Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG AGUS, Sang Pemijat Wanita

GiselleSan

Semprot Kecil
Daftar
16 Oct 2023
Post
84
Like diterima
613
Bimabet
Permisi, sebelumnya saya minta maaf, saya disini berkenaan dengan niat melanjutkan cerita dari Ricoalex dan Irfanramli, sudah dengan persetujuan yang bersangkutan, terimakasih.

•••

Hallo semua, kali ini saya ingin bercerita tentang curhat teman yang berprofesi sebagai tukang pijat. Untuk menyamarkan cerita, saya buat versi novel ya. Sekalian mengasah kemampuan menulis.


*Awal Mula Profesi Tukang Pijat*



Namaku Agus, usiaku 16 tahun dan kehidupanku berjalan normal seperti pemuda kebanyakan lainnya. Yang sedikit berbeda mungkin sepeninggal ayahku yang wafat waktu aku berumur 12 tahun. Kehidupanku dan ibuku menjadi sedikit sulit dan tersendat. Saat itu aku baru lulus SD, dan butuh biaya untuk melanjutkan ke SMP.

Ibuku-atau kau dapat memanggilnya Ibu Tia mulai berpikir bagaimana caranya bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan kami. Saat itu ibuku hanya melakukan pekerjaan serabutan. Bekerja apa saja asal halal dan pulang membawa uang untuk membeli beras dan kebutuhan kami sehari-hari. Almarhum ayahku tidak menginggalkan harta apa-apa, selain sebuah rumah sederhana yang sekarang kami tinggali di sebuah gang kecil yang padat dan ramai.

Sejak muda ibuku mempunyai keahlian memijat. Keahlian turun-temurun dari keluarga nenekku yang sempat terabaikan itu mendadak sempat terpikirkan oleh Ibuku untuk kembali menekuninya. Awalnya Ibuku memijat para tetangga yang kecapekan, lama-kelamaan mulai banyak orang yang mendengar keahlian Ibuku dan datang untuk meminta dipijat.

Bukan hanya orang tua, tetapi anak-anak yang habis terjatuh atau sakit, masuk angin, meriang, semua mendatangi Ibuku untuk dipijat.

“Alhamdulillah anak saya sudah sembuh, Bu. Terima kasih banyak.” Seorang ibu bergegas keluar dari rumah ibuku. Semakin hari rumah kami semakin ramai. Kini ibuku mendapat julukan baru, Mbok Tia si tukang pijat.

Lama-kelamaan bukan hanya melayani orang yang datang saja, ibuku juga menerima panggilan. Tentu saja dengan tarif yang berbeda. Jika ada orang yang memanggil untuk datang dan dipijat olehnya, Ibuku selalu memintaku untuk mengantarnya dengan motor butut kesayanganku.

“Kamu besok antarkan Ibu ke perumahan di Jalan Cempaka, ya, Gus. Ibu ada panggilan memijat di sana.”

“Jam berapa, Bu?” tanyaku yang sedang menikmati sepiring sarapan dengan nasi uduk lauk jengkol menjadi makanan favoritku.

“Besok jam tiga sepulang sekolah, kalau pagi biasanya masih banyak orang datang ke sini.”

Aku segera menghabiskan sarapan lalu segera berpamitan untuk berangkat ke sekolah. Sebentar lagi aku akan menghadapi ujian sekolah. Aku sudah punya cita-cita untuk bekerja ke luar negeri.

Menurut informasi dari guruku kalau ada lowongan bekerja di luar negeri dengan gaji yang cukup lumayan. Hal itu yang membuatku tak sabar ingin segera menyelesaikan pendidikanku untuk membantu ibuku mencari uang.

Malam harinya, aku mengutarakan maksud untuk bekerja di luar negeri. Namun betapa terkejutnya ibuku kala mendengar niatku itu.

“Untuk ke luar negeri biayanya berapa, Gus?” tanya ibuku.

“Nanti Agus akan cari yang tidak perlu biaya banyak dan dipotong gaji saja, Bu.”

“Kalau cuma sedikit Ibu bisa usahakan. Yang penting sekarang sepulang sekolah kamu antarkan ibu keliling menerima panggilan. Kalau Ibu yang datang, upahnya lumayan, Gus. Apalagi kalau orangnya cocok sama pijatan ibu dan royal.”

“Memijat itu ada ilmunya, ya, Bu?” tanyaku asal.

“Ada tekniknya, kalau kamu mau belajar, Ibu bisa ajarin kok.”

“Susah, nggak, Bu?”

“Nggak susah asal kamu mau belajar. Setelah makan nanti Ibu ajari kamu.”

“Ibu nih masa laki-laki belajar pijat, nggak mau, ah.”

“Lho, nggak papa, kalau kamu punya keahlian itu lebih bagus. Mumpung Ibu masih hidup, Gus. Setidaknya kamu ini punya darah tukang pijat turunan dari nenekmu, sekarang Ibu yang mewarisi, nantinya kamu juga harus belajar.”

Seketika aku terdiam sejenak, sebenarnya aku tidak mau belajar memjiat, tapi ibuku terus memaksa, hingga akhirnya sedikit demi sedikit aku mulai belajar memijat, meskipun awalnya sangat terpaksa.

Setelah belajar memijat dari ibuku, ibu juga mengajakku berkeliling ke rumah pelanggan. Ibuku ingin aku melihat secara langsung ilmu yang sudah diberikan. Setiap ibuku dipanggil memijat dari rumah ke rumah, aku selalu mendampingi.

Aku adalah Agus si muda berwajah lumayan tampan yang kini sudah mulai paham cara Ibuku memijat. Dari situlah berawal, aku mulai belajar memijat dan awalnya memijat ibuku sendiri.

Pengalaman pertamaku akhirnya datang saat aku mengantar Ibuku memijat pasangan suami istri muda.

"Gus, abis belajar nanti jam 8 malam antar Ibu ke kompleks perumahan Rinjani ya, Ibu ada panggilan pijat di sana," ujar Ibuku setelah kami selesai makan malam sekedarnya hanya nasi putih dengan lauk tempe goreng.

Lidah kami sudah terbisa dengan makanan sederhana, hanya ditambah sambal terasi saja, kami sudah menghabiskan nasi dengan lahap.

“Iya, Bu. Nanti Agus mau nyiapin jadwal untuk pelajaran besok dulu.”

Perlahan kini aku sudah mulai menguasai teknik memijat. Sedikit demi sedikit aku mulai belajar sesuai arahan Ibuku.

Sejak Ayahku wafat, aku dan Ibu tinggal di rumah kecil sederhana dengan satu kamar tidur dan satu kamar mandi kecil. Aku lebih memilih tidur di ruang tamu menggelar kasur tipis di depan TV tabung 14 inch. Tempat yang paling nyaman bagiku yang sudah terbiasa hidup susah. Kehidupan sederhana tapi cukup membahagiakan dengan ibuku. Aku bercita-cita suatu saat nanti akan membahagiakan ibuku dengan membeli rumah yang lebih layak untuk tempat tinggal kami.

Karena mendpaat perintah dari Ibuku, tentu saja aku segera menyiapkan buku-buku sekolah untuk jadwal pelajaran besok pagi. Setelah rapi semua, ak segera berganti baju dan menunggu ibuku selesai beres-beres.

Ibuku segera membereskan meja makan dan mencuci perabotan. Ibuku yang sudah berusia lima puluh tahunan itu segera bersiap-siap untuk berangkat memenuhi panggilan pijat di perumahan mewah yang tak jauh dari rumah kami. Sejak menerima panggilan di sebuah perumahan, entah dari mana semua berawal Ibuku juga tidak tahu, tiba-tiba saja ia menerima banyak orderan. Kata pelanggan yang terakhir ia datangi, orang itu membuat status di Facebook dan banyak kawan-kawannya yang membaca dan berkomentar.

“Sudah siap, Gus?” tanya ibuku saat melihat diriku sudah menunggu di teras kecil rumah milik kami. Aku sudah berdandan rapi dengan celana jeans dan kemeja lengan pendek, satu-satunya bajuku yang terlihat pas dan membuat penampilanku berbeda.

Banyak orang bilang aku mempunyai wajah yang tampan. Garis wajahku lebih banyak menurun dari Ayah, pria kelahiran Manado. Kulitku putih bersih, dengan hidung mancung membuatku terlihat menarik. Di sekolah aku juga banyak mempunyai penggemar dan ditaksir kawan-kawan perempuan. Bahkan beberapa di antaranya sempat berantem memperebutkan diriku yang tidak terlalu tertarik untuk menanggapi teman-teman perempuan.

Aku yang polos dan lugu tak ingin membuang waktuku hanya untuk berpacaran, aku lebih fokus belajar dan ingin lulus dengan nilai bagus supaya bisa bekerja di luar negeri. Hanya itu cita-citaku, membuat ibuiu tidak lagi bekerja dan mempunyai kehidupan yang layak.

“Kompleknya nggak terlalu jauh, kan, Bu? Bensinnya kayaknya mau habis ini.” ujarku sambil membuka tangki bensin dan menggoyang-goyangnya motornya sedikit, untuk melihat bensin yang tinggal sedikit.

“Iya, di depan sana kurang lebih lima belas menit sampai, kok. Nanti pulangnya saja kita beli bensin.”

Ibuku segera menguci rumah lalu bergegas menaiki motor butut milikku. Satu-satunya barang berharga, sepeda motor tua yang dibelikan oleh ibuku dari hasil memijitnya dua bulan lalu.

Angin malam berhembus pelan menerpa wajah kami yang mencoba mengais rezeki untuk tetap melanjutkan kehidupan kami yang sederhana. Tak berapa lama kemudian kami tiba di sebuah rumah berlantai dua. Entah kenapa jantungku berdetak lebih kencang, sebab aku belum pernah memasuki rumah mewah.



•••

Bersambung...
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd