Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Wirdan dan Tamara

Lanjutan

Aku menunggu kabar Wirdan, aku tidak mau bertanya pada Tamara, tentang apa yang mereka bicarakan. Aku mengirim pesan lewat ponsel, itupun aku perlu mendiam profil Handphone agar tidak diketahui Tamara. Pesan dari Iwan malamnya, ia mengatakan siap-siap deh untuk kejutuan. Aku sedikit tersenyum, aku ingin makan sendiri. Karena Tamara sedang menyiapkan wisudanya, ia pun berencana akan melanjutkan kerja diperusahaan. Aku pergi makan, aku memesan taksi didaerah cukup jauh. Aku ingin mencoba makanan china disebuah restoran yang diberikan alamatnya rekan bisnisku kemarin. Begitu sampai, meski hanya restorant sederhana. Makanan cukup enak, setelah makan aku menyempatkan diri ke diskotik sebentar minum dan membeli berberapa minuman.

Aku pulang, waktu menunjukan pukul 10.00 malam. Aku ingin tidur sebentar, namun sepertinya tidak akan mulus. Tamara menungguku didepan pintu, “Pak, aku minta tolong?” ujar Tamara meminta bantuan. “Masuk dulu deh, gak enak kamu dilihat oranglain,” kataku sambil membuka pintu. Tamara masuk ke Flatku, sebetulnya dia bisa meneleponku. “Pak, bisa minta nomor telepon hotel klien dari Inggris dua bulan lalu?” ungkap Tamara, aku tersenyum. “Buat siapa Tam?” tanyaku, “Buat papa sama mama pak, kalo di Flat ini kayanya terlalu sempit. Aku coba minta kamar bisa disewa pada penuh,” ujar Tamara lebih menjelaskan persoalanya. “Ini nomornya, dan ini uangnya buat tiga hari.”kataku memberikan kartu hotel dan uang. “Gak perlu pak, aku bisa pakai uangku,” kata Tamara, ia hanya mengambil kartu.

“Udah pakai aja, kamu pikir aku gak tau kamu kemarin pinjam 800 ke Abdullah buat makan,” kataku memaksanya. Aku menanjakan ke Sekertaris Iwan waktu ia izin mengurus wisudanya, ia meminjam uang karena gaji habis untuk membayar admintrasi dan tiket orang tuannya. Aku menduga uang itu habis pula karena kebiasaan menyiapkan makananku tanpa meminta uang ke aku. “Kamu kalo ada masalah, jangan pernah segan tanya saya bisa bantu atau tidak,” kataku duduk di Sofa. Tamara tertunduk, “Pak maaf jika saya salah, jujur saya tulus menyiapkan semuanya,” ujar Tamara lalu ia ingin pergi. “Saya mau pulang ya pak,…” kata Tamara beranjak pergi.

Belum selesai ia berbicara, aku memotong pembicaraannya. “Kamu buat kopi aja, kepalaku pusing,” kataku. Ia pergi ke dapur, aku beruntung. Tamara memang hanya sekertarisku, namun dalam berberapa hal ia memiliki banyak perhatian. Tidak lama kopi tersedia, aku meminumnya. Baru ia pergi, satu menonton TV. Kemudian pergi untuk tidur, pagi harinya aku bangun. Aku mandi dan bersiap pergi ke Kantor. Pagi ini, makanan sudah tersedia hanya belum kopi. Tamara sedang membuatnya. Ia berjalan pelan, menuju dapur dan memeluknya. “Ah…Pak, maaf jika aku kagetin bapak, mmmmh ahh..” ungkap Tamara. Rupanya ia menduga aku memeluknya, aku mencium lehernya dan pipinya. Aku membalikkan badannya, bau parfumnya kembali tercium.

Aku mencium keningnya, “Pak makan dulu yuk?’ katanya. Aku menurutinya, kami makan. Kali ini ia memasak makanan Indonesia, Ayam Goreng, Nasi Putih dan Tumis Kangkung. Kami makan dengan lahap. “Pak, aku mau izin jam 2, Papa dan Mama mau datang,” ungkapnya. “Okay, nanti abis makan siang mau ada meeting di Malaysia sama bos kita.” kataku sambil menyeruput kopi bikinannya. Aku selesai makan, aku duduk di Sofa, sedang Tamara merapikan makanan, aku menonton TV sebentar.

Tamara menyelesaikan cuci piringnya, ia menyiapkan diri untuk berangkat bersamaku. Aku mematikan TV, aku berjalan ke mengampirinya. Aku menghentikan langkahnya, Tamara kuarahkan kesudut ruangan. Bibir tipis yang selalu menarik perhatianku itu ternyata nikmat juga. Kemudian aku mulai mencium bibirnya lagi, kali ini lebih lama dan lebih dalam. 6 menit kemudian aku melepaskannya, Ia membenarkan kembali lipstiknya. Kami berangkat, dan sampai ke Kantor, kami berkerja seperti biasa. Menjelang makan siang, Iwan menghampiri aku dan Tamara yang ingin makan siang, akhirnya kami makan siang bersama. “Iwan, dua hari lagi Ninda wisuda, kamu kalo ada tanda tangan laporan divisi, ke Alex dulu baru email ke Tamara atau Aku.” ucapku dengan santai, “Lho kenapa dan?” tanyanya. “Ini, aku mau meeting, dia wisuda jadi Alex jaga 3 hari.” Balasku. Mendengar penjelasanku ia mengaguk setuju.

Kami akan pergi, Iwan menahan kami sejenak. Iwan mengeluarkan sesuatu berbentuk amplop. Ia memberikan pada aku, ternyata dalamnya adalah sebuah kertas cukup panjang. Wir, dan Tamara. Kira-kira kalian baru lowong sabtu tapi kerja seninkan?” tanya Iwan tiba-tiba, aku menjadi bingung. “Aku pernah ditawarin tiket Fine-Dining, satu tiket buat dua orang. Kalian yang pake ya, aku gak mungkin karena kalian tahu kenapa,” ucap Iwan aku dan Tamara tersenyum membayangkan bagimana mungkin Iwan beristri dua. “Nanti gimana kalo orangnya beda. Kamu tau sendirikan, biasa restoran itu suka ribet?”kata menanyakan kesulitan nanti, aku mengetahui bahwa restorant memililki kesulitannya sendiri.“Gak papa, untung gw pernah nanya. Kalo w bisa kasih tiket ke orang gak?”jawabnya bisa tapi harus konfirmasi dulu.”ucap dia, menanggapi pernyataan. “

“Okay kami setuju, gimana tiket.”kataku menyalami tangannya. Tamara pergi dengan wajah yang memerah, ia mungkin malu. Setelah cukup jauh, aku baru mendekati Iwan. “Gila loe, tiket dapet dari mana?” ucapku, aku yakin ini adalah usaha Iwan mendpatakan tiket seperti ini. “Rahasia bro. Nanti selesai makan malam itu. Paginya gw jelasin.”kata Iwan sambil meninggalkanku, “Makasih ya, ucapnya.” ucapku dengan sedikit berteriak. Ia melambaikan tangan. Aku tersenyum, kami kembali ke kantor, aku menyiapkan keperluan untuk berangkat ke Malaysia. Aku pulang ke Flat, untuk menyiapkan keperluan dua jam kemudian aku berangkat. Aku mesti menyelesaikan pekerjaanku, karena usahaku semakin menanjak. Ia pun tertarik untuk mengembangkan usaha lain dengan aku sebagai penanggung jawabnya.

Tiga hari berlalu, sebetulnya hanya dua hari berkerja Sabtu siang aku sudah pulang. Aku pulang, flat sedikit kotor. Aku menelpon petugas kebersihan. Aku menyelesaikan pekerjaaan dengan lebih cepat. Petugas kebersihan membersihkan flat, aku memberikan kunci dan pergi sebentar menunggu pekerjaan selesai. Aku pergi membawa pakaian kotor, dan pergi makan. Aku merasakan bagimana Tamara tidak ada, kupikir aku seorang yang cukup mandiri. Tidak sepenuhnya, kini aku sedikit bingung karena jika melakukan sendiri akan repot membeli peralatan dan lainnya. 4 jam kemudian aku kembali, pekerjaan selesai. Aku memberikan uang, dan aku mandi lalu tidur. Sore hari, aku ingin membeli makanan, aku membuka pintu.

Aku kaget “Tam, kok udah balik?”kataku melihat dia membawa panci sup, aku mempersilakannya masuk. Rupanya ayah ibu datang tadi dan akan pulang. “Ini pak, Papa dan Mama aku.” ujarnya memperkenalkan. Kami ngobrol sebentar dan mereka pulang. “Maaf pak, sampai orang tuaku mau kenalan bapak,”ujarnya dengan wajah memerah. “Gak papa, namanya orangtua,” kataku mengiburnya.

Singkat cerita kami makan, dan ia pulang ke Flatnya pada malam hari. Akupun tidur, pagi harinya aku pergi melakukan kebiasaanku. “Pak, nanti siang aku mau pergi ke Salon ya. Bapak bisa beli makanan sendiri kan?” tanya Tamara , rupanya ia ingin siap-siap untuk makan malam nanti. “Bisa kok, aku bisa pesan makanan,” kataku singkat. Siangnya aku tidur sedangkan Tamara pergi ke Salon. Aku sengaja tidak ingin memenganggunya, maka aku datang ketempatnya menjelang makan malam. Aku memakai pakaian terbaikku, wajar aku dan Tamara akan makan di Restaurant berbintang. Aku mengetuk pintu Flat Tamara, cukup lama ia membukanya. 5 menit kemudian, ia membuka pintu. Ia tampak cantic dengan gaun hitam dengan belahan dada terlihat.

“Kamu cantik sekali, Tam. Bisa kita berangkat sekarang,” ucapku mengajaknya pergi. ia tersenyum malu, “ Terima kasih pak. Sebentar pak, aku ambil dompet dan syalku dulu,” ucapnya masuk kedalam. 1 menit kemudian, ia kembali memakai syal hitam dan dompet cream. Tangannya merangkul bahu kiriku dan ia bersandar. Kami keluar dari Apartement menuju mobil, kami pergi menuju restaurant. Sesampainya di restaurant, cukup ramai. Aku menujukan tiket yang diberikan Iwan. Pelayan meminta waktu, ia memanggil kepala pelayan. tidak berapa lama, pelayan itu datang bersama seorang pria yang memakai stelan jas. Ia menyapa kami, serta memuji kecantikan Tamara. Kemudian ia mengajak kami masuk ke Resaturant untuk menujukan meja kami.

Ternyata meja kami mesti menaiki anak tangga, hanya berberapa meja diatas. Kepala pelayan mengatakan bahwa kursi ini Tamu VIP, ia mempersilakan kami duduk. Tamara dan Aku duduk, tempat cukup mewah. Aku tidak menyangka bahwa dekat flat Iwan tinggal ada Restaurant yang baik seperti ini. Kami dimanjakan hidangan yang enak dan minuman yang baik, sambil makan kami ngobrol. “Tam, sejak kapan kamu menyadari kamu menyukai saya. Kamu tahukan usia saya udah 35 Tahun dan kamu masih 22 tahun?”kataku dengan santai. “Sayangkan tidak mesti pakai alasan pak. Jujur dua bulan jadi sekertaris bapak, saya suka,” katanya sambil meminum wine yang disajikan ia mulai luwes ngobrol denganku.

“Kok sama saya kamu main rahasia, bagimana kalo aku suka perempuan lain,” ujarku mengodanya. “Jadi bapak udah punya calon, kira-kira siapa pak. Aku senang mendengarnya.” Mendengar ucapku mendadak wajahnya menjadi murung, aku merasa cintanya kepadaku begitu besar. “Gak tau ya, aku lagi suka sama seorang perempuan namun belum tau dia benar-benar mencintaiku,” ujarku mencoba mengendalikan pembicaraan. “Kenapa gak dicoba nembak pak,” menanggapi perkataanku, ia terlihat sedikit bertambah murung. Tamara sepertinya tidak menyadari bahwa aku mulai mencintainya. “Lah, Kamu bagimana? Kamu kan punya perasaan sama saya?” ucapku. “Gak papa, saya bisa memahami jika saya tidak bisa mendapatkan cinta bapak. Saya bisa menerimanya,” ucapnya makin sedih. Airmata mulai keluar, ia menyapunya.

“Tam,sebenarnya saya juga mulai merasakan rasa sayang kekamu. Mungkin bisa kita memulainya,” ucapku sambil meraih tangannya. Ia diam saya, kemudian “Bapak berbicara sungguh-sungguh atau hanya menyenangkan hati saya saja?” ucapnya dengan nada bicara yang sedih. Aku tidak tega menyakiti hatinya, “Aku bersungguh-sungguh, aku mulai merasakan mencintaimu dengan dalam.” ucapku. “Saya merasakan sama pak, terutama waktu kemarin Bapak cium saya, dan waktu kita hampir melakukannya. Meski awalnya bapak ingin menginginkan tubuh saya tapi gak papa,” katanya sambil mengenggam tanganku. Kami tersenyum dan melanjutkan makan kami, setelah selesai kami pulang. Segala perasaan berkecamuk, aku ingin menghabiskan malam ini bersamanya.

Kami keluar menuju parkiran, baru sebentar hujan datang. Aku melepaskan jasku dan memakaikan kebadannya. Kami menuju mobil, ternyata parkiran mobil melewati toko bunga. Aku meminta Tamara menuju mobil, aku memberikannya kunci mobil. “Tam, kamu pergi ke mobil dulu. Ini kunci mobilnya,” ujarku memberikan kunci kepadanya. Tamara mengambilnya dan berjalan cepat, ia tidak bisa berlari karena memakai sepatu berhak tinggi. Setelah cukup jauh, aku menuju toko bunga. Aku membeli satu bendel bunga mawar merah untuknya. Setelah bunga siap, aku berlari menuju parkiran. Aku membuka pintu,”Pak, cepatan nanti badannya bapak basah,” ucapnya dengan khawatir. Aku mengangguk, dan masuk kedalam mobil, lalu memberikan bunga itu padanya. “Pak, ini untuk saya?” tanyanya sambil menerima bunga yang kuberikan itu.

Ia tampak senang, aku menghadapkan wajahnya kedepanku. Aku mengecup keningnya, cepat. Ia tersenyum, kami saling bertatapan. Perlahan-lahan aku mendaratkan ciuman ke bibirnya. Tanganya menyentuh pipiku. Kami berciuman, didalam mobil. Aku mennyalankan mobil untuk menyalakan AC, untuk udara agar tidak pegap agar Tamara mau berciuman lebih lama. Aku memangut bibir atasnya, nafasnya tersendat-sendat sepertinya dia mengigil. Dia membalasnya dengan sempurna, ia memberikan pangutan pada bibir bawahku. Meski bibirnya tipisnya dan kecil namun ciuman sempurna, semakin lama lidah saya mencari lidah Nita dan kami pun berciuman dengan mesra, bahkan saling menjilat bibir masing-masing. 20 menit kami berciuman, setelah itu kami benar-benar pulang. mobil kau jalankan menuju Apartement.

Tamara tampak gusar, sesekali ia menatap wajahku dan memandang kesisi jalan. Entah apa yang dia khawatirkan. Aku memfokuskan untuk menyetir mobil, 40 menit kemudian mobil sudah sampai ke Apartement. Kami berjalan memasuki lobi, aku mengandeng tangan tamara langsung masuk lift. Berberapa penghuni yang sedang dilobi melihat kami, berjalan cepat sambil tersenyum. Kami membalasnya dengan senyuman pula, kami masuk lift dan menuju lantai tempat flat kami berada. Pintu lift terbuka, kami berjalan. Ia ingin mengucapkan selamat malam, “Selamat malam pak, semoga tidurnya nyeyak.” katanya dengan pelan, ia ingin membuka pintu. aku mengengam tangannya. “Bisa kita ngobrol, ditempat saya,” ujarku mencari alasan untuk lebih lama dengannya.

“Bisa pak,” katanya singkat, ia berbalik aku membuka pintu dan menyalakan lampu. Setelah dia masuk kedalam, ia meletakan syal,bunga dan dompetnya dimeja. pintu aku kunci rapat. “Lho pak, kok pintu dikunci. Kita mau ngobrol aja kan?” tanyanya kepadaku ketika berbalik melihatku. “Kemungkinan begitu, tapi ngobrolnya serius,” kataku mencari alasan. Aku mendekapnya dengan erat dan menciumnya, kami berciuman lagi untuk beberapa lama. Dia melepaskan ciuman, “Pak, saya kedinginan,” ucapnya badan dingin. Aku mencari gelas panjang dan mengambil es batu diember didalamnya Sampanye. Aku membukanya dan memberikanya pada Tamara. Ia menengaknya, satu-dua gelas kami minum. Aku sudah tidak tahan, aku memeluknya dan kami berciuman.

Kami berciuman, ketika kedua tangannya ingin memelukku. Aku mengambil gelas Sampanye ditangan kanan dengan tangan kananku dan menaruhnya ke meja. Kemudian aku memindahkan gelas Sampanye Sampanye yang kupengang tangan kiriku ke tangan kanan dan menaruhnya di meja. Kami berciuman dengan cukup panas, Tamara menutup matanya menikmati ciuman itu. Perlahan-lahan aku mendorongnya mundur menuju kamarku. Malam itu, aku ingin menuntaskan keinginan untuk berhubungan badan dengannya, ia mulai mengikuti keinginanku. Ia berjalan mudur menuju kamarku. Pintu kamar, tidak pernah kututup kecuali ingin tidur. Kamarku bermodel dua pintu, sehingga jika masuk langsung terlihat sisi samping ranjang. Tamara akhirnya masuk kedalam kamarku, wajahnya semakin memerah. Aku melepaskan ciuman, Tamara membuka mata, diam terdiam. Kemudian “Kalo bapak mau, bapak lakukan saya akan siap layani bapak.” katanya.

Aku memeluknya, dan langsung mencium bibirnya sekali lagi. Dengan penuh nafsu, aku menekan bibirnya keatas, kemudian lehernya. Aroma badannya kembali tercium meski samar-samar. Kuhisap bibirnya dengan lembut, kemudian aku daratkan ciuman kelehernya. “ohh…pak…mmmh…oh….enak…oh.” desahnya dengan pelan. Aku melepaskan peluknya, dan mendorong kekasur. “Tam, posisimu kearah meja tv,” perintahku ia mengarahkan tubuhnya kearah yang kupinta. Aku berbalik, dan mengunci pintu kamarku kemudian berjalan menuju depan Tamara. Aku naik ke kasur, dan menindih Tamara, wajah kami menempel. Kemudian aku bangkit, dan mulai beraksi. Aku mencium bibir Tamara, ia membalasnya semntara tanganku memegang bahunya dan mulai melepaskan gaun yang dia gunakan. Rupanya ia tidak memakai bra karena ada busa payudara dibalik pakaiannya. Aku menelan ludah melihat Payudara yang padat.

Tanpa pikir panjang, aku membuka dasi, kemeja, dan kaos dalamku. Aku melanjutkan permainan kembali. “Aacchh….terus…ohh…h……ahhhh…” ucap Tamara ketika aku mencium dan mengisap payudaranya. Sementara tanganku asyik melepaskan pakaian dibadannya. Tamara mengetahui itu, ia menaikan pantatnya ini mempermudahku. Setelah terlepas aku membuangnya ke lantai. Kini tinggal celana dalamnya, aku melepaskan. Dengan menaikan kedua kakinya dengan tangan kananku, aku melepaskan celana dalamnya dengan tangan kiri. Tamara membantu dengan menaikan pantatnya, kemudian aku kembali membuangnya. Kini Sekertarisku resmi telanjang didepanku, aku merebahkan diri didepannya. Aku memainkan payudaranya, dengan lembut aku meremas kedua buah dadanya yang besar dan menggiurkan itu. Sensasi empuk dan bulat penuh memenuhi tanganku yang tak cukup besar untuk meremas buah dadanya secara keseluruhan.

Aku merasakan putingnya, aku bangkit menjilati lehernya. “Aahh... paak... Mmmhh... Pe... lan.. Pelan...” Tamara mendesah nikmatan. Kedua tangannya mencengkeram erat seprei di ranjangku. Aku masih, kali ini cukup cepat. Kedua tanganku meremas-remas dadanya yang empuk dan besar, yang sudah menjadi kencang karena terangsang. Jari-jariku memainkan putingnya yang sudah tegang dan keras. 15 menit aku puas bermain, aku turun menuju memeknya. Memek mengularkan bau harum, ia menjaga kebersihan kewanitaan bulu-bulunya terpotong rapih, aku membuka kedua pahannya dan megarahkan kepalaku ke memeknya. “Paaaaaaak…ahhhh….. ahhhhh…aahhhhhhh.” desahnya ketika aku mulai menyilati memeknya, mendengar jeritanya aku makin bersemangat menyetubuhinya keringat mulai muncul ditubuh kami malah membuat tenaga kami tidak berkurang. Aku semakin bersemangat memainkan lidahnku di lekuk-lekuk kemaluannya. 20 menit berlalu, Tamara semakin tak bisa menahan rasa ingin mengeluarkan cairan kewanitaannya.

Aku meminumnya sampai habis, dengan penuh kebangaan aku akan menyetubuhi Tamara. Aku hanya memandang Tamara sambil mengelus-elus kemaluannya dengan jari-jari tanganku Tamara tampak lemas, aku melepaskan celanaku, Kontolku sudah ukuran maksimal. Aku membuka kedua paha agar mengangkang lebar, Kemudian aku arahkan kontolku ke memeknya. Aku masukan Kontol kedalam memeknya, ia mendesah. “argghh,” jeritnya. Ada yang menahanku, aku hentakan dengan cukup bertenaga, “…BLESSSSSSS …… “ kontol masuki memeknya, “ARRRRGHHHH…OHHHH…..” jeritnya membuatku kaget, “Aaaaduuuuh …. Sakit Paaaaa …” ujarnya. Ia mencoba mendorongku, namun aku menahan tindakanya itu, aku bingung kenapa ia melakukan seperti, namun aku melupakannya. Sebetulku batang kontol belum seluruhnya, aku kembali menghentak, “ahhhh….pak….oh….,mm…Sak….it…”ujarnya.

Aku turun kebawah, membisik instruksi kepada Tamara, ia mengagguk, aku bangkit. Aku melihat airmatanya keluar, namun aku mencoba fokus. Aku ingin Tamara merasakan hal yang sama. Aku menggerakkan pantatnku maju mundur sedikit bergantian dengan gerakan berputar ke kiri dan ke kanan karena Kontolku masih didalam memeknya, perlahan-lahan Tamara mengikuti permainanku, meski lebih pelan. Ia juga mulai tersenyum, ia merasakan kenikmatan yang sama. “Sekarang sudah jadi enak kan sayang ?” tanyaku sambil menciumi bibirnya, aku mencoba memanggilnya “ Iiiiiyyyaa……pa, nikmaaat sekali …” jawabnya.

Erangan kenakan dari aku dan Tamara terdengar, meski aku merasa erangan keras. Aku kadang-kadang harus menyumpal bibirku dengan ciuman dibibirnya untuk megentikan eranganya. CROOOOK….CROOOOK ….CROK … bunyi yang ditimbulkan kemaluanku yang beradu dengan kemaluan Tamara, memompa kemaluannya lagi, kali ini dengan ayunan yang lebih panjang, cepat dan keras. Karena hentakanku, badan bergeser, dari tengah kasur menuju pinggir. Aku menariknya kembali ketengah.”mmh…ah…oh….pak…terus…terus…nikmat..” desahnya, aku ikut mendesah, “Ahhh…ahhhh…ahhh….” ucapku. Keringat kami bercucuran, udara dingin karena masih hujan tidak kami rasakan. Setelah tiga jam bermain, kami mencapai batas. “Pak, aku…kaya….mau….ken..oh…lagi…ah…ahh…ah..”ucapnya, sambil menjepitkan pahanya pada pinggulku. Sebelumnya dia sudah 2 kali klimaks pertama saat aku memainkan memeknya dan kedua pada aku memasukan semua badan kontolku.

Aku bersiap-siap menyambutnya dengan makin mempercepat gerakan kontolku, tubuh Tamara sampai tubuhku terguncang-guncang dan aku perhatikan kulit muka pak Yanto semakin memerah. “Tahan dul, kita sama keluarinnya,” kataku. “I…oh…ya…”, katanya. Aku memompa 6 kali, pada saat yang sama puncak gelombang kenikmatanku datang. “Tam….saya keluaaaaaar !”SROOOOT ….SROOOTTT …SROOOOOT….SROOOOT….SROOOT …srrtttt…srrttt.” aku berteriak, Kontolku beliau berdenyut dengan keras dan seperti menyemprotkan sesuatu berkali-kali dengan jumlah banyak di dalam rahim dan lobang senggama Tamara. Setiap semprotan seolah-olah merupakan bagian dari puncak kenikmatannya sehingga ia ikut menjerit-jerit kecil. 15 menit, aku melepaskan Kontolku dari Vaginanya yang basah, aku tidak fokus, badan ku angkat sisi tengah sebelah kanan kasur kepalanya ku taruh bantal.

Ia tampak lelah, aku putuskan untuk tidur. Disisi kirinya, kami tidur seperti tidur telanjang macam film ditutup selimut luar hitam dengan dalam putih. Jam menunjukan pukul 1.00 dari kami bermain jam 9 lebih. AC aku nyalakan, aku tidur. Aku bangun pukul 06.00, Tamara sudah tidak ada. Aku memakai pakaian ku yang ternyata sudah dilipat diujung kasur. Pakaian Tamara juga tidak ada, aku pergi mandi dan siap-siap kerja. Setelah mandi, aku berjalan diranjang, ternyata pintu kamarku sedikit terbuka. Dapur seperti ada orang, aku menebak Tamara memasak. Aku berpakaian, sebelum memakai dasi dan jas, aku memutuskan merapihkan kasur. Pada tempat Tamara tidur, sprei dan selimut dalam, ada yang aneh. Noda merah cukup terlihat, aku mencoba mendekatinya anyir. Aku kaget, Tamara masih perawan.

Aku keluar kamar, sprei dan selimut ku taruh kebarang kotor. Tamara sudah siap, namun muka sebam. “Tam, kamu nangis? Maafkan saya ya,” ujarku. “Ada apa pak? Kok minta maaf, ayo makan nanti kita terlambat kerja lho!” katanya, “Aku tau kamu memberikanya ke saya, aku benar-benar mencintaimu.” kataku dengan langsung memeluknya, Ia menangis, “Pak, ini jadi pilihan saya. Semoga pak, menyukainya.” kata Tamara. Aku menghapus air matanya, hari itu aku minta ia menjadi pasanganku. Ia mengaguk setuju. Kami berangkat ke Kantor

Bersambung
 
Naaah .. kalo sdh resmi Kan jadinya bisa maen tiap Hari .. hahaha
 
Lanjutan

Kami berangkat ke kantor dengan kendaraan umum, karena aku menyuruh sopir kantor membawa mobil kantor. Aku mengunakan mobil untuk pergi rapat, dan biasa meninggalkan mobil dengan keadaan bersih dan full tank agar bisa digunakan orang lain. Tamara mendekap tanganku, namun wajah gelisah. “Kamu kenapa sayang? kok wajahmu gelisah banget, ada masalah?” tanyaku berbisik ditelingga kanannya. “Aku takut ketauan pak, karena biasa aja hubungan kita ketahuan sama pegawai kantor lain,” katanya dengan lirih ditambah suaranya sedikit parau. “Udah, kamu gak usah pikirin masalah itu. Aku siap lindungin kamu, kalo ada yan macam-macam sama kamu. Lagian kita sama-sama tidak hubungan sama orang lain, kamu kok khawatiran?” ujarku sambil mendekap tangan dengan erat.

“Iya pak, tapi..” ujar Tamara, belum sempat ia menyelesaikan katanya, kereta cepat sudah menunjukan stasiun tujuan kami. Aku menarik tangannya dan mengajaknya keluar, kini aku memiliki alasan untuk sekedar menjaganya, meski aku belum menyatakan perasaanku. Aku pikir biarlah dia memahami dengan tindakan ku nanti. Kami sampai dikantor, setelah 15 menit berjalan, ia mencoba berusaha tidak menujukan ada masalahnya dihadapinya pada orang lain. Situasi yang cukup berat, aku tahu ia mencintaiku, namun ia juga takut bahwa hubungan ini akan menimbulkan stigma buruk. Padahal dikalangan pejabat kantor, menilai dia cocok menjadi pasanganku. Kami sampai, kantor masih cukup sepi. Kami sampai lebih dahulu, sebelum Iwan yang biasa lebih dahulu sampai.

Aku menyuruh sekertaris Iwan mengecek, atasan sudah dimana. Ternyata ada berberapa jadwal kereta cepat yang terlambat, karena naiknya penguna kereta. Iwan mesti naik bus untuk memotong jarak, dan masuk kereta lewat stasiun lain. Aku memutuskan merapihkan laporan sebelum memberikan pada atasan tentang hasil rapat. 20 menit kemudian, Iwan datang. Ia memberi kode untuk ngobrol nanti. Ia mesti menandatangani laporan produksi, aku mengiyakan. Setelah selesai, aku mengajaknya keruangan lobi yang cukup luas untuk bersantai. Aku senang, akan bantuannya, “Terima kasih ya, bantuanmu berarti banget,” kataku memeluknya. “Bagimana makan malamnya?” tanyanya dengan sambil memiring badan dan setengah berbisik. “Lancar Wan, Romantis banget. Tamara juga puas,” ujar Wirdan. “Kamu dapat darimna?” tanyaku penasaran, karena aku masih bingung dengan Voucher itu.

Kali ini ia tersenyum penuh arti, lalu membuka pembicaraan lebih serius. “Itu sebenarnya aku revervasi buat kamu, tak bikin Voucher.” ucap Iwan dengan lepas dan tanpa basa-basi. Aku terkejut, dan bingung. karena Ia cukup lihai dalam membuat acara itu, seolah-olah benar merupakan layanan tambahan. Padahal itu adalah ide dia. “Sebetulnya Ninda dan aku yang atur, kami minta untuk pihak buat Voucher palsu. Maka terjadilah makan malam itu,” katanya dengan tertawa. Aku tersenyum lalu mengutarakan pendapatku. Gila kamu, tapi terima kasih.” tanggapku, aku tidak menyangka temanku ini mau melakukan bantuan yang untukku begitu besar. Waktu sudah siang, kami masih ngobrol tentang pekerjaan.

Perkerjaan kami memang sudah kami kerjakan, jadi Kami memilih bersantai sambil menunggu makan siang. Tiba-tiba Tamara datang dan menemui kami, “Permisi pak Iwan, Pak Wirdan. Saya minta ijin hari ini kerja sudah saya kerjakan, saya mau mengantarkan orang tua saya ke Airport,” katannya dengan jelas namun suara parau masih terdengar. “Iya, kamu perlu ditemanin saya?” kataku bertanya, ia mengelengkan kepala. Lalu pergi dan kembali, Ia membawa baki berisi menyiap makanan siang untuk kami, ternyata ia menyiapkan sebelum pergi. Setelah mengatakanya ia menoleh kearah Iwan dan berujar, “Makasih pak, atas hadiahnya.” ucap Tamara sedikit parau. Ia meninggalkan kami, Iwan menatapku dengan kebingungan.

“Kok Tamara suara parau gitu, dan keliatan lemes?” tanya Iwan padaku. Aku mengajak Iwan ke ruang kerjaku, aku takut akan terdengar orang lain. Melihat gelagatku, Iwan berkta, “Gak usah khawatir rahasia ini aman kok,” katanya duduk di Sofa diruangan kerja. Aku tersenyum, aku tidak salah membocorkan. Aku membolehkan dia menceritakan kedua istrinya karena mungkin mereka bisa memberikan saran. “Sebetulnya, kami melakukanya. Tamara mabuk tapi dia minta ke aku untuk seks bareng. Walaupun aku juga panas-panasin, Ya aku cinta dia. Tamara juga sma. Jadi kami melakukannya,” ucapku panjang lebar. Iwan terkejut, Ia menanggapinya. “Lah. Masalah Desainku hanya makan malam, malah jadi kesana. Tapi ya sudahlah. Tapi Tamara hebat?” tanyanya namun memberikan pertanyaan nakal.

Aku tersenyum menanggapinya, “Dia hebat…ternyata dia perawan. Pas aku bangun, dia gak ada. Ternyata ada bekas darah mengering dikasurku. Aku bangun dia lagi siapin makanan. Mukanya sembab, akhirnya kami bicara.” ucapku tiba-tiba perasaan senang, bahkan kepalaku berniat melakukannya lagi. Iwan terdiam sejenak lalu bertanya, “Lalu gimana Tamara, dia juga masih muda dan baik sama loe. Loe gak mainkan dia kan?” tanyanya menyelidik. Aku pikir Iwan berhak bertanya seperti itu, lagipula Ia dan Mia istri keduanya bisa dikatakan bermain panas, mungkin ia takut aku mengikutinya. Gaklah, satu sisi gw sayang sama dia. Gw bakal nikahi dia, lagian kita juga udah deket berapa bulan ini.” ujarku.

Aku menjelaskan kembali Bahwa Tamara sedikit risih dengan status kita. “Satu sisi, aku paham Tamara terbebani dengan masalah hubungan kerja dan tanggapan orang lain,” kataku. “Jika begitu, kamu harus berikan kekuataan ke dia, biar percaya kamu butuh dan cinta dia,” kata Iwan. Kata Iwan memberikan keyakinan, bahwa Tamara adalah perempuan yang aku inginkan. Waktu semakin sore, aku pulang kerja sendiri. Tamara mengirim pesan, jika ia beristirahat di Appartement. Aku menuju Appartement, dalam perjalanan aku memikirkan untuk bagimana kami tinggal berdua saja. Karena jika Tamara tinggal diflatku, akan lebih luas dan tidak memungsingkan jika pindah. Aku sampai di flatku, keTamara aku membuka pintu. Aku mencium bau masakan, rupanya Tamara sedang memasak makanan.

“Kamu masak apa? Aromanya tercium dari pintu,” kataku bersadar ditempok. “Eh, pak. Saya masak soto pak, udah pulangya. Maaf saya gak denger, “ katanya membuka lemari es, dan mengambil botol minuman dingin dan memberikanya padaku. Aku meminumnya, lalu meletakkan tasku disofa lalu pergi mandi. setelah mandi, aku perpakaian dan hendak pergi makan. tiba-tiba Tamara masuk kamarku. “Pak, makanan udah siap.” katanya, aku mengangguk. aku berjalan ke kerajaang pakaian kotor, maksudku selagi makan. aku ingin mencucinya. Tetapi keTamara aku membukanya pakaian kotor dan spreinya hilang, aku menoleh ke arah Tamara. “Iya pak, saya cuci. Karena saya gak tega liat darah saya bapak bersihin. Maka pas pulang dari Airport jam 2 saya buru-buru pulang,” katanya menunduk.

“Kalo gitu, ya udah. Kita makan aja.” kataku, mengambil tangannya dan mengajak ke meja makan. Kami makan dengan nyaman, Tamara melayani aku dengan baik. Selesai makan, aku dan Tamara menonton TV. aku medekapnya dengan tangan kanan. Sedangkan ia menaruh tangan kanan diatas paha kananku.KeTamara kami asyik nonton, tiba-tiba adengan tanyangan mengarah sugguhan cukup panas. Aku memilih Channel TV berbayar yang menanyangkan film-film. kami menonton adengan itu, aku melirik kearahnya. ia tampak serius menonton film itu, aku memaTamaran TV. Ia menoleh ke arahku, kami saling berpandangan. “Aku mau lagi, boleh?” kata meminta. “Tapi pak, ini kan dosa. Kalo kita lakukan lagi saya takut akan keterusan,”katanya. “Gak papa, aku siap terima resikonya. Kamu kepingin juga?” tanyaku. Ia terdiam dan mengigit bibirnya. Lalu menganggukan kepala.

Aku tersenyum, dan mengendongnya menuju kamar. Aku membaringkannya dikasur. Kepala ku turun, menuju kepala. Pertama aku mencium keningnya, lalu bibirnya. Kami berciuman, dalam sekejap aku melepaskannya. Aku naik ke kasur, dan langsung tanganku dengan gemas merabai dan meremasi payudaranya yang ranum itu. Aku sangat gemas sekali melihat seorang Perempuan muda bisa mempunyai payudara seseksi ini. Kuangkat T-shirtnya, dan langsung kujilati payudaranya yang masih tertutup Bra ini. Kuciumi belahan dadanya yang membusung. Ahh.. Seksi sekali anak ini. Dia masih tetap menutup matanya sambil terus meremas-remas sapu tangan dan seprei ranjang keTamara aku mulai menikmati payudaranya. Kubuka pengait Branya yang tampak serasi untuk ukuran payudaranya, dan langsung kuhisap dan kujilati payudara Gadis berumur 22 Tahun ini.


“Eh.. Eh..” hanya erangan tertahan yang keluar dari mulutnya. Tamara tampak menggigit bibirnya sendiri sambil mengerang keTamara lidahku menari di atas putingnya yang berwarna coklat. Dengan cepat puting itu mengeras pertanda siempunya sedang terangsang hebat. Ia kembali merasakan kenikmatan Malam kemarin, jujur sejak aku menyetubuhi Tamara, aku menjadi ingin meyetubuhi lagi.Aku berinisiatif dengan cepat,segara kulucuti semua pakaianku sehingga aku telanjang bulat. Kemaluanku telah tegak ingin merasakan nikmatnya tubuh gadis muda ini. Akupun duduk di atas dadanya dan kuarahkan kemaluanku ke mulutnya. Semula Tamara tampak terdiam, namun Tamara pun mulai membuka mulutnya. Kusodorkan kontolku dan sedikit demi sedikit rasa hangat yang nikmat menjalari kemaluanku itu.


KeTamara Tamara mulai menghisapnya. Kuangkat kepalanya sedikit sehingga agar dia lebih leluasa menghisapi kontoku ini. Dijilatinya dan kemudian dihisapnya buah zakarku satu per satu. Demikian selama beberapa menit aku duduk di atas dada Tamara dan mengajarinya memberikan kenikmatan dengan menggunakan mulutnya. Mulutnya tampak penuh sesak keTamara ia menghisapi kontolku.Setelah puas menikmati hangatnya mulut Tamara, aku kembali gemas melihat payudaranya yang membusung itu. Kembali kunikmati payudaranya dengan mulutku. Kembali Tamara mengerang tertahan sambil mengatupkan bibirnya. Sementara itu, akupun melucuti roknya dan sekalian celana dalamnya. Tampak vaginanya yang bersih tak berbulu seperti menantang untuk digenjot Kontolku. Tanganku meraba-raba vaginanya dan tak lama menemukan klitorisnya.

Kuusap-usap klitorisnya itu, sementara mulutku kembali dengan gemas menikmati payudaranya yang besar menantang. Terdengar dengusan nafas Tamara semakin dalam dan cepat. Matanya masih menutup demikian juga dengan bibirnya. Tangannya tampak semakin keras meremas sprei ranjang kamar. Aku sudah ingin menyetubuhi Sekertarisku ini untuk kali kedua. Kurenggangkan pahanya sementara kuarahkan kemaluanku ke liang nikmatnya.“Pelan-pelan ya Pak..” pintanya sambil membuka mata.Tak kujawab,tapi mulai kudorong kemaluanku menerobos liang vaginanya. Memang dia baru tidak perawan lagi, maka vaginanya masih sempit menjepit Kontolku.“Ahh..” jeritnya keTamara kontolku telah menerobos vaginanya. Tak kuasa lagi dia untuk menahan jeritan nikmatnya. Mulai kugenjot vaginanya, sambil kuremas-remas payudaranya. Makin keras erangan Tamara memenuhi ruangan itu.

“Ahh.. Ahh..” erangnya seirama dengan goyanganku. Payudaranya bergoyang menggiurkan keTamara aku memompa vaginanya. Sesekali kuhenTamaran goyanganku untuk kembali menghisapi payudaranya yang besar dengan gemas. Hampir 20 menit terus kupompa perempuan ini. Tiba-tiba dia mengerang dan mengejang hebat tanda orgasme. Tampak butir keringat mengalir membasahi wajahnya yang manis. Kuseka keringatnya dengan penuh kasih sayang. Kemudian kunaiki kembali tubuhnya dan kali ini kuletakkan kontolku diantara payudaranya yang kenyal itu. Tanganku merapatkan payudaranya, sehingga kontolku terjepit diantaranya. Nikmat sekali rasanya dijepit payudara Tamara. Mulai kugoyangkan badanku maju mundur sehingga payudaranya yang kenyal menggesek-gesek kontolku dengan nikmat. Kadang kulepaskan Kontolku dari himpitan payudaranya untuk kemudian kusorongkan ke mulutnya untuk dihisap. Kemudian kembali kujepitkan diantara payudaranya yang ranum itu.

Kira-kira 15 menit lamanya kontolku menikmati kenyalnya buah dada dan hangatnya mulut Tamara. Akupun merasa akan orgasme, dan tak lama kusemburkan cairan ejakulasiku di atas Payudara Tamara. Dengan kemaluanku, kuoleskan spermaku keseluruh permukaan Payudaranya yang sangat membuatku gemas itu. Aku turun kembali menuju Vaginanya. Belahan yang nampak jelas diselangkangan Tamara, membuat birahi spontan merasuk ke seluruh tubuhku. Lidahku yang dari tadi sudah ingin menikmati lubang itu langsung mendarat dipermukaan vagina Tamara. “Ohh.. pak.. Teruss.. Jangan.. Lepass.. ” Tamara menggelinjang hebat. “Srrupp.. Srupp.. ” mulutku menghisap seluruh cairan yang sudah mulai menyiram bibir vaginanya. “Mmm.. ” bibirku melumat vagina Tamara dengan liar.

Sesekali tubuhnya kembali kayang, dengan kedua tangannya digunakan menopang tubuhnya diatas kasur. Dan sesekali kembali duduk di tengah kasur dengan getaran-getaran penuh birahi. Gerakan tubuhnya naik turun, kekanan kekiri bergerak tidak beraturan mengiringi setiapa jilatan, hisapan dan kocokkan lidahku di vagina Tamara. “Pak.. Amppun.. Bibir Bapak.. Aagh nikkmaat” desahan Tamara berkali-kali. Sampai akhirnya, aku melihat jelas klitoris Tamaraa sebiji kacang mulai nongol di sudut atas vaginanya. Dengan lembut, sentuhan lidahku langsung membuat tubuhnya bergetar hebat sambil kembali ke posisi hampir kayang.“Pak..Adduh..Aa…ya..nggak..Tahann..Uuuhh,”rintihnya.“Gila.. Kamu Mas.. Ooo teruss..” berkali kali Tamara merintih. Klitoris Tamara yang semakin memerah karena hisapan bibirku, semakin nampak membesar sebiji kacang sehingga memudahkan aku untuk menghisapnya dalam-dalam.

Sudah tidak terhitung lagi berapa kali tubuh Tamara menggelinjang dengan posisi kayang. Detik-detik orgasme akan diraih ole Tamara dan aku tahu persis indikasi itu, dan keTamara posisi kayangnya tinggi. Aku langsung menahan pantatnya dengan bertumpu siku tanganku dikasur. “Pak..Tamara.. nggak tahan.. Akuu.***a..” rintih Tamara.“Pak.. Aaampunn” seiring rintihan panjang tersbut, tubuh Tamara mengejang dalam posisi kayang. Cairan bening keluar dari sudut vaginanya. “Crott.. Crot.. Crott” cairan itu tidak aku lewatkan setetespun untukmasuk dalam mulutku. Lidah berputar-putar di datas bibir vaginanya dimana cairan bening Tamara muntah untuk pertama kalinya. Dengan lahapnya aku menelan semua cairan yang dimuntahkan oleh Tamara. Walaupun aku tahu Tamara sudah orgasme untuk yang kedua, lidahku yang bandel tetap saja memainkan klitorisnya.

Lidahku bergerak keluar masuk mengoyak lubang vagina Tamara, dinding-dinding vagian Tamara yang mengencak setelah orgasme pertama terasa asin dan manis.Kali ini tubuh Tamara terkulai lemas diranjangku, kakinya masih terbuka lebar dan kepalanya terjuntai di kasur. Sehingga rambutnya yang sebahu terjuntai ke bawah, aku mencoba bangkit dari dudukku. Kali ini tanganku menahan lutut Tamara. Sehingga belahan di selangkangan Tamara terbuka menganga. Kesempatan ini langsung aku gunakan untuk mengocok lubang vagina Tamara dengan leluasa. Kedua tangan Tamara mencengkeram sprei tatkala. Lidahku yang panjang untuk kesekian kalinya mengoyak dinding-dinding vaginanya. “Adduhh.. Pak..enak…sekali..”rintih Tamara. “Sss.. Geli banget Pak..” desahnya kembali. “Ooogghh.. Pakk.. Aaaoo” rintihan Tamara kali ini, hanya bisa diikuti gerakan kepalanya yang sedang menjuntai kebawah. Bak seorang yang tripping, kepalanya mengikuti irama jilatan lidahku.


10 menit lidahku memborbardir clitoris dan vagina Tamara sampai akhirnya aku melihat gelagat Tamara untuk mendapatkan orgasmenya yang kedua.“Pak..ohh Pak.. Tamara.. Mau.. Keluaarr lagi..” rintihnya. Pak.. Ooohh.. Aku nggak taahhaann..” rintih Tamara sambil memindahkan tangannya, yang tadinya mencengkeram Sprei. Kali ini menggapai-gapai kepalaku untuk membantu membenamkan lidahku dalam-dalam ke lubang kewanitaannya. “Pakkk.. Aampunn.. Aaakkhh” dibarengi tubuh Tamara yang mengejang bebrapa saat. Cairan bening kembali meleleh berkali-kali dari lubang vaginanya. Dan dengan rakusnya lidah dan mulutku membersihkan seluruh cairan yang keluar untuk ketiga kalinya.

Akhirnya aku segera merubah posisi, menjadi diatas tubuh. Tamara yang masih lemas akibat orgasme ketiga tadi, langsung aku balikkan menghadap didepanku. Posisi badannya yang dibawahku dan telentang diatas ranjang, membuat birahiku langsung melonjak. Tanpa memberi kesempatan Tamara bernafas, batang kontolku aku arahkan ke lubang vagina Tamara secara langsung.“Bless..”. “Arggh.. …. Ooohh,” Desah Tamara terengah-engah menerima batang kemaluanku yang memang berukuran diatas rata-rata. Gerakan maju mundur Badan Tamara secara berirama aku gerakan, terkadang telapak tangan Tamara menahan perutku. Agar supaya Kontolku tidak masuk semua. “Ughh.. Eeennaakk Pakk..” desah Tamara saat kontolku terasa mentok menyentuh batas langit-langit vagina nya. “Crek.. Crek.. Crek..” suara batang Kontolku menghujam keluar masuk di lubang kemaluannya.

Aku berusaha mempermainkan birahi Tamara dengan cara memperlambat tempo pergerakan pinggulku.. “Sss..” desah Tamara ketika aku mulai menggerakkan kontolku keluar masuk.
Tangan Tamara mengunci pingangku,sedangkan kakinya terbuka. “Hheekk.. Teruss.. pak..” rintih Tamara. Beberapa saat kemudian aku lihat Tamara semakin memacu birahinya untuk mendapatkan orgasme berikutnya. Satu jam kemudian aku dan dia klimaks. Pak.. Aampunn.. Tamara.... nggak taahaan..” rtintih Tamara menarik dan mengalungkan tangannya dileher.
“Tahaann.. Sayang.. Kitaa.. Keluar saama-samaa..” rintihku yang tidak kalah hebatnya untuk meraih klimaka yang didambakan setiap orang saat bercinta. Gerakan kedua tubuh kami semakin tidak berirama, bagaikan kuda liar kami memacu birahi “Ohh.. Pak.. Keluarin.. Di dalam.. Ohh..” pinta Tamara. Birahiku berlomba dengan birahi Tamara untuk mengejar puncak kenikmatan.

“Pak..ohhh.. aakuu.. Kee.. luuaarr” Tika merintih panjang sambil menghisap puntingku dalam-dalam.
“Tahan.. Saayaanngg.. Aku jugaa.. Mauu..” rintihkan tak kalah hebatnya. “Akkhh..” aku merintih panjang mendapatkan kenikmatan tersebut.Seluruh kekuatanku saat itu, semua terfokus pada batang kemaluanku. Dan kenikmatan itu semakin menjadi ketika Tamara sedikit menggoyang pinggulnya. Aduh alamak, rasanya aku terbang keawan. Aku tidak bisa lagi menghitung, berapa kali semburan spermaku di lubang vagina. Sengaja aku tidak melepas batang kemaluanku dari lubang vagina Tika, aku rasakan denyutnya masih terasa memeras sisa-sisa kenikmatan yang ada. waktu menunjukan pukul 12.00 Malam, kami tertidur.

Besoknya, Kami berangkat bersama, Aku mengajak tinggal bersama dia menolak. Sejak menolak, ia menjauh. Tamara menunjukan gelagat berbeda, Puncaknya dua hari kemudian dia mengajukan peguduran diri. “Pak saya mundur, saya takut akan merusak citra bapak meski saya mencintai bapak,” katanya. “Kenapa kamu begitu, kamu ada masalah?”kataku. “Gak ada, saya takut kalo kejadian kedepan menimpa saya malah merusak nama bapak,” katanya. “Tamara, aku sayang sama kamu. kita bisa menikah,” kataku. namun Tamara menganggap itu hanya simpatikku. Dengan berat aku menerimanya, selang sehari ia pindah. Iwan menyakinkan ku untuk mencari, termasuk pimpinan dan karyawan lainya. Mereka menilai Tamara memang pantas bersamaku. 1 bulan mencari, aku tidak bisa menemukannya. Namun perasaanku akan menemukannya.


bersambung
 
Lanjutan
Setelah 1 bulan mencari, aku berhenti. Aku memutuskan untuk menyuruh Abdul untuk mencari orang untuk mencari Tamara. Setelah satu bulan, aku mendapatkan info Tamara tidak keluar dari Singapura. Hanya itu, aku memang takut jika Tamara pulang ke Indonesia. Karena akan sulit mencarinya jika berada di Singapore. Aku mencoba mencari kesibukan untuk mengobati perasaanku yang tidak jelas ini. Meski entah, hati kecilku mengatakan aku akan hidup bersama Tamara. “Bro, temenin gw dong. Mia melahirkan nih,” ujar Iwan saat aku ingin mengajak keluar. Pekerjaan cukup padat, beruntung semua selesai sebelum makan siang. “Okay, Wan. Kita berangkat sekarang,” kataku menaggapi.

Kami berangkat dengan mobil kantor, aku yang menyetir. Kami sampai dan Mia istri kedua Iwan itu, sudah masuk Operasi. Beruntung Ninda pulang lebih dahulu, ketika sampai flat ia melihat Mia mulai menunjukan tanda melahirkan. Ia mengantar Mia ke Rumah Sakit, dan mengurus adminstrasi sementara ini.“Nin, bagimana Mia? Dia masuk ruangan?” kata Iwan menanyakan tentang Mia kepada Ninda. Wajah sedikit was-was. “Udah masuk, untung dokumenmu ada di Apartement jadi bisa dibawa. Oh iya, kamu dan Wirdan disini dulu ya? aku mau ajak Raya dan Ayu makan siang dulu,”kata Ninda mencoba menenangkan suaminya. Sekilas aku iri dengan suasana ini. 3 menit kemudian Ninda pergi, kami duduk diruang tunggu.

10 menit kemudian, Handphoneku berdering, aku mencoba memeriksanya. “Siapa wir?” tanya Iwan. Aku menggelengkan kepala. Telepon lokal di Sinagapore namun aku tidak mengenalnya. Aku menjawab. “Hello who is this?” tanyaku kepada penelepon. "Can I speak to Mr. Wirdan, please." tanya penelepon. “I am Wirdan.” balasku. “Oh, Mr. Wirdan, your girlfriend has been hospitalized at … hospital. Can you can come here because he needs you?” tanya penelepon. Aku terkejut namun berusaha tidak menganggu orang-orang disana. Aku berdiri dan berjalan, menjauh ruangan tunggu. Tamara ada di Rumah Sakit yang sama dengan Mia melahirkan. Setelah menanyakan tempat Tamara dirawat. Aku mengakhiri pembicaraan, “okay, I get There Soon, Thank You.” Kataku mengakhiri.

“Bro, gw keruangan perawatan ya. ada sesuatu yang penting,” kataku mencoba memberikan alas an untuk meninggalkannya. “Perlu aku temenin, kita bisa samaan.” Kataku, “Gak usah, kamu disini aja, nanti gw juga datang lagi kok” sanggahnya, aku menganggukan kepala. Aku mencoba santai,walau pikiranku melayang memikirkan kondisi dari Tamara. Aku tiba diruangan Tamara dirawat, ada satu orang perempuan yang memberikan makan ke Tamara yang telentang diranjang, dan satu teman wanita yang memakai pakaian pelayan makanan cepat saji. “Maaf, Ini benar Tamara ?” kataku setelah membuka pintu dan masuk. “Oh, mas yang namanya Wirdan?” kata wanita yang sedang menyuapi Tamara yang juga diinfus.

Aku mencoba tenang, “Iya mbak, Kita bisa bicara diluar?”kataku. Ia menyetujuinya, Wanita itu, meminta perempuan yang satu untuk menjaga Tamara. Kami pergi sedikit menjauh, “Mas, saya minta maaf udah sembunyi Tamara. Dia sepupu saya, dua bulan lalu kabur dari mas karena suka sama mas,” ujarnya. “Mbak tenang dulu. Saya memang cari Tamara. Mbak namanya siapa ? Tamara kok bisa masuk sini?” tanya aku. “Saya Rose, awalnya saya mau kasih tahu mas. Tamara melarang, ia kerja ambil banyak shift dan akhirnya gini,” ujar Rose menjelaskan. Aku mencoba memahami. Sedikit janngal karena Tamara memang gila kerja namun juga mampu menakar kondisinya.


“Okay deh, bagimana kalo mulai sekarang Tamara ikut saya aja?” tanyaku, aku mencoba mengambil kesempatan untuk mendekatkan Tamara kepelukanku.“Beneran mas mencintai Tamara?” tanya Rose kembali. Aku mengangguk, Ia mulai mencerintakan bagimana keadaan Tamara, lebih tertutup kepada orang lain. Tamara mencintaiku, namun pikiran menebak aku tidak sudi menerimanya karena aku adalah pemilik perusahaan tempatnya berkerja, dan akan memilih rekan bisnis atau yang lain. Mendengar semuanya aku sedikit tersenyum, dan menjelaskan perasaanku sebenarnya kepada Rose. Satu jam kami berbicara, akhirnya memutuskan untuk aku akan membawa Tamara tinggal bersamaku. Aku ingin tinggal bersama dengannya tanpa ada yang mengganggu kami, dan akhirnya bisa menikah akan lebih baik.

Kami memasuki ruangan Tamara, disana ada Dokter yang sedang memeriksa Tamara. Dokter juga membawa hasil pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan adalah Tamara baik-baik saja, hanya kurang istrirahat, maka Dokter meminta ia berjanji untuk menjaga pola istrirahatnya. Aku lega, setelah memeriksa ia berjalan keluar. Saat Dokter akan melewati aku, ia memanggilku untuk bicara diruangannya. Ternyata Tamara tidak hanya kurang istirahat namun juga ia ternyata sudah hamil dua bulan, aku terkejut. Karena baru mengetahui informasi ini, aku menjadi teringat sikap Tamara yang sedikit menjauhi rekan kerjanya mungkin karena takut diketahui. Jujur saya ketika berita kehamilan Tamara yang ku ketahui membuatku bahagia. Karena pernikahanku dengan Cindy tidak menghasilkan anak.

Aku yakin sekali, bahwa anak yang dikandung Tamara adalah anakku. Aku hanya dua kali melakukan persetubuhan tetapi mampu membuahkan janin. Aku keluar dari ruangan dokter dengan lega, bahwa aku akan memiliki Tamara. Ada ikatan dari kami, yang membuat kami harus bersama. Aku menuju ruangan Tamara, Rose akan pulang untuk menyiapkan pakaian Tamara untuk dipindahkan hari itu, aku memberikan kunci flat. Dalam pembicaraan kami, Aku memastikan Tamara akan bahagia bersamaku. “Mas Wirdan, saya pulang dulu. Mas yang urus adminstrasinya dan sekarang Tamara saya percayakan ke mas,” katanya sambil kami bersalaman. Aku tersenyum, memasuki ruangan, Tamara sedang tutur diranjang, aku menghampirinya.

“Pak, maaf ini terjadi. Saya menyesal,” kata Tamara kepadaku. “Gak perlu, kamu gak salah, sekarang kita lupakan. Kita hidup bersama mulai sekarang,” kataku membalas perkataanya. “Tapi, kalo saya mendampingi Bapak, nanti ?” ujar Tamara kepadaku. “Tamara, ini hidup kita. Gini aja, kamu gak usah ke kantor. Kamu urus rumah aja. Jika mau kamu bisa ambil kelas masak atau apa.,” kataku. Ia menggangguk, “Pak sejujurnya, saya mencintai bapak. Sekarang saya juga yakin Bapak juga mencintai saya,” katanya dengan tersenyum. Kami berciuman, lalu minta izinya untuk mengurus izin dan pulang sebentar. Saat akan menuju loket, aku bertemu Iwan. “Hey, Wirdan siapa yang sakit?” tanyanya, aku baru ingat tadi meninggalkannya.

Tamara, dia pingsan. Rupanya dua bulan ini, dia kerja di Restaurant Fast Food jadi pramusaji. Dia jarang makan, kamu tahulah terjadi.” ujarku sambil tersenyum. “Oh, jadi dia ada di Singapore. Okay, gw juga mau ketemu dokter dulu.” Kata Iwan dengan santai. Aku mempersilakan Wirdan pergi, karena akan mengganggunya jika berbicara lagi. Aku pulang ke flat, ternyata koper-koper Tamara sudah sampai demikian tas khusus untuk Tamara di rumah sakit, aku menyiap diri kemudian berangkat lagi ke Rumah Sakit. Saat sampai diruangan, Tamara sedang menikamati makan malamnya, “Bapak sudah makan?” tanyanya ketika aku menaruh tas di kolong ranjang. “Belum, Tam bagimana kita merubah panggilan,” ajakku.

“Maksudnya, Saya gak bisa panggil Bapak ke Pak Wirdan. Terus harus panggil apa sekarang?” tanya Tamara bertanya. “Kamu bisa panggil aku Koko atau Abang. Kalau mau kaya Kakak Sepupu kamu Rose panggil saya mas,” tanggapku. “Emang kenapa pak, saya tidak diperkanankan lagi panggil bapak. Bukankah sudah lama kita mengunakannya,” ungkap Tamara kebinggungan sambil menyatap makanannya. “Pertama, kamu bukan lagi karyawan saya. Saya bisa bebas dalam berkomunikasi. Kedua kita kan pacaran, jadi udah gak ada gunanya kamu panggil saya “Pak”,”ujarku. Tamara terdiam, “Yah udah, mulai sekarang saya panggil Suamiku bolehkan?” katanya dengan manja. Aku tersenyum kemudian menganggukan kepala. “Ih, kok Suamiku kok bilang kita udah pacaran sih? Kan belum ditembak,” kata Tamara dengan manja.

“Emangnya, pacaran mesti ditembak dahulu. Kita udah sama-sama dewwasa. Kita juga ydah tau perasaan masing-masing apa yang kurang lagi,” balasku. “Ha..ha…ha.., Iya juga, Pak..eh Suamiku makan dong. Nanti kalau sakit, Tamara jadi Khawatir,” katanya. Aku memang merasa cukup lapar, namun aku masih ingin ngobrol dengan Tamara. Akhirnya aku menyetujuinya, aku keluar untuk mencari makan, aku ingat dengan kantin yang tempat anak-anak Iwan makan tadi malam. Aku bertanya dengan staf Rumah Sakit, Ia menujukan Kantin dan Retail 24 jam sekitar Rumah Sakit terdekat. Aku pergi untuk makan, dan membeli minuman untuk bekal menjaga Tamara. Awalnya aku berharap Iwan akan menjaga Mia.

Ketika di kantin aku hanya melihat Ninda, rupanya Ninda yang menjaga Mia hari ini. Aku menyapanya sebentar, lalu memesan makanan. Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku, jika dipikir aku akan menceritakan aku mendapatkan Tamara namun tidak kehamilannya pada Iwan. Karena aku takut Iwan akan menilai aku menirunya dalam mendapatkan perempuan yang lebih muda. Selesai makan aku kembali, Tamara sudah akan tidur. Aku mencium keningnya dan mengucapkan selamat malam. “Selamat Tidur sayang, besok kita akan pulang,” kataku. “Iya, suamiku romantis sekali,” balasnya. Aku tidur di Sofa, tidak apa sebagai bebentukan kasih sayangku kepada Tamara. Pagi hari, aku mandi di kamar mandi ruangan rawat Tamara.

Aku berpakaian dan pergi ke kantor sebentar untuk membuat laporan kerja, dan izin cuti. Sesampai di Kantor, Aku mendapatkan informasi Iwan izin dari kantor 3 hari. Aku juga merencanakan cuti, namun harus menandatangani berberapa dokumen baru bisa keluar untuk keluar dar kantor. Begitu selesai aku kembali ke Rumah Sakit, di Ruangan Tamara sudah siap. Aku bertemu didepan Ruangannya. Ia duduk di kursi roda karena merupakan prosedur dari Rumah Sakit. Aku mendorong Kursi roda, di loket Adminstrasi aku bertemu Iwan. “Hey, Wir. Gimana kabar Tamara dia gak papa kan?” tanya Iwan ketika bertemu. “Oh Wan, gak papa sih. Dia udah boleh pulang, ini aku sedang bayar adminstrasinya. Dia tinggal di apartement,” ujarku menanggapi pertanyaannya

“Oh iya, anak mu laki-laki atau perempuan?” tanyaku sambil menyalaminya. Aku memberikan selamat. Iwan kemudian akan pergi, Oh, Gw gak bisa lama-lama nih. Anak-anak mau liat adenya nih.” Kata Iwan sebelum aku menanyakan jenis kelamin anaknya. “Perempuan, udah ya,” katanya singkat. Aku kembali mengurus administrasi. Setelah mengurusi admistrasi, aku dan Tamara pergi ke Appartement. Tamara sudah siap, bahkan dia memintaku untuk berhenti ke Supermarket untuk belaja kebutuhan makan malam. Setelah belanja, aku mengajaknya untuk makan siang. Kami pergi ke sebuah restaurant Jepang, setelah memesan. “Suamiku, aku boleh ngomong sesuatu,” kata Tamara saat kami menunggu makanan. “Boleh, kenapa gak ?” kataku menanggapi. Ketika ingin berbicara, tiba-tiba Tamara terdiam dan menutup mulutnya.


Rasa Mual mulai mepengaruhinya, ia mencari botol minum dan minum sebanyak-banyaknya. “Kamu kenapa Tam?” tanyaku memastikan baik-baik saja. Awalnya aku memikirkan ini adalah efek dari pingsannya Tamara. Maklum saja, aku tidak memiliki pengalaman untuk menganggani perempuan yang sedang hamil muda. “Gak paa. Suamiku aku cuma sedikit mual saja,” katanya sambil tersenyum. “Oh gitu, dikira kenapa,”jawabku. Aku mencoba mengamati gerak-geriknya, dia sesekali mengelus-elus perutnya masih rata dengan tanganya. Setelah itu barulah aku tahu, ia sudah mengetahui dirinya sudah hamil. Mungkin pikirnya, aku belum mengetahui kehamilannya, jadi ia sering menutupi tangannya yang mengelus perutnya dengan tas. Kami memesan makanan, 15 menit kemudian kami makanan datang.

Singkat cerita, kami makan lalu bersiap-siap pulang ke Flat kami. Sesampainya di Flat, Tamara sedikit cangung. Maklum saja, sudah dua bulan dia meninggalkan Appartement yang lama dia tinggali. Aku mengajaknya ke kamarku, “Mulai sekarang, kamu belajar tidur sama saya. Kita udah pernahkan?”kataku. “Kita gak pisah kamar aja?” tanya Tamara Malu-malu. “Lho, kenapa kita udah sama dewasa dan saling cinta,”kataku sambil menutup pintu kamar. “Oh, Jangan kamu kira saya gak tau. Dalam perutmu Tamara sayang. Udah ada janin kita,” kataku menambahkan sambil merankulnya yang berdiri didepan ranjang. “Jadi Suamiku udah tau kalo…,”katanya belum sempat ia melanjutkan perkataanya aku buru-buru mencium bibirnya.

Kami berpelukan begitu dekat, sehingga aku juga bisa mencium wangi tubuhnya yang begitu menggoda, lebih-lebih rambutnya yang sampai pungung dia gelung ke atas sehingga tampak lehernya yang putih berjenjang dan tengkuknya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Benar-benar menggoda iman dan harapan. Aku meminta Tamara melepaskan Sweaternya, saat Sweaternya terbuka Tamara memakai baju longdress bertali sedikit longgar dengan belahan berbentuk V, memperlihatkan belahan dada bagian depan dan sisi luarnya. Aku melepaskan tali longdressnya, ia tidak mengunakan Bra. Payudara indah terlihat aku memegang pingangnya dan melepaskan seluruh longdressnya hanya celana dalam yang tersisa. Aku merangkulnya kemudian kepala turun lidahku menjulur ke puting payudaranya yang berwarna pink.
“Ssh.. ohh.. Suam…ohhh,” erangnya, ketika ujung lidahku menyentuh putingnya yang keliatan mulai mengeras.

Aku kembali menciuminya, Tamara pun membalasnya bahkan dengan erangan yang lebih liar dari sebelumnya. Sambil berciuman tanganku langsung kuarahkan ke dalam celana dalamnya dan memainkan gundukkan rambut kemaluannya dengan mengelus-elusnya. Kini telanjang didepan mataku, aku takjub melihatnya. Aku mengajaknya untuk tidur diranjang, aku menuntun dan merebahkan di ranjang. Aku turun dari kasur, dan melepaskan pakaianku. Aku telanjang, sama dengan Tamara. Aku naik ke kasur, tepat diatas Tamara. Aku siap untuk menyetubuhi Tamara lagi, sekarang aku akan melakukannya tanpa memikirkan bagimana Tamara menjadi milik orang lain. Kini ia akan mendampingiku selamanya, ia akan menjadi istriku.


Aku kini dapat melihat kembali merasakan langsung kehangatan tubuh Tamara yang selama ini hanya bisa Aku bayangkan. Aku mulai ketagihan dengan tubuhnya yang seksi ini. Aku pun lalu membuka kedua kaki Tamara hingga kedua kaki yang jenjang itu tertaut di kedua bahunku yang bidang. Aku arahkan penisnya yang tegak, siap untuk masuk ke dalam vagina Tamara yang ternyata masih sempit itu. Aku memasukan dengan pelan, sedikit tertahan. Maka sedikit dipaksa, amblaslah penis Ku kedalam lobang itu. Ira hanya bisa menggigit bibir bawahnya menahan rasa nyilu dan perih saat dimasuki Kontolku. “ohhh,mmmmphhh,” keluhnya dengan suara lirih dan masih mengigit bibirnya.

“Bless..” Kontolku memassuki kembali Vaginanya yang lama sudah ku tidak masuki, birahi memasuki kepalaku. Tujuan satu, memuaskan keinginanku dan memuaskan Tamara, Pacarku ini. Baru sebentar, aku mengubah rencanaku. Aku turun ke selakanganya, Aku langsung memendamkan kepalaku didalam selangkangan Tamara dan melahap harumnya liang kemaluan Tamara yang terawat itu. Ternyata selain merawat kebugaran tubuhnya. Tamara juga tak lupa merawat liang kewanitaannya dengan segala ramuan ramuan tradisional yang berasal dari ibunya. Keharuman terpancar di dalam selangkangannya,memberikan sejuta rangsangan terhadapku. “Sshhhhh. Mmmmm..ohh…oh…,rintih Tamara mendahakkan kepalanya menatap ke atas menikmati setiap jengkal jilatan Irawan terhadap vaginanya. Sluup sluup terdengar suara jilatan Aku yang sedang menikmati. ”Ohhh…..mmmmphhhh…ssshhh….su…ooh…ami….oh…sss..ku…Ooohh.” erang Tamara kembali saat Aku memainkan klitorisnya dan mengigit halus serta menekan-nekan kepala Aku tanpa memperdulikan bahwa Aku adalah masih atasannya saat itu.

Jilatan demi jilatan menjelajahi vagina Tamara, hingga tak sanggup lagi Tamara menahan lebih lama rasa yang ingin meledak didalam dirinya. Nafas yang makin memburu sahut menyahut didalam ruangan yang cukup besar itu. Beberapa menit kemudian Tamara mengejang sambil mendesah keras serta meluruskan kedua kakinya yang jenjang itu lurus tepat di belakang Aku masih terbenam menjilati bongkahan vagina Tamara. Akhirnya Tamara mencapainya dengan keringat disekujur tubuhnya. Meskipun ruangan tersebut Full AC namun Tamara masih merasa kepanasan di sekujur tubuhnya saat itu. Mungkin karena pengaruh hawa nafsu yang kini menjalar didalam dirinya atas rasa yang barukali ini ia dapatkan. 3 menit kemudian, Tamara mengeluarkan cairan kewanitaannya dan aku meminumnya.

Kini aku memberikan istrirahat kepada Tamara 10 menit, setelahnya aku akan menyetubuhinya. Setelah istrirahat sejenak, Aku naik keranjang, dan membuka kedua paha Tamara dan menaruh betisnya dikedua bahuku yang bidang. Karena Tamara uda terangsang hebat, tdk sulit bagiku utk penetrasi, Tamara merintih kesakitan ketika kontolku mulai menusuk ke dlm lubang memeknya. “Bleeepppss..” Kontolku memasuki Vaginanya kembali, ia bereaksi. ”arrgghhh..” erang Tamara. Memek Tamara walaupun sudh basah oleh cairan, masih saja terasa rapat. Wajar saja, ini adalah sexnya ketiga kali. Dia belum lama mengenal sex, jadi bisa dibilang belum banyak pengalaman. Terlebih aku pria yang memperawaninya dan menghamilinya, maka meski dia sudah mengenal sex itupun karena aku.

Setelah kontolku masuk semua, kucoba utk mengocok dgn perlahan-lahan, Tamara mengelinjang menahan kenikmatan “ mmmpphhhh… oohhh.. ssshhhhh…” desahan Tamara membuatku semakin bernafsu utk mengocoknya lebih cepat.

“plakk..plakk..plakk..”bunyi yang indah terdengar disaat kedua senjata kami saling beradu, Tamara begitu menikmati kocokanku. Sampai akhirnya ia mendapat orgasmenya yang pertama
“oooohhh…oooohhh..aku… nyampee…ohh…oh” ujar Tamara dengan penuh kenikmatan, kurasakan Tamara bergetar hebat. Sambil mencengkram lenganku dengan kencang, kurasakan juga denyutan memeknya memijit setiap senti dari kontolku, terus aja ku kocok Tamara, sehingga dia kelojotan menahan surge yang baru dirasakan. Sepuluh menit berlalu, kuajak Tamara posisi WO. “Kenapa? Suamiku belum puasya ya” tanya Tamara kepadaku dengan manja.
“Belum Say, mungkin bentar lagi,” ujarku.“Bagus deh, Aku pengen sekali lagi rasain kenikmatan dari Suamiku,” kata Tamara membuatku semakin bergairah. Tamara mengambil posisi diatasku, ia meringis menahan sakit dan nikmat ketika kontolku kembali menusuk ke dalam memeknya, wajar saja hamper lamanya dua bulan kami berhenti sex. Payudaranya yang bulat tampak naik turun menambah indahnya persetubuhan kami, kemudian Tamara memelukku, membuat aku semakin mempercepat kocokan kontolku di memek Tamara. tanganku memeluk pinggangnya dan Tamara memeluk kepalaku, kali ini Aku mulai merasakan cairan kenikmatanku mulai bergerak ke ujung kontolku. ”Tam, Aku uda mau nyampe nih..oooogghhhhh..” ujarku kepadanya. “Sama dong Tamara juga, Suamiku cepetin. Tamara juga uda mulai nggak tahan nih” katanya.

Kemudian kupercepat pompaan kontolku, kulihat Tamara menceracau tak karuan, oooorrggggg….uuucchhhh… ooohhhh… yeah… ooohhh….” lima belas menit akhirnya Aku tak bisa membendung pertahananku. sepertinya akan jebol. ”Tam, aku mau nyampeee…” kataku. “didalem aja ya Suamiku? Tamara mau ngrasain maninya” ungkapnya.“TAMMM……………..ooooggghhhhhhh……………….” desahku.

Disambung dengan suara Tamara.,“Aaagggghhhhhh…………….Suami….ku…..Tamara juga…..oh…..ooohh…ooohh…”desahnya “Crooottt…….Crooottt… Croottt… Croottt….” Akhirnya mataqku terasa gelap,tak bisa kulukiskan bagaimana rasanya saat itu, yang kulihat Tamara ambruk diatas tubuhku. Dua jam kami tiduran degan posisi Tamara diatasku,
Kurasakan cairan kenikmatan kami berdua meleleh keluar dari lubang memeknya.
“Tam, aku cinta kamu” ujarku. Tamara hanya terdiam dan menganggukkan kepalanya. kulihat keringat membasahi seluruh tubuhnya. Waktu memakin malam, aku memesan makan malam. “Tam, Kamu mau menikah denganku?” tanyaku saat pagi hari ingin berangkat kantor.”Tentu Suamiku, tapi aku ingin pacaran dengan kamu berberapa bulan lagi.” katanya, aku senang.

Bersambung
 
akhirnya d update juga..makasih suhu...

nunggu plot seterusnya...
 
Makasih updatenya suhu.. Udah lama nunggu kelanjutan cerita tamara
 
Ini side storynya kisah Iwan dan Mia pembantunya, seru, cuma agak bikin pusing karena banyak typo dan kata2 yang lenyap, jadi agak loncat2.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd