itu. Tadi Ibu jemput kakaknya itu ke rumahnya. Kalian ditinggal sebentar malah sudah telanjang aja. hihiii"
"owh kakak iparnya..." baru terjawab rasa penasaranku.
Setelah itu aku dan Ibu Fany masih berbicara panjang lebar. Aku menceritakan dengan jujur bahwa aku adalah selingkuhan Fany. Aku juga menceritakan bahwa aku minder dengan keluarganya. Ibu Fany menghargai kejujuranku. Dan ia akan memberikan saran mana yang terbaik untuk kami. Tapi beliau ingin tahu dulu dari sisi Fany. Untuk sementara, Ibu Fany memintaku untuk mengikuti keinginan Fany saja.
Namun paginya, saat aku akan berangkat ke sekolah. Ibu Fany menelponku lagi. Ia memintaku untuk menjauhi Fany untuk sementara. Mengingat Edy sebentar lagi akan mengikuti UN. Ia tidak ingin ada masalah nantinya. Ibu Fany mengatakan bahwa sebetulnya beliau juga menyukai Edy dan sudah saling mengenal dengan keluarganya.
Tapi ia juga tidak akan memaksa Fany. Semuanya bergantung pada Fany. Ibu Fany hanya bepesan, kalau kami saling ingin bertemu, lebih baik bertemu di rumahnya saja.

Ternyata jujur adalah hal penting ketika bertemu dengan orang yang mungkin akan membenci kita. Dengan jujur, berarti kita memberikan sudut pandang lain. Sehingga orang tersebut dapat memahami posisi kita jika ia adalah kita.
 
Aku terdiam, tubuhku kaku. Saat melihat gagang pintu kamar Fany berputar. Lalu dengan pelan pintu kamar Fany mulai terbuka. Kulihat wajah Ibu Fany terkejut melihat ke arahku yang masih telanjang bulat memegang celana yang baru saja kudapat. Lalu di belakang Ibu Fany muncul seorang perempuan cantik, menggendong bayi yang masih mungil. Jarak kami sangat dekat hanya 2 meter. Aku berdiri di tempat aku dan Fany melepaskan pakaian tadi, yang memang tidak jauh dari pintu. Kami saling terdiam tik tok tik tok tik tok beberapa detik. Aku terdiam kaku bukan hanya karena terkejut, takut, tapi juga karena malu tertangkap telanjang bulat. Dengan kemaluan yang belum sepenuhnya turun.
"Adaaaaaan" Suara Fany menyadarkanku. Buru-buru kupakai celanaku tanpa celana dalam.
"Kalian berpakaian dulu, setelah itu turun" kata Ibu Fany dengan wajah bengis. Lalu Ibu Fany mengajak perempuan dibelakangnya untuk turun. Fany melengos, aku pun juga hanya tertunduk malu.
Aku dan Fany berdiskusi sebentar di kamar untuk mencocokkan cerita. Supaya Ibu Fany tidak salah paham. Lalu kami turun menghampiri mereka dengan wajah tertunduk.
"Duduklah dulu, Ibu mau nelpon Ayah" Ibu Fany mengambil hpnya di meja. Lalu mengutak atik keypad Nokia N73 nya.
"Bundaa" Fany merengek. Ibu Fany sepertinya menoleh ke arah kami, memghentikan utak-atikan di hp nya.
"Kenapa? ayah harus tau tentang ini. Dan kamu jangan coba-coba untuk lari"
"Iya Buk" kataku takut. Aku tidak tahu bagaimana ekspresi wajah Ibu Fany, karena aku tidak berani menatapnya.
"Kami nggak sampai gitu Bund. Aku masih perawan." Ucap Fany sambil menangis.
Lalu suasana hening sejenak. Kuberanikan diri melihat ke arah Ibu Fany. Tampak Ibu Fany seperti berpikir. Lalu aku menoleh ke perempuan cantik di sebelahnya. "Siapa perempuan ini yaa. Kakak perempuan Fany sedang kuliah di kota. Kakak Ipar Fany juga ke kota seperti kata Fany tadi. Lalu dia ini siapa?" pikirku. Lalu perempuan itu menoleh ke arahku. Pandangan kami bertemu. Memang sangat cantik. Matanya bulat besar, bibirnya tipis, hidungnya agak mancung, alis mata dan bulu matanya tebal, dan ukuran dadanya besar.
"Ughuum" dia berdehem. Kulihat matanya berubah menjadi melotot dan alisnya naik menatapku. Sepertinya dia risih karena sadar kuperhatikan.
"eeh maaf" kataku pelan.
"Ibu tanya, dan kalian berdua harus jawab jujur" Aku dan Fany mengangguk.
"Benar kalian belum pernah melakukannya? dan Fany masih perawan?" Suara Ibu Fany sudah agak tenang. Mungkin ia lega bahwa anak gadisnya masih perawan.
"Iya Bund belum pernah" kata Fany menggeleng.
"Terus tadi kamu teriak sakit itu apa? apa kalian sedang berencana begitu?"
"Enggak Bund" Kata Fany kembali menangis.
"Yasudah, kamu pulang saja dulu. Ingat jangan coba-coba untuk kabur. Nanti saya akan menelpon kamu kalau ada apa-apa sama Fany" Katanya dingin.
"Iya Bu" kataku mengangguk.
"Yasudah kamu pulang sana"
"Iya Bu" kataku berjalan ke arahnya mengulurkan kedua tanganku untuk salim. Ibu Fany melotot heran, tapi tetap memberikan tangannya untuk kusalim.
Aku pulang dengan pikiran yang kalut. Saking kalutnya aku nggak bisa mikir apa-apa. Sampai aku mendengar orang berteriak dari arah depan. Motor kami hampir tabrakan karena aku sudah berjalan melewati garis tengah.
"klook" bunyi stang motor kami sedikit berbenturan. Aku agak oleng.
"Anjing" teriaknya. Kulihat orang itu berhenti dan memutar motornya.
"Mati aku" aku geber gas motorku sekencang-kencangnya untuk kabur.


****
Sampai di rumah, kulihat emak sedang membersihkan bawang di ruang tengah.
"Udah pulang nak?" Tanya emak melihatku datang. Aku terdiam menatap wajah emakku. Hatiku melengos. Apa jadinya kalau emak tau perbuatan cabulku tadi. Apalagi kalau aku terpaksa nikah muda. Emak pasti sangat kecewa. Maafin Adan mak.
"Bawa apa tuh?" Tanya emak menunjuk ke plastik hitam yang kubawa. Aku belum sadar ternyata aku sedang menenteng kantong berisi baju pasanganku dengan Fany. Ku lihat isinya, memang masih utuh. Fany belum sempat mengambilnya. Aku lihat ada kantong lain di dalam, dan baru aku ingat tadi aku juga membeli Daster untuk emak.
"Nih buat emak" kataku memberikan kantong miliknya. Emak menatapku bertanya-tanya. Lalu ia membuka isi kantongnya.
"Waaaah ini buat emak nak?" matanya berbinar. Aku mengangguk. Lalu emak mengeluarkan dasternya. Mata emak berkaca-kaca mendekat ke arahku. Emak memegang tanganku lalu memelukku. Aku menatap emak sepertinya emak sangat senang dengan pemberianku.
"Kalau tau emak akan sesenang ini, aku sudah beliin buat emak dari dulu-dulu.
Nanti Aku beliin lagi yaa mak?" Kataku merayu.
Emak menggeleng. "Jangan nak, simpan uangmu itu untuk masa depanmu nanti."
"Iya mak"
"Eeh udah pulang Adan" kata nenekku yang datang dari dapur. Lalu nenek menatap emak heran karena mata emak masih berkaca-kaca.
"Beli baju Rin?" Tanya nenek melihat daster yang di pegang emak.
"Dibeliin Adan mak" Sahut emakku.
"Yaudah emak coba dulu yaa" Lalu ibu pergi ke kamarnya.
Nenek tersenyum "yaa gitu perhatiin emakmu itu sesekali. Beliin baju, beliin makan. Bikin emakmu itu senang" Nenek memberiku nasehat.
"Cocok nggak?" tanya emak memakai daster barunya.
"Bagus mak, cantik." kataku tanpa sadar. Entah kenapa aku gampang sekali menyebut kata Cantik belakangan ini. Kulirik nenek hanya tersenyum.
"Bagus tuh Rin, emang beli dimana Ndan" kata nenek menanyaiku.
"Di pasar palau nek" sahutku. Lalu emak masuk lagi ke kamar mengganti dasternya.
"Kok nggak dipake mak" tanyaku.
"Yaa kotorlah nanti, bau bawang. Nantilah emak pake kalau udah santai." Lalu emak duduk lagi untuk membersihkan bawang.
Hanya saja emak kali ini duduk dengan kaki ditekuk satu. Aku kaget tapi tetap menatap ke celah daster emak. Aku bisa melihat celana dalam emakku warna putih sangat jelas. Aku langsung risih gelisah tapi tetap menatap ke arah sana. Rasa kentang saat bersama Fany tadi membuat batangku naik dengan cepat. Cukup lama aku menatap ke arah itu, sampai aku tersadar masih ada nenek di sampingku. Aku menoleh ke arah nenek, beliau sedang memperhatikanku. Tatapan kami beradu seolah sedang berbicara. Aku menyipitkan mata siap-siap untuk dipermalukan. Kalau-kalau nenek ngomong ke emak. Mati aku..
"ughuum, aku ke sumur dulu" Lalu nenek pergi tanpa menatapku. "Hah, maksudnya apa ini neek, kenapa aku ditinggal dalam kondisi begini?" Tanyaku menatap kepergian nenek.
Meskipun aku mencoba beepikir, tentang nenek yang mungkin saja menjebakku. Tapi otakku sekarang sedang berkabut. Celana dalam emak terdedah di depan mataku, Menampilakan paha dan gundukan memeknya membuat kesadaranku hilang entah kemana.Aku baru tersadar setelah emak menurunkan kakinya. Lalu aku buru-buru pergi ke kamar untuk menuntaskan rasa kentang sejak dengan Fany tadi.
*******
Aku baru bangun tidur jam setengah 4 sore. Lagi-lagi aku lupa membuka pintu kecil kamarku. Kepalaku terasa pusing nyut-nyutan. Lalu kubuka pintu kecil itu untuk menghirup udara segar dari luar.
"Gimana kabar Fany yaa" aku memgambil hp ku. Tidak ada pesan maupun panggilan. Karena penasaran buru-buru kutelpon nomor hp Fany. Setelah panggilan tersambung,
"Haloo Fan, kok diem aja" tanyaku. Biasanya kan orang yang ditelpon akan bilang haloo dulu. Tapi kali ini nggak.
"Fany, kok diem aja. Gimana tadi sama Bunda? kamu di marahin?" masih tidak ada suara.
"Fan, kamu kenapa?? aku ke rumah kamu yaa" Fany diam saja bikin aku khwatir.
"Kamu ini sebetulnya siapanya Fany?" kulihat nomor di hp ku. Bener kok nomornya Fany, siapa yang jawab yaa. Hah jangan-jangan?
"eh maaf ini Ibu Fany yaa"
"Iya Bunda Fany, kenapa? mau kabur?"
"eh nggak Bu, aku cuma mau nanyain kabar Fany" kujawab jujur.
"Hah, baru sekarang? tadi kemana aja?"
"Maaf Bu, tadi aku ketiduran. Fany nggak apa-apa kan Bu?"
"Iya Fany nggak apa-apa. Jawab pertanyaan Ibu tadi. Kamu ini siapanya Fany?"
"eh.. aku cuma temennya Fany Bu"
"Kalau teman nggak sampai kayak gitu... Kamu mainin anakku?" Suara Ibu Fany agak keras.
"enggak Bu. Aku sayang sama Fany." jawabku reflek takut.
"Trus kamu pacaran sama Fany atau enggak? trus kenal sama Edy pacarnya Fany atau nggak?"
Aduuh musti jawab apa yaa.. saat aku masih berpikir Ibu Fany nyerocos lagi.
"Terus rencana kamu sama Fany mau gimana? Ibu nggak suka yaa kamu permainkan anak Ibu."
tik tok tik tok aku masih diam memikirkan apa yang harus ku katakan pada Ibu Fany. Ibu Fany bukanlah orang sembarangan yang mudah dibohongi. Lebih bahaya kalau ia tahu nanti..
"kok diem aja, kamu ini bisu?" Ibu Fany nge gas.
"Maaf bu, aku akan jujur saja."
"bagus kalau gitu. Yaudah ngomong sekarang" Sahutnya melunak.
"Aku cuma selingkuhan Fany Bu"
"Hah, maksud kamu anakku selingkuh? kamu jangan menghina yaa, Aku bisa hancurin hidup kamu"
"Saya menjawab jujur Bu. Aku nggak berani membohongi Ibu. Tapi Fany tidak sepenuhnya salah. Kami bertemu karena nggak sengaja. Aku merayunya Bu karena aku menyukai Fany. Aku tahu Fany sudah punya pacar tapi kami terus bertemu."
"Sudah gila kalian ini. Pokoknya Ibu nggak mau tau, kamu jangan sampai bikin Fany kacau. Kalau sampai itu terjadi, kamu siap-siap aja pergi dari daerah ini."
"iya bu" Jawabku takut.
Aku mengingat lagi prinsipku. Sejak awal aku tidak ingin berurusan dengan perempuan. Karena perempuan itu adalah bom waktu. Cepat atau lambat, ia akan memberiku masalah. Apalagi perempuan kayak Fany ini. Tapi sekarang situasinya sudah berbeda. Aku sudah masuk ke dalam lingkaran hitam ini. Aku nggak bisa ninggalin Fany terluka sendiri. Fany bahkan sudah siap memberikan mahkota paling berharganya padaku. Pengecut sekali kalau aku kabur.
Tapi gimana caranya? kalau aku lanjutin sama Fany, kami hanya menggali lubang lebih dalam. Gimana nanti sama Edy, dia pasti nggak akan terima. Belum lagi orang tua Fany nggak akan sudi aku pacaran dengan anaknya. Hartaku satu-satunya cuma Mio hitam milikku. Tapi kalau aku ninggalin Fany, kami berdua akan terluka.
"Bu, aku nggak tau harus apa sekarang. Aku ingin yang terbaik saja buat Fany. Kalau Ibu nyuruh aku pergi aku akan pergi. Kalau Ibu suruh aku tinggal, aku akan tinggal. Selama Fany baik-baik saja" entah kenapa aku malah meminta saran dari Ibu Fany.
Ibu Fany tidak langsung menjawab. Mungkin dia sedang berpikir.
"Kalian ini bikin pusing aja. Belum lagi ibu harus merayu kakaknya Fany tadi untuk tutup mulut. Untung aja dia berpikiran sama dengan Ibu."
"Kakaknnya Fany? yang tadi kakaknya Fany Bu? bukanya dia di kota?" tanyaku. Aku juga penasaran tentang siapa perempuan cantik tadi.
"kakak iparnya Fany. Abangnya Fany pergi ke kota, tapi nggak tega bawa anak kecil itu. Tadi Ibu jemput kakaknya itu ke rumahnya. Kalian ditinggal sebentar malah sudah telanjang aja. hihiii"
"owh kakak iparnya..." baru terjawab rasa penasaranku.
Setelah itu aku dan Ibu Fany masih berbicara panjang lebar. Aku menceritakan dengan jujur bahwa aku adalah selingkuhan Fany. Aku juga menceritakan bahwa aku minder dengan keluarganya. Ibu Fany menghargai kejujuranku. Dan ia akan memberikan saran mana yang terbaik untuk kami. Tapi beliau ingin tahu dulu dari sisi Fany. Untuk sementara, Ibu Fany memintaku untuk mengikuti keinginan Fany saja.
Namun paginya, saat aku akan berangkat ke sekolah. Ibu Fany menelponku lagi. Ia memintaku untuk menjauhi Fany untuk sementara. Mengingat Edy sebentar lagi akan mengikuti UN. Ia tidak ingin ada masalah nantinya. Ibu Fany mengatakan bahwa sebetulnya beliau juga menyukai Edy dan sudah saling mengenal dengan keluarganya.
Tapi ia juga tidak akan memaksa Fany. Semuanya bergantung pada Fany. Ibu Fany hanya bepesan, kalau kami saling ingin bertemu, lebih baik bertemu di rumahnya saja.

Ternyata jujur adalah hal penting ketika bertemu dengan orang yang mungkin akan membenci kita. Dengan jujur, berarti kita memberikan sudut pandang lain. Sehingga orang tersebut dapat memahami posisi kita jika ia adalah kita.
Kejujuran diatas segalanya walaupun itu menyakitkan,,

Ttp semangat memperjuangkan fany hu :adek: :adek:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd