Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG A Diary of Dick - The Babymaker

babymaker

Semprot Kecil
Daftar
3 Aug 2017
Post
74
Like diterima
250
Bimabet
Halo suhu-suhu semua, berikut ini cerita hasil asli buatan saya sendiri, ini adalah season 1, Terima kasih, selamat membaca.

Link season 2 : https://v1.semprot.com/threads/a-diary-of-dick-season-2-multiple-strikes.1241347/

Namaku Armand, umur 25 tahun dan sekarang aku bekerja untuk sebuah perusahaan konstruksi. Aku punya seorang istri dan anak yang tinggal long distance denganku. Istriku tinggal di rumah kami di Garut, Jawa Barat, sementara aku kos di Bekasi. Setiap 1 atau 2 minggu aku pulang untuk menemui mereka. Kehidupanku sempurna dan berkecukupan, termasuk soal seks. Aku juga bukan pria nakal, walaupun kadang suka ada fantasi liar dalam benakku, namun kupilih untuk memendam dan hidup secara normal.

Kisah ini bermula saat anakku lahir, aku dan istriku termasuk pasangan yang tokcer karena sekitar setahun kami menikah kami sudah punya bayi. Sesuai prosedur, bukan karena insiden. Istriku, Vany, sudah lama ingin punya bayi bahkan semenjak kami masih pacaran. Ia memang sudah ngebet karena melihat teman teman 1 geng-nya sudah menikah dan sudah beranak pinak. Kini, dari sekitar 8 orang geng teman arisan kuliahnya, tinggal 1 orang yang belum punya keturunan, yakni Lisma. Lisma adalah teman yang paling dekat dengan istriku dibanding yang lain. Mereka berdua kerap curhat berbagai hal, bahkan berkhayal berdua tentang kelak saat sudah sama-sama menjadi ibu. Lisma menikah 5 tahun lebih dulu dari kami, mereka menikah muda waktu itu, namun masih belum hamil sampai sekarang. Dari gosip yang kudengar sih suaminya, Reza, ia didiagnosis mengalami hipotroid sehingga kualitas spermanya rendah. Reza sendiri adalah teman sekelas Vany semasa SMA, istriku pula-lah yang jadi mak comblang hubungan Reza dan Lisma sampai mereka menikah. Istriku juga pernah cerita, kalau semasa SMA dulu Reza termasuk bad boy yang sering mabuk-mabukan bahkan nyabu, mungkin itulah kenapa dia sulit punya keturunan, ditambah postur badan Reza juga besar alias gendut. Reza dan Lisma pun juga pasangan suami istri long distance seperti kami, Reza bekerja sebegai staf administrasi sebuah rumah sakit di Jakarta, sementara Lisma bekerja sebagai guru honorer seperti istriku di Garut. Rumah mereka di Garut tidak jauh dari rumah kami, hanya beda kelurahan. Ketika mereka datang melongok istriku yang baru lahiran, aku bisa melihat ada kesedihan yang Lisma tutupi di depan istriku, Reza sendiri yang melongok ke dalam sebentar, basa basi tak sampai 1 menit lalu ngobrol denganku diluar kamar.

“Selamat ya bro”, ujarnya sambil menepuk bahuku.

Aku tersenyum kecil, Reza tertunduk sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

“Cepat nyusul”, kataku.

Reza cuma tersenyum kecut. “Udah 5 tahun man”

“Belum lama lah, banyak yang sampe 10 tahun, 15 tahun bahkan puluhan tahun akhirnya dikasi juga, yang penting usaha, sama doa bro”, aku berusaha menghibur.

“Ya kalo dikasi, tapi gimana kalo gue ama Lisma termasuk yang 10, atau 15 atau bahkan gak dikasi? Lu enak, setaun udah jadi, lah gue?”

“Jangan pesimis gitu dong bro”, ujarku.

“Man, lu gak tau gimana stressnya gue ngadepin Lisma yang ngerengek mulu pengen bayi, belom mertua gue, bahkan orang tua gue juga suka nyindir gue. Lu tau si Gina adeknya Lisma kan ? Bocah cabe-cabean itu malah bunting duluan kagak tau jurusannya. Gue udah abis puluhan juta bro buat punya anak, terapi sana sini, mana hasilnya ?”

“Kalo adopsi bro ?”, tanyaku.

“Ah kagak ah, ngapain ngurusin anak orang, gue masih yakin bisa bikin Lisma hamil”, tegas Reza.

“Iya gue ngerti bro, oke kita bahas yang lain ya, ngomong-ngomong kemaren yang mau jual velg mana bro?”

Dan percakapan pun beralih, tidak lama kemudian Lisma datang dan ngajak Reza pulang, mereka pamit padaku dan istriku.

Dua bulan kemudian, setelah lebaran, aku mendengar cerita dari istriku via WA, karena aku lagi di Bekasi. Ia bilang kalau Lisma dan Reza lagi bertengkar hebat. Akar masalahnya dari masalah anak.

“Kayaknya Lisma beneran udah pengen banget punya anak deh yah, sampe stress gitu”, kata Vany.

“Iya sih, ya si Reza juga udah pengen banget, tapi ya namanya belom dikasi mau gimana, kameren waktu jenguk kita juga ayah udah semangetin si Reza bun”, kataku.

“Yang parah sih dari orang tua Lisma ama sodara-sodaranya, kemaren pas lebaran tuh diledekin melulu, mungkin sih niatnya bercanda, tapi ya namanya perempuan apalagi kondisi kayak Lisma kan pasti sensi banget, bunda juga ngerasain gitu dulu, ujar Vany.

“Yaudah lah biarin, kamu jangan ikut-ikutan, itu urusan keluarga orang loh, biarpun Lisma temen deket kamu”, aku memperingatkan istriku.

Keesokan harinya istriku memberi kabar lewat WA, kalau Lisma semalam menginap di rumahku. Katanya sedang ribut dengan suaminya, tapi pagi pagi sudah pulang lagi.

Tak lama HP-ku berbunyi sebelum aku berangkat kerja, nomor tak dikenal.

“Halo ? Siapa ya ?”, tanyaku.

“Halo ini Armand ya ? Ini aku Lisma, temen Vany”, jawab diujung telpon.

“Oh iya, kenapa Ma ? semalam katanya main ke rumah ya ?”

“Iya Man, aku Cuma mau minta maaf gak sempat izin sama kamu, soalnya semalam emang udah malam banget, lagian HP kamu gak aktif”, ujar Lisma.

“Ah gak apa-apa, lagian aku seneng kok Vany ada yang nemenin di rumah, santai aja Ma”.

“Iya makasih man, ngomong-ngomong aku boleh gak nginep sama Vany lagi ?”

“Oh ya gapapa, silahkan aja, bagus malah”, ujarku.

“Oke makasih ya Man, maaf ganggu, hati-hati di proyeknya”, Lisma lalu menutup telpon.

Di tempat kerja, aku chatting dengan istriku, dia cerita kalo alasan Lisma kabur semalam karena ribut dengan Reza, apalagi kalo bukan masalah anak pemicunya. Lalu Lisma juga ingin menginap di rumahku untuk menenangkan diri, dia stress kalau sendiri di rumah soalnya Reza sudah berangkat kerja lagi di Jakarta. Mau pulang ke rumaha orang tuanya tapi jaraknya jauh. Makanya dia mau menginap di rumahku, sekalian ada teman curhat dengan Vany. Lisma juga tidak cerita pada Reza atau keluarganya kalo ia minggat ke rumahku.

Jumat malam, aku pulang ke Garut. Sehabis maghrib meluncur mulus tanpa ada macet. Sampailah aku sekitar jam 20.30 WIB. Di rumah aku disambut istriku dan juga Lisma, sehabis main sebentar dengan anakku, aku pun nonton TV di ruang tengah. Vany dan Lisma menemaniku nonton TV sampai malam sambil mengobrol ngalor ngidul. Keduanya memakai piyama tidur yang, jujur saja, menaikkan nafsuku.

“Seru juga kalo threesome nih”, ujarku dalam hati. Tapi ya cuma sebatas angan, gak mungkin terjadi dan aku juga tidak berusaha mencari celah biar terjadi. Memang dasarnya aku gak bisa jadi pria nakal.

“Si Reza titit-nya kecil ya ma ?”, ujar istriku. Vany emang koplak juga kalo ngomong, apalagi sama sahabat dekatnya.

“Iya sih kayaknya Van, lah kalo si aa yang 1 itu ?”, Lisma melirik ke arahku. Lisma juga koplak sebenernya.

“Wah kalo kang mas yang 1 ini sih besar dan bertenaga hahahahahaha”, Vany menimpali. Kita bertiga pun ketawa. “Tuh udah ada hasilnya si cantik yang lagi tidur”, ujar Vany.

Lisma cuma nyengir. Tidak lama kami pun tidur. Lisma tidur di kamar atas. Sementara aku seperti biasa tidur dengan istri dan anakku di kamar bawah.

Di kamar, aku yang sudah nafsu langsung memeluk tubuh istriku dari belakang, meremas payudaranya. “Idih nafsu nih yee”, ledek Vany. “Iya, wajar lah udah nahan 2 minggu”, kataku.

Istriku, Vany, seumuran denganku, memiliki tubuh yang lumayan berisi. Dulu sewaktu kami menikah malah cenderung kurus, tapi setelah anak kami lahir badannya jadi jauh lebih berisi, 55 kg dengan tinggi 160 cm. Payudaranya pun padat 36 B, dengan puting yang mengacung hitam. Pantatnya yang montok membulat. Semua ini tertutup hijab bila sedang menghadapi orang selain aku. Ah, body ibu-ibu anak 1 memang luar biasa. Dengan wajah manis khas Sunda, rambut pendek ala polwan dan kulit kuning langsat, istriku ini memang spektakuler menurutku, walaupun yang membuatku jatuh cinta jelas bukan semata fisiknya, tapi sikapnya yang keibuan, tapi bisa juga diajak seru-seruan. Seperti halnya dalam masalah seks, ia tidak kaku, justru liar di ranjang. Padahal aku berani jamin, waktu kunikahi, dia masih perawan ting-ting, namun skill-nya luar biasa, mungkin faktor internet, yah dia belajar banyak tentang seks lewat teori tanpa praktek. Ilustrasi ? yah mungkin bayangkan saja aktris dan balerina Karina Salim, tapi versi rambut pendek.

Vany lalu menggeser posisi tidur anakku ke ujung ranjang dekat tembok, biar kami bisa leluasa main.

Tanpa basa basi kami langsung telanjang, diatas tubuh Vany kucumbu liar lehernya sambil kuremas toketnya yang makin besar gara-gara menyusui. Sementara tangan Vany mengocok penisku yang sudah tegang.

“Ooohhhh, aaaahhhhh”, lenguh Vany.

Kami berguling guling d kasur sambil bercumbu, kadang-kadang terhenti untuk melihat anak kami bangun atau tidak.

Kumasukkan jariku ke liang memek Vany, basah sekali, padahal foreplay baru sebentar. Istriku ini memang sudah gak tahan juga rupanya. Sesekali tangan kananku memainkan puting hitamnya yang mengacung, “Aaaaaaaaaaaarrrrrrrrgggggggggggghhhhhhhhhhh”, Vany mendesah ketika kukocok memeknya dengan jariku.

Lalu, sambil posisiku masih diatas, Vany memintaku menggeser tubuhku ke atas. Aku tahu, dia mau nyepong. Kumasukkan kontol besarku ke mulutnya yang dia hisap keras-keras.

“Sluuurrrrrrrrpppppp, sslluuuuuuuurrrrrrrpppppp, aaaaaarrrrrgggghhhhhhhhh”, kontolku basah oleh liur Vany. Tanpa segan ia mengulum batang penis bahkan biji kontolku.

Aku dan Vany sudah sangat terangsang, maka lalu aku kangkangkan kakinya, dan kusodok liang memeknya yang berjembut tipis itu dengan posisi missionary.

“Oooooouuuuuuuuggggghhhhhhhhh”, lenguh kami berdua. Liangnya sudah becek sekali. Langsung kupompa pelan pelan sembari kucumbu leher dan kugerayangi toketnya yang besar itu.

Makin lama, makin kupercepat kocokanku. “Plok... plok... plok... ploookkk”, bunyi kelamin kami beradu. Vany menahan rintihannya supaya anak kami tidak terbangun, aku pun Cuma terengah engah sambil memandangi wajahku istriku yang dahinya berkeringat, sesekali kami berciuman panas sambil beradu lidah.

5 menit non-stop kontol 15 cm-ku menggempur memek istriku dengan kecepatan tinggi, sampai kemudian aku merasa mau klimaks. “Wah bahaya nih”, ujarku dalam hati. Kukurangi kecepatan sodokanku sampai akhirnya berhenti.

“Bentar narik napas dulu”, ujarku. “Iya aku juga pegel yah”, istriku menimpali. Padahal akal-akalanku aja ngeles biar tidak ejakulasi, maklum aku main alami, tanpa obat. Paling pantang aku pakai begituan. Main dengan istri berbeda dengan main dengan jablay, harus pakai perasaan.

Kemudian lanjut lagi, kali ini aku membelakangi Vany, badan kami berdua tidur dalam posisi miring. Kuremas toketnya dari belakang sambil kuciumi lehernya.

“Aaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrggggggggggggggghhhhhhhhhhh”, Vany mulai naik lagi.

Kuangkat sebelah kaki istriku, lalu kumasukkan kontolku ke dalam memeknya . “Sleeepppppp”.

Kuatur ritme kocokan dari pelan perlahan cepat. “Aaaaahhhhh, niiiiiiiiiiiiiiikkkkkkkmmmmaaaaaaaaaattttttt sayaaaaangggggggg”, ujar Vany. “Memek bunda milik ayah, ooooooohhhhhhh nikmatnya memek kamu sayang, pelampiasan nafsu kontol ayah”, ujarku sambil membisiki Vany.

Tak lama kemudian tangan Vany mencengkeram pahaku, ah ini tandanya dia mau klimaks. “Yah jangan dulu yah, yah... ya.....aaaaaahhhhhhh”, Vany mengisyaratkan belum ingin klimaks, tapi kupercepat kocokanku dan “Ayah, yaaahhhh.... ah.... a....Armaaaaaaaaaaaaannnnnndd”, Vany pun klimaks, kosodok kontolku dalam dalam sambil kucumbu lehernya.

“Ih dibilang jangan dulu, jadi aja aku keluar duluan, ayah maaahhhh”, sahut Vany manja. Aku Cuma nyengir. “Wuuuuu gak rame ah keluar duluan”, ujarku meledek Vany.

“Ayah belom keluar nih”.

“Bodo ah”, kata istriku yang kubalas kucubit pantatnya.

“Bentar dong yah narik nafas dulu”, ujar istriku manja.

“Iya yaudah, ayah ambil minum sebentar keluar”, aku pun beranjak. Kupakai celana dalam ku saja lalu keluar kamar.

Diluar kamar, aku tiba-tiba iseng ingin melihat ke kamar atas. Ingin tahu apa Lisma sudah tidur. Kunaiki anak tangga, dari koridor aku bisa lihat kamar tamu tempat Lisma tidur ternyata pintunya terbuka sedikit dan lampu di dalam ruangan masih menyala.

“Wah belom tidur, apa jangan-jangan dia nguping tadi ya ?”, tanyaku dalam hati. Ah tapi tadi kan kamarku ditutup, desahanku dan Vany juga tidak keras-keras banget. “Bodo ah”, ujarku. Tiba-tiba kulihat bayangan Lisma mau keluar kamar. Buru-buru aku turun, ambil minum sedikit di dispenser ruang tengah. Saat sedang mengisi air, aku mendengar langkah sendal menuju tangga mau turun.

“Lisma mau kesini”, ujarku dalam hati.

Rumahku tidak besar, berada di sebuah komplek perumahan bersubsidi pemerintah dengan luas bangunan 36 m2. Namun aku cukup beruntung punya rezeki untuk merenovasinya menjadi 2 lantai dengan 2 kamar di atas. Aku cuma punya 1 dispenser minum di lantai bawah dekat dapur, jadi kalau kehausan diatas ya mau tidak mau turun kebawah untuk mengambil air.

Aku segera masuk kamar, kulihat istriku sedang tiduran miring membelakangi pintu sambil mengelus-elus bayi kami . Sengaja pintu tidak kututup rapat, kusisakan celah sedikit. Ada sensasi tersendiri senadainya Lisma mengintipku sedang ngentot dengan istriku, tapi istriku tidak menyadarinya.

Kugerayangi toket istriku dari belakang sambil kugesek-gesek kontolku ke pantatnya. “Lama banget minum doang, keburu males nih”, ujar istriku dengan nada sewot. “Jangan gitu dong sayang, ayo yuk”, aku memelas. “Eeemmhhhhhhhhhh... tapi jangan lama-lama ya, udah capek, udah malem juga nih”. Istriku memang begitu, kalau sudah klimaks duluan jadi turun libidonya.

Kumasukkan jariku ke lubang memeknya sambil kucumbu leher dan telinga belakang istriku, nafsunya pun naik lagi. “Ayo nungging”, ujarku. Istriku menurut, dia menungging sambil kuarahkan posisinya supaya membelakangi pintu. Kuremas pantatnya sambil masih kumainkan memeknya dengan jariku.

“Aaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh ayah ayooooooo”, pinta istriku.

Aku menengok ke belakang ke arah pintu, benar saja, aku menangkap sosok Lisma mengintip kami !

Lisma langsung sembunyi menghilang, tapi aku tahu dia masih di belakang pintu. Langsung kusodok memek istriku. “Uuuuuhhhhhh... aaaahhhhhhhhh”, aku mendesah. Sengaja agak kukeraskan desahanku biar terdengar Lisma. “Ayah jangan keras-keras, ntar anak kita bangun”, hardik istriku.

Tapi aku tak peduli, kugenjot memek istriku dengan langsung kecepatan tinggi. “Aaaarrrgggghhhhh.... uurrrrrgggggghhhhhhhh... me.. memek mantaaaaappppppppppp”, ujarku.

“Ay...aaaayy...ayaaaaaahhhh oh nikmatnya kontol gede kamu sayaaaaaaanggggg”, Vany mulai meracau.

Sesekali kulihat ke arah pintu, Lisma kupergoki mengintip lalu dia ngumpet lagi. “Ahay”, ujarku dalam hati. Suara desahan dan raungan kami memang agak tertahan, namun cukup jelas untuk terdengar sampai ke pintu. Untungnya anak kami tidak terbangun, tidur pulas dia setelah seharian bermain.

Istriku lalu minta posisi woman on top, kuturuti dia sambil kuarahkan biar tetap membelakangi pintu. Kalau istriku tahu pintunya tidak tertutup rapat pasti minta ditutup. Aku ingin show off sampai klimaks ke Lisma. Sengaja kukocok kontolku sebentar sebelum istriku memasukkan ke lubangnya, biar Lisma lihat besarnya barangku. Lalu... bleeesssssssssss... kontolku masuk.

“Ah nikmat oohhh kontooooooooooollllllllll”, racau Vany. Istriku itu bergerak naik turun, kuremas toket indahnya yang naik turun itu. Gerakan Vany begitu liar, mungkin sengaja biar aku cepat keluar.

Pelan pelan aku bangkit dari posisi tiduranku menjadi posisi duduk sementara Vany masih menggenjot diatas, kupeluk tubuhnya sambil kuhisapi puting susunya. Vany membalas memelukku erat sambil menciumi telingaku. Aku mencoba mencari celah untuk melihat ke arah pintu, Lisma tidak terlihat di celah pintu, tapi aku melihat bayangan kaki di sela antara bawah pintu dengan lantai.

Aku tidak tahan lagi, Vany begitu liar bergoyang dan mencumbuiku. “Bentar lagi nih sayang”, ujarku berbisik di telinganya.

“Iyaaa... yaudah keluarin di dalem, uu...uudah KB kok”, sahut istriku. Aku pun bersemangat, kubantu memompa kontolku dengan menaik turunkan tubuh mungil padat berisinya.

“Aaaaaaahhhh...... uuuuhhhhhhh....... aaaaaaahhhhhhhhhhhh”, suara desahan kami bergantian. Ketika aku mau klimaks, kucumbu bibir istriku dan ... AAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRGGGGGHHHHHHHHHHHHHHH.... aku pun berejakulasi dalam posisi duduk.

Sekitar 6-7 kali semprotan spermaku di dalam memek Vany. Maklum, 2 minggu gak keluar.

Kulihat Lisma jelas-jelas ada di celah pintu, matanya terbelalak sambil sebelah tangganya menutup mulutnya yang agak menganga melihatku dan istriku. Ia sempat menatapku, kemudian langsung pergi.

Malam itu, aku pun tidur dengan nyenyak.
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Keesokan paginya, aku dibangunkan istriku. “Yah bangun yah, air galon habis, beli sana”.

Agak malas aku bangun, tapi ya sudah, aku pun bangkit. Segera kusambar handuk lalu mandi. Selesai berpakaian, aku memanaskan mobil. Aku memang biasa beli galon dalam jumlah banyak, sekitar 5 galon, biar gak bolak-balik beli ketika habis. Tiba-tiba aku dengar suara istriku dari dalam rumah.

“Lisma mau kemana, pagi-pagi udah rapi ?”, tanya istriku.

“Mau pulang Van, Gina mau main ke rumah, masak di rumah ga ada orang”, ujar Lisma.

“Oh yaudah, sekalian diantar si ayah ya, ayaaaaaaaaahhhhhhhh anterin Lisma sekalian nih”, teriak istriku.

“Eh gausah Van, ngerepotin, kan deket rumah akunya juga”, kata Lisma.

“Eh gapapa, sekalian si ayah mau beli galon, ayah sini cepet bawain tas Lisma”, sahut istriku.

Aku pun masuk ke dalam mengambil tas Lisma, aku sempat senyum padanya, namun ia tak membalas malah menunduk. Aku pun lanjut memasukkan galon-galon kosong ke dalam mobil. Setelah berpamitan, Lisma pun masuk ke dalam mobil.

Di dalam mobil Lisma Cuma diam dengan tatapan kosong ke depan, aku juga tidak mengajak dia bicara, aku Cuma bernyanyi-nyanyi kecil mengikuti lagu yang diputar di radio. Tidak sampai 10 menit kami sampai di depan gerbang komplek perumahan Lisma, namun ketika aku hendak berbelok masuk ke dalam komplek tiba-tiba Lisma bicara,

“Beli galon aja dulu Man”, ujar Lisma.

“Eh kok ? Beli galon dulu jauh loh, ke pusat kota soalnya aku ada kenalan agen yang murah disana, sekalian mau isi bensin”, sahutku. Lisma cuma diam.

Tanpa bertanya lagi aku pun langsung menuju arah pusat kota, sengaja kuambil jalan yang agak jauh. Lisma mungkin ingin ngobrol, atau sekedar jalan-jalan. Lagipula ini masih pagi, baru jam 9, ngapain juga dia bengong di rumahnya sendirian.

Aku pun mulai pembicaraan.

“Ehem, semalem pulas tidurnya Ma ? Di kamar atas suka ada nyamuk ya ?”, aku mulai basa-basi. Lisma Cuma diam dan menunduk. Aku jadi tidak enak hati.

Lama diam, lalu dia bicara. “Aku lihat kamu sama Vany semalam Man, kamu sengaja ya biar aku lihat ?”, Lisma mulai bicara.

“Ooo yang semalem, kamu liat apa Ma ?”, aku pura-pura bego.

“Iiihhh Armand mah...”, Lisma mulai melunak.

“Eeeehhhh Lisma ngintip ya semalem ? Hahahahahahahaha”, aku godain dia.

“Gak sengaja ih, aku mau ambil minum, terus itu keliatan”.

“Apanya yang keliatan Ma ?”.

“Ituuuuu... Ah Armand maaaahhhhh, kenapa itu pintu gak rapet nutupnya”, Lisma merengek manja.

“Ya kenapa kamu malah ngeliatin ? Idih pengen ya ? Hehehehehehe”, aku mulai memancing Lisma.

“Apa sih Man, kamu kan suami sahabat aku”, sahut Lisma.

Di dalam hati aku merasa, ada kode dari Lisma, kenapa coba dia tiba-tiba bilang “kamu kan suami sahabat aku”, padahal pancinganku belom ngejurus kesana.

“Emang kenapa kalo suami sahabat kamu Ma ? Aku kan sahabat kamu juga Ma, namanya sahabat kan harus membantu”, aku memulai speak-speak iblis.

“Membantu apa sih Armaaaannndddd”, Lisma mulai genit.

Bahasa tubuh dan raut wajah Lisma emang tiba-tiba aneh, dari tadinya diam cenderung bengong dan lesu, terus berubah cepat jadi genit-genit manja waktu kita mulai membahas kejadian semalam. “Nih cewek lagi sange”, ujarku dalam hati.

“Ya membantu ma, kalo sahabat lagi kekurangan ya dibantu, misalnya sahabat lagi kurang senang ya aku bikin senang, sahabat lagi kurang puas ya aku bikin puas, gitu”, modusku berlanjut.

“Idih puas apa sih Man ? Kamu mau kasi kepuasan gimana ?”, Lisma makan pancinganku.

“Ya kepuasan, kepuasan batin lah Ma, yang bisa ngurangin stress gitu”, aku ulur pancinganku, jangan langsung frontal.

“Bisa ngurangin stress ya ? Ih aku mau dong Man, gimana caranya ?”, ujar Lisma.

“Ya misalnya kayak semalem yang kamu lihat, kan rasanya bisa relax banget tuh, gak liat ekspresi aku semalem ?”, speak teruuuuussssss, yeaaahhhhh.

“Ih Armand, semalem itu apa emangnyaaaa ?”, rajuk Lisma.

“Semalem itu namanya... ngen...ngen...”

“Ngen apa sih Maaaannnn...”

“Ngen...ngennn...”, ucapku sambil pelan pelan kupegang tangan Lisma dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku menyetir. Dan yeah, dia diam saja.

“Toottt ya Man...”, sahut Lisma.

Wow, Lisma beneran horny ini.

“He-em”, jawabku singkat. Kebetulan sekali, aku sedang berada di jalan kampung yang mengarah ke pusat kota. Ada semacam hutan bambu yang sepi disitu, aku berhentikan mobilku disini.

“Tap... tapi Man kamu kan suami Vany, sahabat aku...”

“Tapi aku kan sahabat kamu juga Ma...”, aku mulai main kata-kata. Perempuan sange mudah sekali dimainkan logika dan perasaannya.

“Iya sih tapi kan Man...”

Kugenggam erat tangan Lisma, kami pun saling menatap. Perlahan kudekatkan wajahku ke wajanya dan kemudian.

Kami berciuman, lumayan hot. Lisma mebalas lumatan bibirku. Kuarahkan tanganku ke belakang kepalanya yang tertutup hijab berwarna merah muda itu. Kutekan supaya lebih dekat kami berciuman. Lidah Lisma pun menyapu bibirku, bahkan masuk ke dalam mulutku. Aku mulai berani meraba toketnya dibalik cardigan hitam ketatnya . Lumayan juga, tidak sebesar istriku tapi kenyal. Kuremas-remas dengan sebelah tanganku.

“Eeeemmmppppphhhhh..”, Lisma mulai merintih.

Lisma menggeser duduknya lebih dekat dengaku, yah berciuman dalam mobil emang agak susah. Perseneling menghalangi ditambah posisi jok pengemudi dan penumpang depan memang agak jauh.

Dan wow, Lisma berusaha meraih kontolku dengan sebelah tangannya, sementara 1 tangannya lagi memegang belakang kepalaku. Dari luar memang, karena tertutup celana pendek basket yang kupakai.

Wwwwwuuuuuuueeeeeeeeeeeenggggggggggggggggggggg !!!

Suara knalpot motor RX-King yang lewat mengagetkan kami. Seketika kami berhenti berciuman. Lisma terdiam mengatur nafasnya, matanya melotot ke arah depan jendela mobil. Sementara aku celingak-celinguk melihat sekitar mobil takut ada yang melihat. Rupanya motor tadi Cuma lewat.

Aku pun menyalakan mesin mobil, dan melanjutkan perjalanan.

Kami sempat terdiam, aku sibuk menyetir dan Lisma memainkan HP-nya. Lalu kami pun sampai pusat kota, lalau agen galon. Aku pun turun dari mobil mengurus pembelian, sementara Lisma menunggu di mobil.

Selesai urusan galon, kami berangkat pulang. Di mobil, istriku sempat menelepon menanyakan posisi, aku jawab sudah di jalan mau pulang.

Melihat aku bercakap-cakap dengan istriku di telpon, Lisma memandangku sambil terdiam.

Selesai telpon ditutup, aku fokus kembali menyetir. Aku perlahan mencoba meraba tangan Lisma. Dia menolak dengan menarik tangannya.

“Kita gak seharusnya kayak tadi Man, lupain ya, anggap gak pernah terjadi”, sahut Lisma.

“Kenapa emang ? kamu nikmatin kan Ma ?, jawabku.

“Nggak..”, balas Lisma.

“Bo’ong, kamu bohong Ma, tubuh kamu bereaksi sebaliknya”, jawabku memancing lagi.

“Armaaannndddd, kamu tuh suami Vany, sahabat aku Maaannn, masa... “

“Masa apa ?”, aku bertanya. Aku berusaha meraih tangan Lisma lagi, kali ini dia tidak menolak.

“Aku sahabat kamu juga Ma, aku pengen nolong kamu, pengen biar kamu gak stress lagi”, speak tahap 2 aku mulai.

“Aku sayang suami aku Man, aku sayang Reza, aku gak mau khianatin dia, aku gak mau selingkuh”, ujar Lisma.

“Lah, emangnya aku gak sayang sama Vany ? sayang lah, apalagi kita udah punya anak. Aku Cuma nawarin bantuan, kita gak selingkuh Ma, Cuma hubungan sahabat yang saling ngebantu”, speak-ku berlanjut. “Reza juga temenku Ma, mana mungkin aku rebut kamu dari dia, aku gak mau juga ribut sama Reza, justru aku mau bantu kamu dan bantu dia juga”.

“Kamu mau bantu aku gimana Man...”, tanya Lisma.

“Aku mau bantu kamu ngurangin stress kamu Ma, yang bakal bantu kamu lebih tenang ngadepin Reza, keliatan banget kamu relax banget pas kita tadi lagi “begitu”, terus kalo kamu gak stress kan kemungkinan kamu hamil lebih besar Ma”, aku mengkombinasikan speak-ku dengan teori asal-asalanku.

“Begitu itu apa Man ?”, tanya Lisma. Pertanyaan pancingan sekalian kode, aku tahu.

“Ya “begitu” tadi ma, kissing, baru segitu aja kamu relax, apalagi...”, aku sengaja menjeda.

“Apalagi kalo lebih dari itu ya Man...”, sahut Lisma.

“He-em, betul sekali”, jawabku. Sambil kupegang erat tangan Lisma.

“Ini rahasia kita aja ya Man, Vany ama Reza jangan sampai tau”, kata Lisma.

“Ya jelaslah Ma, emangnya aku gila apa ngasi tau mereka”, jawabku.

“Kita gak selingkuh kan Man ? Ini bukan perselingkuhan kan Man ?”, Lisma bertanya.

“Bukan, ini bukan selingkuh Ma, ini cuma bantuan dari aku sebagai sahabat, kita tetap setia sama pasangan masing-masing, aku sama Vany, kamu sama Reza, kita jaga rahasia”, ujarku.

“Gak ada main perasaan ya Man..”

“Gak, gak akan ada, kita sahabat, kita menjaga perasaan kita dan pasangan kita juga Ma”

Lisma terdiam, dia balik meremas tanganku.

“Kapan kamu bisa Man ?”, tanyanya.

“Oh aku siap aja sih, terserah kamu Ma”, ujarku. Dalam hati aku menjerit HOOORRRREEEEE !!!!!

“Eh tapi jangan sekarang Man, jangan”, kata Lisma.

“Kenapa ? rumah kamu kan kosong Ma ?”, tanyaku.

“Ah nggak, jangan di rumah, bisa di gerebeg tetangga kalo aku ketauan bawa laki-laki lain ke rumah, lagian beresiko, rumah kita kan juga deketan Man”, jelas Lisma.

“Oke, kabarin aja kapan kamu siap Ma”

Kami pun tiba di rumah Lisma, sebelum turun sempat kuremas toketnya sebentar. Lisma cuma senyum, lalu keluar mobil dan masuk ke rumah. Aku pun pulang.

Di mobil aku berpikir, bisa-bisanya mengalami kejadian tadi. Jujur, aku tadinya gak ada niat jorok dengan Lisma, sudah kubilang diawal cerita aku bukan tipe pria bandel, walaupun ada ide kotor pun aku Cuma memendam dalam hati. Kulampiaskan nafsuku Cuma pada istriku. Tapi kemudian ada kesempatan ini, gara-gara semalem aku mendapat sensasi ngentot diintip Lisma. Ah tapi aku memang sudah sange sekaligus senang juga.

Lisma sendiri sebenarnya bukan perempuan yang cantik-cantik banget. Manis lah lebih tepatnya. Wajahnya khas Sunda kampung dengan bibir yang agak tebal, namun selalu ditutup lipstik merah. Istriku lebih cantik dari Lisma. Body pun istriku lebih menang. Lisma Cuma menang di tinggi badan yang mana sedikit lebih tinggi dibanding istriku, selebihnya Vany yang menang. Toket Lisma juga lebih kecil, pantatnya juga tidak sepadat istriku. Aku juga tidak ada perasan apa-apa sama Lisma. Lalu apa alasanku pengen ngentot Lisma ? Tidak lain karena dia adalah istri orang, ya dia wanita yang sudah bersuami. Ada sensasi lebih ketika bisa ngentot istri orang, aku belum mengalaminya tapi baru membayangkannya saja nafsuku langsung naik. Istri yang seharusnya setia dengan suaminya membelot ingin dientot kontolku, ada rasa ‘menang’ disitu, aku lebih hebat dari suaminya, lebih perkasa dari suaminya, dan suaminya kalah telak olehku.

Selesai berlibur 2 hari di Garut, aku harus berangkat lagi, berpisah lagi dengan istri dan anakku. Senin subuh, aku dan Honda Freed-ku meluncur mulus di tol menuju Bekasi. Agak capek juga soalnya semalem aku ngentot lagi dengan Vany, biasa lah, penutupan.

Aku pun bekerja seperti biasa, melewati waktu dan hari yang berjalan tanpa ada masalah berarti. Aku pun sampai lupa tentang Lisma, sampai akhirnya malam itu sepulang kerja, tepat setelah aku video call-an dengan istri dan anakku, ada telpon lain masuk.

“Halo Armand, ini Lisma”

“Eh Lisma, apa kabar ? Kirain siapa, nomernya gak ketauan”

“Ih gak di-save ya, aku kan pernah nelpon waktu minta izin nginep di rumah kamu”

“Eh iya maaf, lupa Ma hehehe... Jadi kapan nih aku bisa bantu kamu ?”

“Hmmm, setelah kupikir-pikir, kayaknya aku gak perlu bantuan kamu Man”

“Yaaahhh, kenapa kamu berubah pikiran Ma ?”

“Aku takut... takut Man...”

“Takut apa Ma ? Ketahuan ? Tenang, kita susun rencana biar gak ketauan, ini rahasia, aku mau bantu kamu Ma...”

“Gak, kamu gak mau bantu aku, kamu Cuma nafsu sama aku Man, kamu itu bejat !!!”

Wah gawat nih, kenapa Lisma jadi berubah pikiran begini, tapi aku berusaha tenang.

“Gak Ma, aku beneran pengen bantu kamu...”

“Bohong, kamu Cuma nafsu sama aku Man, emang Vany gak cukup apa ???”

“Nggak !!!, iya Vany gak cukup buat aku, makanya aku pengen ngelampiasin sama kamu”, ujarku, walaupun aku bingung juga, bisa-bisanya aku bilang kayak gitu, ah namanya juga udah kelewat sange akunya.

“Masa sih Vany gak bisa muasin kamu Man ? Padahal kan dia lebih bahenol dari aku”, sahut Lisma.

“Iya Ma, aku kurang puas sama Vany, aku pengen ngelampiasin ke kamu Ma, aku pengen ngentot kamu Lismaaa”, rengekku memelas, ini Cuma trik ya.

Lisma terdiam diujung telpon. Aku juga, tapi tiba-tiba aku berpikir...

“Jangan-jangan aku lagi dijebak”, ucapku dalam hati. Jangan-jangan diujung telpon sana Lisma sedang bersama Vany dan dia menelponku untuk menunjukkan ke Vany kebejatanku, ah gawat, hancur sudah rumah tanggaku, kacau ini kacau. Lebih gila lagi kalo Reza ada disana.

Aku pun memberanikan diri bertanya, “Ma... Lisma... kamu gak lagi sama Vany kan ?”

“Ehemm... Iya ini Vany, ayah ternyata bangsat yaaaa”, jawab suara yang terdengar berat diujung telpon. Lalu seketika telpon ditutup.

GAWAT...

Aku panik, “bagaimana nih ?”, aku mau menelpon balik tapi kemudian aku mikir lagi. Kalau aku bilang : “Tenang bunda sayang, ayah bisa jelaskan”. Nah, aku mau menjelaskan apa ? jelas-jelas tadi aku ngajak Lisma ngentot, apa yang mau kujelaskan ? mana mungkin aku bilang kalo aku dan Lisma sedang latihan untuk drama sekolah ? Kan goblog.

Aku menatap HP-ku, pikiran berkecamuk di kepalaku. Salah 1 pikiran sableng yang lewat adalah semua akan baik-baik saja, Lisma atau Vany menelponku dan surprise !!! Ternyata istriku minta di-threesome dengan Lisma. Oh indahnya, sayang itu cuma khayalan.

Lalu tiba-tiba HP-ku berdering, kali ini bukan panggilan telpon, tapi video call.

Dag dig dug jantungku, apalagi ini, sial.

Kuangkat panggilan video call itu, dan... ada Lisma disana. Hanya Lisma sendiri, di kamarnya. Lisma senyum-senyum menatapku.

“Kaget ya Man ? Maaf ya tadi ditutup, aku gak kuat nahan ketawa hihihihihihihhi”, ujar Lisma.

“Gak lucu”, jawabku singkat. Aku masih khawatir, kalo tiba-tiba Vany nongol disitu, atau Reza.

“Gak kok Man, gak ada Vany disini, gila aja aku mau jebak kamu. Kamu emang bejat Man, tapi aku gak setega itu juga ngancurin rumah tangga kamu”, jawab Lisma.

“Nih kalo gak percaya”, Lisma kemudian mengarahkan HP-nya mengelilingi kamarnya, bahkan sampai ke kolong kasur, ke tiap sudut kamar, ke belakang gordyn, bahkan sampai keluar kamar. “Tuh gak ada Vany, suamiku juga gak ada loh”, sahut Lisma.

“Haaahhhh”, aku menarik nafas lega, kutatap wajah Lisma di HP.

“Udah dong jangan ngambek gitu Man, maaf deh maaf, masih mau kan ngentot memek aku ?”, goda Lisma.

“Wah kalo gini ceritanya kayaknya gak usah deh Ma”, aku menjawab agak ketus.

“Yah, jangan gitu dong Man, padahal aku udah beneran sange niihhh”, rengek Lisma.

“Pretttt”, jawabku singkat.

“Ih Armand mah, yakin gak mau ?”, dan Lisma pun perlahan membuka kancing piyama pink-nya. Pelan-pelan sampai lepas semua, sambil menatapku di layar HP-nya. Lalu ia menanggalkan piyamanya, rupanya Lisma tidak menggunakan bra, langsung terlihat toket indahnya menggantung dengan puting hitam. Benar tebakanku, tidak sebesar Vany, tapi menggantung seperti pepaya, jadi terlihat besar.

“Armand gak mau ini ?”, Lisma mengangkat sebelah toketnya dan menjilatnya. “Sllluuurrppppp... slluuuuuuurrrrrrrrppppp.... aahhhh”, rintih Lisma. Lalu sebelah toketnya dia angkat juga, ia menundukkan kepalanya dan bergantian menjilati kedua toketnya.

“Oooooohhhhhhhhh.... sssslllllurrrrrrrrrrrpppppp.... aaaaaaaaaaahhhhhhhh”, desah Lisma.

Lisma kemudian meremas kedua toketnya sambil menatap layar, menatapku dengan pandangan nafsu. Kemudian ia memutar toketnya dengan gestur seakan menjepit sesuatu diantara toketnya. “Kalo kontol kamu dijepit disini gimana Man ?”, tanya Lisma.

Aku merekam kejadian itu di HP-ku, kebetulan aku punya aplikasi untuk menyimpan video call. Entah kenapa aku merasa, aku harus menyimpan ini, untuk jaga-jaga siapa tahu Lisma benar-benar jadi jahat, aku juga punya senjata untuk menjatuhkannya.

Aku cuma melotot. Kontolku ngaceng sekali. Kalau ada disini sudah kugarap jablay yang namanya Lisma ini.

“Aaaaaaaarrrrrgggggghhhhhhhhhhh... oooooouuuuuurrrrgggghhhh... Armaaaaaaaaaaaaannnnddddd”, Lisma merintih memanggil namaku, matanya terpejam dan kepalanya menengadah ke atas.

“Lisma, gue entot lu”, ujarku.

“Hehehehe, ternyata nafsu juga aa Armand yang ganteng ini”, kata Lisma.

“Man, aku juga sange sama kamu, terutama pas kamu bilang Vany gak bisa muasin kamu, aku bener-bener horny dengernya”

“Soalnya, selama ini aku ngerasa selalu kalah dari Vany, walaupun dia sahabat aku, tapi aku iri sama dia, dia lebih cantik, lebih seksi, keluarganya yakni mertua kamu, kaya raya, dia juga punya anak duluan dari aku, dan yang pasti, dia punya suami seganteng kamu Man”, tandas Lisma sambil terus meremas toketnya.

“Gak kayak aku, punya suami gendut, jelek, mandul pula”

“Aaaaaaarrrrrrrgggghhhhhhhhhh Armaaaaaaandddddddddd”, rintih Lisma.

Ini cewek horny-nya sudah sampai di ubun-ubun. Dan aku masih merekam aksi Lisma.

“Jadi mau kapan kamu ngentot aku Man?”, tanya Lisma.

“Terserah kamu Ma”, jawabku sambil menatap toketnya.

“Oh iya Man, aku punya 1 syarat kalo kamu pengen ngentot aku”

“Syarat apa Ma ?”

“Gini, kita kan sahabat yaaa...”, ujar Lisma dengan nada manja, ia pun memainkan putingnya sendiri. “Oooooooouuuuuuuhhhhhhh.... nikmatnya”, lenguh Lisma.

“Kita timbal balik ya Man, aku bantu kamu ngelampiasin nafsu kamu ke aku, tapi kamu juga harus nurutin permintaan aku”, jawab Lisma.

“Permintaan apa Ma?”, tanyaku penasaran.

“Gampang kok Maaaaaaaaannnnnnnnnnn, ooouuuuhhhhhhhhh”, Lisma pun mulai memainkan memeknya.

“Akuuuuuuuuuuuu.... Eeeemmmmmppppppphhhhhhh... Penggggeeeeeennnnn... Aaaaahhhhh..”, Lisma mengocok memeknya dengan jarinya sendiri. Wanita ini bermasturbasi di hadapanku via video call. Istri orang bermastubasi dihadapanku dan minta dientot kontolku ! Wow !

“Iya apa Lisma, kamu minta apa?”, aku berusaha cool, walau sange banget.

“Akuuuu... mintaaa... Armaaaannddd... Hamilin aku...”, ujar Lisma lirih.

“WHAT ???”, aku kaget.

“Iya Armand sayaaaaaaanggggg... Aku pengeeennnn... Uuuuuuuuggghhhhhh... Kontoooooolllllll gede kamu hamilin aku, aku pengen punya anak dari kamu”, Lisma memperjelas.

“Oke, boleh pake banget, BO LEH BA NGET”, aku memperjelas.

“Slurrrrrrrrrrpppppppppp... aaaaaahhhhhh”, Lisma menjilat jarinya yang basah karena cairan memeknya. “Bener ya Man, kamu mau hamilin aku, kita deal”, ujar Lisma.

“Iya kita deal, mau kapan ? Dimana ?”, tanyaku.

Lisma pun menceritakan rencananya, aku mendengarkan dengan seksama.

“Oke deal yah, goodbye Armand sayaaaannngggg, siapin kontol kamu buat aku ya, mmmmmmuuuuuaaaaccccchhhh”, Lisma lalu menutup video call-nya.

Aku lalu meletakkan HP-ku, kontolku masih ngaceng dan nyut-nyutan tidak karuan. Jelas lah aku nafsu, ditambah lagi selagi menjelaskan rencananya tadi Lisma masih masturbasi dan bahkan orgasme. Namun aku menahan diri, aku tidak boleh coli. Aku pun berdiri dan melompat-lompat, lalu push up, apapun yang bisa meredam nafsuku. Tadinya aku mau mandi, tapi tidak jadi, takut terpancing coli di kamar mandi. Aku main playstation sampai ngantuk, kurendahkan setting temperatur AC, dan seingatku jam 1 malam aku ketiduran.

Pagi hari aku bangun, ini hari Selasa, tak biasanya aku berolahraga pagi keliling kompleks sekitar kos-kosanku. Hari berlalu sampai besok lagi, dan olahraga jadi rutinitasku. Makan pun kini kujaga. Sayuran, ikan dan daging jadi prioritasku, tiap malam aku makan sate kambing. Aku mau menghamili seorang perempuan, fisikku dan staminaku harus terjaga. Kadang lucu juga kalau dipikir, apa Reza melakukan apa yang aku lakukan seperti sekarang ? Menjaga fisik dan stamina serta asupan makanan untuk menghamili Lisma, istrinya ? Ah bodo amat. Istriku masih rutin video call denganku setiap malam, dan aku masih cukup waras untuk tidak keceplosan tentang Lisma. Lisma sendiri nyaris tidak ada kontak denganku. Hanya saja, setiap jam 10 malam, dia mengirim chat bertuliskan “H-3”, esoknya “H-2”, sampai lagi “H-1”.

Jumat malam, sekitar jam 9 aku menunggu di parkiran minimarket di dekat gerbang tol Bekasi Timur. Aku sempat video call-an dengan istriku, seperti biasanya. Aku bilang aku baru selesai makan-makan dari kantor, makanya ini masih di jalan. Tak lama aku bergegas keluar mobil ke arah bawah jembatan tol. Benar saja yang kutunggu datang.

Yup, Lisma disitu. Dengan memakai masker di wajah dan jaket sweater ketat dengan hoodie yang menutupi hijab ungunya, juga celana blue jeans ketat dengan wedges bermotif kayu. Langsung kubawakan tasnya dan kami masuk ke mobilku, dan kami pu pergi. Di mobil ia langsung melepas maskernya, juga menurunkan hoodienya. Terlihat lekuk tubuh Lisma dibalik sweater dan jeans ketatnya. “Bisa seksi juga cewek ini”, batinku.

“Udah siap belom kontolnya say ?”, tanya Lisma.

“Udah dong, tenang aja, kamu pasti puas”, sahutku.

“Bener ya, aku harus puas, dan harus hamil, awas kalo enggak, aku udah bela-belain kesini jauh-jauh dari Garut, malem-malem pula”, tandas Lisma.

“Siaaaappp, tenang aja, tapi kita juga harus jaga mood Ma”, ujarku.

“Jaga mood, maksudnya ?”

“Gini, kamu kan pengen hamil, kamu tahu kalo faktor psikologis juga punya pengaruh, beberapa hari ini aku udah olahraga terus sama makan-makanan berprotein biar spermaku makin bagus”.

“Terus ?”, tanya Lisma.

“Aku mau kita sejenak lupain pasangan kita, anggap aja kamu milik aku dan aku milik kamu selama kita disini. Kecuali kalo pasangan kita telpon atau chat, layanin seperti biasa aja, jangan sampai mereka curiga”, jelasku.

“Sip”, tandas Lisma

Sepanjang jalan kami berpegangan tangan layaknya orang pacaran. Sesekali kucolek toket Lisma yang tampak besar dan menggairahkan itu. Aku yakin dia juga udah sange sekali. Bayangkan, seorang wanita, yang berstatus istri orang, mau datang jauh-jauh ke tempatku cuma untuk aku ewe dan dihamili ! Gileeee...

Kami sempat mencari makan sebelum pulang ke kosanku, sambil makan kami ngobrol panjang lebar dan saling menatap, berpegangan tangan, benar-benar seperti pengantin baru. Lisma bercerita kalau dia mengambil cuti 2 hari dan libur sabtu minggu demi datang kesini, keluarganya dan keluarga Reza tidak ada yang tahu dia kesini karena memang dia sendirian di rumah. Reza juga tidak tahu, kebetulan hubungan mereka sedang dingin, lagipula Reza sedang sibuk dengan urusan administrasi rumah sakit tempatnya bekerja karena yayasannya sedang mau membangun rumah sakit baru di Palembang. Lisma sudah menghitung masa suburnya dan memang tepat di sekitaran 4 hari ini. Lisma juga cerita bahwa beberapa hari belakangan ia pun menjaga asupan makanannya dan berolahraga, karena dia tahu, stamina dan fisiknya harus kuat. Mulai malam ini sampai 4 hari ke depan aku dan Lisma akan ngentot gila-gilaan demi membuat Lisma hamil.
 
akhiiiirnyaaaaaaaaaa....
selamat gan akhirnya bisa bikin post dicerbung.
ditunggu kelanjutannya
 
Bimabet
Anjaaay .. si Lisma ahirna mah ngikut program pma oge setelah pmdn gagal Lima taun .. hahaha

PS: kimpoi empat malemnya tayang langsung yaa ... jangan versi sensor apalagi highlights, biar butjaatt maksimal hahaha
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd