Sambungan....
Part 18: Sosok Misterius
Awar-awar berubah dalam sekejap. Terbunuhnya Bambang Kijang membuat para pendukungnya hilang asa. Dengan mudah anak buah Pras membantai mereka. Menyisakan wanita dan anak perempuan untuk disantap bersama dalam jamuan seks sebelum dijual sebagai budak taklukan.
Ditengah keriuhan sorai dan luapan kegembiran para begundal itu, sekelompok orang dari pihak Bambang Kijang yang tersisa berusaha melanjutkan perjuangan sebisa mereka. Tak henti mereka berdoa kepada Langit agar menurunkan keajaiban. Para begundal makin pongah mendengar ratapan-ratapan itu.
“Berdoalah pada Presiden Artawan. Atau pada yang maha besar tuan Qadir Jalal Ahmad agar kalian tak perlu melihat ibu dan anak kalian digangbang sampai mati, hahahaha!”
Tapi seperti kata pepatah Suromenggolo, Matahari tak pernah terlambat menunjukan sinarnya.
Lalu tiba-tiba langit terbelah. Mendung dan kegelapan sirna. Udara menjadi sedikit dingin. Sedikit merinding.
Sesosok mahluk penuh cahaya turun dari langit. Terang menyelimuti tubuhnya. Bahkan tanpa ilmu kanuragan, manusia biasa bisa memandang dirinya.
Dengan elok sosok itu turun menuju bumi, dan sebelum kakinya menginjak tanah, terjadi hal berikut.
Angin ribut datang dari berbagai arah, berhembus ke segala penjuru. Lolongan serigala dan anjing hutan saut menyahut, diiringi kicauan mengerikan burung rajawali, gagak dan burung hantu. Sedang ayam, bebek dan kambing lembu para warga desa berlarian kian kemari, seperti akan didatangi untuk disembelih.
Dan begitu sosok itu menginjak bumi, getaran ghaib langsung muncul. Hebatnya, getaran ini juga dirasakan semua orang yang ada di sana. Seperti sebuah batu yang jatuh di kolam dan menciptakan gelombang, demikian aura yang muncul, menghempaskan keberanian semua yang ada disana. Bahkan getaran ini terasa hingga ke seluruh pulau Jawa, bahkan bergetar melalui selat dan samudera hingga ke ujung-ujung Nusantara.
Di ibukota, seorang jenderal yang sudah waskita ilmu kanuragannya termenung. Ia melihat lambang burung agung yang menempel gagah di dinding bergetar, selayaknya terkena gempa.
“Ada apa Suamiku?”
“Ada seseorang yang sangat tinggi ilmunya sedang terlahir kembali.”
“Siapa dia?”
“Aku juga tidak tahu....”
Sementara itu di ujung Ciremai, di sebuah kota yang bernama Cibagus di propinsi Galuh Pasundan, seorang pandita adat memerintahkan semua muridnya menghentikan semua kegiatan.
“Berhenti. Segera masuk kamar dan tidur. Jangan ada yang menyalakan cahaya.”
“Ada apa guru?”
“Sudah jangan membantah!”
Sang Pandita juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi ia tahu penyebab getaran yang menyebabkan Gunung Salak Agung ini ikut bergetar pasti bukan orang sembarangan.
“Semoga dia orang baik.”
Bahkan getaran ini sampai di Tanah Seribu Kipas. Tuanku Guru Yang Mulia Datuk Chun Ling, Datuk berilmu tinggi terakhir yang tersisa bahkan langsung masuk ruang pribadinya. Ia bertapa, menajamkan pikiran. Ia tahu, sesuatu yang hebat akan segera terjadi.
Dan yang sesuatu yang hebat sedang terjadi.
Yang pertama menyentuh tanah adalah kaki kanan. Lalu ketika kaki kiri hendak menyentuh pertiwi, sesosok anak lembu muncul dan nampak berkelosotan di sana. Ia menjadi tatakan bagi kaki kiri itu, seakan tak layak bumi menerima kaki kiri itu.
Sosok itu dipenuhi cahaya terang yang keagunganya hanya kalah oleh bintang Windubakti di musim ketiga. Nampak tubuhnya gagah dan perawakannya mengagumkan.
Dari bawah, jari ketiga kaki kanannya berhiaskan cincin emas dengan ukiran kepala naga bertanduk tiga, yakni Sartigana Mahawasyana, simbol dari Dewa Tanah kuno orang Suromenggalan. Di kaki kirinya, ada gelang emas dengan lima bintang berwarna hitam menghiasinya.
Sosok itu memakai celana hitam dan di pinggangnya berhiaskan kain kotak-kotak berwarna hitam dan putih yang dililitkan dipinggangnya. Lagipula ada tali yang coraknya mirip kulit ular melingkar di badannya. Itulah Sarpencyawaswana, simbol Dewa Selat dan Sungai orang Suromenggolo di masa lalu.
Sosok itu nampaknya adalah lelaki. Ia bertelanjang dada. Ia berkalungkan perak dengan bandul buwana cakra wilwatikta, simbol jagad gedhe. Juga di tangan kanannya ada tato singa kencana, tunggangan dewa Bartaharsyura, dewa Hutan dan Gunung. Sedang yang paling mencolok. Dipunggungnya, ada tato Naga Geni Tascyawaskita, simbol desa Dorosewu.
Tato itu begitu menakutkan. Begitu besar. Begitu mencolok.
Sedang di keningnya, ada tiga titik yang membentuk segitiga, melambangkan harmonisasi dunia, nirwana dan dimensi Hyang Tidak Terjelaskan.
Di kuping kanannya ada bunga Semboja Surapuspita, bunga yang hanya tumbuh di gunung Lawu. Tanah air bangsa Suromenggolo.
Belum cukup, ia juga membuat semua yang melihat terpana sekaligus bergidik ngeri. Di tangan kanannya ada pedang yang sangat besar, pedang raksasa yang menyala-nyala seperti bintang. Di tangan kirinya ada keris Suryo Anom, keris lambang pemerintahan tertinggi bangsa Suromenggolo.
Siapakah dia? Apakah dia manusia nyata? Atau hasil sihir seorang yang sakti?