wajar22
Semprot Lover
- Daftar
- 8 Aug 2017
- Post
- 214
- Like diterima
- 1.164
Lanjutan
Aku pulang, aku memasuki Flat. Pintu tidak terkunci, “Bentar ya, nanti aku telepon lagi.” ujar Cindy menutup percakapan di Telepon. Ia berjalan mengetahui siapa yang satang, “Heh, mas udah lemburnya. Kok gak kasih tau jam berapa selesai.” ucapnya dengan memeluk. Aku mendekappnya, aku begitu mempercayai Cindy ia tidak mungkin main dibelakangku. “Iya, tadi abis nunggu keputusan Wirdan.” ujarku sambil melepaskan pelukannya dan melepas Jas. “Kamu masak apa sayang?” ujarku kepada istriku. “Masak Sapi sambal hijau dan Capcai kuah, kamu makan aja ya.” ucapnya sambil membawa jasku kedalam kamar. Aku menikmati makanan, meski hanya sendiri. Setelah selesai, aku membawa piring kontor ke dapur dan beranjak kedalam kamar.
“Oh Iya, Kamu romantis amat sih. Jadi kamu udah siapin semuanya buat aku, okay nanti disini biar aku liat barangnya,” ucap Istriku dengan mersa. Ucapnya memang tidak jelas karena, percakapan baru terdengar ketika aku membuka pintu. “Siapa Cin, temanmu ?” ujarku menanyakan. “Eh…i…ya, lah kamu nguping ya mas? Aku gak suka kamu nguping,” ujarnya kian menunggu pembelaanku. “Suaramu kedengaran kok, aku gak nguping tapi mau mandi. Makanya tadi siapa?” tanyaku. “Belinda, dia nawarin emas. Aku mau beli. Kenapa mas, uangku lho yang kepakai nanti.” ujarnya. “Lho Pikiranmu sampai kesana, ingatnya aku gak pernah masalah pakai uang siapa buat beli. Tapi setelah bayar semua tagihan dan tabungan bulan, baru bisa pakai,” ucapku dengan suara meninggi.
“Udahlah, aku malas bedebat dengan kamu, jika masih pakai emosi. Aku mau mandi, oh iya Iwan terima kerjaanku. Jadi jika tidak masalah, kamu bisa ambil job diperusahaan kolegaku?” aku menawarkan kerjaan padanya. “Aku udah klien kok.” ujarnya dengan ketus. Aku meninggalkan dia dan pergi mandi, namun pikiran masih kacau. Haruskah aku mengecek keseharian istriku, aku terdiam. Malam itu kami tidur tanpa meyapa, demikian dengan bangun pagi. Cindy langsung ke
tempat klien, besama teman-temannya. Aku terpaksa membuat makanan sendiri, aku memutuskan membicarakan ini pada anak buahku.
Aku menelepon Jahuari, supir dan teknis lapangan. Aku memohon bantuan untuk mengawasi istriku, aku menambahkan akan menambahkan uang, ia menolak uangnya namun bersedia membantu mengawasi karena ia sedang lowong dua hari ini, aku berterima kasih. Aku memintanya untuk mengirim e-mail laporan untuk menjaga rahasia kami dan istriku.
Tiga hari kemudian, aku pergi bersama Istriku menuju pusat perbelanjaan. Tiba-tiba, Handphone berdering, Jahuari mengirimkan pesan bahwa ia sudah mengirimnya.”SMS dari siapa mas?” ucapnya menanya. “Ini dari teman, ngajak ketemuan buat minta pengurusan kartu pengawainya diurus aku.” ucapku sambil menunjukan sms lainnya.”Oh, selamat ya. Terus kapan datang Iwan?” tanyanya. “Dia baru datang bulan depan, sebetulnya dia udah mulai kerja sih, tapi semua kirim lewat email.” ucapku. “Cin, kamu mau gak berhenti kerja dan kamu fokus urus keluarga. Kita kaya udah siap miliki anak.” ujarku dengan mengajak ke sebuah Restoran untuk makan.
Cindy duduk, “Jadi kamu mau ngomong ini, ngajak aku pergi. aku udah bilang aku belum siap titik,” ucapnya sambil membuang muka. Kami tidak jadi makan, aku malu dengan sikapnya karena ia buru-buru pergi. Aku mencarinya dan tidak menemukanya, ku putuskan untuk pergi kekantor meski hari ini tidak jadwal kerjaku. Aku membuka e-mail dari Jauhari, aku tidak menyangka ini adalah awal aku menceraikan Cindy.
Aku tidak menyangka keputusan membuka 1 mail yang kirim Jahuari akan membuatku mengakui Tamara cukup lihai membaca situasi. Foto-foto terlihat adalah Cindy mempunyai hubungan khusus. Foto Cindy dicium kening oleh seorang pria tidak kenal sama sekali. Itu yang membuatku emosi. “BRAAK,” bunyi tanganku mengepal dan membantingnya dimeja, Laptop berhenti sesaat dan memulai restart dan tampil kembali. Aku penuh emosi, Cindy sudah mengkhianati pernikahan kami. Aku keluar kantor dengan penuh emosi, aku pulang ke rumah.
Aku ingin secepatnya meminta penjelasan dari Cindy, siapa dia? Benarkah dia bernama Hendra. Aku mengetuk pintu, Pintu tidak terkunci. Aku mendadak kaget, aku berani untuk masuk. Aku kaget Cindy sedang berciuman dengan lelaki yang tidak aku kenal. “Ah…Hen…ah….terusin…oh..” ucap Cindy setelah ittu ia mendesah, aku bersembunyi dan mengamati. Rupanya pria itu tangannya bermain dengan memek Cindy. oh…te…ru…s..oh..ah…ah…ah..” ujarnya mengelijang kenikmatan ketika biji klitoris Pria itu mainkan lebih cepat. Dua menit kemudian Cindy klimaks dan Pria turun dan menjilatinya.
Aku megigit gigiku tanda kesalku, “Sial istriku dimain kaya gitu,” ungkap dalam hati. Hatiku rusak ketika melihatnya.“Ah…Cin….Cin…oh…Boleh…masuk?” ucap Pria itu meminta persetujuan memasuki memeknya.
“Boleh…oh…oh..dong……oh….lang….sung..aja…oh….”ucapnya merancau, Pria itu membuka celana, Kontol terlihat tidak sepanjang punyaku. “oh….oh…Hen…setu…buhi…aku..”ujarnya. “jlebs…” kontol masuk kedalam memek istriku. Istriku mengejamkan matanya, “ah…Hen..udah..berapa..kali..oh…kita…gin…oh…i?” ujar Cindy makin mendesah, “Tiga kali, sambil menmemainkan payudara Cindy. Cindy dipangku lelaki itu. Ia masih memakai pakaian saat aku pergi bersamanya. Kaos olahraga model Singlet dengan Celana pendek, kini Kaos sudah tidak menutupi tubuhnya melainkan leher serta celana penedknya kini dimata kaki bersma celana dalamnya. Sedangkan lelaki bernama Hendra, memakai kaos dan celana pendek, ia menyetubuhi istriku. Mereka makin terhayut.
“ahhh…Hen…hamili…oh…please…”ucap Cindy, ia ingin dihamili Hendra. Aku mencoba menahan diri. “Iya…oh…pasti…udah …oh…tiga..kali….masukkan” ucapnya. “Iya…oh…udah…ah…ah….ah…tiga..kali…seks…” ucap Cindy.
“oh…say…ang…nikmat..banget…oh…”ucap Pria itu, suara membuatku jijik dan marah.”Oh…jik…jika…mau…oh…kita…nikah….oh…kita…ga…perlu….oh…oh…oh…pikir…mereka..oh…ti…ngggal…cera…i,”ungkap Pria itu merancau ingin memiliki Cindy. “Semua…ma…suk…ohhh..ke…dal…am….dan,,,cinta…kamu…oh..” ucap Cindy, ucapan Cindy makin aku terbawa emosi. Cindy mempecepat permainan dia memaju dan memundurkan pantatnya, lukisan kaya rupanya membantuku melihatnya.
Kini aku tidak perlu berbalik badan. aku berberdiri dan menyiapkan vas kaca, jika sekali sempat desahan aku akan melmparnya dan keluar. Entah karena apa mengapa setiap nafas menahan emosi dapat kukeluarkan dan mempertahankan Cindy dan Pria itu mempecepat permainan, aku berberdiri dan menyiapkan vas kaca, jika sekali sempat desahan aku akan membantingnya dan keluar. Cindy mempecepat permainan, tapi aku mengamatinya hingga mereka selesai.
Setengah jam kemudian, pria klimaks dan membuang dirahim Cindy, dan saat mereka berdiri. Aku melemparnya kukeluar, mereka kelabakan “ADA APA INI CIN? MAKSUDNYA APA ?” teriakku. “Mas, eh Wirdan aku sangka kau gak pernah tau. Okay kamu tahu udah jelas. Sebenarnya kau gak pernah cinta sama kamu. Sorry aku minta cerai,” ungkapnya. “Tapi kenapa harus terjadi, sekarang kamu seks dengan dia, terus kamu mau hamil dengan dia.” tanyaku dengan mencercar. Aku diam saja, aku berjalan dan menghadap pria itu, “Buk.” Tinju mengenainya, hidungnya patah mengeluarkan darah dan pingsan. “Okay kalian ambil flat ini, tapi kita cerai.” ungkapku dengan penuh emosi kekamar. Aku tidak peduli, aku meberesi barangku tiga koper dan pergi. Sementara Cindy malah sibuk mengelap dan berciuman. Aku pergi ke appartement lain, entah mengapa aku berhenti di Appartement Tamara.
Aku keluar dan menanyakan kamar kosong, Sialnya kamar tersebut didepan kamar Tamara. Aku meminta kamar yang lain, ternyata tidak ada. Kamar Tamara aku ketahui karena melihat daftar nama penghuni. Flat yang dibawah Flatku, mungkin karena itu aku akan mendapatkan hidup yang baru. Aku membayar sewa satu tahun, dan meminta pengelola merahasiakan namaku dengan nama yang lain didaftar penghuni. Aku tidak ingin, Tamara akan menjadi alasan Cindy mengambil hartaku. Aku masuk dan menyusun baju, flat yang bersih. Pintu diketuk, aku melihatnya. Tamara datang, sambil membawa kotak.
Aku kaget, ingin membukanya. Aku takut akan terbongkar, baru satu jam aku tinggal. Masalah baru sudah muncul. Aku memasang handuk dan pura-pura habis mandi, aku membukanya dan memakai bahasa inggris dengan suara diperberat. Tamara tidak menyadari. “I Happy have new neighbors, Lau. And See You Again,” ucapnya Sambil memberikan tangan, aku menyambutnya dan mengagguk. Tamara keluar, aku bisa menangganinya. Akan sulit jika Tamara mengetahuinya. Sore aku pergi ke tempat ibadah dan mencoba menghindarinya, dan aku berhasil keluar untuk pergi.
Setelah ibadah, aku menelepon pengacaraku untuk menyiapkan perceraian. Aku memutuskan untuk pergi minum di berberapa blok dari Appartement. Aku menengah minuman, tanpa sadar dalam 2 jam sudah 4 botol vodka aku habiskan. Aku pulang dengan sedikit sepoyongan, aku pulang ke Flat. Tetapi saat membuka kunci, aku tidak bisa. Seorang membantuku membuka, dia perempuan. Ia membuka pintu dan membawaku masuk, dan menaruhku diranjang. Aku membuka mataku, Pandangku sedikit tidak jelas maka aku menarik tangan perumpuan itu. “Cindy,” ucapku, dengan mata berkaca. Aku menciumnya dan menarik tangannya serta badannya. Aku melupakan pengkhiatannya, sebab aku mencintainya. Tiba-tiba perempuan itu mendorongku, yang kukira istriku. Ia menamparku. Dan pergi, dua menit kemudian dia kembali dan melepaskan sepatuku dan memakaikan selimut lalu benar-benar pergi. aku tertidur, jam berbunyi pukul 6.00. bunyi membengkakan telinga. Aku bangun badan masih terasa capai, aku menelpon Tamara, untuk mengatakan aku terlambat.
Bunyi Handphone Tamara berbunyi dengan lagu Numb dari Linkin Park band yang disukainya. Aku melihat Jas dan kemeja sudah ada dipengangan lemari. Aku keluar, Tamara sedang memasak nasi goreng, dipagi ini. “Tamara, kok kamu tahu aku tinggal disini,” ucapku memanggilnya ia terkejut dan berbalik untung dia mematikan kompor dengan cepat. “Se…sela…selamat pagi pak,” ucapnya dengan terbata-bata. Bahkan dia sudah menyediakan kopi panas, aku bangun dan menenggaknya. “Bapak udah sehat? Kemarin bapak kacau, makanya aku bantu bapak dan minta maaf ke pengelola,” ucapnya dengan khawathir. “Maaf ya repotin Tam, aku lagi ada masalah dengan isriku. Maka aku tinggal disini, maaf pula membuat repot,” ucapku menjelaskan. “Tempat ini cukup bagus, makanya aku pilih disini,” ucapku menambahkan. Kami makan pagi bersama, aku sedikit merasa kaku, karena terakhir kali makan bersamanya ketika makan ramen siang waktu ia melaporkan tindakan Cindy, kini Aku dan Tamara makan bersama. Setelah itu, Tamara pamit untuk bersiap-siap. Demikian dengan aku bersiap karena Tamara sudah mempersiapkannya.
Pagi itu kami berangkat dengan sedikit kaku, menaiki kedaraan umum bersama dan masuk kantor bersama walaupun secara umu, dikantor tidak mempermasalahkannya karena menilai kami tidak ada apa-apa. Aku melanjutkan pekerjaanku, siangnya bertemu dengan pengacaraku untuk mempersiapkan perceraianku. Aku ingin melepaskan Cindy mantan istriku itu, malahan aku masih memikirkan siapa yang aku kecup malam ituyang terlihat seperti Cindy. Mungkin dia Tamara? Rasanya tidak mungkin, aku masih tidak mempercayai kejadian semalam benar-benar terjadi. Dalam tempo dua minggu aku menyerahkan kuasa untuk urusan perceraian. Dengan status yang sama-sama tidak mau rujuk, dalam satu bulan kemudian kami resmi bercerai, waktu itu tepat ketika Iwan sebulan sudah aktif dalam perusahaanku. Iwan pun datang, dengan status yang berbeda dengan dahulu. Ia telah menjadi Pria dengan dua istri aku tidak pernah membayangkannya.
“Hei Iwan, apa kabar? Bagimana Singapore dapat kenyamanan gak ?” ujarku sambil memberikan tangan untuk bersalaman, Iwan mengaggukan kepala. “Katanya kamu abis dari sidang, emang ada masalah apa?” ujar Iwan menyambut uluran tangan. “Aduh disini repot, nanti aja kalo udah pulang.” Kataku, aku lalu memperkenalkan Iwan sebagai Manager Pemasaran kantorku. Dia resmi bekerja dengan aku menunjuk Abdullah sebagai sekertarisnya. “Tamara, tolong atur beli minuman di Flat. Nanti malam dia akan datang ke Appartement,” ujarku Singkat, sebetulnya akum alas memberi tugas, Tamara akan membatasi botol minuman yang dibeli meski aku sering minum diflatku. “Iya pak, saya akan siapkan. Ada lagi pak?” tanyanya aku mengelengkan kepala. Tamara begitu baik terhadapku, bahkan sejak aku tinggal didepan Flatnya ia tidak risih, jika dihari libur atau ada rapat. Dia membangunkan aku dan masak, meski kupikir merepotkan dirinya.
Malam itu, kami ngobrol mulai kenangan masa lalu sampai. Masalah pribadi, “Iwan, gini aku cerai dengan Cindy. Dia selingkuh, jadi aku pindah karena muak dengan kelakuannya.” Ujarku, Iwan terkaget, begitu pula Tamara yang ternyata datang, membawa makanan.”Maaf pak, aku datang. Mestinya gak, aku cuma siapin makanan.” ujarnya sambil membawanya. “Aduh, jadi gak enak nih. Sama kamu, juga soal masalahku jangan kamu sebarin ya cukup kalian sama bos utama aja tau.” ujarku Tamara mengangguk, ia permisi untuk menyelesaikan skripsinya. Aku dan Iwan makan masakan Tamara, begitu enak.
“Hebat kamu dan, bisa menjaga emosimu, aku juga sempat selingkuh.” Ujar Iwan sama pembantuku. “Waktu aku dipecat dia remehkan aku, dan menekan aku. Sedangkan Mia pembantu dia perhatian dan baik. Aku jadi suka dan kami selingkuh. Beruntung Ninda baik, ia mau dimadu.” ucapnya sambil dengan mata berkaca, minuman membuat kami berbicara jujur meski tidak mabuk. “Ini benaran Wan?” tanyaku, Iwan menggagukan kepalanya. “Sekarang dia hamil tiga bulan, aku jadi Ayahdari anaknya.” ujarnya. Aku sedikit menyadari kesalahanku terhadap pernikahanku yang ada kesalahaku yang tidak menanyakan pendapatnya meski aku sudah ambil keputusan sendiri. Aku dan Iwan kembali ngobrol, lalu ia pulang.
Aku mengetuk pintu Tamara, entah mengapa aku begitu membutuhkan dia malam itu. “Iya pak ada apa?” tanyanya. “Bisa bicara, sebentar ?” tanyaku “Bisa pak silakan masuk. maaf jika berantakan baru selesai cicil skripsi.”ujarnya. “Iya, aku mau nanya. Apa yang terjadi saat aku mabuk bulan lalu?” tanyaku. “Bapak mabuk, tidak ganggu sih. Lebih banyak diam dan menatap kedepan. Lalu naik lift, aku mau beli makanan, karena udah laper. Bapak datang sempoyongan dan sulit buka pintu. Aku membantu dan menaruh bapak dikasur dan…” ujar Tamara mengentikan pembicaraan, “apa terjadi selanjutnya. Apa aku melakukan hal yang buruk?” tanyaku “Bapak cium saya, namun bapak masih melihat saya sebagai Ibu Cindy. Makanya saya menolaknya.” ujar Tamara. “Aku minta maaf Tamara, aku memang khilaf waktu itu” ujarku dengan suara lirih. “Iya pak, saya tau bapak khilaf meski..” jawabnya, “Kenapa Tam?” tanyaku. “Tidak apa-apa pak, mungkin saya capai.” ujarnya sambil menguap. Aku tau dia pura-pura, aku akan menunggunya hingga jujur. Aku kembali ke flat
bersambung
Aku pulang, aku memasuki Flat. Pintu tidak terkunci, “Bentar ya, nanti aku telepon lagi.” ujar Cindy menutup percakapan di Telepon. Ia berjalan mengetahui siapa yang satang, “Heh, mas udah lemburnya. Kok gak kasih tau jam berapa selesai.” ucapnya dengan memeluk. Aku mendekappnya, aku begitu mempercayai Cindy ia tidak mungkin main dibelakangku. “Iya, tadi abis nunggu keputusan Wirdan.” ujarku sambil melepaskan pelukannya dan melepas Jas. “Kamu masak apa sayang?” ujarku kepada istriku. “Masak Sapi sambal hijau dan Capcai kuah, kamu makan aja ya.” ucapnya sambil membawa jasku kedalam kamar. Aku menikmati makanan, meski hanya sendiri. Setelah selesai, aku membawa piring kontor ke dapur dan beranjak kedalam kamar.
“Oh Iya, Kamu romantis amat sih. Jadi kamu udah siapin semuanya buat aku, okay nanti disini biar aku liat barangnya,” ucap Istriku dengan mersa. Ucapnya memang tidak jelas karena, percakapan baru terdengar ketika aku membuka pintu. “Siapa Cin, temanmu ?” ujarku menanyakan. “Eh…i…ya, lah kamu nguping ya mas? Aku gak suka kamu nguping,” ujarnya kian menunggu pembelaanku. “Suaramu kedengaran kok, aku gak nguping tapi mau mandi. Makanya tadi siapa?” tanyaku. “Belinda, dia nawarin emas. Aku mau beli. Kenapa mas, uangku lho yang kepakai nanti.” ujarnya. “Lho Pikiranmu sampai kesana, ingatnya aku gak pernah masalah pakai uang siapa buat beli. Tapi setelah bayar semua tagihan dan tabungan bulan, baru bisa pakai,” ucapku dengan suara meninggi.
“Udahlah, aku malas bedebat dengan kamu, jika masih pakai emosi. Aku mau mandi, oh iya Iwan terima kerjaanku. Jadi jika tidak masalah, kamu bisa ambil job diperusahaan kolegaku?” aku menawarkan kerjaan padanya. “Aku udah klien kok.” ujarnya dengan ketus. Aku meninggalkan dia dan pergi mandi, namun pikiran masih kacau. Haruskah aku mengecek keseharian istriku, aku terdiam. Malam itu kami tidur tanpa meyapa, demikian dengan bangun pagi. Cindy langsung ke
tempat klien, besama teman-temannya. Aku terpaksa membuat makanan sendiri, aku memutuskan membicarakan ini pada anak buahku.
Aku menelepon Jahuari, supir dan teknis lapangan. Aku memohon bantuan untuk mengawasi istriku, aku menambahkan akan menambahkan uang, ia menolak uangnya namun bersedia membantu mengawasi karena ia sedang lowong dua hari ini, aku berterima kasih. Aku memintanya untuk mengirim e-mail laporan untuk menjaga rahasia kami dan istriku.
Tiga hari kemudian, aku pergi bersama Istriku menuju pusat perbelanjaan. Tiba-tiba, Handphone berdering, Jahuari mengirimkan pesan bahwa ia sudah mengirimnya.”SMS dari siapa mas?” ucapnya menanya. “Ini dari teman, ngajak ketemuan buat minta pengurusan kartu pengawainya diurus aku.” ucapku sambil menunjukan sms lainnya.”Oh, selamat ya. Terus kapan datang Iwan?” tanyanya. “Dia baru datang bulan depan, sebetulnya dia udah mulai kerja sih, tapi semua kirim lewat email.” ucapku. “Cin, kamu mau gak berhenti kerja dan kamu fokus urus keluarga. Kita kaya udah siap miliki anak.” ujarku dengan mengajak ke sebuah Restoran untuk makan.
Cindy duduk, “Jadi kamu mau ngomong ini, ngajak aku pergi. aku udah bilang aku belum siap titik,” ucapnya sambil membuang muka. Kami tidak jadi makan, aku malu dengan sikapnya karena ia buru-buru pergi. Aku mencarinya dan tidak menemukanya, ku putuskan untuk pergi kekantor meski hari ini tidak jadwal kerjaku. Aku membuka e-mail dari Jauhari, aku tidak menyangka ini adalah awal aku menceraikan Cindy.
Aku tidak menyangka keputusan membuka 1 mail yang kirim Jahuari akan membuatku mengakui Tamara cukup lihai membaca situasi. Foto-foto terlihat adalah Cindy mempunyai hubungan khusus. Foto Cindy dicium kening oleh seorang pria tidak kenal sama sekali. Itu yang membuatku emosi. “BRAAK,” bunyi tanganku mengepal dan membantingnya dimeja, Laptop berhenti sesaat dan memulai restart dan tampil kembali. Aku penuh emosi, Cindy sudah mengkhianati pernikahan kami. Aku keluar kantor dengan penuh emosi, aku pulang ke rumah.
Aku ingin secepatnya meminta penjelasan dari Cindy, siapa dia? Benarkah dia bernama Hendra. Aku mengetuk pintu, Pintu tidak terkunci. Aku mendadak kaget, aku berani untuk masuk. Aku kaget Cindy sedang berciuman dengan lelaki yang tidak aku kenal. “Ah…Hen…ah….terusin…oh..” ucap Cindy setelah ittu ia mendesah, aku bersembunyi dan mengamati. Rupanya pria itu tangannya bermain dengan memek Cindy. oh…te…ru…s..oh..ah…ah…ah..” ujarnya mengelijang kenikmatan ketika biji klitoris Pria itu mainkan lebih cepat. Dua menit kemudian Cindy klimaks dan Pria turun dan menjilatinya.
Aku megigit gigiku tanda kesalku, “Sial istriku dimain kaya gitu,” ungkap dalam hati. Hatiku rusak ketika melihatnya.“Ah…Cin….Cin…oh…Boleh…masuk?” ucap Pria itu meminta persetujuan memasuki memeknya.
“Boleh…oh…oh..dong……oh….lang….sung..aja…oh….”ucapnya merancau, Pria itu membuka celana, Kontol terlihat tidak sepanjang punyaku. “oh….oh…Hen…setu…buhi…aku..”ujarnya. “jlebs…” kontol masuk kedalam memek istriku. Istriku mengejamkan matanya, “ah…Hen..udah..berapa..kali..oh…kita…gin…oh…i?” ujar Cindy makin mendesah, “Tiga kali, sambil menmemainkan payudara Cindy. Cindy dipangku lelaki itu. Ia masih memakai pakaian saat aku pergi bersamanya. Kaos olahraga model Singlet dengan Celana pendek, kini Kaos sudah tidak menutupi tubuhnya melainkan leher serta celana penedknya kini dimata kaki bersma celana dalamnya. Sedangkan lelaki bernama Hendra, memakai kaos dan celana pendek, ia menyetubuhi istriku. Mereka makin terhayut.
“ahhh…Hen…hamili…oh…please…”ucap Cindy, ia ingin dihamili Hendra. Aku mencoba menahan diri. “Iya…oh…pasti…udah …oh…tiga..kali….masukkan” ucapnya. “Iya…oh…udah…ah…ah….ah…tiga..kali…seks…” ucap Cindy.
“oh…say…ang…nikmat..banget…oh…”ucap Pria itu, suara membuatku jijik dan marah.”Oh…jik…jika…mau…oh…kita…nikah….oh…kita…ga…perlu….oh…oh…oh…pikir…mereka..oh…ti…ngggal…cera…i,”ungkap Pria itu merancau ingin memiliki Cindy. “Semua…ma…suk…ohhh..ke…dal…am….dan,,,cinta…kamu…oh..” ucap Cindy, ucapan Cindy makin aku terbawa emosi. Cindy mempecepat permainan dia memaju dan memundurkan pantatnya, lukisan kaya rupanya membantuku melihatnya.
Kini aku tidak perlu berbalik badan. aku berberdiri dan menyiapkan vas kaca, jika sekali sempat desahan aku akan melmparnya dan keluar. Entah karena apa mengapa setiap nafas menahan emosi dapat kukeluarkan dan mempertahankan Cindy dan Pria itu mempecepat permainan, aku berberdiri dan menyiapkan vas kaca, jika sekali sempat desahan aku akan membantingnya dan keluar. Cindy mempecepat permainan, tapi aku mengamatinya hingga mereka selesai.
Setengah jam kemudian, pria klimaks dan membuang dirahim Cindy, dan saat mereka berdiri. Aku melemparnya kukeluar, mereka kelabakan “ADA APA INI CIN? MAKSUDNYA APA ?” teriakku. “Mas, eh Wirdan aku sangka kau gak pernah tau. Okay kamu tahu udah jelas. Sebenarnya kau gak pernah cinta sama kamu. Sorry aku minta cerai,” ungkapnya. “Tapi kenapa harus terjadi, sekarang kamu seks dengan dia, terus kamu mau hamil dengan dia.” tanyaku dengan mencercar. Aku diam saja, aku berjalan dan menghadap pria itu, “Buk.” Tinju mengenainya, hidungnya patah mengeluarkan darah dan pingsan. “Okay kalian ambil flat ini, tapi kita cerai.” ungkapku dengan penuh emosi kekamar. Aku tidak peduli, aku meberesi barangku tiga koper dan pergi. Sementara Cindy malah sibuk mengelap dan berciuman. Aku pergi ke appartement lain, entah mengapa aku berhenti di Appartement Tamara.
Aku keluar dan menanyakan kamar kosong, Sialnya kamar tersebut didepan kamar Tamara. Aku meminta kamar yang lain, ternyata tidak ada. Kamar Tamara aku ketahui karena melihat daftar nama penghuni. Flat yang dibawah Flatku, mungkin karena itu aku akan mendapatkan hidup yang baru. Aku membayar sewa satu tahun, dan meminta pengelola merahasiakan namaku dengan nama yang lain didaftar penghuni. Aku tidak ingin, Tamara akan menjadi alasan Cindy mengambil hartaku. Aku masuk dan menyusun baju, flat yang bersih. Pintu diketuk, aku melihatnya. Tamara datang, sambil membawa kotak.
Aku kaget, ingin membukanya. Aku takut akan terbongkar, baru satu jam aku tinggal. Masalah baru sudah muncul. Aku memasang handuk dan pura-pura habis mandi, aku membukanya dan memakai bahasa inggris dengan suara diperberat. Tamara tidak menyadari. “I Happy have new neighbors, Lau. And See You Again,” ucapnya Sambil memberikan tangan, aku menyambutnya dan mengagguk. Tamara keluar, aku bisa menangganinya. Akan sulit jika Tamara mengetahuinya. Sore aku pergi ke tempat ibadah dan mencoba menghindarinya, dan aku berhasil keluar untuk pergi.
Setelah ibadah, aku menelepon pengacaraku untuk menyiapkan perceraian. Aku memutuskan untuk pergi minum di berberapa blok dari Appartement. Aku menengah minuman, tanpa sadar dalam 2 jam sudah 4 botol vodka aku habiskan. Aku pulang dengan sedikit sepoyongan, aku pulang ke Flat. Tetapi saat membuka kunci, aku tidak bisa. Seorang membantuku membuka, dia perempuan. Ia membuka pintu dan membawaku masuk, dan menaruhku diranjang. Aku membuka mataku, Pandangku sedikit tidak jelas maka aku menarik tangan perumpuan itu. “Cindy,” ucapku, dengan mata berkaca. Aku menciumnya dan menarik tangannya serta badannya. Aku melupakan pengkhiatannya, sebab aku mencintainya. Tiba-tiba perempuan itu mendorongku, yang kukira istriku. Ia menamparku. Dan pergi, dua menit kemudian dia kembali dan melepaskan sepatuku dan memakaikan selimut lalu benar-benar pergi. aku tertidur, jam berbunyi pukul 6.00. bunyi membengkakan telinga. Aku bangun badan masih terasa capai, aku menelpon Tamara, untuk mengatakan aku terlambat.
Bunyi Handphone Tamara berbunyi dengan lagu Numb dari Linkin Park band yang disukainya. Aku melihat Jas dan kemeja sudah ada dipengangan lemari. Aku keluar, Tamara sedang memasak nasi goreng, dipagi ini. “Tamara, kok kamu tahu aku tinggal disini,” ucapku memanggilnya ia terkejut dan berbalik untung dia mematikan kompor dengan cepat. “Se…sela…selamat pagi pak,” ucapnya dengan terbata-bata. Bahkan dia sudah menyediakan kopi panas, aku bangun dan menenggaknya. “Bapak udah sehat? Kemarin bapak kacau, makanya aku bantu bapak dan minta maaf ke pengelola,” ucapnya dengan khawathir. “Maaf ya repotin Tam, aku lagi ada masalah dengan isriku. Maka aku tinggal disini, maaf pula membuat repot,” ucapku menjelaskan. “Tempat ini cukup bagus, makanya aku pilih disini,” ucapku menambahkan. Kami makan pagi bersama, aku sedikit merasa kaku, karena terakhir kali makan bersamanya ketika makan ramen siang waktu ia melaporkan tindakan Cindy, kini Aku dan Tamara makan bersama. Setelah itu, Tamara pamit untuk bersiap-siap. Demikian dengan aku bersiap karena Tamara sudah mempersiapkannya.
Pagi itu kami berangkat dengan sedikit kaku, menaiki kedaraan umum bersama dan masuk kantor bersama walaupun secara umu, dikantor tidak mempermasalahkannya karena menilai kami tidak ada apa-apa. Aku melanjutkan pekerjaanku, siangnya bertemu dengan pengacaraku untuk mempersiapkan perceraianku. Aku ingin melepaskan Cindy mantan istriku itu, malahan aku masih memikirkan siapa yang aku kecup malam ituyang terlihat seperti Cindy. Mungkin dia Tamara? Rasanya tidak mungkin, aku masih tidak mempercayai kejadian semalam benar-benar terjadi. Dalam tempo dua minggu aku menyerahkan kuasa untuk urusan perceraian. Dengan status yang sama-sama tidak mau rujuk, dalam satu bulan kemudian kami resmi bercerai, waktu itu tepat ketika Iwan sebulan sudah aktif dalam perusahaanku. Iwan pun datang, dengan status yang berbeda dengan dahulu. Ia telah menjadi Pria dengan dua istri aku tidak pernah membayangkannya.
“Hei Iwan, apa kabar? Bagimana Singapore dapat kenyamanan gak ?” ujarku sambil memberikan tangan untuk bersalaman, Iwan mengaggukan kepala. “Katanya kamu abis dari sidang, emang ada masalah apa?” ujar Iwan menyambut uluran tangan. “Aduh disini repot, nanti aja kalo udah pulang.” Kataku, aku lalu memperkenalkan Iwan sebagai Manager Pemasaran kantorku. Dia resmi bekerja dengan aku menunjuk Abdullah sebagai sekertarisnya. “Tamara, tolong atur beli minuman di Flat. Nanti malam dia akan datang ke Appartement,” ujarku Singkat, sebetulnya akum alas memberi tugas, Tamara akan membatasi botol minuman yang dibeli meski aku sering minum diflatku. “Iya pak, saya akan siapkan. Ada lagi pak?” tanyanya aku mengelengkan kepala. Tamara begitu baik terhadapku, bahkan sejak aku tinggal didepan Flatnya ia tidak risih, jika dihari libur atau ada rapat. Dia membangunkan aku dan masak, meski kupikir merepotkan dirinya.
Malam itu, kami ngobrol mulai kenangan masa lalu sampai. Masalah pribadi, “Iwan, gini aku cerai dengan Cindy. Dia selingkuh, jadi aku pindah karena muak dengan kelakuannya.” Ujarku, Iwan terkaget, begitu pula Tamara yang ternyata datang, membawa makanan.”Maaf pak, aku datang. Mestinya gak, aku cuma siapin makanan.” ujarnya sambil membawanya. “Aduh, jadi gak enak nih. Sama kamu, juga soal masalahku jangan kamu sebarin ya cukup kalian sama bos utama aja tau.” ujarku Tamara mengangguk, ia permisi untuk menyelesaikan skripsinya. Aku dan Iwan makan masakan Tamara, begitu enak.
“Hebat kamu dan, bisa menjaga emosimu, aku juga sempat selingkuh.” Ujar Iwan sama pembantuku. “Waktu aku dipecat dia remehkan aku, dan menekan aku. Sedangkan Mia pembantu dia perhatian dan baik. Aku jadi suka dan kami selingkuh. Beruntung Ninda baik, ia mau dimadu.” ucapnya sambil dengan mata berkaca, minuman membuat kami berbicara jujur meski tidak mabuk. “Ini benaran Wan?” tanyaku, Iwan menggagukan kepalanya. “Sekarang dia hamil tiga bulan, aku jadi Ayahdari anaknya.” ujarnya. Aku sedikit menyadari kesalahanku terhadap pernikahanku yang ada kesalahaku yang tidak menanyakan pendapatnya meski aku sudah ambil keputusan sendiri. Aku dan Iwan kembali ngobrol, lalu ia pulang.
Aku mengetuk pintu Tamara, entah mengapa aku begitu membutuhkan dia malam itu. “Iya pak ada apa?” tanyanya. “Bisa bicara, sebentar ?” tanyaku “Bisa pak silakan masuk. maaf jika berantakan baru selesai cicil skripsi.”ujarnya. “Iya, aku mau nanya. Apa yang terjadi saat aku mabuk bulan lalu?” tanyaku. “Bapak mabuk, tidak ganggu sih. Lebih banyak diam dan menatap kedepan. Lalu naik lift, aku mau beli makanan, karena udah laper. Bapak datang sempoyongan dan sulit buka pintu. Aku membantu dan menaruh bapak dikasur dan…” ujar Tamara mengentikan pembicaraan, “apa terjadi selanjutnya. Apa aku melakukan hal yang buruk?” tanyaku “Bapak cium saya, namun bapak masih melihat saya sebagai Ibu Cindy. Makanya saya menolaknya.” ujar Tamara. “Aku minta maaf Tamara, aku memang khilaf waktu itu” ujarku dengan suara lirih. “Iya pak, saya tau bapak khilaf meski..” jawabnya, “Kenapa Tam?” tanyaku. “Tidak apa-apa pak, mungkin saya capai.” ujarnya sambil menguap. Aku tau dia pura-pura, aku akan menunggunya hingga jujur. Aku kembali ke flat
bersambung
Terakhir diubah: