Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY 征服者 Zhēngfú zhě [Sang Penakluk]

Status
Please reply by conversation.

GGST

Semprot Kecil
Daftar
21 Jan 2020
Post
91
Like diterima
3.522
Lokasi
GoblokGoblokSetres
Bimabet
CHAPTER I



Li Liu, pendekar terkuat di dunia persilatan yang terkenal akan kemisteriusannya.

Jubah hitam dan topeng setengah wajah berwarna putih, menjadi ciri yang begitu melekat dengannya. Fisik Li Liu sebagai pendekar tanpa tanding, tentu dia memiliki bentuk fisik yang sempurna [badan tegap serta bentuk tubuh yang berotot].

Tapi, dari begitu sempurnanya fisik Li Liu, tak satu orangpun pernah melihat rupa Li Liu. Sampai seratus tahun yang lalu saat terdengar kabar kematian Li Liu, tak satu orangpun tahu rupa Li Liu. Bahkan masih banyak orang yang tak mempercayai kabar kematian Li Liu.

Kabar kematian sang pendekar terkuat memang sulit di percaya, meskipun dari kabar itu dijelaskan bahwa kematian Li Liu bukan karena pertarungan, melainkan karena sebuah penyakit.

Bagi yang mempercayai kematian Li Liu, mereka segera berlomba-lomba mencari peninggalan Li Liu. Bagi mereka yang mempercayai kematian Li Liu, peninggalan Li Liu tentu sangat menarik perhatian mereka.

Kitab-kitab pusaka, senjata pusaka, harta benda, dan berbagai sumberdaya, tentu semua itu membuat orang-orang ingin mendapatkannya. Tapi patut di sayangkan, setelah seratus tahun berlalu, tak satu orangpun menemukan secuil peninggalan Li Liu. Semua peninggalan Li Liu seolah ikut menghilang bersama dengan kematian pemiliknya.

>>>>

Di pinggiran hutan yang sangat jauh dari keramaian kota, seorang pemuda terlihat sedang melatih kekuatan fisiknya. Berlari kesana-kemari, mengangkat batu besar, dan kadang mengangkat serta menyeret batang pohon yang telah tumbang.

Pemuda itu tanpa rasa lelah terus melatih kekuatan fisiknya. Tapi, dari semua kerja keras dan hasil yang dia capai, terlihat pemuda itu masih belum puas.

Di pukuli nya batang pohon besar yang masih berdiri kokoh dengan tangan kosong tanpa pelindung. Kulit lecet dan darah yang merembes keluar dari tangannya, tak sedikitpun mengendurkan semangatnya.

Dengan meringis menahan sakit, dia terus memukul batang pohon di depannya. Dia baru berhenti begitu mendengar suara petir yang menyambar bumi dan membuat tanah sedikit bergetar.

“Apa sebenarnya yang terjadi? Langit tampak begitu terang, kenapa ada petir?.” gumam pemuda itu sambil mengedarkan pandangannya.

Mata pemuda itu memicing saat melihat tanah berlubang tak begitu jauh dari tempatnya. Dari dalam lubang itu terlihat cahaya putih kebiruan memancar keluar dari dasar lubang.

Karena penasaran, pemuda itupun berjalan mendekati lubang itu. “Seorang Liu Chen tidak akan takut dengan apapun, meskipun aku lemah, setidaknya aku bisa lari jika itu berbahaya.” kata pemuda itu di dalam hati.

Pemuda yang bernama Liu Chen, dia tanpa rasa takut berjalan mendekat kearah tanah berlubang, dan begitu dia melihat apa yang ada di dalam lubang, seketika dia bisa bernafas dengan lega.

“Hanya sebuah batu giok dan kitab yang terlihat begitu kuno.” kata Liu Chen.

Tanpa banyak berpikir, Liu Chen begitu saja turun ke dalam lubang dan mengambil batu giok yang cukup menarik perhatiannya.

Liu Chen menatap batu giok berwarna putih yang saat ini ada di tangannya. Tapi, belum lama Liu Chen memegang batu giok itu, sebuah kejadian aneh tiba-tiba terjadi.

Tubuh Liu Chen mulai bergetar dengan hebat, dan secara perlahan-lahan, batu giok di tangannya mulai menghilang. Liu Chen dapat merasakan gejolak aneh di dalam tubuhnya saat batu giok itu hilang. Rasa sakit yang teramat menyakitkan, mulai di rasa Liu Chen.

Tulang-tulang di tubuh Liu Chen terasa remuk dan hancur saat rasa sakit itu terasa. Energi yang aneh juga terus-menerus masuk kedalam tubuh Liu Chen dan semakin menambah sakit tubuhnya.

Sebuah ledakan energi yang begitu besar keluar dari tubuh Liu Chen, dan membuat bergetar tanah di sekitarnya. Ledakan energi dari tubuh Liu Chen yang begitu besar, sampai-sampai membuat takut seluruh binatang penghuni hutan.

Orang-orang yang kebetulan berada tak begitu jauh dari tempat Liu Chen, mereka juga merasa ketakutan saat energi besar yang keluar dari tubuh Liu Chen menerpa mereka. Bahkan energi besar yang keluar dari tubuh Liu Chen, membuat mereka tak bisa bergerak dan terpaksa berlutut di bawah energi besar yang mereka rasakan.

“Ke ke kekuatan seperti apa yang bisa menghantarkan energi sebesar ini?.” batin orang-orang yang merasakan energi yang keluar dari tubuh Liu Chen.

Di dasar lubang tempat Liu Chen, pemuda itu saat ini hanya bisa berteriak saat merasakan sakit yang teramat menyakitkan terus menerus melanda tubuhnya. Satu jam, dua jam, dan tanpa terasa hari yang cerah, kini sudah berganti dengan senja yang begitu menawan.

Energi besar yang keluar dari tubuh Liu Chen perlahan mulai memudar, begitupun dengan rasa sakit yang di alaminya. Dengan mata terpejam Liu Chen masih terdiam di dasar lubang, dan tanpa sepengetahuannya, ada tujuh cahaya berbagai warna terbang di sekelilingnya dan satu persatu cahaya itu masuk ke tubuh Liu Chen.

Perasaan hangat yang begitu nyaman segera Liu Chen rasakan saat ketujuh cahaya itu masuk kedalam tubuhnya. Rasa sakit yang tadi menyiksanya, kini benar-benar sudah tak terasa lagi.

Saat Liu Chen membuka mata dan mencoba menggerakkan tubuhnya, dia merasakan sensasi yang lain dari tubuhnya. Tubuhnya terasa lebih ringan, dan dia merasakan energi besar yang terus-menerus mengalir di dalam tubuhnya.

Luka-luka di tubuh Liu Chen akibat dari latihan beratnya, tanpa dia duga, luka-luka itu kini telah lenyap, bahkan dia melihat kulit tubuhnya yang biasanya kecoklatan karena sering berlatih di bawah terik matahari, kini kulit itu berwarna putih mulus tanpa sedikitpun noda, dan tanpa Liu Chen sadari, wajahnya pun kini juga mengalami perubahan.

“Apa yang sebenarnya baru terjadi denganku? Aku merasa seperti menjadi orang lain setelah siksaan yang baru aku alami.” gumam lirih Liu Chen.

Meninggalkan kebingungannya, Liu Chen memungut begitu saja kitab yang tadi bersebelahan dengan batu giok yang kini sudah menghilang. Karena hari sudah menjelang malam, Liu Chen segera keluar dari dalam lubang, dan dia secepatnya berjalan menuju gubuk sederhana yang menjadi tempat tinggalnya.

Begitu sampai di gubuk sederhananya, Liu Chen yang merasa lelah dia memutuskan duduk di sebuah kursi yang ada di depan gubuknya. Sambil menikmati suasana malam yang begitu hening, Liu Chen kembali teringat akan masa lalunya.

“Hanya seorang pangeran sampah. Karena begitu lemah dan tak memiliki bakat, kedua orangtuaku mereka begitu tega membuang ku.” gumam Liu Chen yang kini sedang menatap langit malam yang penuh bintang.

Liu Chen hanya bisa mengutuk nasib buruknya, saat dia mengingat siapa dia yang sebenarnya. Hanya karena dia lemah, dia di buang dan digantikan sosok yang hanya seorang anak angkat. Kaisar Kekaisaran Liu, Liu Bei adalah Ayahanda Liu Chen, dan Permaisuri Lin Hua adalah Ibundanya.

Liu Chen tidak bisa berkuktivasi [melatih kekuatan tenaga dalam], dan bisa dibilang Liu Chen adalah seorang pemboros. Lemah, tanpa bakat, dan tidak bisa berkuktivasi. Di usia Liu Chen yang sudah menginjak 18 tahun, seharusnya dia sudah diangkat menjadi Putra Mahkota, tapi nasib berkata lain. Liu Chen di buang dari Kekaisaran, dan posisinya digantikan oleh seorang anak angkat.

“Jika aku pikir-pikir, kehidupan tempat ini lebih menyenangkan daripada kehidupan di istana yang penuh akan tekanan.” pikir Liu Chen sambil dia mengeluarkan kitab yang tadi dia simpan di dalam hanfu [baju tradisional China].

Liu Chen membaca sampul kitab yang terlihat begitu kuno. “Jurus Dewa Penakluk” tulisan yang ada di sampul kitab itu.

Berlanjut membuka halaman pertama, Liu Chen mulai membaca tulisan yang ada di halaman pertama. “Jurus Dewa Penakluk terbagi menjadi 4 tingkatan.”

- Tingkatan pertama, Jurus Penakluk Binatang.

Keterangan, dengan Jurus Penakluk Binatang, pengguna jurus dapat menaklukkan segala jenis binatang, dan menjinakkannya.

- Tingkat kedua, Jurus Penakluk Lawan Jenis.

Keterangan, dengan Jurus Penakluk Lawan Jenis, pengguna jurus dapat menaklukkan orang yang berlainan jenis kelamin, dan orang yang terkena jurus ini, dia akan mengikuti semua keinginan pengguna jurus ini.

- Tingkat ketiga, Jurus Penakluk Alam.

Keterangan, dengan Jurus Penakluk Alam, pengguna jurus dapat menguasai alam. Tapi jurus ini hanya bisa digunakan oleh pemilik 7 elemen yang terdapat di alam [Api, Air, Tanah, Angin, Petir, Kayu, Cahaya].

- Tingkat Keempat, Jurus Penakluk Semesta.

Keterangan, dengan Jurus Penakluk Semesta, pengguna jurus dapat menaklukkan seluruh alam semesta, baik alam, binatang, maupun manusia, semua akan tunduk dibawah kaki pengguna Jurus Penakluk Semesta.

Tangan Liu Chen seketika gemetaran begitu selesai membaca halaman pertama Kitab Jurus Dewa Penakluk. “Sungguh Jurus tingkat dewa.” kata Liu Chen.

>>>>>

DAFTAR ISI :

CHAPTER I. PAGE 1
CHAPTER II. PAGE 1
CHAPTER III. PAGE 2
CHAPTER IV. PAGE 6
CHAPTER V. PAGE 11
CHAPTER VI. PAGE 15
CHAPTER VII. PAGE 18
 
Terakhir diubah:
CHAPTER II.



Hari sudah berganti, Liu Chen saat ini sudah berada di dalam hutan untuk mulai berlatih. Semalaman Liu Chen sudah memahami Jurus Dewa Penakluk sampai Jurus tingkat kedua.

Sebelum berlatih jurus, lebih dulu Liu Chen melakukan pemanasan dan peregangan otot. Begitu di rasa sudah cukup berkeringat, Liu Chen mencoba duduk dengan tenang diatas sebuah batu.

“Untuk menguasai jurus dari Kitab Dewa Penakluk, aku harus memiliki energi alam yang besar, dan setidaknya memiliki minimal dua elemen alam. Elemen air untuk perantara Jurus Penakluk Binatang, dan elemen api untuk perantara Jurus Penakluk Lawan Jenis.” batin Liu Chen.

Sadar akan ketidak mampuan tubuhnya menyerap energi alam, dan elemen miliknya yang masih belum di ketahui, Liu Chen sempat putus asa dan tidak ingin lanjut mempelajari Kitab Jurus Dewa Penakluk.

Tapi, semalam saat Liu Chen mencoba menyerap energi alam ke dalam tubuhnya, dia dengan begitu mudah melakukannya, dan saat dia mengecek titik meridian yang dulu tersegel. Liu Chen seketika dibuat terkejut akan sebuah keajaiban. Entah bagaimana, saat itu dia melihat seluruh titik meridian nya sudah terbuka dengan sempurna.

“Dengan aku yang sudah bisa menyerap energi alam, kini aku telah memenuhi satu syarat, dan aku tinggal melihat elemen apa yang aku miliki.” gumam Liu Chen begitu lirih.

Berbekal panduan buku yang dulu pernah dia baca, Liu Chen segera berfokus untuk mengetahui elemen yang dia miliki. “Rasakan dan lihat energi alam yang masuk ke tubuh. Warna energi alam yang terserap ke tubuh, itu menggambarkan elemen yang aku miliki.” batin Liu Chen saat dia sudah memejamkan mata, dan berkonsentrasi menyerap energi alam yang ada di sekitarnya.

Tidak butuh waktu lama, Liu Chen sudah melihat energi alam berwarna-warni mengelilinginya dan masuk kedalam tubuhnya. Ada tujuh warna dari energi alam yang terus menerus masuk ke tubuh Liu Chen. Ketujuh warna itu menunjukkan jika Liu Chen menguasai seluruh elemen yang ada di dunia ini.

Sesaat kemudian Liu Chen sudah kembali membuka matanya, dengan ekspresi wajah yang terlihat begitu terkejut. “Aku memiliki semua elemen di dunia ini!.” seru Liu Chen dengan suara begitu lantang.

Sulit untuk Liu Chen percaya dengan apa yang dimilikinya, tapi itu adalah sebuah kenyataan. Dulu dia yang terkenal sebagai sampah Kekaisaran, kini dia justru memiliki sesuatu yang tidak pernah di miliki oleh siapapun. Bahkan seorang jenius yang begitu langka, belum tentu dia memiliki apa yang Liu Chen miliki.

Menyadari jika dirinya telah memenuhi seluruh syarat untuk mempelajari Kitab Jurus Dewa Penakluk. Dengan penuh semangat, Liu Chen akhirnya memulai latihannya untuk menguasai semua jurus yang ada di dalam Kitab Dewa Penakluk.

>>>>

Hari terus berganti, dan tanpa terasa sudah satu bulan lamanya Liu Chen mempelajari jurus yang ada di dalam Kitab Dewa Penakluk. Berbagai kesulitan terus di lalui Liu Chen dalam pembelajarannya, tapi semua terbayar lunas dengan hasil yang dia dapatkan. Meskipun latihannya belum sempurna, tapi Liu Chen sangat bersyukur dia sudah bisa melatih Jurus Dewa Penakluk sampai ke jurus tingkat tiga, jurus penguasa alam.

Dengan tiga jurus yang sudah dipelajarinya, Liu Chen sudah merasakan perbedaan yang begitu besar dari tubuhnya. Kini tubuhnya semakin berotot, meskipun tubuhnya tidak besar. Liu Chen juga dapat bergerak dengan cepat, karena tubuhnya terasa begitu ringan.

“Sudah satu bulan lamanya aku berlatih, dan siapa yang menyangka jika aku saat ini memiliki kekuatan sebesar ini.” gumam Liu Chen. “Tiga jurus yang sudah aku pelajari, ternyata merupakan jurus inti yang memiliki beberapa cabang. Sungguh Kitab Dewa yang sangat luar biasa, sebuah keberuntungan aku menemukannya.”

Liu Chen mengakhiri latihannya hari ini dengan bermeditasi, yang bertujuan untuk merilekskan tubuh dan pikirannya.

Esok hari, Liu Chen sudah memutuskan untuk keluar dari wilayah hutan, karena dia ingin menyaksikan secara langsung pengangkatan Putra Mahkota Kekaisaran Liu, Liu Wuqiang. Acara itu akan dilakukan tiga hari lagi di Istana Kekaisaran Liu, dan rakyat biasa boleh menghadiri acara itu, meskipun mereka hanya diizinkan melihat dari luar bangunan Istana utama.

Selesai bermeditasi, Liu Chen semakin bangga dengan apa yang dia capai. Selain melatih jurus dari Kitab Dewa Penakluk, Liu Chen selama satu minggu ini juga melakukan kultivasi [melatih kekuatan tenaga dalam], dan hasil dari kultivasinya sangatlah luar biasa. Dalam kurun waktu satu bulan, kini Liu Chen sudah mencapai tingkatan pendekar Kaisar yang sewaktu-waktu bisa menerobos ke tingkat pendekar Petapa.

>>>>

Catatan tingkatan kultivasi pendekar :
Pendekar Tingkat Pemula
Pendekar Tingkat Bumi
Pendekar Tingkat Langit
Pendekar Tingkat Raja
Pendekar Tingkat Kaisar
Pendekar Tingkat Petapa
Pendekat Tingkat Petapa Suci
Pendekar Tingkat Mortal
Pendekar Tingkat Nirwana
Pendekar Tingkat Saint
Pendekar Tingkat Dewa

Tiap tingkatan memiliki tiga tahap [rendah, menengah, puncak]

>>>>

Di usia 18 tahun, tentu apa yang di miliki Liu Chen bisa dikatakan mustahil untuk diperoleh oleh pemuda di usianya. Seorang jenius diantara para jenius, paling tinggi di usia 18 tahun, pencapaian mereka hanya sampai tingkat pendekar Langit, dan jangan lupakan kelebihan Liu Chen yang memiliki tujuh elemen sekaligus.

Keberadaan Liu Chen saat ini bisa dikatakan sebagai suatu keajaiban. Jika di beri julukan, Liu Chen adalah seorang monster jenius yang berdiri diantara beberapa orang super jenius.

Menyelesaikan seluruh aktivitasnya hari ini, Liu Chen kembali ke gubuk sederhananya untuk mengistirahatkan tubuhnya. “Gubuk ini yang menemaniku selama aku terbuang, tapi besok aku harus meninggalkannya.” kata Liu Chen, dengan sorot mata menatap tajam gubuk sederhananya yang sebenarnya lebih mirip dengan kandang kuda.

Liu Chen tersenyum sambil menggelengkan kepalanya saat dia mengingat kemegahan dan kenyamanan sebuah istana, tempat tinggalnya dulu. “Hanya megah dan terlihat nyaman dari luar, sedangkan isi di dalamnya justru penuh intrik dan ketidak nyamanan.” gumam Liu Chen saat kembali teringat kehidupannya semasa di Istana.

“Sedikit membalas apa yang mereka lakukan padaku, seperi itu tidak akan menjadi masalah.” Liu Chen teringat akan perekrutan prajurit Kekaisaran yang akan di lakukan sehari setelah pengangkatan Putra Mahkota. Sebuah jalan telah terbuka lebar untuk dia bisa membalaskan sedikit dendamnya pada seluruh penghuni Istana.

Liu Chen menyeringai, tapi wajahnya menunjukkan ekspresi begitu datar. “Dengan perubahan wajahku, dan jarangnya orang yang dulu mau mengenalku, aku sangat yakin dengan semua rencana ku. Kaisar dan Permaisuri bodoh itu, pasti tak akan mengenaliku. Darah mereka memang mengalir di darahku, tapi apa salahnya aku sedikit bermain dengan mereka.” gumam Liu Chen dengan suara begitu lirih.

>>>>

Melewati malam dengan menyusun berbagai rencana untuk membalaskan sedikit dendamnya, tanpa terasa pagi sudah menghampiri gubuk sederhana Liu Chen. Dengan persiapan apa adanya, Liu Chen sudah bersiap meninggalkan gubuk sederhananya.

Berbekal puluhan koin emas yang merupakan tabungannya selama tinggal di Istana, Liu Chen dengan percaya diri memulai perjalanannya.

Gubuk sederhana Liu Chen dia bangun di tepi hutan, jadi dia tidak butuh waktu lama untuk mencapai Kota Huang, yang merupakan Ibukota Kekaisaran Liu, dan di kota itulah letak Istana megah yang dulu dia tinggali.

Melewati jalan setapak dan bergerak dengan begitu cepat, Liu Chen akhirnya sampai di gerbang Kota Huang sebelum matahari tenggelam. Dinding pagar [benteng] yang begitu kokoh, segera menyambut kedatangan Liu Chen.

Di depan gerbang masuk Kota Huang terlihat beberapa orang sedang mengantri untuk memasuki Kota. Liu Chen yang baru datang, tentu dia ada di antrian paling akhir.

Setelah beberapa lama mengantri, akhirnya giliran Liu Chen tiba. Prajurit yang bertugas menjaga pintu gerbang meminta Liu Chen mengeluarkan token identitas. Tanpa sungkan-sungkan, Liu Chen mengeluarkan token khusus Klan Liu [Klan suci utama dan terkuat yang ada di Kekaisaran Liu]. Token yang Liu Chen miliki adalah pemberian mendiang Kakeknya, satu dari dua orang yang sangat menyayangi Liu Chen.

Prajurit yang melihat token Klan Liu, dia segera membukakan jalan masuk untuk Liu Chen. Bagi prajurit penjaga, anggota Klan Liu sama terhormatnya dengan anggota keluarga Kaisar, karena Kaisar Liu Bei juga bagian dari Klan Liu.

“Masih begitu muda tapi sudah mencapai tingkat Pendekar Kaisar. Klan Liu memang selalu melahirkan seorang jenius yang luar biasa.” puji prajurit penjaga begitu Liu Chen sudah memasuki Kota Huang.

Setelah melewati prajurit penjaga dan memasuki Kota Huang, Liu Chen langsung di suguhi pemandangan yang masih sama seperti beberapa bulan yang lalu. Semua jalan maupun bangunan tidak ada yang mengalami perubahan, yang sedikit berbeda adalah riasan di sepanjang jalan yang menunjukkan tentang akan datangnya acara besar [Pengangkatan Putra Mahkota Kekaisaran Liu].

Pergi semakin kearah dalam kota, Liu Chen segera menuju toko penjual baju yang menjual hanfu laki-laki [pakaian tradisional China]. Penampilan Liu Chen saat ini memang terlihat kurang enak dipandang. Baju kotor compang-camping, serta kulit yang berdebu, dari jauh penampilan Liu Chen tidak ada bedanya dengan seorang gelandangan.

Memasuki toko baju sederhana, Liu Chen segera memilih hanfu sederhana yang layaknya digunakan rakyat di Kekaisaran Liu. Dua set hanfu berwarna hitam dan biru telah di pilih Liu Chen.

“Berapa harga ini semua, Bibi?.” tanya Liu Chen ke wanita yang duduk di tempat pembayaran.

“Semuanya jadi 50 perak.” jawab si wanita cukup ramah.

Wajah wanita itu lumayan cantik di usia yang tak lagi muda, apa lagi dengan dua bukit besar yang menghiasi dadanya. Tapi Liu Chen tak berani berlama-lama bertegur sapa dengan si wanita, karena dia teringat akan jurus yang telah dia pelajari.

[Sentuhan tanganmu bisa membuat seluruh binatang mengikutimu]

[Lima tarikan nafas mu, bisa membuat wanita yang kamu pandang bertekuk lutut di hadapanmu]

[Jangan memikirkan sesuatu tentang alam jika kamu tidak ingin apa yang kami pikirkan terjadi]

[Dengan kata-kata kamu bisa menghancurkan dunia, ataupun membangkitkan nya lagi]

“Bisa bahaya jika tuh Bibi bertekuk lutut di hadapan ku, bisa-bisa aku dikatakan perebut istri orang.” batin Liu Chen saat menyerahkan satu keping emas ke wanita yang ada di tempat pembayaran.

1 keping emas sama dengan 100 perak, jadi Liu Chen mendapatkan kembalian 50 keping perak.

“Kenapa aku ingin menerkam pemuda itu? Uhh punyaku terasa basah hanya dengan menatap wajahnya.” batin si wanita saat memberikan koin kembalian milik Liu Chen.

Setelah menerima uang kembalian, Liu Chen tidak buru-buru pergi, melainkan dia bertanya ke wanita di depannya tentang letak penginapan yang harga sewanya murah.

Wanita yang ditanya Liu Chen, dia menunjuk sebuah penginapan yang berada di sebrang jalan, tepat di depan toko baju tempatnya bekerja.

Setelah tersenyum dan mengucapkan terimakasih, Liu Chen pergi meninggalkan toko baju dan berjalan kearah penginapan. Jarak yang begitu dekat, hanya butuh beberapa langkah kaki untuk Liu Chen sampai ke tempat penginapan.

“Selamat datang tamu yang teehormat, adakah yang bisa saya bantu.” seorang wanita pelayan yang terlihat cukup muda, menyambut kedatangan Liu Chen.

“Meskipun penampilanku lusuh seperti ini, tapi mereka menyambutku dengan baik.” batin Liu Chen saat dia merasa di hargai sebagai seorang tamu [pelanggan].

Penginapan Anggrek Merah, itulah nama penginapan tempat Liu Chen ingin menginap. “Apa masih ada kamar kosong? Jika ada, aku ingin menyewa satu kamar untuk beberapa hari kedepan.” ungkap Liu Chen.

“Tuan sungguh beruntung, kami masih punya satu kamar kosong. Untuk sehari semalam tuan cukup membayar 10 perak.” jawab si pelayan.

Liu Chen memberikan satu keping emas ke wanita pelayan. “Aku akan menyewa kamar itu untuk 10 hari kedepan.” kata Liu Chen.

“Kalau begitu, mari saya antar tuan menuju kamar.”

Liu Chen pun mengikuti pelayan yang mengantarkan dia menuju kamar yang sudah dia sewa. “Tuan, ini kamarnya, dan ini kunci pintu kamar tuan.”

“Terimakasih.” kata Liu Chen sambil memberikan 10 keping perak ke wanita pelayan, sebagai ucapan terimakasih atas pelayanan yang sudah dia berikan.

Sepeninggalan pelayan yang mengantarnya, Liu Chen segera masuk kamar dan begitu saja merebahkan tubuhnya diatas ranjang. “Lebih baik aku istirahat sebentar.” gumam Liu Chen sebelum akhirnya dia terlelap.

Di tempat kerja pelayan yang barusan mengantar Liu Chen. Xia Fei, gadis pelayan yang baru mengantarkan Liu Chen, dia masih saja terbayang akan Liu Chen. “Kenapa aku begitu bergairah saat melihat pemuda tadi, tubuhku terasa panas, dan punyaku terasa basah.” gumam Xia Fei begitu lirih. “Malam ini aku harus mendapatkan pemuas gairahku. Pemuda lusuh nan tampan, malam ini kau milikku.” batin Xia Fei sambil senyum-senyum sendiri.

Satu hal yang tak Liu Chen sadari setelah dia mempelajari Kitab Dewa Penakluk sampai tingkat ketiga. Dia [Liu Chen] bisa seketika memikat wanita yang menurutnya menarik hanya melalui pikirannya. Tidak butuh 5 kali kedipan mata, hanya cukup memikirkan si wanita yang baginya menarik, wanita itu seketika akan terus terbayang akan dirinya, dan ada gairah berlebihan yang akan wanita itu rasakan saat mengingat wajah Liu Chen.

Tapi, kejadian itu tidak akan menimpa wanita yang tingkat kultivasinya berada di atas Liu Chen.

>>>>

Mohon maaf jika masih berantakan....
 
CHAPTER III.



Langit yang semula cerah kini semakin gelap bersamaan dengan tenggelamnya matahari. Liu Chen yang tertidur pun, kini dia sudah terbangun dan baru saja membersihkan diri.

Dengan menggunakan hanfu polos berwarna hitam, Liu Chen keluar dari kamarnya, dan begitu saja pergi meninggalkan penginapannya. Perutnya yang sudah keroncongan, membuat Liu Chen ingin segera mencari makanan untuk mengisi perutnya.

Berjalan di tengah keramaian malam Kota Huang, membuat Liu Chen teringat akan dua pelayannya yang dulu selalu menemaninya jalan-jalan. “Saat aku sudah tidak diakui sebagai seorang Pangeran dan di tendang keluar dari istana, mereka berdua juga berhenti bekerja. Aku cuma berharap mereka sedang hidup bahagia.” batin Liu Chen.

Terus berjalan, Liu Chen menemukan sebuah kedai makan sederhana yang menjual makanan kesukaannya, bebek bakar. Tanpa berlama-lama, Liu Chen masuk ke kedai itu dan memesan satu porsi bebek bakar ke pemilik kedai. “Paman, satu porsi bebek pakarnya. Kalau bisa di kasih bubuk cabai yang banyak.” kata Liu Chen saat memesan makanannya.

Pemilik kedai yang melihat penampilan Liu Chen yang begitu rupawan dan berwibawa, sepintas dia seperti baru melihat seorang yang mirip dengan Kaisar Liu Bei. “Pemuda ini, aku baru melihatnya. Meskipun pakaiannya terlihat biasa saja, tapi wajah dan aura yang dia miliki, jauh berbeda dari yang di miliki rakyat kalangan biasa.” batin seorang Pria paruh baya pemilik kedai. “Tunggu sebentar, pesanan tuan akan saya persiapkan.” kata si Pria membalas perkataan Liu Chen.

Akhirnya Liu Chen duduk di salah satu kursi, sambil menunggu pesanannya, dan tanpa Liu Chen sadari, sejak dia datang, ada dua orang wanita yang tidak sedikitpun melepaskan pandangan mata kearahnya.

“Hei Xian, apa kamu merasa tidak asing dengan pemuda itu?.” tanya Luya, salah satu dari dua wanita yang terus menatap Liu Chen.

“Aku juga ingin menanyakan itu padamu.” jawab Xian, wanita yang juga terus menatap kearah Liu Chen.

“Pangeran Liu Chen.” gumam lirih kedua wanita itu, saat mereka melihat mata berwarna biru yang di miliki Liu Chen.

Satu-satunya orang yang memiliki mata berwarna biru hanyalah Liu Chen, dan kenyataannya hanya dua pelayan Liu Chen yang tahu perihal warna matanya. Xian dan Luya dulunya adalah pelayan setia Liu Chen, dan tentunya dengan melihat ada pemuda bermata biru yang hawa keberadaannya tidak asing bagi mereka, saat ini juga mereka berdua mengenali jatidiri pemuda itu.


Xian dan Luya

Xian dan Luya dengan cepat mendekat kearah Liu Chen. Xian di kiri, Luya di kanan, dan dengan begitu kompak, secara bersamaan mereka menarik telingan Liu Chen. “Dasar Pangeran kurang ajar, beraninya pangeran pergi tanpa kami.” geram Xian yang begitu kuat menarik telinga Liu Chen.

Liu Chen hanya meringis menahan sakit, tapi dalam hatinya dia merasa senang bertemu dengan Xian dan Luya, dua orang pelayan yang sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri. Sebenarnya Liu Chen sudah tahu akan keberadaan mereka berdua, tapi dia sengaja diam tak menyapa, dan lebih menunggu dua wanita ini datang menyapanya.

“Bibi Xian dan Bibi Luyan apa kabar?.” tanya Liu Chen sambil senyum cengengesan.

Xian dan Luya yang sudah melepas tarikan di telinga Liu Chen, kini mereka duduk di depan Liu Chen. “Kemana saja kamu beberapa bulan ini?.” tanya Xian.

“Kami sudah terikat janji dengan Kakek dan Nenek kamu untuk selalu menjaga kamu. Tapi jika kamu menghilang, bagaiman kami bisa menepati janji itu?.” kini giliran Luya yang bertanya.

Liu Chen sejenak menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Beberapa bulan ini aku berlatih di hutam kematian, dan tentu kalian bisa melihat hasilnya bukan?.” Liu Chen sejenak terdiam, membiarkan Xian dan Luya mengamati tubuhnya.

“Pendekar tingkat Kaisar!.” teriak Xian dan Luya bersamaan.

Liu Chen tersenyum. “Dengan begini kalian tidak perlu khawatir, setidaknya saat ini aku sudah bisa melindungi diriku sendiri.” lanjut Liu Chen.

Xian dan Luya memang pelayan, tapi mereka adalah pelayan pilihan seorang mantan Tetua Klan Liu yang tentu mereka berdua bukan orang sembarangan. Xian adalah seorang Pendekar tingkat Petapa, begitupun dengan Luya, karena itu jurus Liu Chen tidak bisa mempengaruhi mereka untuk saat ini.

Xian dan Luya masih sama-sama terkejut dengan kekuatan Liu Chen. Pemuda tanpa bakat itu, kini justru terlihat layaknya seorang monster. “Jika seperti ini, kamu sudah layak kembali menduduki posisi seorang pangeran.” ujar Xian.

“Bahkan tuh si Liu Wuqiang itu tak pantas menggantikan posisimu. Dia hanya Pendekar tingkat Langit. Perbandingan kalian berdua bagai langit dan surga, sangat jauh.” imbuh Luya.

Liu Chen masih diam, karena ada seorang pelayan yang mengantarkan makanan pesanannya. “Biarkan aku menghabiskan makananku terlebih dahulu, baru setelahnya kita lanjutkan pembicaraan.” kata Liu Chen yang mulai memakan pesanannya.

Beberapa waktu berlalu akhirnya Liu Chen selesai makan. “Besok siang temui aku di gerbang selatan.” kata Liu Chen dengan mata menatap Xian dan Luya yang bersamaan mengangguk, sebelum pergi meninggalkan Liu Chen.

Liu Chen juga segera meninggalkan kedai tempatnya makan, tentunya setelah dia membayar.

Saat ini Liu Chen berjalan kembali menuju penginapan, dan begitu sampai dia langsung di sambut Xia Fei yang malam ini terlihat begitu menggoda dengan hanfu yang sedikit terbuka di bagian atas, dan memamerkan belahan dadanya.


Xia Fei [Sekedar Mulustrasi]

Xia Fei yang sudah terpengaruh jurus Penakluk Lawan Jenis, dia benar-benar sudah tak mampu lagi menahan gairahnya saat melihat Liu Chen.

Liu Chen, seorang pemuda yang sedang dalam masa puber, tentu dia juga merasakan gairahnya saat melihat tubuh Xia Fei yang begitu menggoda.

Di dukung dengan suasana yang sedang sepi, Xia Fei menyeret Liu Chen menuju kediamannya yang berada tepat di belakang penginapan tempatnya bekerja. “Tuan, malam ini istirahatlah di sini, dan biarkan pelayan ini melayani tuan.” kata Xia Fei saat dia mendorong jatuh tubuh Liu Chen ke atas tempat tidur.

Liu Chen seperti terhipnotis saat melihat Xia Fei mulai membuka satu persatu lapisan hanfunya, dan terakhir hanya menyisakan kain tipis yang menutup bagian payudara dan selangkangannya [zaman dulu belum ada Bra, maupun CD].

Liu Chen dengan begitu sulit mencoba menelan ludahnya saat dia melihat tubuh Xia Fei yang begitu mulus tanpa sedikitpun noda. “Tuan, biarkan pelayan rendahan ini memuaskan gairah tuan.” kata Xia Fei dengan suara yang begitu lembut dan menentramkan.

Tanpa permisi, Xia Fei mendekati Liu Chen yang masih terpana dengan tubuhnya. Begitu di jarak yang begitu dekat, Xia Fei dengan penuh perasaan mulai melepas lapisan hanfu Liu Chen, hingga yang tersisa hanya kain yang menutupi batang penis Liu Chen.

Melihat tubuh sempurna milik Liu Chen, dan benda keras yang ingin menerobos keluar dari kain yang menurupinya. Xia Fei benar-benar sudah lelas kendali.

Dia merangkak naik keatas tubuh Liu Chen. Di belainya perut penuh otot milik Liu Chen dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memainkan puting kecil milik Liu Chen. Xia Fei duduk diatas Liu Chen dengan pantatnya bersentuhan langsung dengan batang penis Liu Chen yang sudah menegang.

Liu Chen yang baru pertama kali merasakan sentuhan seorang wanita, dia terlihat begitu menikmatinya. Mata Liu Chen terpejam, dan wajahnya menunjukkan ekspresi penuh akan kenikmatan.

Xia Fei yang melihat Liu Chen mulai menikmati perlakuannya, dia sedikit memamerkan senyumannya, dan dia semakin agresif menyentuh dan meraba setiap bagian tubuh Liu Chen.

“Tuan, tubuhmu begitu menggoda.” bisik Xia Fei yang kini sudah merebahkan tubuhnya diatas tubuh Liu Chen.

Liu Chen membuka matanya saat merasakan benda yang begitu kenyal dan lembut bersentuhan langsung dengan dada bidangnya. Saat matanya terbuka, Liu Chen dapat melihat wajah Xia Fei yang tepat berada di hadapannya, dan saat dia melirik ke bawah, dia dapat melihat payudara Xia Fei yang sudah bersentuhan langsung dengan kulit dadanya.

Diam-diam, sebelum merebahkan tubuhnya, Xia Fei sudah melepas lilitan kain tipis yang semula menutupi dadanya, dan pada akhirnya dia sudah bertelanjang dada saat merebahkan tubuh diatas tubuh Liu Chen.

Liu Chen yang melihat bibir merah Xia Fei yang sedikit berair, dia merasa begitu bergairah, dan dengan sekali gerakan, dia sudah mencium dan melumat bibir Xia Fei. Dengan bantuan tangan kanan dan kiri yang kini memeluk tubuh Xia Fei, Liu Chen dengan buas menikmati ciuman dan lumatannya ke bibir Xia Fei.

Liu Chen dan Xia Fei sama-sama memejamkan mata saat ciuman. Liu Chen yang agresif mencium dan melumat bibir Xia Fei, dia mendapatkan sambutan lidah Xia Fei yang menari-nari di dalam bibirnya, dan sesekali lidah Xia Fei dan lidah Liu Chen saling bertautan.

Tanpa rasa jijik mereka juga saling bertukar air liur, dan menelannya. Xia Fei dan Liu Chen yang sepenuhnya sudah di kuasai oleh hawa nafsu, mereka terlihat layaknya binatang yang sedang memakan hasil buruannya.

Saat ciuman yang begitu buas dan penuh gairah itu berakhir, dapat dilihat jika bibir Xia Fei maupun bibir Liu Chen, bibir mereka sama-sama berhiaskan air liur, bahkan sampai ke pipi mereka.

Xia Fei tersenyum puas dengan apa yang baru dia lakukan, tapi nafsu birahinya sama sekali belum terpuaskan. Sedangkan Liu Chen, dia masih menantikan apa yang akan Xia Fei lakukan padanya.

Sesaat menarik nafas dan saling menatap satu sama lain, Xia Fei kembali memulai aksinya. Di mencium terlebih dulu bibir Liu Chen, sebelum ciuman bibirnya perlahan bergerak ke bawah.

Dari bibir, ciuman bibir Xia Fei jatuh ke jakun Liu Chen, dan terus bergerak ke bawah, ciuman Xia Fei akhirnya mendarat di puting kecil Liu Chen. Dari ciuman, Xia Fei mulai menjilati puting dada Liu Chen, bahkan sesekali dia menggigit puting dada Liu Chen, dan itu benar-benar membuat Liu Chen hanya bisa memejamkan mata.

Puas dengan puting dada Liu Chen, Xia Fei semakin bergerak ke bawah. Perut berotot Liu Chen dibuat basah dengan sapuan lidahnya, dan kini sampailah Xia Fei di selangkangan Liu Chen.

Dengan gerakan yang begitu halus, Xia Fei turun dari tubuh Liu Chen dan dia duduk di samping Liu Chen. Begitu posisinya pas, kedua tangan Xia Fei mulai membuka kain penutup selangkangan Liu Chen. Hanya butuh sekali gerakan, Xia Fei berhasil menyingkirkan kain penutup itu, dan terlihatlah batang penis Liu Chen yang sudah berdiri kokoh.

Mata Xia Fei melotot karena terkejut saat melihat besarnya penis Liu Chen, tapi di balik keterkejutannya, Xia Fei begitu mengagumi benda tumpul berdiri tegak di depannya yang sebentar lagi akan menyatu dengan tubuhnya.

Perlahan, Xia Fei mulai menyentuh dan menggenggam batang penis Liu Chen. Sensasi hangat segera Liu Chen rasakan saat tangan mungil Xia Fei menyentuh batang penisnya. Membuka mata dan melirik ke arah bawah, Liu Chen disambut pemandangan senyum Xia Fei yang sangat menggoda.

Dari genggaman, kini tangan Xia Fei mulai mengocok turun naik batang penis Liu Chen. Kocokan tangan yang perlahan pelan, kini semakin meningkat kecepatannya. Xia Fei juga semakin liar dengan menjilati kepala penis Liu Chen, bahkan dia memainkan lidahnya di lubang penis Liu Chen yang terlihat semakin tegang dan membesar.

“Punya tuan sungguh begitu besar dan perkasa.” ungkap Xia Fei yang masih saja mengocok batang penis Liu Chen.

Liu Chen tidak tau harus membalas seperti apa, karena dia tidak mengetahui nama wanita yang saat ini sedang memberikan pelayanan kenikmatan padanya.

“Tuan, bolehkah saya memasukkan punya tuan yang begitu perkasa ke sini?.” Xia Fei menunjuk kearah selangkangannya, sedangkan Liu Chen hanya melirik dari posisinya.

Pertanyaan Xia Fei seperti magnet yang menarik perhatian Liu Chen. Karena penasaran, dan ingin merasakan sensasi lainnya, Liu Chen mengangguk dengan pasti. “Boleh, lakukan saja yang ingin kamu lakukan.” jawab Liu Chen.

Xia Fei tersenyum penuh kemenangan saat Liu Chen memberikan izin untuknya, tapi dia tak buru-buru melakukan apa yang barusan ingin dia lakukan. Dia lebih dulu memuaskan hasratnya bermain-main dengan batang penis Liu Chen.

Di masukkan nya kepala penis Liu Chen ke dalam mulutnya, dan dengan gerakan perlahan, Xia Fei semakin menekan kepalanya kebawah, sampai setengah bagian batang penis Liu Chen kini memenuhi mulut, bahkan mentok sampai kerongkongannya.

Liu Chen yang melihat apa yang dilakukan Xia Fei, dia sama sekali tidak menyangka jika Xia Fei memasukkan penis ke dalam mulut mungilnya.

Kepala Xia Fei terus bergerak turun naik, mengulum penis Liu Chen. Kadang cepat, dan kadang lambat, kuluman mulut Xia Fei benar-benar membuat Liu Chen seperti melayang ke surga kenikmatan.

Tangan Xia Fei tak tinggal diam. Tangan kanannya mengocok pangkal batang penis Liu Chen, sedangkan tangan kirinya memainkan lubang anus Liu Chen.

Mata Liu Chen terus terpejam menghayati setiap kenikmatan yang dia rasakan, apalagi kenikmatan itu terus menerus dia rasakan.

Puas dengan permainan mulut dan tangannya, Xia Fei mulai naik ke atas selangkangan Liu Chen. Di posisikan nya vagina miliknya tepat diatas penis Liu Chen yang sudah begitu siap untuk mengaduk-aduk lubang vaginanya.

Memegang batang penis Liu Chen, dan menggesek-gesekkan kepala penis ke bibir vaginanya. Seketika tubuh Xia Fei bergetar, dan vaginanya terasa semakin basah.

Di bimbingnya penis Liu Chen untuk memasuki lubang sempit vaginanya, dan begitu pas di posisinya, Xia Fei mulai menggerakkan pinggulnya kearah bawah, dan secara perlahan penis Liu Chen mulai memasuki lubang kenikmatan miliknya.

“Ouuuhhhh, punya tuan terlalu besar.” desah lirih Xia Fei.

Menyisakan setengah bagian batang penis Liu Chen, Xia Fei dengan kuatnya menghentakkan pinggulnya ke bawah, dan tertelanlah seluruh bagian penis Liu Chen ke dalam vagina Xia Fei.

“Aaarrrgghhhh, tuuaaaann.” jerit Xia Fei begitu vaginanya penuh sesak dengan penis Liu Chen, bahkan kepala penis Liu Chen mentok sampai menyentuh rahimnya.

Vagina Xia Fei masihlah begitu sempit meski dia bukan lagi seorang gadis yang masih suci. Penis Liu Chen terasa di remas-remas otot lubang vagina Xia Fei, dan tentu itu sangat nikmat. Rasa nikmat yang Liu Chen rasakan, juga di rasakan Xia Fei.

Meski awalnya vaginanya terasa robek dan perih karena besarnya penis Liu Chen, setelah beberapa saat beradaptasi, Xia Fei mulai menikmati benda tumpul panjang dan besar yang kini sedang tertanam di dalam vaginanya.

“Sssssaaahhhhh.” desis penuh kenikmatan Xia Fei saat dia mulai menggerakkan pinggulnya naik turun secara perlahan.

Liu Chen yang telah membuka matanya, dia dapat melihat kepala Xia Fei yang terus bergoyang-goyang, saat Xia Fei bergerak semakin liar menggoyangkan pinggul dan pantatnya.

Penis Liu Chen terus menghujam keluar masuk vagina Xia Fei, seirama dengan gerakan Xia Fei memompa penis Liu Chen.

“Plok plok plok plok.” bunyi pantat Xia Fei yang beebenturan dengan paha Liu Chen, semakin menambah panas percintaan mereka.

Liu Chen yang semula diam, kini dia tak sungkan untuk menambah sensasi kenikmatan yang ingin dia rasakan. Dengan irama yang senada dengan gerakan Xia Fei, Liu Chen mulai menggerakkan pantatnya naik turun, dan itu benar-benar menambah sensasi nikmat yang mereka berdua rasakan.

Xia Fei memompa penis Liu Chen, di sisi lain Liu Chen terus memompa vagina Xia Fei. Menggoyang, dan di goyang, semakin lama gerakan mereka semakin cepat dan liar.

Kedua tangan mereka juga tidak mau diam. Xia Fei dengan tangannya, dia menjambak rambut Liu Chen, sedangkan kedua tangan Liu Chen, entah sejak kapan, kedua tangan itu tak henti-hentinya meremasi payudara montok milik Xia Fei.

“Tuaaann, aaahhhhhh, aaakkuuuu, aaaahhhhh.” jerit panjang Xia Fei saat dia mencapai orgasme yang begitu dahsyat.

Liu Chen yang merasa akan ada yang menyembur dari penisnya, dia sama sekali tak mempedulikan jeritan Xia Fei. Semakin sempitnya vagina Xia Fei saat dia orgasme, membuat Liu Chen semakin liar menggerakkan pinggulnya turun naik. Sampai akhirnya dia sudah tak tahan lagi menahan muntahan penisnya, dan..

“Crott Crott Crott Crott,....” berkali-kali Liu Chen merasakan sensasi semburan cairan yang keluar dari penisnya.

Sedangkan Xia Fei, dia merasakan cairan hangat menyemprot dari penis Liu Chen, dan kini memenuhi vaginanya.

“Ouhhh tuan, ini begitu nikmat.” racau Xia Fei yang merebahkan tubuhnya di atas dada Liu Chen, dengan penis Liu Chen yang masih berada di dalam vaginanya.

Xia Fei mengelus dada bidang Liu Chen yang masih bergerak turun naik, setelah rasa nikmat yang baru dia dapatkan. Dalam diam, Xia Fei memainkan otot-otot vaginanya untuk meremas-remas penis Liu Chen. Kemudian, dengan gerakan yang begitu cepat, Xia Fei mengangkat pinggulnya dan tercabutlah penis Liu Chen dari dalam vaginanya.

Penis Liu Chen tampak mengkilap karena terkena sisa cairan sperma dan cairan vagina Xia Fei. Bahkan terlihat cairan sperma Liu Chen meleleh keluar dari sela vagina Xia Fei.

Xia Fei bergerak memutar, dan dia memposisikan kepalanya diatas penis Liu Chen, sedangkan vagina polos tanp bulunya kini tepat berada di depan bibir Liu Chen.

Tanpa basa-basi, mulut Xia Fei langsung bergerak kearah penis Liu Chen yang sedikit layu, sedangkan Liu Chen, dia masih terdiam dengan mata menatap vagina Xia Fei.

Xia Fei kembali mengulum dan memainkan lidahnya kepala penis Liu Chen, dan seperti tadi, tangan kanan dan kiri Xia Fei juga sibuk mengocok batang penis, dan lubang anus Liu Chen. Sesekali Xia Fei menyedot dengan kuat lubang kencing Liu Chen, dan perbuatannya membuat tubuh Liu Chen bergetar hebat.

“Aaaahhhhh, nona, itu sangat nikmat.” desah pelan Liu Chen yang akhirnya mulai bersuara.

Xia Fei tidak mempedulikan desahan Liu Chen, dia justru terus mengecup, mengulum, dan mengocok penis Liu Chen.

Liu Chen yang tak ingin tinggal diam, dia mulai membalas perlakuan Xia Fei. Aroma cairan yang keluar dari vagina Xia Fei, membuat Liu Chen kembali bergairah, dan tanpa jijik dia mulai mencium dan menjilati vagina Xia Fei. Dijilatinya seluruh permukaan vagina Xia Fei tanpa terkecuali, kelentit Xia Fei juga tak lepas dari jilatan lidah Liu Chen.

“Ouuughhhh tuaaannn, yaaa oouuuuhhhh.” desah Xia Fei.

Xia Fei pun sejenak menghentikan aktivitasnya karena dia tidak kuat menahan kenikmatan yang diberikan Liu Chen.

“Ouuugghhh tuuuaannn sssaahhhh, teruuussaaahhh.” desah Xia Fei dengan kepala mendongak keatas.

Kini vagina Xia Fei telah memenuhi mulut Liu Chen. Pinggul Xia Fei pun bergerak, mencari kenikmatan lebih dari permainan mulut yang dilakukan Liu Chen.

“Ouugghhhh, aaaahhhhh terrruuuussss, Ouuuugghhhmm tuuaannnn.” desah Xia Fei semakin histeris saat Liu Chen menyedot dengan kuat lubang vaginanya.

“Tuuaaaannn, ouuuuugghhhhh, inniiiii nikkmaaattt, aarrgghhhhh........” jerit Xia Fei saat dia meraih kembali orgasmenya.

Xia Fei terdiam dengan tubuh yang melemas, tapi Liu Chen terus menyedot lubang vagina Xia Fei, dan hampir semua cairan yang keluar dari vagina Xia Fei, masuk kedalam mulut Liu Chen.

Melihat batang penis Liu Chen yang masih berdiri tegak, dengan sisa-sisa tenaganya, penis Liu Chen kembali menjadi sasaran mulut Xia Fei. Liu Chen terlihat tersenyum saat merasakan kembali sentuhan hangat tangan Xia Fei di batang penisnya. Liu Chen merasa jika Xia Fei adalah tipe wanita yang bisa memuaskan pasangannya.

Xia Fei kembali mengulum, dan menyedot lubang kencing Liu Chen sembari tangannya mengocoknya. Rasa nikmat kembali di rasakan Liu Chen.

“Ouuuhhhh, nonaaa.” rintih Liu Chen saat merasakan begitu banyak kenikmatan yang dia rasakan.

Mendengar itu, Xia Fei semakin mempercepat gerakan mulutnya mengulum penis Liu Chen, dan dia terlihat semakin liar.

“Oouuhhhhh, nonaaaa, aarrgghhhhh.....”

“Crott Crott Crott Crott....” sperma Liu Chen menyembur dan tumpah memenuhi mulut Xia Fei, dan begitu saja di telan nya sperma itu oleh Xia Fei. Bahkan Xia Fei tidak mereka setetes pun sperma Liu Chen keluar dari mulutnya.

“Haahh, nona, itu sungguh luar biasa.” kata Liu Chen yang masih mengatur nafasnya yang memburu.

“Jika tuan menginginkannya kembali, tuan tinggal bilang pada saya, dan pelayan yang rendah ini juga ingin berterimakasih karena tuan telah memberikan kepuasan pada saya.” kata Xia Fei yang kini sudah memposisikan dirinya berbaring di samping Liu Chen.

Liu Chen mengangguk mendengar apa yang dikatakan Xia Fei, dan setelahnya dia memeluk erat tubuh polos Xia Fei yang ada di sampingnya.

Xia Fei yang sedang di peluk Liu Chen, tanpa sengaja dia merasakan benda keras menempel ke tubuhnya. Xia Fei sangat tahu benda apa itu, tapi karena dia sudah lelah, dia hanya bisa menatap ngeri benda yang masih begitu tegak meskipun sudah dua kali dia memuaskannya.

“Tu tuan, a apa anda menginginkannya lagi?.” tanya Xia Fei dengan suara sedikit bergetar, karena bagaimanapun juga dia sudah begitu lelah.

“Tidurlah, aku tahu kamu lelah.” jawab Liu Chen. “Biarkan saja itu menegang, karena ini pengalaman pertamaku, tentu aku masih ingin lagi dan lagi. Tapi, lain waktu kita lakuin lagi.” ungkap Liu Chen sebelum dia mencoba tidur di samping Xia Fei yang sudah mulai terlelap dengan nafas halus yang keluar dari hidungnya.

>>>>

Hari ini tiga CHAPTER dulu....
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd