Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Wild love????

Ts nya lg nyari duit di bumi nyata...tar klo dah kelar kerjaan di bumi nyata pasti bakal dilanjutin.... Mimpi indah ya Bu dian, tar q ehe hee he ehe deh....
Wkwkwkwkw
:pandajahat:
Bos cepetan update, hehehehe
:p:
 
Pagi menjelang, aku pun segera beranjak dari tempat ternyaman di seluruh dunia. Ku lipat selimut putih yang tebal pemberian Ibu dan kurapikan hamparan sprei agar terlihat lebih rapi. Segera aku melakukan aktifitasku seperti biasa, hingga aku berkumpul di meja makan bersama keluarga. Ayah, Ibu dan aku, indah bukan. Indah, dari penglihatan semua yang memandang walau sebenarnya banyak misteri yang tersembunyi di dalamnya. Seperti kedondong, halus namun rasanya masam di dalamnya. Mungkin aku akan memilih durian, walau dari luar tampak buruk tapi di dalamnya manis dan banyak yang mencari.

Ngeeeeeeeeeeeeeeeng... sekarang aku sudah berada di atas si bodi montok REVIA. Melaju dengan kecepatan optimum, dimana semua motor menyalipku dengan mudahnya. Kunikmati putaran demi putaran roda menuju kampus tercintaku. Akhirnya dengan iringan hembusan angin pagi aku sampai di kampusku tepat pukul setengah sembilan pagi. Segera aku melangkah cepat menuj jurusan dimana seorang wanita cantik nan judes sudah menungguku disana.

“Mas, Arya!” teriak pegawai TU yang aku lihat sedang mengorbol dengan seseorang di pintu masuk TU. Segera aku memindahkan halauan kakiku menuju TU dan wanita tersebut masuk ke dalam TU

“Iya bu, ada apa?” ucapku ketika masuk TU dan wanita itu tampak sibuk mencari sesuatu

“Ini ada kiriman dari tepat mas Arya PKL” ucapnya sembari menyodorkan sebuah amplop

“Apa ini bu?” ucapku

“nilai mungkin” ucapnya

“Owh... ya bu terima kasih” ucapku, agak sedikit bingung juga ketika mendapati amplop berisi nilai dikirimkan ke jurusan. Aneh, biasanya sudah ada nilainya ketika penarikan.

Aku melangkah keluar dan kemudian ku buka amplop tersebut. Betapa kagetnya aku melihat sepulu uang berwarna merah sedang berpelukan di dalam amplop. Ada sebuah surat di dalamnya.

To : Arya

Makasih ya papah, itu uang lembur papah ketika analisa di lab. Bukan apa-apa lho pah Cuma uang saku dari perusahaan. Ingat pah, itu adalah uang lembur kerja di lab, bukan lembur di rumah mamah. Kalau lembur di rumah mamah, bayarannya bukan uang lho pah masalahnya kalau papah dibayar pakae uang nanti marah-marah hi hi hi. Kalau mau bayaran kerja lembur di rumah mamah, dateng saja pah kerumah, memek mamah siap kok menjadi bayarannya, asal papah sendiri saja yah yang datang hi hi hi.

Dari,

Mamah Echa muachhhhhh

Tepuk jidat akunya, hanya bisa menggeleng-geleng kepala setelah membaca surat dari mbak echa. Segera aku sobek-sobek menjadi kecil ketika tak ada orang di sekitarku, takutnya kalau ada orang yang melihat dikira lagi patah hati. Kubuang sobekan itu ke dalam tong sampah. Masih terngiang dalam ingatanku sebuah pertempuran dahsyat di laboratorium dan rumah mbak echa, dan hanya bisa membuatku geleng-geleng kepala. Sambil mengingat aku melangkah menuju ke ruang dosen.

Tok tok tok tok....

“Masuk...” ucap wanita di dalam, aku pun masuk setelah suara itu menghilang

“Bu Dian...” ucapku

“Owh, silahkan duduk” ucapnya

“Terima kasih bu”

“Maaf bu sesuai dengan instruksi dari ibu untuk bimbingan tugas akhir, ini Tugas Akhir saya mohon bimbingannya” ucapku

“Owh TA ya? Memang aku menginstruksikan untuk bimbingan hari ini?” ucapnya

“Maaf bu, kemarin yang di BBM, ibu menyuruh saya untuk bimbingan” ucapku

“Memang benar saya? Ada buktinya? Saya ndak merasa tuh” ucap bu dian yang judesnya mulai kelihatan

“maaf bu, saya tidak mungkin salah baca, ibu mengrimkan bbm ke saya untuk bimbingan dan bukti percakapan masih ada bu” ucapku mencoba membela diri

“Saya tidak merasa mengirimkan bbm ke kamu ar” ucapnya

“Eh... ya sudah saya mohon maaf, kalau begitu saya undur diri dulu dan maaf mengganggu waktu ibu” ucapku sambil berdiri dan sedikit membungkukan badan. Tanganku pun bergerak meraih tumpukan kertas bertuliskan Tugas Akhir itu.

“Sudah, sudah... kamu duduk lagi saja, karena kamu sudah disini ya bimbingan saja” ucapnya sambil tersenyum mengejekku yang ditutupi tangan kirinya

“Tidak usah saja bu, ndak enak mengganggu ibu” ucapku

“DU.... DUK!” ucapnya sedikit membentak

“I... iya bu...” ucapku yang kemudian duduk dihadapanya kembali

“Dasar cewek judes, jutek nyebelin seenaknya saja mempermainkan aku, belum tahu apa berapa cewek yang sudah aku lumpuhkan! Dasar coba saja kamu tahu kehebatanku, aku pasti.... bertekuk lutut dihadapanmu cantik hiks hiks hiks” bathinku

Kulihat bu dian membolak-balikan tugas akhirku. Tampak wajahnya yang serius membaca tugas akhirku membuat aku terhipnotis dengan mulutku sedikit terbuka. Wajahnya, keanggunannya, kenapa baru kali ini aku bisa melihatnya?

“Ar...”

“Ar...”

“Aryaaaa.....” ucapnya dengan nada sedikit keras

“Eh eh iya bu dian, maaf bu maaf melamun” ucapku

“Kenapa belum pernah lilhat cewek cantik ya? Sampek ngelamun begitu? Ngelamun apa kamu?” ucapnya

“Eh ndak bu ndak, hanya agak sedikit capek saja” ucapku

“kenapa? capek bertengkar sama cewek judes dan jutek ya kemarin di warung?” ucapnya

“Bukan itu bukan bu, ibu salah lihat orang mungkiin” elakku

“Ya ndak mungkin salah lihat... wong aku melihatnya pake mata kepala saya sendiri” ucapnya

Aku hanya mampu terdiam dan menunduk. Benar-benar sial hari ini, kenapa juga kemarin aku harus bertengkar dengannya. Dia kan dosenku yang seharusnya aku hormati, tapi dia wanita yang buat aku bingung. Benar-benar sial yang aku rasakan, tak berani aku melihat apalagi memandangnya. Hanya melihat kedua pahaku sendiri yang berbalutkan celana jeans.

“Kenapa diam? Kok ndak kaya kemarin, menggebu-gebu bales setiap omonganku?” ucapnya dan aku hanya diam saja

“Ini TA, diperbaiki lagi, penulisan banyak yang salah. Apa ndak bisa ngetik? Masa mahasiswa S1 ndak bisa ngetik? Payah!” ucapnya

“Iya bu maaf... akan segera saya perbaiki” ucapku tanpa ada keberanian membalas omongannya

Tanganku kemudian meraih tugas akhir yang diserahkan kepadaku. Tanpa melihat wajahnya sedikit pun aku letakan tugas akhirku di atas pahaku. Suasana hening dan tak ada tegur sapa antara kami berdua.

“Sudah?” ucapnya

“iya bu sudah terima kasih atas bimbingannya” ucapku

“kalau sudah tidak ada lagi, kamu bisa meninggalkan ruangan” ucapnya. Namun kaki ini tidak bisa beranjak dari tempat duduk, pikiranku kacau balau entah kenapa aku tidak ingin meninggalkan tempat ini, entah mengapa aku masih ingin bersamanya

“kok ndak pergi? Masih betah berhadapan sama cewek judes?” ucapnya, aku hanya terdiam dan kemudian....

“Maaf bu, boleh bertanya?” ucapku memberanikan diri

“Apa? Tanya tinggal nanya kok susah to?” ucapnya

“eh... terima kasih bu..mmmm” ucapku terhenti

“Apa? Cepetan!” ucapnya dengan sejuta judes dan jutek di tiap kata-katanya

“iya bu iya, sabar bu...”

“Ibu kalau malam minggu suka berpergian tidak?” ucapku

“Memang apa urusan kamu?” ucapnya

“Maaf bu saya hanya tanya, kalau menyinggung perasaan ibu, saya mohon maaf” ucapku

“ndak, kalau malam minggu dirumah saja, memang kenapa?!” ucapnya

“ini bu saya dapat uang saku dari perusahaan, kalau ibu berkenan saya ingin mengajak makan malam” ucapku semakin berani

“oh....” hanya itu yang aku dengar darinya dan tak ada lanjutan

“Sudah dulu, aku mau mengajar sudah ditunggu mahasiswa-mahasiswaku yang ganteng-ganteng” ucapnya sambil berdiri dan membawa buku yang dipeluknya

“Eh... iya bu maaf, kalau tadi saya lancang” ucapku sambil memandang bu dian melangkah mendekari pintu

Klek... suara daun pintu

“Jam setengan delapan aku tunggu, dirumah” ucapnya tanpa memandangku dan langsung melangkah pergi

“YES!” teriakku sedikit keras

“SSStttt.. diam, ini jurusan” ucapnya yang tiba-tiba membuka pintu

“Eh... maaf bu” ucapku kembali tertunduk

Dalam heningku aku hanya bisa tersenyum dan masih duduk di ruangan dosenku ini. kudengar suara langkah kakinya menjauh diiringi tawa cekikikan. Aku pun sedikit tersenyum dengan tingkahku dihadapannya. Aku kemudian bangkit dan berjalan menuju tempat parkir. Biasanya siang-siang seperti ini aku makan bersama dengan Rahman, tapi dia masih PKL dan selesainya 3 hari sebelum pemberangkatan PKL.

Sampai dirumah aku bercerita kepada ibuku mengenai sikap bu dian. Ibu hanya tertawa dan menertawakanku berkali-kali. Ibu heran kepadaku kenapa aku bisa seberaninya seperti hari ini. ibu semakin menertawakanku ketika aku bercerita kejadian di warung wongso. Aku semakin jengkel dengan sikap ibu yang menertawakanku, bukan jengkel karena marah tapi jengkel karena ditertawakan terus-terusan. Ibu hanya menyarankan kepadaku agar aku lebih memakai perasaan ketika bertemu dengan bu dian. Ya mungkin itu yang akan aku aplikasikan besok malam minggu.

“bu... boleh?” ucapku sambil memeluknya dan mengusap-usapkan kepalaku di susunya

“yeee... ndak dulu sayang, kan minggu kemarin sudah rapel banyak sekali, setiap hari lagi” ucap ibu

“ya kan, kemarin ibu sendiri yang kasih” ucapku

“hi hi hi selama kamu pdkt pokoknya kamu harus bisa mengalihkan perhatian kamu dari ini” ucap ibu sambil menunjuk susunya

“kenapa?” ucapku

“Agar kamu bisa lebih fokus lagi, ndak selengekan kaya gini, okay dear?” ucap ibu sambil tersenyum manis kepadaku. Aku pun tersenyum melihat kesungguhan ibu yang mendukungku

“Okay mom” ucapku

Hari berganti waktupun berlalu, tak ada kesibukan yang berarti bagiku. Hanya membenarkan beberapa kesalahan di tugas akhirku. Akhirnya Malam minggu tiba, aku kemudian bersiap menuju ke rumah bu dian. Tampak Ibu dengan mengepalkan tangannya keatas, dengan senyum manisnya yang khas memberiku semangat. Dengan aroma wangi parfum “KAPAK” aku menuju kerumah bu dian. Sesampainya disana, baru saja motorku bernti tiba-tiba pintu gerbang rumahnya terbuka.

“Ndak usah dimatikan” ucapnya sambil mengunci pintu gerbang rumahnya.

Setelahnya bu dian langsung melangkah ke arahku, tanpa bicara bu dian langsung membonceng di belakangku. Aku hanya diam melihatnya takjub dengan keindahan wanita yang baru saja melintas dihadapanku yang sekarnag sudah dibelakangku. Bagaimana tidak? Wanita dengan pakaian yang menutupi sikunya, tidak ketat hanya saja memperlihatkan dada yang membusung tapi tanpa ada belahan dada pada pakaian yang dikenakannya. Pada bagian perutnya pakaiannya tampak sangat longgar tidak sedikitpun memperlihatkan bentuk perutnya. Bagian bawah dihiasi oleh celana jeans legging dengan sepatu karet hitam, mungkin sepatu karet maklumlah malam hari tidak begitu jelas. Dengan helm putihnya menghiasi kepalanya. Ya begitulah ciri-ciri wanita yang baru saja melintas di hadapanku, sekarang? Sudah aku bilang di belakangku kan tadi?

“Ayo jalan, malah bengong” ucapnya

“Eh... iya bu” ucapku

“Sekali lagi kamu panggil aku dengan kata bu atau mbak di depan, aku turun, lebih baik tidur saja drumah” ucapnya

“Eh.. iya bu eh mbak eh dian” ucapku agak sedikit gugup entah kenapa aku merasakan hal yang sama terulang lagi seperti ketika aku pertama kali bersamanya

“Jalan!” ucapnya

“sssssshhhhh huffffffffth....” hela nafasku mencoba menenangkan tubuhku yang seakan menggigil

“iya iya... sabar, kaya naik tukang ojek saja” ucapku sedikit mencoba mengakrabinya

“marah niiiiih?” ucapnya

“Endak marah yan diaaaaan” ucapku

“hi hi hi hi...” tawanya

“kok malah ketawa?” ucapku

“berani sekali kamu manggil nama aku, aku itu dosen kamu lho hi hi hi” ucapnya

“Eh... terus gimana tadi minta dipanggil nama sekarang... argghhh bingung aku” ucapku

“iya iya dipanggil dian saja ndak papa mas aryaaaa” ucapnya

“dah ayo jalan sudah lapar nungguin kamu ni” lanjutnya

“Oke siap!” ucapku yang langsung menarik gas ditangan kananku

“Eh bentar” ucapnya, membuat aku mengeram mendadak ciit.... dan dada yang membusung itu langsung menghantam punggungku

“Aduh, pelan kenapa? cari kesempatan ya?” ucapnya

“Yeee siapa yang nyari kesempatan, kamu ngomongnya juga mendadak tadi” ucapku

“iiiih... sama cewek ndak mau ngalah” ucapnya sambil mencubit punggungku

“Adaaaaaaaaaow... iya, iya maaf” ucapkku

“hi hi hi, kita mau makan dimana?” ucapnya

“Di cafe miliknya pacarnya dira, yang dulu itu” ucapku

“Oke, yuk jalan” ucapnya

REVIA berjalan dengan dua orang yang menunggangi, satu orang sedang dalam suasana hati yang bahagia yang satunya entahlah, namanya juga cewek susah dimengerti isi hatinya. Jalan malam aku telusuri dan akhirnya aku sampai di cafe milik eko pacar sudira alias suka jadi waria. Setelah beberapa bulan aku tidak ke cafe ini, tampak perubahan besar-besaran ada di dalam cafe. Kami mencari tempat yang lebih nyaman, tepatnya dekat dengan kolam ikan. Pelayan pun datang dan menawarkan kami makanan, kami sudah tampak akrab dengan pelayan-pelayan disini maklumlah 2 kejadian perkelahian melibatkan aku dan dian di dalamnya. Pelayan tersebut kemudian pergi setelah kami menulis pesanan kami.

“Kok celingak-celinguk, nyari apa? Lihatin cewek ya? Dasar ndak sopan! Sudah ada cewek di depannya masih nyari yang lain” ucapnya

“ndak begitu dian, dosenku...”

“Cuma mencoba lebih waspada saja, kalau tiba-tiba ada yang menggebrak meja dan nyiram mukaku lagi, perih masalahnya he he he” ucapku

“iiiih apaan sich kamu itu awas!” ucapnya aku hanya tertawa cengengesan melihatnya mencoba mencubit tanganku.

Sedikitnya kami bercanda walau aku masih tetap menganggap ada batas diantara kami berdua, maklumlah dia kan dosen aku. Setiap kali aku melihat wajahnya, hati ini merasa sangat nyaman sekali. Indah benar makhluk yang ada didepanku ini. Pelayan kemudian datang, membawakan makanan pesanan kami dan juga minuman. Kami berdua kemudian makan, tapi nakalnya mataku ini selalu saja mencoba mencuri pandang wajah indahnya.

“Kalau makan ya makan, ndak usah lihat kemana-mana? Ndak pernah llihat cewek cantik ya?” ucapnya

“Hmmm... siapa yang lihatin kamu, aku Cuma lihatin tuh air mancur dibelakang kamu yan, bagus sekali” ucapku dengan sedikit makanan di dalam mulutku

“owh gitu ya? Ya sudah” ucap bu dian yang kemudian menggeser tempat duduknya

“lho kok pindah?” ucapku

“dah sekarang lihatin saja itu ari mancur sepuasnya, katanya bagus” ucapnya

“Eh...” mati kutu dah aku

Aku kemudian melanjutkan makanku lagi, dengan bu dian berada di sampingku. Tapi mata ini seperti kena tarikan magnet yang sangat kuat membuat bola mata ini tak henti-hentinya bergeser kesamping untuk sekedar melihatnya makan. Dia tampak sangat cuek sekali, setiap kali makan dia melihat ke depan tanpa melirikku.

“Apa lagi sekarang? Ada air mancur dibelakangku?” ucapnya tanpa sedikit melihat ke arahku

“Eh... ndak, ada bidadari” ucapku santai dan kemudian melanjutkan makan lagi. Kulirik dia memandangku dengan senyuman dan melanjutkan makan lagi.

“Iiiiiih.... sebel banget deh, kok bisa-bisanya ya ndak main ke kos mbaknya, ndak ngabari gimana gitu, eh tahu-tahunya makan malam bareng sama cewek dasar adik laki kurang ajar!” ucap seorang wanita di belakangku, kami berdua menoleh ke arah suara itu

“Mbak erlin...” ucapku, sedikit kulirik bu dian dia hanya tersenyum kemudian melanjutkan makannya lagi. Terlukis sebuah gambaran ketidak sukaan ketika mbak erlin datang.

“Duduk sini ahh.... sayang, duduk di sebelahku sini” ucap mbak erlina kepada seorang laki-laki dibelakangnya

“kenalin ar, pacar aku...” ucapnya

“Alan...” ucap pacar mbak erlina

“Arya...” ucapku

“Mbak, kenalin pacar aku” ucap mbak erlin ke bu dian

“Dian...” ucap bu dian

“Alan...” ucap alan

“kok mbak ada disini?” ucapku

“Yeee... terserah aku dong, kan aku lagi pacaran emang kamu? Ndak jelas hi hi hi” ucap mbak erlin

“ndak jelas gimana?” ucapku

“ndak tahu dech...” ucap mbak erlina

Kulihat raut wajah bu diah semakin suntuk, tak ada guratan senyum yang terlukis di wajahnya kembali. Beberapa kali mbak erlina mencoba untuk mengajak bu dian berbicara pun dijawabnya secukupnya saja. Benar-benar terlihat judes sekali. Tapi bu dian tetap melempar senyum ke arah mbak erlina dan alan walau senyum yang sangat terpaksa.

“Eh... mbak dian, sudah jadian ya sama arya” ucap mbak erlina

“belum, dia mahasiswaku” ucapnya

“kan ndak papa, mahasiswa sama dosen, benar ndak sayang?” ucap mbak erlina

“kelihatannya ndak mungkin” ucap bu dian sembari melihat kearahku penuh arti

Aku malah kebingungan dengan tatapan matanya. Kenapa tatapan mata itu memperlihatkan sesuatu tuntutan. Tuntutan agar aku yang menjawabnya. Aku tak mampu memandang mata indah itu, aku benar-benar belum mampu. Aku hanya tertunduk dan menghabiskan makanku. Mbak erlina dan alan tampak berbisik-bisik sesuatu dan kemudian tertawa cekikikan sendiri melihat tingkah polah kami berdua. Pesanan mbak erlina datang dan makanku sudah selesai, serti biasa dunhill.

“ndak usah merokok” ucap bu dian sambil mencabut rokok di bibirku dan langsung di buang. Diraihnya dunhill sebungkus dan korek api yang ada di meja, diremah dan hilang sudah. Aku hanya melongo menyaksikankejadian pembunuhan rokok dan peremasan sebungkus dunhill itu. Aku tidak mampu protes karena dari matanya dapat aku tangkap ketidak nyamanan dia berada disini.

“tuh, perhatian tanda sayang lho ar” ucap mbak erlina

“Eh... mbak erlina, sudah deh kasihan dian” ucapku

“Lho kok dian? Wah dah jadian niiiiih” ucap mbak erlina

“Kelhatanya sich sudah jadian sayang” ucap alan

Kulihat bu dian hanya diam saja tidak memandang ke arahku. Pandangannya dibuang ke arah kolam ikan yang berisi ikan koi. Aku sedikit salah tingkah dengan sikap bu dian ditambah lagi mbak erlina dan alan yang selalu saja mencandai aku dan bu dian. Lambat laun setelah suasana hening sesaat, bu dian akhirnya bisa memulai pembicaraan kembali dengan sikapnya yang tidak judes lagi. Kadang kakiku di injak oleh mbak erlina ketika bu dian sudah mulai bercanda dengan kami, tapi ingat judesnya masih ada.

“Dah malam pulang yuk ar” ucap bu dian

“Eh iya...”

“mbak, mas aku pulang dulu ya” ucapku kepada mbak erlina dan alan

“oke, hati-hati ya ar dijagain lho dian” ucap mbak erlina

“dijaga, dianter sampai rumah” ucap alan

“iya.. iya...” ucapku

Setelah membayar aku kemudian memboncengkan bu dian pulang. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut kami. jujur saja aku menjadi merasa bersalah dengan suasana ini. tapi jika dilihat lagi, kami bertemu dengan mbak erlin dan alan juga tidak disengaja. Hingga akhirnya aku melwati pos satpam perumahan ELITE, tiba-tiba bu dian memelukku dengan sangat erat.

“Pelan saja” ucapnya, aku kemudian menurunkan laju REVIA

“Maaf...” ucapnya

“buat apa bu?” ucapku

“Sikapku tadi ketika erlina datang” ucapnya

“Dian ndak salah kok, aku yang salah, kalau saja tidak di cafe itu mungkin ndak akan ketemu mereka” ucapku

“Aku ndak suka” ucapnya

“Eh...” aku sedikit terkejut dengan kata-katanya, REVIA berhenti tepat di depan rumahnya dan bu dian masih memelukku. aku tak mampu berkata-kata.

“Aku ndak suka kalau kita sedang makan diganggu cewek” ucapnya terasa mulutnya di benamkan di bahu kananku

“Pokoknya malam minggu besok keluar makan lagi, di tempat lain” ucapnya

“Eh... aku ndak tahu tempat lainnya yan” ucapku

“Pokoknya makan ditempat lain, Cuma aku sama kamu titik, aku ndak mau di cafe itu lagi, pokoknya ndak mau, ndak mau ketemu sama orang yang dikenal” ucapnya yang kini terlihat manja dengan suara serak seakan mau menangis

“Eh iya... minggu depan kita makan ditempat lain, iya aku bayarin lagi pokoknya” ucapku

“He’em...” ucapnya kemudian turun

“Janji ya?” ucapnya tepat di sampingku, aku mengangguk pelan dan tersenyum kepadanya

Tiba-tiba, dibukanya helmku olehnya. Seperti orang terhipnotis dan cup... pipi kananku di kecupnya. Aku tersenyum mendapatkan kecupan manisnya kembali. Dipakaikannya helmku kembali dan dia melangkah menuju ke gerbang pintu. Dibukanya gembok gerbang itu dan kemudian berdiri di depannya memandangku dengan senyum sambil kedua tangannya dibelakang. Tersadar akan waktu yang semakin malam.

“Aku pulang dulu yan” ucapku

“He’em...” ucapnya sambil menganggukan kepala

“hati-hati ya ar, ndak usah ngebut” ucapnya sambil tangannya men-dadah-iku

“iya,...” ucapku sembari menganggukan kepala dan tersenyum kepadanya

Kuputar revia dan kutarik gas motorku. Semakin aku menjauh kulihat dari spion motorku dia masih berada di depan pintu gerbangnya dan memandangku. Hingga revia membelok, hilang sudah bidadari itu. Dalam perjalanan menuju rumah, aku tersenyum-senyum sendiri dengan sikap manjanya. Kalau saja dia istriku dan manja seperti itu, wow seklai pastinya hari-hariku. Sesampainya dirumah, aku menemui ibuku dan ku ajak Ibu ke kamar lalu menceritakan semua yang terjadi. Ayah, lagi nonton TV bro.

“berarti banyakin puasa ini ya?” ucap Ibu sambil menunjukan ke arah susunya

“kenapa kaitanya sama itu to bu?” ucapku

“biar kamu itu, fokus, kan ibu sudah bilang bagaimana kita mau kembali seperti dulu kalau kamu ndak bisa melupakan ini” ucap ibu

“Ibu adalah ibu kamu, dan ibu berharap kamu juga mempunyai istri sayang tapi ingat jangan kamu terkam dian sebelum waktunya, awas!” ucap ibu

“Kalau ndak dapat jatah dan ada kesempatan ya diterkam saja bu he he he” ucapku

“Adaaaaaaaaaaow...” pukulan ringan dikepalaku

“ndak boleh, Ibu suka sama dian dan kamu ndak boleh sekali-kali menyentuhnya, ingat itu! Harus tepat pada waktunya” ucap Ibu

Aku tersenyum melihat kesungguhan kalimat ibu. mungkin dianlah yang bisa menghentikan kegilaanku saat ini. tapi bagaimana caranya? Aku juga belum tahu.

“Ibu akan selalu mendukungmu selama kamu dengan dian, dan setelahnya ibu akan jadi ibu kamu, okay? I want thebest for you son” ucapnya

“I hope i can let you go someday” ucapku

“you can! I promise” ucapnya

Akhirnya ibu meninggalkan kamarku dengan wajah bahagia. Tapi aku bisa melihat sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dian, kamu bisa menghentikan kegilaan aku dan ibu tapi apakah kamu bisa menerimaku seandainya kamu tahu semuanya? Centung, Bu dian

From : Bu Dian
Makasih malam ini,
Ingat janjimu ya :)

To : Bu Dian
Sama-sama bu,
Pasti aku ingat :)
Hari-hariku semakin indah dengan kehadiran bu dian saat ini. Entah sesaat atau selamanya aku juga belum tahu. Sikap manjanya yang terakhir itu membuatku seakan-akan menjadi laki-laki yang hebat dan gagah. Ibu pun semakin mendukungku, walau aku tidak mengatakan kepada ibu jika memang suatu saat nanti ada seorang wanita yang ingin bersamaku, aku akan mengatakan rahasiaku. Aku tidak suka berbohong. Dian dan Ibu, aku harap bisa menjadi menantu dan ibu mertua yang akur.

Bimbingan dengan bu dian tampak sedikit berbeda dengan minggu lalu. Senyumya selalu terlukis ketika memberitahukan kesalah-kesalahan di tugas Akhirku. Di sini aku tetap memanggilnya dengan sebutan bu, dikampus harus ada formalitas juga kan?. Kulihat senyuman-senyuman indah itu seakan membius nadiku dan membuat seluruh tubuhku kaku dan membeku. Hanya leherku saja yang dapat bergerak dan mengangguk-angguk setiap ucapannya. Ada apa ini? kemarin aku begitu sangat kecewa dengannya tapi kenapa sekarang malah seperti ini. wanita ini jangan-jangan jelmaan medusa? Atau dia adalah dewi kecantikan yunani? Hanya itu pikiran yang terlntas di otakku hingga bimbingan selesai dan aku disadarkan oleh kata-kata indahnya.

“Arya, sudah...” ucapnya lembut

“Eh.. eh iya bu sudah, terima kasih”

“Saya mohon undur diri dulu” ucapku

“Iya, jangan lupa besok ya, ingat janjimu” ucapnya

“Iya yan, eh bu dian...” ucapku

Hingga di rumahpun aku masih tidak bisa menyangka sikapnya yang sekarang sangat begitu anggun dan menyentuh hatiku. Ibu duduk disampingku dan tersenyum ke arahku. Aku bercerita mengenai semua yang aku lalui hari demi hari walau sebenarnya aku seudah menceritakannya. Dan yang terbaru adalah perasaanku ketika bimbingan tadi.

“Jujur saja ibu suka sekali dengan dian dan kasihan sama kamu” ucap Ibu

“maksud ibu?” ucapku

“Suka sama dian, tapi kasihan itu kamu tuh, ndak keluar-keluar pasti sakit ya?” ucap Ibu

“Ibu sich ndak mau kasih” ucapku sambil memeluknya

“Ibu ndak enak sama dian, sayang. Ibu wanita, dian juga, ibu ndak mau melukai hatinya walau dia tidak pernah mengetahuinya. Ibu hanya ingin kamu benar-benar bisa meraih hatinya dan bisa melupakan kegilaan kita. Itu yang ibu harapkan” ucapnya

“Ya bu, tapi entah arya bisa atau tidak. Akan arya usahakan yang terbaik” ucapku dengan pikiran mengawang ke arah yang tidak menentu

“hei, jangan melamun sayang. Tenang kita pasti bisa melaluinya” ucap Ibu

Kupandangi wajah Ibu sejenak, wajah yang meneduhkanku. Aku pun tersenyum kepadanya, dibalasnya senyumanku dengan senyuman indahnya. Hening sesaat yang hanya dihiasi oleh senyuman kami berdua. Tiba-tiba ibu mencubit kedua pipiku dan mengecup kedua pipiku secara bergantian lalu dibetetnya hidungku dengan sangat keras. Aku mengaduh kesakitan, Ibu langsung berlari menjauhiku. Kami saling kejar-kejaran dan tertawa terbahak-bahak seakan-akan tak terjad sesuatu yang salah diantara kami berdua.

Hubunganku dengan mbak erlina pun seperti biasanya namun untuk kali ini tidak ada jatah kepadaku. Aku sempat kebingungan menahan kentang di dedek arya, bagaimana tidak? Jaminan 2 orang wanita yang akan selalu membuang kentang dari dedek arya semuanya tidak bisa hingga aku berangkat KKN. Ibu tidak ingin melakukannya karena tidak ingn mengganggu pikiranku, agar aku benar-benar bisa mendapatkan hati dian tanpa harus memikirkan hubungan “gelapku” dengan Ibu. Mbak erlina? Mungkin memang dia harapanku satu-satunya tapi pacarnya mendapatkan tugas untuk di daerahku. Lengkap sudah, tak mungkin aku ke kos mbak erlina hanya untuk minta jatah karena dari penuturan mbak erlina pacarnya selalu berada di kos.

Mbak echa atau mbak ela? Mungkin bisa tapi bisa gila kalau aku terus-terusan main bertiga. Bisa copot semua tulangku. Kalaupun main dengan mbak echa pastinya dia akan mengajak mbak ela tapi bisa saja aku mengondisikan agar aku hanya dengan mbak ela atau mbak echa saja. Aarghh... tidaklah, terlalu beresiko dengan mereka berdua ditambah lagi sekarang mbak ela serumah dengan mbak echa. Mbak ela sudah menjadi istri kedua suami mbak echa namun hanya secara “de facto” untuk secara “de jure” akan disahkan ke depannya. De facto? Nikah siri, de jure? Nikah sah yang diakui oleh negara yang semakin amburadul ini.
 
Ciiiiiiiiiiiit... aku terperangah melihat seorang wanita yang sedang berdiri di depan pintu gerbang rumahnya. Wanita itu memakai kaos lengan panjang yang dulu pernah dia minta, tapi tetap saja tidak bisa menyembunyikan dada yang membusung itu. Dengan hiasan celana legging, dia tetap anggun walau kaos lengan panjang itu terlihat sangat klowor. Ya, malam ini adalah malam minggu dimana aku kembali “apel” ke rumah dosen judes dan jutekku ini. Dia tersenyum ke arahku dan langsung naik delakangku.

“Ayo mas, jalan” ucapnya

“yee... emang tukang ojek pake mas segala” ucapku sedikit nyleneh

“Mas Arya, ayo jalan-jalan” ucapnya kembali membuatku sedikit grogi

“Eh... i.. iya” ucapku, benar-benar berbeda dari hari-hari sebelumnya

“ndak usah grogi gitu dong mas aryaaaaaa....” ucapnya dengan nada manja

“he he he” aku hanya mampu tersenyum dan cengengesan saja

Malam ini aku mengajaknya makan di warung emperan, maklum untuk urusan makan di cafe lagi malas. Malas uangnya he he he, walaupun aku mempunyai uang ratusan juta di kamarku namun aku tidak ingin menggunakannya jika harus keluar dengan yang tersayang. Setelahnya aku mengajaknya ke tempat dimana aku bertemu dengannya sebelum ini. Kami duduk di bangku yang sama dengan waktu itu, namun yang berbeda kali ini adalah aku dan bu dian duduk bersebelahan di tengah-tengah bangku bukan diujung yang berlawanan seperti waktu itu. Tak berani aku mengeluarkan kotak putih bertuliskan dunhill yang biasa menemaniku. Aku bersandar dan dia duduk tegap, kulihat rambut lurus yang beraroma wangi ini dari belakang.

“Bulannya indah ya ar?” ucapnya

“Iya bu eh yan, bulan purnama” ucapku yang kemudian bangkit dengan posisi tegap disamping kanannya

“banyak wanita sangat suka di samakan dengan rembulan itu” ucapnya

“jangan mau kalau disamakan dengan bulan” ucapku sekenanya

“Dasar ndak romantis” balasnya

“bukannya ndak romantis, itu bulan sudah di injak-injak Neil Amstrong, emang mau disamakan dengan jejak kaki neil amstrong?” ucapku

“Kan banyak bukti kalau dia tidak pernah mendarat di bulan” ucapnya

“Iya, memang banyak bukti kalau ekspedisi dia ke bulan itu masih dalam kategori misteri. Tapi kan setelahnya banyak astronot yang sudah menginjakan kaki di bulan” ucapku

“Dasar kamu itu cowok ndak ada romantisnya sama sekali” balasnya kelihatan judes

“Mana mungkin bidadari disamakan dengan bulan, yang ada sama dengan cahaya indahnya” ucapku yang langsung melengoskan kepalaku ke arah kanan. Sedikit aku meliriknya dan dia melihat kearahku dengan tersenyum manis

“Memang ada bidadari ya disini?” ucapnya

“Ada tapi dia-nya ndak sadar” ucapku sekenanya. Ku benamkan wajahku di antara kedua pahaku

“Kamu kenapa to? Kaya orang salting? Grogi ya deket sama cewek cantik?” ucapnya, aku menoleh ke arahnya dan tersenyum

“memang ada cewek cantik disini?” ucapku

“iiih...” ucapnya dengan menyikutku

“bodoh, ndak tahu” lanjutya

“adanya bidadari” ucapku pelan yang kemudian bersandar lagi

“awwwww.... sakit tahu” ucapku yang tiba-tiba saja tangan kanannya mencubit paha kiriku

Kulihat dia tersenyum tersipu, kedua tangannya disatukan untuk menyangga dahunya. Senyumnya semakin indah dengan hiasan cahaya bulan yang jatuh di wajahnya. Apakah benar dia bidadari? Ataukah mahadewi seperti lagu band lawas? Atau jangan-jangan dia adalah seorang pembunuh dan penakluk? Ya aku sudah mengiranya dia adalah bidadari sekaligus mahadewi seperti lagu yang pernah aku dengarkan. Dia juga seorang pembunuh dan penakluk....... hatiku. Aku kembali duduk tegap disampingnya, sedikit aku menoleh ke arahnya. Ah ternyata memang benar, senyumannya adalah bius untuk hatiku dan tatapan matanya adalah pedang yang siap menghunus hatiku jika aku jauh darinya.

“Jam berapa?” ucapnya

“Jam sembilan” ucapku

“owh...” ucapnya sedikit menggerakan kakinya, teringat aku akan masa dimana wanita ini meminta cepat pulang. Aku kemudian bangkit dan duduk di tanah tepat dihadapannya dengan memeluk kedua kaki yang kutekuk didepanku .

“ada apa?” ucapku

“ndak papa? Kok kamu malah duduk di bawah?” ucapnya

“agar kamu ndak cepet-cept pulang” ucapku

“Kamu itu aneh, bagaimana caraku bisa pulang coba? Kesini saja sama kamu” ucapnya tersenyum

“Bisa saja kamu sms taksi” ucapku dengan tatapan mata datar ke arahnya

“Ada apa siiiiiih” ucapny sambil mentowel hidungku

“Aku serasa De javu” ucapku

“Eh... ehem....” dia hanya tersenyum manis ke arahku

“kok malah tersenyum, memangnya kamu tahu maksudku?” ucapku

“Ya tahulah, ndak aku ndak akan pulang sebelum kamu mengajak pulang” ucapnya

“Kalau pulang besok pagi?” ucapku

“siapa takut?” ucapnya

“ha ha, ndak, ntar aku dimarahi sama ibuku” ucapku

“Kamu itu aneh ya, seharusnya kamu takutnya sama ibu aku” ucapnya

“ya itu salah satunya, tapi lebih takut sama ibuku” ucapku

“Lho kok bisa?” ucapnya

“Ibu menyuruhku menjaga kamu.... “ ucapku

“Selalu..” lanjutku dengan sura pelan dan kubenamkan

“terima kasih...” ucapnya yang kutahu dia mendekatkan wajahnya kearahku karena aku sedikit mengangkat wajahku dan meliriknya.

“eh... sama-sama” ucapku kaget ketika aku mengangkat wajahku, karena wajahnya tepat di depan wajahku. Lama sekali aku memandang wajahnya, baru kali ini wajah bidadari sangat dekat dengan wajahku.

“yan, aku....” ucapku tertahan, ingin rasanya aku meneruskan kata-kataku namun semuanya tertahan. Lidahku seakan-akan terpaku di dalam mulutku

“Apa?” bisiknya pelan namun terdengar, hening sesaat. Tatapan mata kami saling beradu, hembusan angin malam menemani kami berdua

“eeeeeee....” grogi, terperangah akan kecantikan bidadari ini

“kamu mau bilang, kalau aku suka sama aku? Iya kan?” ucapnya tiba-tiba, seketika itu aku terkejut dan ketika hendak menganggukan kepala tangan kanannya mencubit pipi kiriku

“ada mahasiswa suka sama dosennya ni hi hi hi”

“ndak level ah hi hi hi” ucapnya dengan senyum mengejek

“Siapa juga yang suka sama dosen weeeeeek....” ucapku lalu menjulurkan lidah ke arahnya

“terus mau bilang apa?” desaknya

“itu rambut sering disisir, terus lipstiknya jangan ketebalan” balasku sambil berdiri dan menepuk-nepuk pantatku membersihkan tanah yang menempel

“ih!” serunya dengan menonjokan pukulan ringan ke perutku, dia langsung berdiri dihadapanku dengan kepala mendongak ke atas dan kedua tangan berpinggang, maklum diakan lebih pendek dariku.

“Apa? Berani membalas?” ucapnya seakan-akan membiusku.

“Sial baru kali ini ada wanita yang membuatku kaku seperti ini” ucap bathin ini dengan tatapan mata kearahnya tanpa sedetik pun aku melepaskan pandangan ini.

“awwwwwwwwwwwwww....sakiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit” teriakku yang tidak sadar dia sudah menggigit lengan kananku, dia langsung berlari menjauhiku

“preman di gigit kok sakit weeeeeeeeeeeek” ledeknya

“awas kamu ya!” ucapku sembari berlari mengejarnya

Walau aku bisa mengejarnya dan menangkapnya, aku tetap saja tidak ingin melakukannya. Tak ingin momen indah kejar-kejaran ini terlewatkan begitu saja. Kami tertawa dan saling melontarkan ejekan.

“eits ndak kena, ndak kena” ucapnya yang berhasil menghindariku

“awas ya!” ucapku

Seperti anak kecil yang berlari dan beramin tangkap-tangkapan. Seperti dua bocah yang tak pernah ingin mengakhiri permainanan. Namun nafasnya tak seperti ketika masih kecil yang selalu bertambah kuat setiap kali teman mainnya mendekat. Dan...

“kena kamu!” ucapku dengan kedua tangan memeluk perutnya dari belakang

Bidadari ini hanya diam ketika kedua tangan ini memeluk perutnya semakin erat. tubuhnya secara perlahan bersandar ke tubuhku. Kedua tangannya kemudian menggenggam tanganku. Hangat, begitu hangat membuat perasaan ini semakin nyaman.

“Indah ya bulannya?” ucapnya pelan dengan pandangan matanya ke arah purnama itu

“iya..” ucapku yang tanpa aku sadari aku memeluknya dan menghadap ke bulan

Perlahan kepalanya mulai bersandar di leherku, dan kemudian pipinya rebah di bahu kananku. Leher kananya terlihat sangat indah. Semakin kaku tubuh ini, semakin tak bisa melepaskan pelukan ini. kuarahkan bola mataku kebawah matanya mulai terpejam. Tubuhnya perlahan mulai bergoyang, tangan kanannya meraih belakang kepalaku agar menunduk dan bibirku rebah di leher kanannya. Tak berani aku mengecupnya, tak berani aku menciumnya terlalu indah, terlalu indah. Momen ini berlalu sangat lama, bahkan lelah tubuh ini menyangga tubuhnya pun tak terasa. Setelah lama dalam posisi ini, dia kemudian berbalik dan memandangku.

“Terima kasih...”ucapnya dengan tatapan mata yang menyipit dan senyuman di bibirnya

“heg...” semakin terbuai aku

Tubuhnya melekat di tubuhku, tangannya melingkar di hingga di belakang punggungku. Hangat dan erat aku rasakan, kedua tangan ini kemudian melingkar di punggungnya. Kepalaku menunduk, bibir ini tepat di kepalanya. Aroma wangi rambutnya, aroma wangi parfum dari tubuhnya menusuk hidungku.

“Jaga aku ya...” ucapnya pelan

“ya...” balasku

“terima kasih...” ucapnya

“aku...” ucapku tertahan

“Apa?! Mau bilang suka sama aku? Sayang sama aku ya?” ucapnya tiba-tiba saja mendongakan kepala dan memandangku dengan wajah mengejeknya

“eh... i...” ucapku tertahan

“mahasiswa kok bilang sayang sama dosen weeeeeeeeeeeeek... iiiiiiiiiiiiih” ucapnya mengejek dan membetet hidungku

“aduh sakit tahu” ucapku

“sakit ya sakit, tapi kok tanganya ndak lepas?” ucapnya

“Eh... maaf” ucapku langsung aku tarik kedua tanganku

“hi hi hi... pulang yuk dah malam ar” ucapnya dan tersenyum ke arahku

“Iya...” jawabku tersenyum kepadanya

Dengan ditemani cahaya purnama, aku menagntarnya pulang. Pelukan erat tubuhnya di belakangku semakinn membuat revia berjalan perlahan. Tak ada sepatah katapun terucap dari bibirnya, dan tak ada sepatah kata pun keluar dari bibirku. Kami berdua tahu, momen ini adalah momen indah tak salah kan jika harus diam? Laju REVIA semakin mendekat ke rumahnya, tapi ketika melewati pos satpam dia melepaskan pelukannya. Setelahnya? Semakin erat saja pelukan tubuhnya.

“Terimakasih malam ini, cup...” ucapnya sembari memberikan kecupan di pipi kananku

“iya sama-sama...” ucapku

“Aku pulang dulu dian” lanjutku

“iya hati-hati...” balasnya

Kuputar balik motorku, kulihat di masih berdiri melihatku dari kaca spion. Ingin rasanya aku tidak pulang danb tetap bersamanya malam ini. Tapi nanti kalau dia sudah menjadi istriku, ngimpi kali yeee he he he. Dengan hati berbunga-bunga aku pulang kerumah. Dalam perjalanan aku mendapati mobil yang tidak asing lagi, Ayah. Segera ku arahkan motorku membuntutinya hingga mobil itu berhenti dan dengan jarak yang jauh aku turun.

Kulihat Ayah turun dan pintu depan terbuka, om nico. Beberapa saat kemudian seorang wanita yang tak asing lagi bagiku, tante war dari pintu belakang turun dengan pakaian yang sangat seksi. Di taman itu, setidaknya ada 3 orang pemuda yang sedang nongkrong. Dan... tak tega rasanya aku menceritakannya. Di awal, tante war melayani nafsu kedua bajingan itu di hadapan pemuda-pemuda itu dan berikutnya secara bergiliran ketiga pemuda itu menikmati tubuh tante war. Sungguh ironis memang, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah mereka berlima puas, di tertawakannya tubuh wanita yang tergeletak lemas setelah melayani mereka.

Sial! Kenapa aku tidak bisa berbuat apa-apa? Jika aku menyembunyikan tante war, pasti anaknya yang akan menggantikannya. Tante war pastinya tidak ingin melakukannya. Dengan hati yang gelisah aku meninggalkan pemandangan itu, tak mampu aku bercerita tentang kejadian yang baru saja aku lihat. Hati yang berbunga-bungan dan kemudian melihat kejadian menyedihkan. Dengan perlahan aku tinggalkan tempat bersembunyiku menuju rumah. Segera aku masuk kerumah dengan wajah sedikit suram.

“Ada apa sayang?” sambut Ibuku lalu kuceritakan apa yang baru saja aku lihat tanpa menceritakan kebersamaanku bersama bu dian.

“Sudah jangan kamu pikirkan hal itu, dan kamu jangan berpikir aneh-aneh ya, kamu pasti kepikiran ibu kan?” ucapnya dan aku hanya mengangguk

“Sudah tenang...”

“bagaimana dengan dian?” tanya ibu

“Kalau itu sich...” ucapku dan kemudian menceritakan semua secara detail

“Yes! Anakku normal! Dan sebentar lagi punya pacar hi hi hi” ucap ibuku

“iiih ibu apaan sih, aku cowok normal nyatanya juga he he he” ucapku

“Iya itunya normal, tapi kan ndak tahu isinya hi hi hi” balas ibu

“Bisa saja kan ndak normal hi hi hi” lanjutnya

“Ibuuuuuuuuuu.... “ ucapku manja sambil memeluk tubuhnya, ibu pun balas memelukku

“sayang...” ucap ibu

“Ya bu...” balasku

“kamu hebat ya?” ucapnya

“lho kok?” balasku

“Tuh si kecil kamu ndak berdiri sama sekali, padahal sudah nempel kaya perangko seperti ini” ucapnya

“aaahhhh....” ucapku sambil merebahkan kepalaku di paha ibu dengan kepala menengadah ke wajahnya

“Maaf bu jika arya mengecewakan...” ucapku sambil tersenyum

“itu malah bagus nak, berarti kita bisa mencoba untuk memulai yang baru” ucap ibu

Kami berpandangan dengan kepalaku yang berada di pahanya. Senyuman menghiasi bibir indah yang baru minggu kemarin aku lumat habis. Kami hanya bisa saling berpandangan dan kadang ibu memainkan hidungku dengan jari tangan kirinya. Tangan kanannya mengelus-elus kepalaku, hingga aku terlelap dan tak sadarkan diriku.

Hari-hari berikutnya sikap kami kembali normal. Ibu adalah Ibuku tak ada lagi Ibu sebagai kekasihku saat ini. tak tahu sampai kapan suasana ini akan terus seperti ini. hatiku masih sedikit mengganjal jika harus melepas ibu sebagai kekasihku. Kadang ada rasa sedih dan tak tega jika harus menjadikannya seperti yang seharusnya.

Hari ini adalah hari dimana aku harus bimbingan dengan bu dian, namun ternyata berbenturan dengan pembekalan KKN. Aku kemudian menghunbungi bu dian dan meminta untuk menunda serta mengundurkan hari bimbingan. Bu Dian memperbolehkan, toh bimbinganku juga tidak rumit-rumit sekali.

“Ndak papa ar, asal kamu bimbingan ya, kan besok dah KKN” ucap bu dian ketika aku menemuinya di ruangannya setengah jam sebelum pembekalan

“iya bu besok saya KKN, mulai hari senin minggu depan pemberangkatan” ucapku dengan senyuman

“Jangan sedih ya?” ucap bu dian

“kenapa sedih bu?” tanyaku sedikit bingung

“Kan ndak bisa lihat cewek cantik lagi” ucapnya santai

“di KKN banyak kok bu he he he” ucapku sambil cengengesan

“Owh gitu?!” ucapnya sedikit membentak

“Eh.. ndak bu, jelek-jelek semua, beneran jelek semua” ucapku dengan kedua tangan bergerak seperti orang mendadahi

“awas!” ucapnya

“Eh...” aku sedikit terkejut dengan kata-kata terakhirnya

“ kok awas? Maksudnya apa bu?” ucapku

“Eh... mmm... ya awas kalau kamu malah kepincut sama cewek KKN ntar TA kamu terbengkalai, gitu maksud saya” ucap bu dian

“Bilang saja kamu yang kehilangan yan he he he” bathinku yang membuat mimik wajahku senyum-senyum sendiri

“Sudah-sudah, sana pembekalan nanti terlambat” ucapnya

“Siap bu!” ucapku dengan mengacungkan jempol kananku

“saya pamit dulu bu” ucapkku sambil berdiri dan membungkukan badan sedikit. Dibalasnya dengan anggukan kepalanya. Aku kemudian membuka pintu ruangan untuk keluar. Kleeek...

“Hati-hati ar, dan jaga hati kamu.....” ucapnya pelan tanpa memandangku

“Ehem... iya bu diaaaaan” ucapku yang langsung meninggalkan ruangan

Pembekalan KKN adalah masa dimana hal membosankan dimulai. Aku sedikit terlambat dan aku mendapatkan tempat duduk dibelakang. Seorang laki-laki melambaikan tangan, ah sahabatku tersayang, Rahman. aku duduk disebelahnya dan kami mengobrol mengenai semua hal tentang PKL kami.

“tahu ndak Ar, aku habis dapet memek lagi waktu PKL” ucapnya

“dasar PK!” ucapku

“Legit ar, oh jepitannya mantap!” ucapnya

“terus mama kamu?” ucapku

“tenang, setiap hari aku jatah kekasihku itu ha ha ha” ucapnya pelan dan kemudian di akhiri tawa yag keras

Kamu sama denganku man, tapi aku mendekati masa dimana aku harus berhenti. Sedangkan kamu mungkin masih akan berlangsung lebih lama lagi. Aku hanya mampu memandangnya dan membathin. Obrolan demi obrolan membuat waktu tak terasa hingga akhirnya sampailah pada pembagian kelompok. Disini masing-masinng ketua regu memanggil anggota KKN-nya satu persatu untuk berkumpul setelahnya baru akan dibuat STO dari masing-masing regu. Betapa terkejutnya aku ketika aku dipanggil dan berkumpul dengan mereka.

“Ajeng?????” ucapku terkejut

“Hei Ar, apa kabar?” ucapnya

“kok kamu disini? Bukannya kamu....” ucapku yang kemudian dihentikan dengan jarinya yang menyilang di bibirku

“Sssstttt... ndak jadi Ar, calonkku ternyata dah punya bini, bohong dia sama aku” ucapnya santai

“Asyik nih sama kamu ar, bisa jalan-jalan lagi he he he” lanjutnya

“kirain dah jadi ibu rumah tangga kamu jeeeeenng jeng” ucapku sambil geleng-geleng kepala

“kamunya sih ndak mau ar, kalau mau aku dah jadi ibu rumah tanggamu hi hi hi” ucapnya

“Yeeee...” ucapku sambil menguyek-uyek kepalanya

Tampak keakraban kami berdua membuat yang lainpun juga ikut akrab. Ada Anta Yunos, Rani setya ekdarini, Eri rika widiastuti, Rino hornbig, Ajeng dan terakhir adalah aku. Sebagai ketua dipilih Anta, wakil Rino, sekretaris Rani dan bendahara adalah Eri dan Ajeng sedangkan aku anggota huru hara. Setelahnya kami berpisah, menyiapkan persiapan dan bekal untuk pemberangkatan. Kulihat kelompok KKN-ku merupakan kelompok yang berimbang, 3 cewek dan 3 cowok. Mereka kesemuanya berawajah kalem, dan cowok-cowoknya pun tidak kelihatan seperti cowok huru hara seperti halnya aku. Aku dan ajeng berpisah, sempat ajeng berpapasan dengan rahman tapi kelihatannya mereka baik-baik saja. Aku yang berada diantara mereka pun merangkul mereka berdua. Kami tertawa terbahak-bahak mengingat semua yang telah terjadi.

Akhirnya aku berpisah, rahman langsung ke tempat parkir yang dekat dengan tempat pembekalan. Aku ke kampus, karena motorku aku parkir di kampusku. Waktu telah menjelang sore hari, kira-kira pukul 15:30, kampus tampak sepi tak ada satupun mahasiswa di kampunhingga aku mendengar suara yang lumayan keras dari gedung perkuliahan. Aku kemudian mengendap-endap dan bersembunyi di samping gedung.

“Dian. Kenapa kamu itu? Apa salahku sehingga kamu mengembalikan cincin yang aku berikan?” ucap seorang laki-laki yang tidak lain adalah Pak Felix

“Felix aku mohon, kita sudah tidak mempunyai kecocokan apapun, jadi aku harap kamu bisa menerimanya” ucap wanita dengan nama Dian, ya itu Bu Dian

“Tapi berikan penjelasan kepadaku? Kau pergi begitu saja tanpa ada penjelasan apapun?” ucap pak felix

“Apa kamu tidak melihat dirimu sendiri ketika di jerman felix?” ucap Bu Dian

“Iya saat itu aku salah, karena telah menjaliln hubungan dengan wanita lain dan meninggalkanmu begitu saja. Aku mohon maaf, tapi dengan aku disini aku ingin memulai babak baru denganmu yan” ucap pak felix

“Aku tidak bisa, maaf aku sungguh tidak bisa” ucapku

“tapi kenapa? jelaskan padaku yan?” ucap pak felix kembali

“Salah satunya, pacar kamu yang di jerman dulu menghubungiku dan dia ingin sekali kembali kepadamu” ucap bu dian membuat aku sedikit merasa bahwa aku sebagai pelampiasannya

“Apakah hanya itu yan? Jujur yan aku lebih memilih kamu, aku mohon berilah aku kesempatan” ucap pak felix, aku semakin termenung mendengar percakapan mereka dari samping gedung

“Bukan, itu adalah alasan kedua yang memperkuat aku untuk tidak bersamamu, ada alasan yang lebih utama” ucap bu dian

“Eh... apakah ada laki-laki lain yang lebih bisa membahagiakanmu daripada aku yan?” ucap pak felix penuh tanya

“Maaf felix, aku tidak mengatakan alasan utamaku tapi yang jelas alasan utamakulah yang harus membuatku meninggalkanmu felix” ucap bu dian

“Maaf felix, aku harus pulang pekerjaanku menumpuk” ucap bu dian

“Dian, tunggu sebentar aku butuh penjelasan darimu, aku mohon jangan tinggalkan aku dalam kebingungan” ucap pak felix (Arya hanya mendengarkan tanpa melihat kejadian jadi tidak tahu gerakan yang terjadi antara mereka)

“lepaskan tangan kamu felix atau aku berteriak” ucap bu dian

“baiklah... aku akan terus mengejarmu dian, dan tak akan pernah aku melepaskanmu begitu saja sebelum aku mengetahui apa alasan utamamu” ucap pak felix

Suara derap langkah mulai terdengar, suasana menjadi hening. Selang beberapa menit, aku mengintip keluar tak ada satu orang pun disana. Aku kemudian berjalan menuju tempat parkir, kulihat mobil bu dian melaju dan beberapa saat kemudian mobil pak felix. Aku sedikit tertegun dengan pembicaraan tadi, apakah aku hanya pelampiasannya saja? Apakah benar dia menyukaiku? Ketika dirumah aku kembali bercerita kepada Ibu. Ibu hanya diam kemudian dia menyarankan kepadaku untuk lebih tenang dalam menghadapai sesuatu. Ya ibu adalah mentor sekaligus penasihat, juga ratu bagiku. Ibu bisa membuatku tenang, nyaman dan tentram.

“ingat kamu harus tenang dan berpikir positif. Okay?”ucap Ibu dan aku hanya mengangguk

Hari berikutnya aku berangkat untuk bimbingan ketiga kalinya. Hatiku serasa bahagia karena akan bertemu dengan bidadari dari khayangan. Ingatanku kembali ke waktu dimana aku memeluknya, kembali ke pemandangan akan senyumannya, judesnya, juteknya dan yangmembuat aku semakinkangen adalah manjanya. Bimbingan kali ini agak sedikit sore pukul 14:00 karena bu dian mengajar hingga siang hari. Tepat pukul 14:00 aku masuk ke gedung jurusan, suasan sepi. Ya jelas, karena hanya jadwal bu dian yang sampai pada jam dua siang. Ketika aku mendekati ruangannya tampak terdengar suara gaduh, tapi tak ada pembicaraan disana dan yang jelas disana ada mannusia. Bidadariku pastilah he he he, dengan penuh kebahagiaan, wajah yang sumringah dan tanpa mengetok pintu aku membuka pintu ruangannya. Dan...

“Feli...mmmmmm...” ucap budian dengan mulut tersumbat

Sebuah pemandangan yang mengiris hatiku. Dua orang manusia, tepat dihadapan pintu yang aku buka, ya itu adalah bu dian dan pak felix. Bu Dian bersandar matanya terpejam dengan tangan kanannya di tekan ke tembok oleh tangan kanan pak felix, sedang tangan kiri bu dian memegang bahu pak felix. Bagian dagunya dipegang oleh tangan kiri pak felix. Mereka sedang berciuman dan pak felix tidak mengetahui kehadiranku karena aku berada tepat dibelakangku. Bu Dian membuka matanya dan pandangan kami bertemu, bu dian nampak semakin terkejut melihatku. Tangan kirinya melambai ke arahku, tapi tubuh ini serasa kaku melihat semua yang telah terjadi. Bagaimana tidak sebelumnya mata itu terpejam seakan menikmati apa yang terjadi. Ya wanita itu mencoba mengatakan sesuatu namun apa yang ada dihadapanku sudah mengatakan semuanya

“mmmm... mmmmmmm....” hanya itu yang aku dengar dari bu dian sedangkan pak lix terus memburu bibir bu dian

Aku terpaku, kaku dan tiba-tiba tanpa aku sadari mata ini berkaca-kaca. Setelahnya aku tersenyum kepada wanita dengan tangan kririnya yang mengarah ke arahku. Aku kemudian menunduk, dengan masih tersenyum dan sedikit membungkukan tubuhku aku berbalik lalu meninggalkan kedua manusia yang sedang bermandikan asmara. Dengan langkah yang tegap dan pandangan kedepan, air mata ini mengalir dengan sendirinya di pipiku. Bibirku mulai layu dari senyuman yang biasanya terlukis.
 
Dengan langkah tegapku mencoba untuk bertahan dan mencoba untuk tetap tegar atas apa yang aku lihat. Masih disini aku melangkah keluar dari gedung jurusan. Seakan tak ingin memperlama waktu kaki ini kemudian mulai berlari dengan sendirinya. Tak ada tempat yang terindah bagiku di kampus kecuali belakang gedung kuliahku. Aku duduk dengan kaki lurus ke depan, tatapan mataku memandang langit biru

“Bodoh kamu ar bodoh kenapa kamu bisa jatuh cinta dengan wanita seperti itu hiks hiks hiks” ucapku pelan

Kakiku dengan sendirinya mulai menekuk, tanganku memeluk kedua kakiku. Wajahku terbenam diantaranya, air mata mulai menghiasi keheninganku. Sebuah ketidak adilan, memang semua ini harus terjadi kepadak yang selama ini selalu bermain-main hati. Aku jadi ingat ajeng dan mbak erlina, bagaimana perasaan mereka ketika hanya aku anggap sebagai seorang sahabat padahal mereka menyayangiku. Hingga detik ini aku masih tidak percaya dengan yang aku lihatentah darimana air mata ini mengalir lebih deras dari sebelumnya. Untuk kedua kalinya aku merasa seperti burung yang terbang tinggi dan untuk kedua kalinya pula aku ditarik jatuh hingga ke dalam palung laut. Lama aku berdiam hingga air mata ini berhenti mengalir, selama itu pula matahari lelah menemaniku. Senja datang dengan warna langit menguning. Ku luruskan kembali kakiku, kuambil sebatang dunhill dari saku celanaku.

“sssssss aaaaaaaaah....”

“Kamu memang bodoh ar, kenapa kamu harus menangisi wanita seperti itu? Ha ha ha ha ******! ” ucapku dengan nada sedikit keras dengan ditemani asap dunhill

Kuhabiskan sebatang dunhill dan segera aku berjalan menuju kamar mandi dan membasuh mukaku. Kulihat wajahku di dalam cermin itu, Aku hanya mampu menatapnya dan kemudian aku tertawa terbahak-bahak sendiri. Menertawakan kebodohanku, menertawakan cinta yang mulai tumbuh kembali. Benar-benar hal bodoh telah aku lakukan kenapa aku harus mencintai wanita yang sama sekali tidak mencintaiku. Aku bisa tertawa namun hati terasa lebih sakit, semakin aku tertawa semakin aku merasakan emosi yang terbakar.

Diluar kamar mandi kusulut sebatang dunhill, kadang ketika teringat kejadian yang baru saja terjadi aku tertawa sendiri seperti orang gila. Dengan langkah tegap dan senyum kesedihanku aku melangkah menuju tempat parkir yang sudah mulai gelap ini. benar-benar bodoh, dia itu bukan apa-apaku, kenapa juga aku menangisinya? Dia mau dilamar, di cium, bahkan mau ngeseks ditempat umum pun bukan urusanku kan. Seharusnya aku paham tentang hal ini, Arya... aryaaa. Baru saja aku sampai di tempat parkir, hanya REVIA yang berdiri disana. Berdiri dengan setia menanti kedatanganku. Ya, masih dipinggir tempat parkir yang dekat dengan gedung jurusan lain.

“Ar....” tiba-tiba suara seorang wanita memegang tangan kiriku, aku menoleh ke arahnya. Bu Dian.

“aku mohon apa yang kamu lihat tidak seperti yang kamu pikirkan” ucapnya lembut dengan mata sedikit berkaca

“Eh Ibu Dian, Maaf bu, saya mau pulang dulu” ucapku tersenyum memandangnya dengan menghempaskan keras tangan kiriku agar lepas pegangan tangannya

“Arya, aku mohon dengarkan aku dulu ar, jangan pergi ar” ucapnya dengan kedua tangannya meraih kembali tangan kiriku. Sebelumnya aku sudah mencoba untuk tenang, tapi ego dalam diriku menguasaiku, seperti halnyan api yang mulai membakar kepalaku

“Apa?! Mau apa lagi??? Mau mengancamku TA-ku lagi, iya begitu? Kalau perlu bakar saja TA-ku, aku masih bisa mencari dosbing lain selain kamu, masih banyak yang mau membimbingku dengan hati mereka, tidak seperti kamu!” bentakku yang kehilangan kendali pada logikaku sendiri

“Arya, kamu tidak seharusnya bicara seperti itu kepadaku, tolong dengarkan aku” ucapnya

“Oh iya ya kamu itu dosenku harusnya aku itu lebih sopan lagi ya kepadamu, lebih ramah lagi ya ha ha sudah lepaskan aku mau pulang bu doseeeeeen” ucapku dengan nada sinis kepadanya, tanganku aku hempaskan lagi lebih keras dari sebelumnya dan mulai melangkah ke tempat parkir

“Arya, apa yang kamu lihat tidak seperti yang kamu kira, mengertilah Ar!, aku dipak....” ucapnya dengan nada sedikit keras

“Mengerti? Memangnya kamu itu siapa aku? Pacar bukan? gebetan juga bukan? Kenapa aku harus mengerti?” ucapku seketika itu berhenti dan setengah berbalik memandangnya, masih dengan nada sinis dan benci kepadanya

“Ar... itu...” ucapnya terpotong

“Kenapa Bu? Ayo dong jelaskan! Kenapa saya harus mengerti ibu? ibu mau ciuman, mau ngapain terserah ibu dan ibu tidak perlu memikirkan perasaan saya, saya kan hanya mahasiswa tanpa penghasilan, mahasiswa bodoh yang kenapa harus menyukai dosen pembimbingnya sendiri! Dan itu adalah hal terbodoh yang pernah aku lakukan!” ucapku membentaknya

“Arya, kita bicarakan baik-baik ar, kita bisa bicara ditempat lain atau....” ucapnya kembali terpotong

“Apa? Mau memperlihatkan ke aku sesuatu yang lain lagi bu? Kemarin tunangan sudah, sekarang ciuman, nanti ibu mau memperlihatkan tontonan gratis ke aku ketika ibu bermadu kasih dengan kekasih ibu, felix itu? Wah ter....” ucapku tepotong

PLAK.... sebuah tamparan mendarat di pipi kiriku dan refles tangan kiriku memegang pipi kiriku

“Maaf Ar aku... aku tidak bermaksud menamp...” ucapnya kembali terpotong

“Ha ha ha santai saja bu, lha wong di pukul sama botol saja saya masih bisa berdiri apalagi Cuma ditampar, ndak masalah bu. Lebih baik ibu jangan disini, ditunggu tuh paling sama pak felix di jurusan, saya tak pulang dulu” ucapku, masih sinis

“Aku bukan wanita murahann seperti yang kamu kira ar, aku tidak menyangka kamu bisa berpikir seperti itu, bahkan kamu tidak mau mendengarkan penjelasanku sama sekali, kamu benar-benar laki-laki egois ar, dan....” ucapnya terpotong

“Ha ha ha... terus ada yang salah dengan lelaki egois ini bu? Kenapa ibu sebegitunya mencari dan menunggu lelaki egois yang selalu ibu sakiti perasaanya. Enak lho bu diajak terbang tinggiiiiiiii sekali, dua kali saya diajak terbang tinggi dan dua kali itu sayapku dipatahkan hingga harus TERJATUH DAN TERTATIH!” ucapku dengan nada pelan santai dengan senyuman dan diakhiri dengan bentakan

“Maafkan ar aku tidak bermaksug untuk...” ucapnya kembali terpotong

“Sudahlah bu, kita ini hanya mahasiswa dan dosen, Ibu itu dosennya dengan gelar S2 yang nyentrik penghasilan yang wah, penelitian dimana-mana, prestasinya segudang dan aku hanya mahasiswa yang egois!”

“terima kasih saya pulang!” ucapku dengan segera berjalan cepat menuju motorku

“Arya... arya tunggu arya, aku ingin bicara denganmu jangan pergi dulu, aku mohon, aku ingin mengatakan sesuatu, arya...” ucapnya yang berjalan serta sambil mecoba meraih tanganku kembali. Aku masih berjalan tanpa menghiraukannya. Hingga aku naik motor dan memakai helm, wanita ini masih saja mencoba menahanku

“Ibu doseeeeen yang cantik, baik, dan penuh pengertian. Saya undur diri dulu dan mohon untuk tidak menghalangi saya” ucapku yang langsung memundurkan motor dan menghidupkan motorku, segera aku mengarahkan motorku ke arah keluar tempat parkir. Tiba-tiba wanita itu berdiri di depanku dengan tangan terbuka lebar

“Arya, aku mohon, maafkan aku , aku juga memiliki perasaan....” ucapnya kembali terpotong dengan keegoisanku

“Lho Ibu punya perasaan? Saya kira ndak punya bu ha ha ha lucu ya bu ha ha ha”

“Sudah bu, saya mau pulang, Ibu mau ngapain dengan dosen saya yang laki-laki itu ndak ada urusannya dengan saya bu. Mau salto, mau kayang, mau main lompat tali pun juga ndak ada urusannya dengan saya bu dan jangan perlihatkan ke saya lagi ya buuuuu karena saya tidak dibayar untuk nonton Ibu. dan ibu ndak perlu meminta maaf kan Ibu tidak salah, benar kan bu??” ucapku yang mencoba meminggirkan motor

“bisa minggir ndak bu! Dasar dosen ndak tahu arturan! Kalau berdiri jangan ditengah jalan woi! Denger tidaaaaaaaaak!” ucapku kasar

“Ar aku ndak nyangka kamu bisa mengatakan kata-kata kasar kepadaku ar, kamu...” ucapnya terpotong dengan kedua tangan menutupi mulutnya

“Dan saya juga tidak menyangka kalau saya bisa merasakan keindahan yang penuh dengan rasa sakit , PENUH DENGAN RACUN!” ucapku sembari membelokan REVIA dan tancap gas meninggalkannya

“Aryaaaaaa!’ teriaknya namun tak kuhiraukan

Aku terus melanjutkan laju motorku, spion yang biasanya memperlihatkan kepadaku sesosok bidadari aku tekuk kebawa. Tak ingin lagi aku melihat ke belakang. Kenapa sih? Kenapa harus aku yang kamu terbangkan tinggi. Dipinggir pantai tempat dimana aku mengajak jalan-jala ajeng, aku duduk di bawah memandangi langit disini menyesali semua yang telah aku lakukan. Membuang banyak sekali kesempatan yang sebenarnya indah untukku. Ajeng, Erlina dua wanita yang bisa saja aku jadikan tambatan hati, kenapa juga aku harus menyukainya? Dasar bodoh kamu ar....

Tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik... tik...

Jrssssshhh... jrssssh....

“Hai langit! Kenapa? jangan sok ikut campur perasaan orang! kenapa kamu juga menangis?” ucapku kepada langit yang tak aku ketahui, ternyata gelapnya langit sekarang adalah gelap karena mendung

Bersama dengan air mata langit jatuh membasahiku, air mataku juga mengalir di pipiku. Tak ada seorang yang tahu, mungkin aku yang bodoh karena menyalahkan langit. Sebenarnya dia bersimpati pada kesedihanku, mencoba menyembunyikan air mataku sendiri. Kenapa aku harus mengalami dua momen yang sangat menyakitkan? Melihat wanita yang aku sukai dilamar, dan yang terakhir sedang berciuman, apakah setelahnya aku harus melihatnya bermandikan keringat si atas ranjang?

Bodoh kamu ar, kamu memang bodoh. Kalau kamu suka kenapa tidak kamu nyatakan sejak awal. Kenapa kamu hanya diam dan mengaguminya? Sial, kenapa juga ada air mata? Kenapa tidak bisa berhenti? Dian, kenapa???

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA” teriakku yang berdiri dari tempat aku duduk, berteriak sekerasnya dan sekencang mungkin dengan kedua tanganku terbuka lebar

“Dian, kamu memang sangat indah, kamu memang sangat menakjudbkan, mengesankan bahkan kamulah yang paling indah diantara yang terindah. Tapi... tapi... AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA kamu racuuuuuuuuuuuun!” teriakku

“Arya... arya, dasar laki-laki bodoh! Banyak keindahan yang menginginkanmu tapi kamu malah memilih keindahan yang menyakitkan. He he he he Ha ha ha ha ha ha ha ha hiks hiks hiks hiks” uapku yang kemudian lututku tertekuk dan tubuh depanku jatuh ke depan seperti orang menyembah.

Tangisku semakin menjadi-jadi layaknya seorang anak kecil yang kehilangan permennya. Tangis langit terus menemaniku hingga air mata ini berhenti. Hujan telah reda dengan langkah gontai aku kembali ke rumah. Sesampainya dirumah, ibu menyambutku dengan senyuman namun setelah melihat raut wajahku yang penuh kesedihan ini, ibu terdiam. Dengan senyuman kecil yang indah, Ibu menyuruhku segera membersihkan diri. Didalam kamar, setelah tubuh ini segar bugar karena guyuran air, aku duduk di pinggir tempat tidurku dan segera kuraih sematpon dalam tasku. Untung saja tasku adalah tas anti air. Beberapa pesan BBM dari beberapa temanku dan juga pesan BBM dari Bu Dian yang enggan aku buka. Tiba-tiba panggilan dari Bu Dian masuk ke sematponku, aku letakan sematponku di kasur tempat tidurku.

Kleeek.... Ibu masuk ke dalam kamar membawa teh hangat

“kok tidak diangkat?” ucap Ibu sambil menyerahkan teh hangat itu kepadaku

“males” ucapku sambil mmenerima teh hangat

“Lho, itu dian, diangkat dong... kan calon mantu ibu” ucap Ibu

“lupakan bu...” ucapku, setelahnya nada panggil dari sematponku berhenti dan langsung aku matikan sematponku

“Kenapa?” ucap Ibu yang kemudian duduk disampingku

“Tadi itu...” ucapku

Cerita demi cerita aku ceritakan sejak awal hingga akhir. Dari awal aku bertemu dengan bu dian, melihatnya berciuman dengan pak felix. Setelahnya percakapanku dengan bu dian di tempat parkir, hingga kata-kata kasar aku keluarkan di depannya.

“Begitu bu...” ucapku mengakhiri cerita sedihku dihari ini

“Sayang ternyata kamu kasar ya?” ucap Ibu yang membuatku sedikit kesal dengan ucapan Ibu, namun kekesalan itu cepat hilang karena Ibu menatapku dengan senyuman.

“Kenapa Ibu bisa bilang seperti itu?” ucapku mencoba tenang

“em em em em....” ucapnya dengan senyuman, matanya menyipit dengan kepala bergerak ke kanan kekiri

“Ibuuuuuuuuu... aku itu tanya sama ibu, ibu malah bercanda” ucapku

“Kamu itu kasar karena membentak cewek selembut dian, sayaaaaang” ucap Ibu

“Tapi coba ibu lihat, sebenarnya dia itu judes, jutek dan jengkelin! Apalagi setelah dia arghhhhhhhhhhhhh” ucapku sambil menggelengkan kepala dan memukul angin. Kuletakan gelas berisi teh hangat itu dan langsung ku ambrukan tubuhku kebelakang ke kasur

“Tapi kamu cinta kan?” ucap ibu melanjutkan

“Bodoh bu! Aku sudah tidak mau kenal sama dia, ndak mau sama sekali” ucapku

“hm.... sayang, menurut kamu yang salah itu siapa?” ucap Ibu pelan dengan tangan kanannya menyangga tubuhnya. Sedikit tubuhnya berbalik untuk melihat kearahku

“Dian, aku ndak salah, pokoknya dian” ucapku yang kemudian memiringkan tubuhku membelakangi ibu

“Seandainya saja, kamu masuk kerumah kemudian ada seorang lelaki yang sedang mencium Ibu dengan posisi yang sama dengan dian, apakah kamu akan tetap berpikir sama dengan yang kamu lihat ketika melihat dian?” ucap Ibu

“tidak, arya tidak akan berpikir seperti ini, karena arya tahu kalau Ibu tidak mungkin melakukannya karena ingin” ucapku

“Kan Ibu sama dian sama-sama wanita” ucap Ibu

“Iya tapi kan beda bu, Kalau Ibu beda, arya sudah tahu Ibu dan arya adalah anak Ibu” ucapku kepada ibu dan kembali duduk bersila di atas tempat tidur lalu menghadap Ibu

“Ouwh gitu ya.... em em em em” ucap Ibu tanpa memandangku, tapi memandang ke depan dan kemudian menatap langit-langit sambil tersenyum hingga matanya menjadi sipit

“Seandainya saja, dian yang masuk kerumah ini, dengan maksud bertemu pangerannya, tapi ketika dia sampai di ruang TV melihat pangerannya sedang bercinta dengan Ibunya sendiri, apa yang akan dian lakukan? “ ucap Ibu dengan sedikit melirik ke arahku

“Ndak akan terjadi, setelah ini arya kan ndak mau bertemu dengan dian. Ibu tidak usah mengada-ada” ucapku dengan kedua tanganku menyangga daguku

“Hmmm... Sayang” ucap Ibu

“Ya...” ucapku sedikit ngambek

“Ciuman dengan bercinta, diantara kedua itu mana yang lebih menyakitkan ketika kamu melihatnya?” ucap Ibu

“Eh...” kutarik kedua tanganku dan menunduk, kembali aku menggeser tubuhku dan berbaring seperti sediakala

“sayang, jujur saja itu memang menyakitkan, melihat orang yang kita sayangi, kita cintai berciuman dengan orang lain” ucap Ibu yang kemudian merebahkan kepalanya di dadaku. Aku tidur berbaring memandang ke atas ditemani Ibu yang juga berbaring didadaku dan menatap langit-langit kamarkku. tapi apa salahnya kamu mendengar penjelasan dian.

“Ibu punya seoarang anak, ya juga pacar Ibu, ya juga kekasih Ibu. coba kamu bayangkan sayang, kamu hanya melihat Dian berciuman dan belum tahu itu dipaksa atau memang keinginannya sendiri. Sedangkan Ibu, setiap kali berduaan dengan pacar Ibu dapat cerita kalau pacar Ibu habis gini sama si itu, gitu sama si ini. sakit mana sayang?” ucap Ibu pelan

“Eh... Maaf...” hanya itu yang terucap dari bibirku

“Maaf? Kok enak sekali? Ehem...” ucap Ibu yang diakhiri dengan sedikit tawa pelan

“Kan ibu memperbolehkan aku, jadi... maaf bu, aku tidak bermaksud untuk...” ucapku pelan dan sudah tidak bisa melawannya lagi

“Sebenaranya Ibu tidak suka, tapi Ibu tahu semua dari kesalahan Ibu jadi Ibu tidak bisa berbuat apa-apa sayang, kecuali memberikan yang lebih kepada kamu agar kamu tidak melakukannya diluar lagi. Tapi apa mau dikata jiwa kamu terlalu muda untuk berpikir dewasa, sehingga membuat kamu merasakan ini hanya sekedar permainan, bayangkan kalau kamu sudah menikah kelak. Kamu pasti akan berpikir ribuan kali ketika meninggalkan istrimu dirumah” ucap Ibu menasehatiku. Ibu kemudian bangkit dan duduk di pinggir tempat tidurku, hanya punggung indahnya yang kulihat.

“Ibu hanya berharap, Dian bisa mengakhiri kegilaan ini, dan Ibu yakin dian bisa. Seharusnya kamu mendengar penjelasannya dahulu sayang” ucap Ibu

“Bu...” ucapkku pelan

“Iya...” balasnya

“Maafkan arya, menyakiti hati ibu” ucapku

“Sudah tidak apa-apa sayang, hanya saja kamu harus bersikap lebih lembut kepada perempuan” ucap Ibu

“tapi semuanya sudah terlanjur bu, untu kmaju kembali sudah tidak bisa” ucapku

“Masih bisa, asal kamu mau” ucap Ibu

“Aku belum bisa, mungkin memang benar aku terlalu egois dan tidak ingin menjadi pihak yang disalahkan” ucapku

“Masih banyak waktu...”

“pikirkan lagi sayang” ucap Ibu , yang kemudian bangkit mencium keningku

“Ibu turun dulu, kamu istirahat dulu ya sayang” ucap Ibu

Kulihat Ibu menghilang dari balik pintu kamarku. Benar, semua benar kata Ibu, ibu memberiku label egois tapi dengan cara yang lebih halus tidak secara langsung. Setiap kata-katanya membuat aku melihat kembali ke masa-masa kegilaanku. Kupejamkan mata ini dan kembali mengingat-ingat kata-kata Ibu. beberapa saat kemudian aku bangkit di pinggir tempat tidurku. Aku butuh seorang yang lain lagi sebagai tempat curhatku, mbak erlina. Aku meneleponnya, dan aku ceritakan kejadian bersama dian namun untuk hubunganku dengan Ibu tidak aku ceritakan.

“Kamu egois adiiiiku yang ganteng”

“Mbak, arghhh... Ibu tadi juga menyalahkan aku, sekarang mbak erlin”

“ya jelaslah, Dian itu sebenarnya sayang banget sama kamu, mbak itu cewek dan dian juga cewek,. Cara dia pandang kamu lebih dalam daripada mbak mandang kamu. Kamu tahu kan kalau mbak suka kamu hi hi hi”

“Mbaaaaaaaaak....”

“iya... iya adikku sayang, no love, mbak sama adik. Oke gini, sekarang coba kamu bayangin kalau dian yang melihat kamu sedang gituin mbak, kamu mau apa? Minta maaf? Kalau dian jawab semua permintaan maaf kamu sama seperti yang kamu ucapkan, mau apa? Macarin mbak? Hi hi hi”

“mbaaaakkk....”

“ih diajak bercanda kok ngambek terus, dah cepetan dijawab”

“ya, ndak tahu mbak”

“Makannya, jaga tuh ego, jaga tuh emosi, kalau lihat sesuatu jangan dari satu sudut pandang cari sudut pandang yang lain. Kamu berpikir dian itu judes sama kamu tapi nyatanya dia lembut kan?”

“iya... iya aku salah”

“dah sana minta maaf sama dian, dan ingat kalau kamu ndak jadi sama dian, mbak yang akan pacarin kamu hi hi hi”

“kok gitu sich mbak, lha alan dikemanain, emang mbak ndak sayang sama alan?”

“Ya, sayang banget sich, tapi... mmmmm... kamu jadi selingkuhanku saja dech, ya hi hi hi”

“enak saja, dasar mbak jengkelin!”

“Iiiih daripada adik laki tapi suka gaya anjing weeeeeek”

“mbaaaaaaaaaaak!”

“hi hi hi, dah sana minta maaf”

“tapi aku berpikir untuk tidak maju lagi mbak”

“Masa bodoh! Mbak hanya ijinin kamu sama dian, kalau sampai mbak tahu kamu jalin hubungan dengan cewek lain, mbak akan labrak itu cewek! Ingat! Dah mbak lagi kerja jangan diganggu. Dadah adik jeleeeeeeeeeeeeeeeeeek”

“wek” tuuuuuuuut...

Aku merengung, kulihat sekeliling kamarku. Tak ada sesuatu yang indah di dalam sini. Bahkan Ibu saja sudah mengutarakan kalau dia juga merasakan sakit atas ulahku. Ku sentuh menu kontak pada layar sematponku, Bu Dian.

“Halo, ar...”

“Selamat malam bu”

“Kamu ingin memarahi aku lagi ar? Marah ar, dosen kamu yang ndak tahu aturan ini memang pantas disalahkan”

“Bu...”

“Ya...”

“Maaf...”

“kamu ndak salah ar, aku yang sal...”

“Maaf jika saya marah-marah kepada Ibu tadi. Padahal aku bukan siapa-siapa ibu tapi aku bisa marah seperti tadi, jujur saya sangat menyesal. Saya harap ibu mau memaafkan saya dan saya harap kita masih bisa menjadi dosen dan mahasiswa seperti yang lainnya”

“Ar, aku....”

“Bu, saya harap sudah tidak ada lagi pertemuan di luar urusan perkuliahan. Saya akan selalu menghormati Ibu sebagai seorang dosen, seorang guru panutan bagi saya agar kelak saya bisa menuntut ilmu lebih dan juga bisa membaginya kepada orang-orang seperti halnya ibu yang selalu mengajarkan mata kuliah dan membuat semua mahasiswa selalu mengerti dan paham. Saya ingin menjadi mahasiswa lagi bu, menjadi mahasiswa yang seharusnya, mahasiswa semestinya seorang mahasiswa yang memikirkan bagaimana cara lulus dengan nilai memuaskan dan mendapatkan pekerjaan, jadi saya harap kita bisa kembali seperti semula, seharusnya dan semestinya”

“Aku belum bisa ar... aku masih ingin kamu seperti saat itu”

“Ibu pasti bisa, saya akan bantu bu. Saya akan berusaha menjadi mahasiswa semestinya. Ibu mempunyai kehidupan yang indah, dan membahagiakan tak sepantasnya saya berada di dalamnya.saya mohon maaf dan saya undur diri dalam kehidupan ibu. dan saya hanya ingin menjadi mahasiswa ibu saja. Terima kasih bu”

“Arya... tapi harapanku...”

“...” hening sesaat antara kami berdua, kemudian bu dian memulai kembali pembicaraan lagi

“Ar, mungkin kamu lelah, beristirahatlah. Jika ada kesempatan bertemu, aku ingin bercerita kepadamu”

“Maaf bu, saya tidak ingin bertemu diluar kampus lagi”

“Itu hanya harapanku ar, semoga saja terrealisasi”

“Eh... saya undur diri dulu bu, terima kasih”

“sama-sama”

Percakapan kami telah usai, kini aku semakin mantap untuk tidak lagi mengharap terlalu berlebih kepadanya. Sambil tiduran aku bermain sematponku.

Status Bu Dian
This is not fairy tale, but i want you listen to my story
To explain , to make you know
Hanya pandangan kosong ketika melihat status itu. Mataku mulai terpejam dan ingatan-ingatan akan setiap kata dari ibu dan bu dian bergantian memenuhi kepalaku. Kata itu mengantarkan aku dalam lelapnya malam, dalam lelahnya perjalanan hidupku. Aku tertidur hingga pagi menjelang.

“Dimakan dulu sayang” ucap Ibu, yang kini hanya berdua denganku di dapur. Pagi ini aku menjalani aktifitasku seperti biasanya.

“Arya sudah mundur bu, dan arya harap Ibu mengerti” ucapku

“Waktu masih panjang, suatu saat bisa saja menetap dan bisa saja berubah” jawab Ibu

“tapi arya sudah yakin” ucapku

“it’s now, but someday who’s know” ucap Ibu tersenyum kepadaku

KKN telah dimulai, aku berangkat ke desa Manyan (makmur dan nyaman) bersama anggota kelompok lain. Ibu kemudian meminta ijin ayah ntuk merawat kakek selama kau idak dirumah dan ayah jelaslah mengijinkan. Oh ya, Desa Manyan terletak lumayan jauh dari peradaban namun suasana desa ini sungguh asri dan sangat sejuk. Bandingkan saja dengan daerahku, panas. Ada 6 kelompok yang berangkat ke desa ini, dan kelompokku mendapatkan tempat di Dusun Marpo (Makmur Pol), dan 5 kelompok lain di tempatkan di dusun-dusun yang masih satu desa dengan kelompokku. Aku berenam dengan teman kelompokku tinggal di rumah kepala dusun marpo. Dirumah ini kami tinggal menjadi satu. Oia aku belum mengenalkan kelompok KKN-ku, Anta berwajah kalem yang dapat membuat semua cewek bertekuk lutut dengan pawakan tinggi besar seperti aku tapi lebih tinggi aku daripada dia, kulihatnya putih agak sedikit gelap. Rino, cowok dengan wajah menawan yang bisa membuat para wanita memujanya, dan memiliki tinggi hampir sama dengan Anta. Rani, wanita putih nan cantik dengan rambut panjangnya. Eri, wanita berkerudung sedang (tidak begitu lebar tapi tidak begitu kecil) kulitnya putih dan senyumannya manis sama halnya dengan Rani. Ajeng? Sudah tahukan. Oia antara anta, rino dan aku, akulah yang paling ganteng, lho? Kok muji diri sendiri? He he he daripada ndak ada yang muji he he he.

Dua minggu awal merupakan minggu terberat bagi kelompokku. Karena kami harus bersosialisasi mengenani rancangan kerja dari kelompok kami. dusun memang terdiri dari beberapa kepala keluarga namun letak satu rumah dengan rumah yang lainnya sangat jauh. Naik turun bukit dan lembah, walau naik turun bukit dan lembah masih bisa di lalui dengan mobil ataupun motor. Oia, setelah beberapa hari kami KKN, Ajeng dan Rani pulang untuk mengambil mobil dan sedangkan Anta dan Eri mengambil motor. Untuk perkenalan dengan taman satu kelompokkku tidak begitu sulit, mungkin di satu minggu awal kami sedikit agak canggung tapi setelahnya kami sangat akrab. Ketika kami harus melakukan sosialisasi, aku selalu bersama ajeng tahu sendirilah ajeng selalu yang meminta. Padahal aku juga ingin pergi bareng Rani ataupun Eri.

“Sssst... kalau lihat cewek biasa sajalah” ucapku kepada Anta dan Rino sehabis makan malam bersama. Mereka berdua melihat Eri dan Rani berjalan ke dapur untuk di cuci, begitu pula ajeng membantu mereka. Setelah beberapa hari kami melakukan sosialisai program kerja KKN selama dua minggu ini kami baru bisa makan bersama berenam malam ini. sebelum-sebelumnya paling berempat.

“Apaan cih Ar” ucap mereka berdua

“Kalian suka ya sama rani dan eri?” ucapku

“Ah, Cuma perasaanmu saja kali, ndak Ar” mereka berdua bersamaan

“Lha kok wajahmu pada merah semua ha ha ha ha” ucapku

“Kamu tuh yang suka sama ajeng, kemana-mana ajeng nempel sama kamu” ucap Anta

“Iya bener tuh, ya kan ya kan” ucap Erino

“Ha ha ha ha... kalau ajeng itu sudah sahabatan sejak dulu kaleeee, tanya aja sama ajeng” ucapku dan mereka hanya melengos karena tantanganku.

“Ada apa to kok malah pada ribut sendiri? Sudah dibahas rencana besok pagi?” ucap Rani yang datang bersama eri dan ajeng

“Paling Arya ngobrolon yang enggak-enggak tuh” ucap Ajeng

“Arya nakutin ya ternyata” ucap Eri

“yeee.. kamu itu jeng sukanya, begini lho sebenarnya bbbbbbbbbb” ucapku yang kemudian dibekap dan dikunci tubuhku oleh anta dan rino

“Kalian apaan sich, kaya anak kecil saja” ujar ajeng

Malam ini malam yang sangat menogocok perut. Anta dan Rino selalu mengawasiku bak seorang sniper, ketika aku berbicara mengenai Rani dan Eri mereka selalu saja membekapku. Kami kemudian membahas program kerja kami, satu persatu mendapatkan tugas untuk tiap-tiap daerah di dusun yang telah kami bagi. Anta dengan Rani, Rino dengan Eri, dan aku, ajeng. Setelah semua pembagian tugas selesai, kami semua kembali ke kamar masing-masing. Namun aku membuat teh hangat dan merokok didepan, tiba-tiba rani berlari kedepan rumah dan membelakangiku.

“Iya, Rani mengerti pah”

“Iya, rani akan jaga tapi tolong permintaan rani dikabulkan”

“terima kasih pah”

Aku yang duduk didepan rumah atau lebih tepanya disebut sebagai posko KKN melihat kearah rani. Setelah telepon tersebut wajahnya tampak bermuram durja, entah apa sebenarnya yang terjadi. Hanya beberapa kalimat keluar dari mulutnya ketika menjawab telepon tapi raut mukannya menjadi sangat sedih.

“Ran, ada apa?” ucapku dari belakang yang duduk melihatnya

“Eh kamu to ar, ndak tahu kalau kamu disitu, sejak kapan?” ucapnya

“Sejak sebelum masehi he he he, ada apa ran kok malah sedih? Sini cerita sama Kakek” candaku

“Yeee... kakek, tapi iya sih kamu kaya kakek-kakek hi hi hi” balasnya sambil berjalan kearahku dan duduk disampingku

“ditanya ndak jawab” ucapku

“biasalah ar masalah keluarga, jadi kamu ndak perlu tahu” ucapnya

“tenang cu, kakek juga tidak memaksa karena kalau memaksa nanti dikira memperkosa ha ha ha” candaku

“dasar aki-aki, ya udah aku tidur dulu ar” ucapnya

“Oke, cuuuuu” balasku

Coba bayangkan tiga kalimat balasan dan mengubah keceriaanya. Aneh, bodohlah, aku menyusul masuk kerumah dan tidur bersama “batang” yang lainnya. Perjalanan KKN kami terbilang sukses, program kerja dapat kami jalankan sesuai prosedur. Bahkan beberapa warga sangat antusias karena kepiawaian kami bersosialisasi dan juga ketika kami melaksanakan progja kami. Selama satu minggu kami melakukan proga pertama masih ada 2 progja lagi yang belum kami laksanakan.

Tok tok tok tok tok tok....

“iya sebentar” ucapku, siapa juga malam-malam begini bertamu, dan kubuka pintu rumah

“Mas tolong anak saya mas, antarkan kerumah bu dokter, anak saya tiba-tiba panas” ucap lelaki setengah baya menggendong anaknya beserta istri dan satu lagi anaknya yang sudah besar

“eh... iya pak iya, tunggu” ucapku

“Woi, bangun-bangun, darurat” ucapku sambil berganti pakaian dan berteriak-teriak

“Apaan sih ar” ucap Anta yang terbangun

“Anak warga panas, minta diantar ke bu dokter” ucapku yang kemudian melangkah menuju kamar para kaum hawa yang disana sudah ada Eri di depan pintu kamarnya

“Pinjem mobil Rani atau ajeng, Er. Cepetan, anak warga sakit tuh” ucapku

“Eh, iya iya... Ran, jeng kunci mobil kamu mana?” ucap Eri

Mereka semua seperti orang terkena gempa, ketika mengetahui ada yang membutuhkan bantuan. Eri kemudian memberikan kunci mobil rani, jelas karena mobil ajeng diparkir di depan mobil rani. Aku kemudian membawa Bapak itu bersama keluarga ke rumha bu dokter. Sedangkan mereka berlima menyusul dengan mobil ajeng. Dalam perjalanan, aku bertanya ke bapak dan ibu mengenai perihal sakit anaknya. Kami berdua mengobrol ngalor ngidul, maklum perjalanan malam agar aku tidak ngantuk. Ditambah lagi medan yang kami tempuh juga sedikit mengerikan sekalipun ngebut tetap saja tidak bisa. Aku kemudian mendapatkan informasi mengenai dokter di desa ini, ada dokter yang setiap sabtu-minggu selalu buka praktek di desa ini. bahkan dokter ini tidak menarif bayaran, semampunya dari warga. Sekalipun tidak dibayar juga dokter tidak keberatan. Sampailah aku dirumah yang lumyan mewah ini, jelas saja aku tidak pernah tahu mengenai dokter yang prakte karena dia berada di dusun kelompok lain tapi masih satu desa. Segera aku keluar, melompat pagar dan langsug menggedor-nggedo pintu rumahnya dengan sangat keras

“Dokter dokter.... tolong... ada anak sakit... buka pintu dok” teriakku sambil menggedor-gedor pintu

“Iya... sebentar sabar” ucap seorang wanita, mungkin istri dari dokter

Kleeek....

“Lho mbak?” ucapku

“Kamu ar” ucap wanita tersebut yang tidak lain mbak asmara medita

“eh, bingungnya nanti saja mbak, minta kunci pintu gerbang. Cepetaaan itu anak bapaknya sakit panas sekali” ucapku

“Oh iya, iya sebentar” ucapnya

Setelah aku mendapatkan kunci segera aku buka pintu gerbang. Kuangkat anak itu dan langsung kularikan kedalam rumah dokter, mbak ara. Dengan cepat mbak ara memberikan pertolongan kepada anak tersebut, dan aku sangat bersyukur panasnya beberapa saat kemudian mulai turun. Bapak dan keluarganya kemudian menunggu diruang rawat yang berada dalam rumah mbak ara. Aku kemudian keluar dan biasa, dunhill. Beberapa saat kemudian mobil yang ditunggangi teman kelompokku datang, para wanita langsung masuk dan menemani keluarga bapaknya. Sedangkan cowok-cowoknya “ngeleker” (tidur) diteras depan rumah menemaniku.

“ndak nyangka bisa ketemu kamu disini ar” ucap mbak ara

“Aku juga, ndak nyangka ketemu mbak dokter he he he” candaku

“jadi, bakalan ada yang traktir aku nih” ucapnya

“Masih inget saja mbak” balasku

Kami terlibat sedikit obrolan, setelahnya mbak ara kembali masuk untuk beristirahat. Hingga pagi menjelang aku masih berada di rumah mbak ara, teman-temanku kembali ke posko untuk melanjutkan progja yang sudah di rencanakan. Aku mendapat tugas baru dari Anta agar menemani bapak dan keluarganya, kalau-kalau nanti anaknya sudah membaik dan bisa pulang. Kulihat anak dari bapaknya sudah mendingan jika dibandingkan dengan tadi malam.

“Ar, tidur di atas saja, pasien boleh pulang nanti sore atau malam hari” ucap mbak ara

“disini saja mbak, ndak papa” ucapku

“dah diatas sana, kalau ada pasien datang kasihan mau duduk diaman kalau kamu tidur di ruang tamu” ucapnya

“iya, iya mbak dokter” ucapku yang kemudian melangkah ke lantai atas. segera aku ambrukan tubuhku di kasur lantai. Hingga siang hari, aku tertidur dikamar atas rumah mbak ara.

Tepat pukul 11:30 aku terbangun dan ku lihat sudah ada makanan dan minuman disamping kasur. Tanpa basai-basi langsung aku lahap, tidak peduli ada rasun atau tidak yang penting makan. Saing lahapnya aku makan karena posisiku membelakangi pintu aku tidak menyadari mbak ara masuk ke kamar.

“traktirnya jadi dua kali ya” ucap mbak ara

“uhuk uhuk uhuk... mbak bikin kaget saja, tersedak nih” balasku

“makannya kalau makan pelan-pelan” ucap mbak ara, yang kemudian berdiri di balkon melihat pemandangan.

“Enak mbak terima kasih” ucapku yang langsung menyambar minuman

“iya... sama-sama” ucapnya yang kini berbalik memandangku, dia bersandar di balkon. Hening sesaat membuat aku bingung ingin mengatakan apa. Tapi anehnya adalah raut muka mbak ara menjadi sedih, pandangannya menjadi kosong. Namun tiba-tiba pandangannya begitu tajam kearahku.

“Ar...” ucapnya pelan

“Iya mbak...”

“Emmm... mbak kalau lihat jangan kaya gitu jadi takut akunya” lanjutku

“Eh... maaf” ucapnya

“Yeee... pakai maaf segala, formal banget” ucapku

“iya ya, formal banget hi hi hi” ucapnya yang kembali tersenyum

“Ada apa mbak?” ucapku

“Erlin..” ucapnya pelan, membuat aku terperanjat

“Kamu kakak adikan kan sama erlin” ucapnya

“Eh...” aku hanya terkejut

“Sudah ar, tenang saja, aku sudah tahu semua. Dari awal hingga akhir, bahkan erlin juga ceerita tentang “gitu”nya kok sama aku hi hi hi” ucapnya

“WHAT?!” teriakku kaget

“Hei biasa saja ndak usah formal” ucapnya

“formal apaan? Ini kaget tahu mbak?!” ucapku, dia hanya tertawa dan aku bengong hingga suasan menjad hening

“Ar...” ucapnya dengan wajah menjadi sendu dan menatap ke lantai

“yoi...” ucapku

“bisakah kamu...” ucapnya

“iyaaaa....” ucapku

“bisakah kamu juga berjanji kepadaku untuk....” ucapnya terpotong
 
Suasana menjadi sangat hening ketika kata-katanya terputus. Aku hanya mampu memandangnya dengan seribu pertanyaan di dalam kepalaku. Masih disini, di kamar lantai atas rumah mbak ara. Kami kemudian berpandangan satu sama lain.

“Ar...” ucapnya dengan wajah menjadi sendu dan menatap ke lantai

“yoi...” ucapku

“bisakah kamu...” ucapnya

“iyaaaa....” ucapku

“bisakah kamu juga berjanji kepadaku untuk....” ucapnya terpotong, semakin bingung aku dengan kata-katanya yang terputus

“melindungi ayahku” ucapnya

“Eh? Maksudnya mbak?” ucapku

“kamu berjanji pada erlina akan membalaskan pada erlina, dia juga bercerita jika kamu mempunyai kenalan dari intelejen. Aku mohon tolonglah ayahku” ucapnya

“apa ini? kenapa erlina bisa bercerita banyak kepada ara? Apakah dia juga membongkar identitasku sebagai mata-mata ayahku?” bathinku

“Ar... aku mohon” ucapnya

“sebentar-sebentar mbak, ndak ada angin ndak ada hujan ndak ada panas, kok tiba-tiba mbak bilang seperti itu ke aku? Aku itu Cuma mahasiswa lho mbak, paling mbak erlina ngelantur kali” ucapku

“Erlina adalah anak KS, yang terbunuh di perumahan SAE. Pembunuhnya adalah suruhan Ayahmu, dan empat orang yang lainnya yang aku tidak begitu paham siapa mereka. Dan kamu pasti tahu mengenai teman-teman ayahmu itu, tapi satu diantaranya tidak pernah melakukan perbuatan kotor seperti empat orang yang lainnya ar, dan itu adalah ayahku” ucapnya

“Eh.... siapa? Siapa orang itu? Siapa wanita ini?” bathinku

“Ar, aku mohon selamatkan ayahku ar, dia pasti akan dibunuh, karena ayahku sudah mulai lelah kalau harus mengikuti mereka, aku mohoooooon hiks hiks hiks” ucapnya yang berjalan dari balkon dan kini duduk bersimpuh dihadapanku

“mbak ngaco deh...” ucapku mencoba mengelak

“Please ar, aku mohon ar... aku sudah tahu semuanya ar, ayahku juga sudah bercerita semuanya, tentang KS, ayahmu mahesa dan tiga orang lain. Tapi dua orang hanya disebut ayahku sebagai tukang dan aspal.... aku yakin kamu pasti tahu, dan aku yakin kamu bisa melindungi ayahku” ucapnya, aku jadi semakin kebingungan dan tidak bisa mengelak dari setiap perkataan mbak ara

“mbak sebentar... sebentar.. okay? Please don’t cry” ucapku

“Aku akan menangis terus jika kamu menolaknya ar, aku mohon” ucapnya

“Baiklah! Aku akan melindunginya tapi bagaimana? Ayah mbak saja aku tidak tahu” ucapku

“terima kasih hiks hiks hiks...” ucapnya kemudian memelukku

“ssssshhhhh huuufffffffffthhh.....” yang menghelas nafas panjang, kemudian melepaskan pelukannya

“hadeeeeeeeeeeeh bingung aku” bathinku

“Ar...” ucapnya tersenyum kepadaku

“Sudah jangan nangis, akan aku bantu sebisanya” ucapku santai

“he’em... aku akan beritahu siapa ayahku” ucapnya

“Jika ayahnya bercerita kepadanya mengenai tukang dan aspal, berarti ayahnya adalah si buku” bathinku

“oke, kita serius” ucapku

“Ayahku memiliki sebutan si Buku. Dia salah satu dari lima orang komplotan ayahmu. Dia bekerja di bagian pendidikan, dan tidak seperti yang lainnya. Ayahku hanya menduduki jabatan dibawah kepala instansi, ayahku bernama Asmo Kusumo” ucapnya sambil mengusap air mata yang mengalir dipipinya

“Eh...” aku terkejut dengan kenyataan ini, baru kali ini aku mengetahui identitas si buku. Aku tertunduk dan terus berpikir kenapa aku harus melindunginya

“Mbak, jujur saja aku tidak punya alasan yang tepat untuk melindungi ayah mbak ara, karena ayah mbak ara terlibat dalam semua kejahatan yang dikomandoi ayahku” ucapku

“Tidak, kamu pasti punya alasan, karena selama bersama mereka ayahku tidak pernah menggunakan uang pembagian dari mereka. Bahkan setiap kejahatan yang dilakukan oleh mereka, ayahku selalu menentangnya dan tidak mau tahu”

“Ayahku merupakan loyalis kakekmu, dan dia satu-satunya yang berani masuk ke dalam lubang ini hanya untuk memberikan informasi ke kakek kamu. Tapi setelah lama ini, ayahku terkungkung didalamnya dan sulit untuk keluar karena terlalu banyak mengetahui rahasia mereka. Bisa jadi, jika ayahku memilih untuk berhenti dia bisa dibunuhnya. Ayahku sekarang merasa bahwa dirinya akan dibunuh karena beberapa tahun ini ayahku sudah tidak pernah bertemu dengan komplotannya. Dia sudah muak dan tidak tega jika harus melihat korban bertambah lagi”

“Selama menjadi informan kakek kamu, kakekmu sebenarnya menyuruh untuk keluar dan tidak memperbolehkannya tapi ayah menolak. Karena pada awalnya ayah hanya menjadi pupuk bawang (pemain yang tidak dianggap) bagi komplotan ayahmu, inilah yang membuat ayahku merasa tidak cukup informasi dan baru beberapa tahun ini ayahku dijadikan pemain utama dalam komplotan ayahmu. Sehingga, ayah baru mengetahui banyak sekali informasi baru beberapa tahun ini dan semuanya telah disampaikan kepada kakek kamu. Kakek kamu sebenarnya merasa sangat sedih karena ayah terjebak didalamnya, bahkan kakek kamu sekarang sedang kebingungan untuk bisa mengeluarkan ayahku dari komplotan mereka. Kakekmu sebenarnya sudah memberikan informasi kepada intelejen, namun intelejen tetap tidak bisa menjamin keselamatannya”

“Aku mengetahu semua rahasia erlina ketika dia menangis melihat mayat KS. Tapi dia tidak pernah tahu siapa aku, karena dia pasti akan sangat dendam kepadaku. Kamu telah berjanji kepada erlina, aku juga berharap kamu juga berjanji kepadaku ar” jelasnya

“Mbak, badan inteljen saja tidak bisa menjamin keselamatan ayahmu, bagaimana denganku? Lihatlah aku, aku hanya mahasiswa tanpa senjata” ucapku

“tapi aku punya keyakinan kamu bisa, Ar” ucapnya

“baiklah, akan aku usahakan tapi aku tidak berjanji tentang keselamatan ayahmu. Dan aku ingin bertanya, jika kakekku sudah tahu dan badan intelejen sudah tahu, ditambah lagi ayah mbak ara adalah informan untuk kakek sekaligus IN. Apakah ayah mbak tahu apa rencana mereka sekarang?” ucapku, dia hanya menggeleng-gelengkan kepala

“hufth....” aku membuang nafasku, aku kemudian bangkit dari hadapan mbak ara dan menyulut dunhill

“Sejak awal tahun kemarin, ayahku tidak dilibatkan lagi. Hanya sesekali ayah diajak mengorbol di telepon, dan semua itu hanya basa-basi. Ayah pernah diajak ketemuan, tapi besok setelah akhir tahun” jelasnya

“Eh... akhir tahun? Pada saat langit berwarna pelangi, Seribu doa terucap, ah benar itu adalah di malam tahun baru, malam ketika kembang api bertebaran dan banyak orang mengucapkan resolusi bisa juga dianggap sebagai doa” bathinku

“Sebentar mbak, apakah benar ayah mbak akan di ajak ketemuan setelah akhir tahun?” ucapku yang kemudian berlutut di depan mbak arya dengan kedua tangan memegan lengannya. Mbak ara hanya mengangguk pelan.

“Setelah akhir tahu? Apa maksudnya ini? bukannya mereka akan bertemu pada akhir tahun jika sesuai pesan itu, apakah ada rencana lain?” bathinku sambil menundukan kepala kebawah berpikir

“Eh....” aku kemudian teringat

“akukan sudah bilang, Pokoknya kita berempat saja, buku bisa hancurkan kita”

“setelah kita berempat bertemu, kita akan singkirkan buku”

“berarti memang ayah mbak ara akan disingkirkan mungkin dengan cara dibunuh” bathinku

“Ar... apakah kamu mengetahui sesuatu?” ucap mbak ara

“Eh.... jika aku memberitahukannya dia pasti akan semakin bingung, lebih baik aku menenangkannya terlebih dahulu” bathinku

“tidak mbak, hanya saja aku berpikir. Aku melindungi orang yang tidak aku ketahui, sebenarnya ayah mbak seperti apa?” ucapku, jujur aku tidak pernah tahu wajah ayah mbak ara

“Oh... ya sebentar ar, akan aku punya foto ayahku” ucapnya sambil mengambil sematpon dari sakunya

“ini ar...” ucapnya

Deg, jantungku hampir saja copot, melihat wajah yang ada difoto. Sebuah roda ingatan kembali ke masa lalu, kebencianku semakin memuncak ketika aku melihat foto itu. Wajah itu tidak pernah akan aku lupakan, dan sekarang aku harus melindunginya? Tidak! Aku kemudian berdiri, dan kembali menyulut dunhill

“Tidak, aku tidak akan melindungi bajingan itu!” ucapku dengan nada keras melihat ke arah pemandangan keluar jendela

“A... ada apa ar? Katakan kepadaku, kamu sudah berjanji kepadaku untuk melindunginya, apa salah ayahku hingga kamu menyebutnya seperti itu” ucap mbak ara, dengan kedua tanganya menumpu tubuhnya yang sedang duduk bersimpuh

Hening sesaat, kucoba menghela nafas panjang. Kuhisap dunhill dengan sangat cepat, hingga arang dunhill tampak sangat membesar. Kubuang dan segera aku kembali duduk berlutut dihadapan mbak ara, kupegang lengannya dengan sangat keras. Tatapan mataku tajam membuat mbak ara ketakutan. Lama aku memandangnya dengan tatapan kebencian dan kemarahan itu, semakin mbak ara ketakutan.

“mbak tahu siapa ayah mbak? Siapa bajingan yang mbak sebut sebagai ayah? Dia tidak jauh beda dengan ayahku, buat apa aku harus menolongnya” ucapku berbisik pelan dengan nadan menekan tepat diwajahnya, karena tidak mungkin aku berteriak-teriak sedangkan dibawah ada pasien. Mbak ara hanya mampu menggelengkan kepalanya pelan dengan air mata semakin mengalir deras dipipinya

“DI-A ADA-LAH ORANG YANG MAU MEMPERKOSA IBUKU” ucapku dengan nada menekan tapi tidak begitu keras, pandangan mataku tajam seperti seorang pembunuh

“seandainya dia mati, aku tidak peduli dan seandainya bisa dia mati dihadapanku!” ucapku pelan dengan masih nada sangat menekan. Wajah mbak ara semakin pucat mendengar penjelasanku

“jika saja waktu itu aku tidak cepat datang mungkin, ibuku sudah menjadi pemuas nafsunya!” ucapku dengan nada pelan dan menekan

Kutinggalkan mbak ara, dan aku melangkah ke balkon rumahnya. Menyulut dunhill, bersandar pada balkon lantai atas memandang mbak ara dengan kemarahan. Mbak ara, hanya tertunduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Aku sudah tidak peduli lagi, mau ayahnya informan, loyalis kakekku. Masa bodoh!

“Ar... hiks hiks hiks...” isak tangisnya dengan wajah tertutup kedua tangannya, aku hanya memalingkan wajahku ke arah lainnya, aku benar-benar sudah tidak peduli lagi

“bu dokter... bu dokter...!” teriak bapak dari pasien

“Eh... tunggu disini ar”

“Iya sebentar” ucap mbak ara yang berdiri kemudian mengusap air matanya

Mbak ara kemudian melangkah pergi dan meninggalkan aku di kamar ini. aku kemudian beringsut duduk dengan kedua kaki kutekuk. Wajahku tertunduk, mulai berpikir apakah benar tindakanku. Ku dengar sayup-sayup percakapan mereka.

“Bu Dokter lihat bu anak saya bu, anak saya sudah bangun. Terima kasih bu, saya sangat berterima kasih” ucap bapaknya

“Oh iya pak, nanti akan saya beri obat ya, dan diminum setiap harinya agar kondisinya lebih baik” uc mbak ara

“Tapi bu maaf, saya belum punya uang untuk membayar bu dokter, kalau menunggu panen bagaimana bu?” ucap bapaknya

“Sudah pak ndak usah dipikirkan, pokoknya bapak nungguin anak bapak sampai nanti sore ya, biar saya mantep dengan kondisi anak bapak” ucap mbak ara

“Wah bu dokter itu baik sekali, jarang lho bu ada dokter sebaik ibu. sudah dapat pengobatan gratis, makan juga grratis, pokoknya terima kasih banyak bu. Besok kalau suami saya panen, pasti saya mampir ke rumah ibu” ucap istri bapaknya

“Sudah... sudah, yang penting sekarang anak bapak dan ibu sembuh, begitu ya?” ucap mbak ara

“Emm... bu, ibu habis nangis ya?” ucap anak bapaknya yang sudah agak gede

“Eh... tidak, tadi habis nonton film sama masnya KKN, dia kan sepupu bu dokter. Filmnya bikin nangis hi hi hi” ucap mbak ara

Percakapan mereka sangat sejuk untuk didengar. Tak ada kata-kata arogan keluar dari mulut mbak ara. Hati ini semakin kacau, memikirkan tindakanku. Tapi disisi lain, ada sisi lain yang mengatakan tidak perlu untuk membantunya tapi sisi satunya lagi mengatakan yang berlalu biaralah berlalu. Arghhh.... jika saja ayahnya meninggal karena dibunuh, pastinya mbak ara juga akan kehilangan semangat hidupnya. Dan warga di desa ini akan kehilangan mbak ara. Kleeeek.... ceklek.... aku angkat wajahku dan kulihat mbak ara sudah berada di depan pintu.

“Ar... aku tahu...” sambil wajahnya di palingkan dari padanganku

“Aku tahu, waktu tidak bisa diputar dan perbuatan ayahku tidak bisa dimaafkan. Ayahku juga bukan apa-apa jika bukan karena kakekku. Dia pernah bercerita mengenai satu perbuatan yang memalukan tapi dia tidak pernah menceritakannya jika dia akan memperkosa ibumu, anak dari kakekmu” ucapnya yang kemudian memandangku

“Aku hanya berharap kamu mau menolongnya dan melindunginya” ucapnya, aku kini yang berganit memalingkan wajahku

“Aku tahu kamu sangat membencinya. Aku hanya memohon kepadamu ar, hanya kamu harapan satu-satunya...”

“Tolonglah ar, sebagai gantinya, seumur hidupku aku akan menjadi pelayanmu ar, jika dulu ayahku pernah mencoba memperkosa ibumu. Sekarang, aku serahkan tubuhku kepadamu Ar, sebagai ganti perbuatan ayahku. Mulai dari sekarang hingga akhir dari hidupku ar. Kamu boleh melakukan apa saja terhadapku dan aku tidak akan lari, mau kau jadikan aku pelacurmu pun aku mau ar. Asal kamu berjanji mau melindungi ayahku, hanya itu” ucapnya dengan air mata mengalir

“Eh... aku bukan seperti mereka” ucapku pelan, sambil menundukan kepalaku

“Aku sudah siap ar” ucap mbak ara, aku kemudian memandangnya dan sangat terkejut melihat mbak ara sekarang hanya menggunakan BH dan celana dalam tipisnya. Kini dia sedang mencoba melepaskan BH yang menutupi payudaranya

“Mbak, sudah mbak....” ucapku

“Eh... Aku hanya ingin ayahku hidup ar, aku mohon hiks hiks hiks hiks...” ucapnya yang kemudian duduk bersimpuh dengan kedua tangan menutupi wajahnya, Bhnya tersangkut di kedua lengannya dan memperlihatkan payudara indahnya yang menggemaskan. Kupalingkan wajahku dari pemandangan itu, dan kusulut sebatang dunhill

“mbak, aku tahu mbak sangat menyayangi ayah mbak... aku pun jug atak tega jika kemudian hari mbak meninggalkan desa ini ketika ayah mbak disingkirkan oleh komplotannya” ucapku

“hiks hiks hiks aku tinggal disini karena aku ingin mengajak ayahku lari, tapi ayahku tidak ingin. Jika dia lari semua kerabatnya pasti akan mati. Aku... aku.... hiks hiks hiks” ucapnya terpotong

“Baiklah mbak, aku akan membantunya keluar dari jebakan mereka dan mbak tidak perlu menyerahkan harga diri mbak kepadaku. Aku berjanji akan menolongnya...” ucapku pelan dan tersenyum kepadanya

“be...benarkah Ar?” ucapnya dengan senyum mengembang dengan pipi yang basah oelh air matanya. Aku mengangguk pelan dan tersenyum

“terima kasih ar, tapi jika kamu menginginkannya kapanpun bahkan sekarang, aku akan memnuhinya. Aku sudah berjanji kepadamu” ucapnya, Aku kemudian berjalan kearahnya, kupakaikan lagi BH-nya dan pakaiannya. Mbak ara menurut dan hanya diam.

“jangan niru mbak erlin, nanti aku tambah pusing” ucapku dengan senyuman

“Eh... erlin sayang sekali sama kamu ar, tapi sayang kamu sayang sama dosen kamu ya?” ucap mbak ara

“Eh... kata siapa? Pasti dari mbak elrin? Mbak erlin tahu apa?” ucapku yang kemudian duduk di sampingnya

“Bukan dari erlin, tapi ketika kamu mendapat hukuman dari tante kamu, tante asih. Walau percakapan kalian tampak judes tapi aku bisa merasakan kalau dari kata-kata yang keluar dari mulut kalian menyembunyikan rasa saling sayang” ucapnya

“Mbak nguping?” ucapku, dan mbak ara mengangguk

“waktu itu aku ingin menemui kepala rumah sakit, yang juga teman pak dhe kamu itu. Pas lagi jalan, aku melihatmu mendapat hukuman. Akhirnya aku mendengarkan percakapan kalian, lucu tapi kalian memang cocok” ucapnya

“Ndak cocok...” ucapku

“Kamu tahu ar, aku juga mencintai orang yang lebih tua dari aku. Ketika dia berumur 30 tahun dan aku berumur 15 tahun, dia mengangkatku sebagai anaknya. Tapi setelah istrinya meninggal, hidupnya sangat kelimpungan. Aku yang semula merasa kasihan akhirnya aku mencoba untuk menggantikan posisi istrinya. Tapi lambat laun aku mencintainya akhirnya kami menikah siri, dan laki-laki itu adalah ayahku, si buku” ucapnya

“Eh....” aku terkejut mendengar ucapanya

“mungkin tabu ketika didengar, tapi aku mau menjadi istrinya. Itulah kenapa, apapun akan aku lakukan agar dia hidup, jika semua telah berlalu aku ingin meresmikan hubunganku secara sah dimata negara, aku tidak peduli kata orang mau dia lebih tua, mau dia dlunya seperti apa, kesalahan apapun aku akan menerimanya, karena aku mencintainya” ucapnya

Aku hanya tersenyum mendengar penjelasannya. Cinta? Mungkin itulah cinta. Tak memandang umur maupun status. Tapi kadang cinta bisa berubah menjadi benci, karena jarak cinta dan beni hanya 0,0000001cm. Tapi cinta bisa membuang benci, menghilangkan benci walaupun terkadang tanpa disengaja bisa mendatangkan benci. Cinta dapat menerima semua kekurangan dan kesalahan dari masa lalu, tapi cinta yang aku miliki untuk dia he he he, hilang dan tak tahu apakah akan kembali.

Cinta... cinta, bahkan seorang dewa dalam dongeng negeri tirai bambu pun harus jatuh menjadi seekor babi hanya karena cinta. Setiap kali dia melihat pedihnya cinta dia selalu mengucapkan, beginilah cinta deritanya tiada akhir, dasar ti pat kai. Itu hanya contoh kecil penderitaan karena cinta, benarkah cinta membuat sakit? Benarkah cinta membuat menderita? Setiap orang dapat melihatya dengancara berbeda, tapi cintalah yang membuat semuanya menjadi damai. Sasuke yang hidup dengan kebencian, sedangkan naruto hidup dalam kebencian namun dia ubah menjadi sebuah cinta.

“Ar, jika kamu memang menginginkan dosen kamu. Kamu seharusnya berjuang agar dia menjadi milik kamu...” lanjutnya

“tapi aku dan dia berbeda, dia seorang dosen mbak, aku mahasiswa , apa kata dunia?” ucapku

“Dunia akan mengatakan, itulah cinta sangat indah” ucapnya dengan senyuman

Kami kemudian bercakap-cakap hingga sore menjelang. Aku sudah bisa melihat senyumannya kembali. Rugi? Mungkin iya karena aku melewatkan tubuh sintal dari dokter cantik satu ini. pikiranku kadang menyuruhku untuk mengambil jatah yang diberikan tapi hatiku mengatakan apakah aku akan menyakiti Ibu lagi? Tidak, aku putuskan untuk tidak. Sore menjelang, kondisi pasien sudah membaik, mbak ara kemudian memberikan obat untuk dikonsumsi. Aku dan keluarga si bapak bersiap-siap untuk pulang kembali ke dusun kami.

“Mbak, jika memang ada informasi terkait komplotan ayahku, segera hubungi aku” ucapku pelan ketika hendak pamit

“Iya ar, aku pasti informasikan dan terima kasih sudah mau menolongku dan jika kamu menginginkannya, aku siap...” ucapnya

“ndak lah mbak...” jawabku

“Oh iya sudah ada erlina kok hi hi hi” candanya

“mbaaaak jangan lagi deh, aku waktu itu kan terpaksa, mbak erlin juga mengancamnya benar-benar serius” jelasku

“iya, iya, dia memang suka nekat... oh ya ar, tolong kamu rahasiakan jatidiriku kepada erlina, aku tidak ingin dia membenciku” ucapnya dan aku hanya mengangguk

“Ar...” ucapnya kemudian mendekat dan berbisik kepadaku

“Berjuanglah, aku yakin dosen kamu akan menjadi milikmu” ucapnya, aku hanya memasang wajah datar kemudian melet di hadapanya

“Sudah, nanti kalau ada apa-apa aku hubungi lagi ar, sekali lagi terima kasih dan tolong antar bapaknya sampai kerumah ya nanti aku ganti deh bensinya” ucapnya

“Iya bu dokter cerewet. He he he” ucapku, sebuah pukulan ringan mendarat di lenganku

Ku antar bapak beserta istrinya sampai kerumah. Aku dan bapaknya bercakap-cakap panjang kali lebar selama perjalanan pulang. Dalam pikirku aku tak habis pikir jika petunjuk dan informasi semakin banyak aku dapatkan. Pikiranku melayang ke teka-teki dari pesan di email om nico. Hanya kurang satu, cermin rembulan. Tempat apa itu sebenarnya?

Hari berganti, semua progja KKN-ku telah aku selesaikan bersama kelompokku. Waktuku tinggal satu minggu, dan kami jadikan waktu yang tersisa sebagai waktu untuk bersenang-senang. Di hari pertama ketika ajeng, anta dan rino pergi mencari makan malam aku mendapati rani dan eri dengan wajah sangat ketakutan dan penuh kesedihan. Ya aku ditinggal tidak mencari makan karena pada saat mereka akan pergi aku sedang mengeluarkan isi perutku.

“Ran, Er, kalian kenapa?” ucapku ketika melewati pintu kamar mereka, dan berhenti sejenak

“Ndak papa kok ar” ucap eri yang kemudian memaksakan sebuah senyuman di bibirnya

“He’em” ucap rani yang juga memaksakan sebuah senyuman, aku kemudian berjongkok dan memandang wajah mereka berdua hingga mereka salalh tingkah

“Sebenarnya aku ndak ingin tahu masalah kalian, tapi beberapa kali aku selalu mendapati kalian bersedih. Entah setelah mendapat telepon, entah setelah memebaca pesan di sematpon kamu. Aku sebenarnya tidak mau peduli karena itu masalah pribadi kalian. Tapi jika memang ada yang bisa kamu bagi kepada sahabat-sahabat KKN-mu, kenapa tidak? Mungkin bisa meringankan beban pikiranmu” ucapku

“Sudah ar, tidak apa-apa, okay lihat kita berdua sudah tersenyum” ucap eri, dan rani juga memperlihatkan senyumannya

“Kasihan ya suami kamu besok” ucapku santai dan berdiri sambil menyulut dunhill

“kok kasihan? Apa kamu sesuatu tentang aku dan eri?” ucap rani

“Aku ndak tahu, kenal sama kalian saja baru sekarang, Cuma....” ucapku sambil mengeluarkan kepulan putih

“Cuma apa?” ucap eri

“Cuma kasihan saja, suami kamu kelak hanya akan mendapatkan senyum palsu kalian he he he” candaku

“Arya!” ucap mereka berdua serempak dan langsung berlari ke arahku, pukulan-pukulan ringan didaratkan di tubuhku. Kami kemudian bercanda hingga ajeng, anta dan rino datang. Tampak wajah rino dan anta berubah ketika melihat keakraban kami, ajeng, dia biasa saja karena sudah tahu aku.

“waduuuuuuuh... ada yang ngambek nih he he he” ucapku

“Siapa tuuuuuh” jawab ajeng

“ini lho jeng, dua cowok ganteng dateng-dateng wajahnya cemberut, cemburu nih sama aku” ucapku yang langsung beranjak pindah tempat ke belakang ajeng

“kok cemburuuuu ada yang cinlok ya ar hi hi hi” ucap ajeng

“kayaknya eh bukan kayaknya tapi memang beneran cinlok jeng” ucapku, sedikit aku lirik anta dan rino yang menjadi salah tingkah. Dan mereka juga mencoba menagncamku dengan kepalan-kepalan tangan, hanya bercanda.

“Siapa yang cinlok ar?” ucap eri

“he’em...” ucap rani

“Yaelah dasar cewek ndak peka! Sudah tahu ada dua cowok ganteng cemburu sama aku, ya jelaslah mereka ndak suka aku dekat sama kalian berdua, pake nanya segala, tuh aku mau dihajar sama mereka berdua he he he” ucapku membuat mereka berempat menjadi salah tingkah, aku dan ajeng hanya tertawa terpingkal-pingkal. Tak ada yang berani beranjak dari tempat kami berkumpul, karena setiap kali mereka mau meninggalkan tempat aku dan ajeng selalu mencandai mereka. Ya, cemburulah, hatinya panaslah ha ha ha hingga kami semua mengantuk dan tertidur tetap di tempat kami makan. Kulihat wajah mereka berlima tampak kelelahan, kuambil selimut dan juga bantal-guling dari kamar cewek dan kamar cowok. Ku selimutkan ke tubuh teman-teman lelakiku ini dan juga teman perempuanku.

“Terima kasih...” ucap pelan rani ketika aku menyelimutkan selimut ketubuhnya

“Eh... sudah tidur, lagi dah malam” ucapku pelan

“mungkin jika tidak ada kamu, kelompok kita akan menjadi sunyi, terima kasih atas kebahagiaanya ar” ucap pelan eri ketika aku menyelimutinya dan aku hanya tersenyum

“aw...” bisiku pelan, karena ajeng mencubit tanganku ketika menyelimutinya

Kutinggalkan mereka dan aku nongkrong didepan rumah. Segelas teh panas dan juga dunhill menemaniku. Kubalut tubuhku dengan selimut tebal agar tetap hangat tubuh ini. tanpa sadar aku tertidur di depan rumah hingga pagi menjelang.

Hari-hari kami lalui bersama-sama,canda tawa dan kebahagiaan terpancar dari semua wajah teman-teman KKN-ku ini. berpoto bersama, berselepi bersama, bergurau bersama adalah hal yang indah yang kami lakukan selama KKN. Hingga waktu itu, malam hari sabtu aku diajak ajeng berjalan-jalan dengan mobilnya kesebuah tempat di dusun kelompok KKN lain berada. Aku diajaknya kesebuah danau yang sangat indah, waktu itu bulan purnama bulan yang sangat sempurna. Mengingatkan aku akan perempuan yang meuji bulan. Ah, kenapa aku bisa ingat akan dirinya lagi. Aku dan ajeng duduk di sampin danau alamin ini. pinggiran danau mirip sekali dengan pantai.

“Ar, indah ya...” ucap ajeng

“ya indah lah, kalau tidak indah mana ada yang mau kesini ha ha ha” candaku

“kamu itu masih sama saja, suka bercanda” ucapnya

“aku masih sama jeng, tidak berubah” balasku, ajeng kemudian berdiri dan perlahan berjalan memasuki pinggiran danau hingga pinggangnya tenggelam

“jangan dalam-dalam nanti tenggelam, mobil kamu aku jual ha ha ha” ucapku

“Ar, kesini” ucapnya tanpa menghiraukan candaku. Aku kemudian berdiri, kuletakan benda-benda berhargaku di dekat tas ajeng. Aku pun ikut menenggelamkan pinggangku tapi aku lebih kedepannya karena jika aku sejajar dengan ajeng hanya sampai pada selangkanganku

“indah ndak bulannya?” ucap ajeng

“indah jeng...” jawabku

“lihat rembulan didanaunya, seperti cermin ya?” ucap ajeng

“Eh... iya jeng” ucapku

“Eh.. cermin? Apakah ini yang dimaksud oleh ayah dan kawanannya” bathinku tersadar akan kata-kata ajeng

“berarti, jika yang dimaksud cermin adalah danau, perumahan ELITE, ada danau disana, apakah pertemuan mereka akan diadakan disana?” bathinku

“Ar...” ucap ajeng pelan memecahkan keheningan antara kami berdua

“iya... mmmmmm....” jwabku namun mulut ini sudah disumpal oleh bibirnya. Aku melangkah mundur dan hingga aku terjatuh di tepian danau yang tak begitu dala. Aku kini duduk dengan perutku tertutup oleh genangan air danau dan ajeng berada di atasku
 
“Jeng, sudah hentik....” ucapku terpotong

“I don’t care abaut what you say, i don’t care abaut your wise word again ar”

“i know that you won’t love me, but i love you ar, meskipun kamu tidak menginginkanku tapi...” ucap ajeng terpotong

“Jeng, jika kamu memaksaku aku akan memben...” ucapku terpotong

“i just want to give you my first time, biarkan aku bahagia denganmu sekali saja ar, sekali saja”

“and if you refuse it, you’ll see my body swiming in here, a body without soul” ucapnya

“jeng jangan nekat, apa kamu gila” ucapku

“Just once, right here, right now, my first time is for you” ucapnya yang kemudian medaratkan sebuah ciuman di bibirku, aku mencoba menolak tapi bisikan ajeng membuat aku tak kuasa.

“please... peluk aku ar, sekali saja buat aku bahagia bersamamu” ucapnya

Kupeluk tubuh ajeng dengan kedua tanganku. Aku kini duduk tegap dengan kedua tangan memeluk tubuhnya. Ajeng kini duduk tepat di atas perutku. Aku dan dia kini saling melumat bibir, pikiran bersihku sudah hilang, logikaku kabur entah kemana. Tanpa aku sadari, ajeng sudah tidak lagi memakai celana dalamnya, aku dapat melihatnya ketika roknya tersingkap ke atas. dengan paksa ajeng menarik celana training yang aku pakai beserta celana dalamku hingga di pahaku. Dan toeeeeeeeng dedek arya tampak segar bugar, sudah lama sekali dia tidak mendapatkan jatah. Wajahnya garang dengan taring yang runcing siap menerjang vagina-vagina yang berada dihadapannya.

Wanita? Ancaman? Aku selalu kalah dengan ancaman seorang wanita. Seakan-akan mereka tahu akan kelemahanku, Ibu, erlina, dan kini ajeng sama-sama meberikan ancamanyang membuat aku luluhb lantak tak berdaya membuat diriku dikuasai oleh nafsu. Kini tanganku dengan penuh nafsu meremas-remas payudara ajeng yang terbungkus oleh kaos tanpa lengan itu.

“ehmmm.... arya, remas terus ar, jadikan malam ini aku milikmu” ucap ajeng yang kemudian menciumku lagi

Kutarik kaos ajeng ke atas dan tersembulah payudara ranum ajeng. Tidak begitu besar dan tidak begitu kecil, kuremas dengan lembut. Ciumanku kemudian turun ke payudaranya membuat ajeng menggelinjang tak karuan.

“Ah ar, hangat sekali lidahmu ohhh....” ucapnya tapi aku tak menjawabnya

Dengan perlahan, ajeng menggesek-gesekan vaginanya kepada dedek arya. sensasi hangat dan dingin menyelimuti dedek arya yang berada didalam air danau ini. tanpa menunggu lama, ajeng melepaskan diri dan memegang dedek arya, diarahkannya dedek arya ke vaginanya. Entah bagaimana dia tahu mengenai posisi ini, mungkin dari film xxx. Tepat ujung dedek arya berada di mulut vaginanya, ditekannya secara perlahan

“Ergh...” ucapnya

“Jeng, sudah jeng kalau sakit kita bisa hentikan sebelum semuanya terja... arghhhh....” ucapku terhenti karena ajeng dengan paksa menekan vaginanya hingga melahap habis dedek arya

“ash ash ash ash ash Penuh sekali ar, burungmu besar sekali, vaginaku penuh erghhhhh....” ucapnya

“jeng... erghhhh....” ucapku merasakan sakit terjepit oleh vaginanya

Ajeng kemudian mulai menggoyang naik turun pinggulnya. Kedua tanganku kini menumpu tubuhku dari belakang. Kusaksikan ajeng memompa dengan perlahan, payudaranya tampak bergoyang pelan. Rasa sakit di awal memang sangat sakit, tak ada pelicin di vagina ajeng namun lama-kelamaan aku merasakan vaginanya terasa licin. Kulihat kebawah tampak sedikit noda merah menempel pada rok putihnya.

“Arya... oh... aku cinta kamu ar, ah ah ah ah... aku bahagia ar ah ah ah ah aku bisa menyerahkan mahkotaku kepadamu owhhh....” ucap ajeng

“owh jeng... arghhh..... yah... mmmmhhhh ssssshhhh...” aku tak mampu berkata-kata hanya mampu mendesah. Tubuh ajeng semakin lama, semakin cepat. Sempitnya vagina ajeng membuatku sangat tidak tahan dengan gerakan anik turunn tubuh ajeng.

“Ah... arya, aku rasanyah pengen pipis owhh... erghhhh.... arya sayang, ajeng sayang sama arya... owh....” ucap ajeng

“jeng owhhh...” desahku, tiba-tiba ajeng berhenti dengan nafas yang tersengal-sengal

“tadi aku pengen pipis tapi pas berhenti kok malah ndak kerasa hash hash hash” ucap Ajeng yang benar-benar sepolos aku ketika pertama kali bersama ibu

“sudah jeng, sebelum owhhh jeng arghhhhhh.....” ucapku dimana ajeng kembali menggoyang tubuhnya.

“arya sayang, ajeng... argh.... ajenh pipiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiisss....”teriaknya

Tubuhnya ambruk, dan memeluku sangat erat. tubuhnya mengejang beberapa kali, terasa cairan hangat memebasahi dedek arya. aku masih bertumpu dengan kedua tanganku dengan nafas sedikit tersengal dan dedek arya masih berenang di dalam vagina ajeng.

“Apakah kamu akan menghentikan ini semua ar? Sekali saja ar, anggap aku sebagai istri kamu, setelahnya aku akan menjadi ajeng seperti dulu lagi, sekali saja ar, aku mohon, setelahnya tidak....” ucap ajeng dengan pipinya yang menempel dadaku

“baiklah istriku, malam ini saja tapi aku mohon setelahnya jangan kau umbar cintamu lagi dan aku minta maaf jika setelahnya akan melukai hatimu...” ucapku yang kemudian memeluk tubuh yang sedang memelukku

“Aku janji ar, setelahnya kamu harus punya pacar, kalau tidak aku akan mengejarmu hingga kamu mau denganku, ingat itu suamiku cup....” ucapnya yang bangkit memandangku dan kemudian menciumku, kami saling melumat bibir.

Kuangkat tubuh ajeng, tangannya kemudian meraih celana dalam yang mengambang. Dengan sedikit kesusahan melangkah karena celana trainingku ada dipahaku, aku angkat dan aku rebahkan tubuhnya di pinggir danau. Dengan posisi konvensional aku pandangi tubuhnya terlebih dahulu.

“Sayang, aku ingin kamu membuka semuanya...” ucap ajeng, dengan wajah datar yang kemudian tersenyum aku membuka kaos yang dikenakannya. Kini tubuh ajeng telanjang dihadapanku, dengan rok yang tersangkut di pinggangnya. Buah dada yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil namu pas segenggaman tanganku. Sekal, ranum dan kencang.

“Istriku.... mmmmm....” ucapku yang kemudian mencium bibir indahnya, tangannya melingkar ditubuhku aku mulai menggoyang perlahan. Terasa sangat licin dan sempit vagina ajeng

“Owhhh aryaaa.... sayaaaang.... mmmmhhhhh... burung kamu mentok di dalam ufthhh.... terus sayang aku ingin kamu puas dan kamu juga puaskan aku... malam ini ahhhh malam ini aku milikmu” ucap ajeg

“Jeng, vagina kamu sempit owh.... terasa menjep.... pithh....arghhh....” ucapku

Aku semakin cepat memompa tubuhku. Nafsuku kembali kepuncak membuat aku semakin brutal dalam menggoyang. Ajeng hanya mampu mendesah, kepalanya menggeleng-geleng ke kanan dan kekiri. Kadang tubuhnya melengking ke atas, payudaranya bergoyang naik turun dihadapanku.

“Sayang... aku mau pipis lagi owh... terus sayangku... aku ingin merasakan spermamu owhhh....” ucap ajeng

“Aku akan keluarkan diluar, supaya....mmmm....” ucapku terpotong karena ajeng meraih kepalaku dan menciumku

“keluarkan didalam, aku mohon... aku ingin merasakan spermamuwhhh owhhh terus... burung kamu oeh... lebih keras sayang, lebih keras cepat..... oh.....” ucap ajeng , tanpa pikir panjang aku semakin cepat meggoyang pinggulku dan...

Crooot crooot croooot croooot croooot croooot croooot

Langsung kupeluk ajeng, tubuh ajeng juga mengejang dan memeluku. Kuciumi leher jenjangnya dan pelukannya semakin erat aku rasakan. Deru nafas kami bersatu dengan suara heningnya malam.

“terima kasih ar, sperma kamu hangat” ucap ajeng

“jeng... apakah kamu ingin hamil dariku...” ucapku

“tidak, cukup tulisan sejarah dalam hidupku tentang malam ini, tidak perlu monumen ar” ucapannya

“maksud kamu?” ucapku

“hi hi hi... cukup ingatan saja, ndak perlu kenang-kenangan, aku sudah persiapkan semuanya” ucap ajeng

Walau aku tidak mengerti maksudnya tapi aku paham bahwa dia tidak ingin memiliki anak dariku. Dan itu membuatku sangat tenang. Lama kami berpelukan, aku bangkit dan kulepas dedek arya. tampak spermaku mengalir keluar dari vaginanya, dengan cepat aku lap menggunakan tanganku. Sedikit rasa sesal ketika melihat bercak merah dirok ajeng.

“Aku menyesal kakak, karena aku mendapatkan perawan lagi he he he” ucap dedek arya

“MATAMU SU (NJING)” bathinku melawan dedek arya

“dari mana kamu belajar jeng?” ucapku memecah keheningan

“aku sudah dewasa ar, dari video teman-teman kosku” ucap ajeng

Aku tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala. Kutarik tubuh ajeng untuk bangkit, kunaikan celanaku. Tanpa dugaanku, ajeng melepas roknya, dan semua pakaiannya dibawanya di kedua tangannya. Aku sempat menyuruhnya untuk memakainya tapi dia menolak karena dia ingin memperlihatkannya kepadaku, hanya untuk malam ini. aku kemudian berjalan bersamanya, kepalanya direbahkannya di bahuku. Hingga di depan mobilnya,

“Suamiku, istrimu ingin sekali lagi sebelum matahari terbit, karena ini malam pertama dan terakhir bagiku” ucap ajeng yang berjalan mendahuluiku dan bersandar di depan mobil

“Sekarang aku ingin kamu yang menginginkannya” lanjutnya, aku hanya menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum kepadanya, aku dekati tubuh telanjang itu dan kubalik tubuhnya. Tanpa berpikir panjag aku turunkan celanaku

“Gaya anjing sayang...” ucap ajeng

“biar istriku tahu rasanya he he he” ucapku

“Suamiku nakaaaaal” ucap ajeng

Dan blesss.... masuk semua dedek arya kedalam mantan vagina perawan ini. kupeluk tubuhnya degan kedua telapak tanganku meremas kedua buah susunya. aku menggoyang dengan cepat, membuat aku semakin tidak tahan.

“terus sayangku... terushhhhhh aarghhhh... buat istrimu ini selalu mengingat malahhhhh inihhh owh....“racaunya

“suamimu ini juga akan mengingatnya owhhh....” ucapku

Lama sekali dalam posisi ini tanpa berganti. Kugoyang semakin cepat, sempitnya vagina ajeng membuatku semakin kalang kabut. Kugoyang dan kugoyang, kuciumi punggung indah nan putih ini. semakin keras dan cepat, hingga aku hentakan dengan keras dan sangat dalam....

croooot croooot croooot croooot croooot croooot croooot

kupeluk dengan sangat erat tubuhnya. Tubuhnya juga ikut mengejang tanpa ada satu kata terucap dari kami berdua. Kubalik tubuhnya dan terlepaslah dedek arya dari vagina ajeng. Ku lihat senyuman kebahagiaan dari wajahnya. Aku pun juga merasakan kebahagiaan, kupeluk tubuhnya sekali lagi dengan sangat erat. setelahnya aku dan ajeng masuk ke dalam mobil. Kulihat jam di sematponku menunjukan pukul 03:00. Dalam perjalanan pulang ajeng memakani satu persatu pakaiannya. Tiba-tiba dia buka celana trainingku dan bleppp dikulumnya dedek arya

“Jeng sudah, aku tidak bisa konsenn essssshhhhhh...” desahku

“Mulutku masih perawan, slurppp slurppp...” ucapnya, aku hanya bingung kenapa tak ada rasa sakit ketika dikulumnya. Bahkan kulumannya tampak sangat profesional, membuat aku kelojotan hinga aku menginjak pedal rem dan berhenti sejenak menikmati oral seks dari ajeng.

“jeng aku mau keluar....” racauku

“mmm.... mmmm” ucap ajeng yang tambah bersemangat mengulum dedek arya

croooot croooot croooot croooot croooot croooot

tumpahlah spermaku dimulut ajeng. Semua ditelan dan bahkan dijilatinya sisa-sisa yang ada di dedek arya. setelahnya kami berciuman agak lama. Tanpa ada sepatah kata, aku melanjutkan lagi perjalanan pulang. Hingga akhirnya kami sampai di posko KKN kami.

“uuuuhhhh capeknyaaaaa....” ucap ajeng yang keluar dari mobil dengan mengangkat kedua tangannya

“sama he he he” ucapku dengan senyum cengengesan, didekatinya aku dan kami berciuman di depan posko KKN kami.

“Sudah dua aku berikan, yang satunya buat suamiku nanti hi hi hi” ucap ajeng yang langsung berjalan didepanku, kuraih tangannya.

“jeng, jika kamu baru pertama kali kenapa waktu kamu kulum punyaku ndak ada rasa sakit?” ucapku

“ketahuan dah pernah ya? Hi hi hi” ucapnya. Aku hanya tersenyum dan menggaruk-garuk kepala belakangku

“latihan pake mentimun, tahu sendiri kan kalau teman-temanku semuanya pemain. Aku sebenarnya risih, tapi temanku ngajari aku begitu. Di depan aku jaim, tapi pas dikamar aku latihan sendiri hihihi” ucapnya, kukecup kembali bibirnya dan dia tersenyum

“terima kasih, ini adalah kenangan terindahku” bisiknya

Kami kemudian masuk ke dalam posko, tampak sepi dan hening hanya suara dengkuran yang aku dengar. Ajeng langsung merendam pakaiannya dan aku berganti pakaian dan tidur hingga pagi menejelang.

“niiiih.... tahu kan?” ucap ajeng, yang duduk dengan membawa segelas air putih tepat disebelahku. Menunjukan sebuah pil yang masih terbungkus. Ya, aku bangun kesiangan dan langsung ngopi dan menyulut dunhill di depan posko. Teman-temanku yang lain semuanya pergi tamasya, menikmati hari-hari terakhir KKN.

“itu kan?” ucapku

“ssssssttttt.... pil KB, aku kan dah janji sama kamu hihihi” ucapnya dan kemudian meminumnya

Hari berganti aku dan teman-teman KKN-ku terus menikmati masa-masa terakhir di desa ini. Dan Well well well wewe gombel, KKN pun berakhir. Sedih juga ketika aku harus berpisah dengan mereka. Apalagi setelah kebersamaan dengan mereka selama 6 minggu. Tapi mau tidak mau semuanya harus berakhir dan berpisah.

Kini aku sudah dirumah, ibu tidak ada dirumah apalagi ayahku. Ibu sudah aku kabari kalau KKN-ku sudah selesai namun ibu masih harus di rumah kakek. Ayah, entalah apa yang dia pikirkan dan lakukan sekarang. Hari demi hari sudah aku lalui, kadang aku tersenyum kadang aku malu. Ingatanku kembali ketika aku pertama kali dengan Ibu, kemudian tante ima, mbak maya, tante wardani, mbak erlina, mbak echa, mbak ela dan terakhir adalah ajeng. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku mengingat semua kejadian yang telah terjadi. Aku duduk termenung dan senyum-senyum sendiri di pinggir tempat tidurku. Ingatanku pun kembali ke masa dimana aku mulai mengetahui kelakuan ayah, bagaimana dia dan om nico memperlakukan tante war dan juga orang-orang disekitarnya. Kakek wicaksono dan nenek mahesa pun masuk kedalam ingatanku. Mbak erlina anak dari KS, mbak ara anak dari si buku. Aneh juga kan? Seiring berjalannya waktu aku semakin menemukan banyak petunjuk.

Pada saat langit berwarna pelangi
Seribu doa terucap
Di cermin darat untuk sang rembulan
Sudah aku pecahkan, dan aku sudah tahu tempat cermin darat untuk sang rembulan, adalah sebuah danau. Jika benar, mereka akan bertemu di malam tahun baru tepatnya di perumahan ELITE tempat dimana arghhhh kenapa harus nama itu kembali muncul.

I’m on my way I’m on my waaaaay home sweet home. Ringtone sematpon. Ibu

“Ya bu”

“kamu sudah pulang nak, maaf ibu tetap dirumah kakek sampai besok minggu. Bagaimana KKN kamu?”

“baik, bu. Ndak papa bu asal ibu aman disana”

“Kepingin ndak?”

“Eh... ndak bu”

“dapat ya disana?”

“Ibu maaf”

“ndak papa, yang penting kamu tidak menjadi penjahat saja hi hi hi”

“ndak lah bu”

“ya sudah, ibu mau kumpul-kumpul lagi sama pakdhe dan tante kamu mereka semua ada disini. Oh iya dia lagi perjalanan dinas selama dua bulan sampai besok minggu depan, wong pas ibu minta ijin malah dia yang nyaranin ibu suruh keruma kakek hi hi hi”

“iya bu, salam buat mereka. Begitu ya bu, baguslah kalau begitu rumah ini jadi damai”

“iya iya, lebih damai lagi kalau ada ibu kan?”

“iya sih he he he “

“dah dulu ya sayang, dadah sayang muach”

“muach juga”

Hari berganti, sejak aku tiba hari senin di rumah. Tak ada yang aku kerjakan selain tidur, bangun, makan nonton TV dan sedikit bokep. Indah dan enak bukan, semua tersedia dirumah, aku sekarang menjadi anak rumahan seperti yang lainnya. Tak pernah aku membuka BBM-ku kecuali ada pesan masuk, sekalipun ada pesan masuk aku hanya membalas seperlunya saja dan tak pernah aku membuka update status dari kontak-kontak BBM-ku. Malas! Kalau harus membaca namanya. Aku sadar aku salah, tapi aku sudah bertekad untuk berhenti berharap dan mundur!

Hingga di sabtu pagi ini aku keluar untuk membeli rokok. Maklumlah sehari bisa satu bungkus dunhill karena tidak ada kerjaan dan hanya bermalas-malasan saja. Menunggu ya hanya itu yang aku bisa lakukan, tak ada informasi tambahan dari emaiil dan sematpon KS yang membuatku tak bisa bergerak lebi jauh lagi. Aku hanya memikirkan jalan supaya aku bisa berada di danau itu untuk mengetahui siasat mereka.

“berapa bu?” ucapku di depan warung

“17.200 mas” ucap ibu warung

Ku ambil dompetku, ku buka uangku hanya 17.000,-. Di dompetku ada saku kecil dengan penutup perekat yang sudah lama sekali tidak pernah aku buka. Ketika aku buka bukannya menemukan uang malah menemukan kalung monel dan sebuah gantungan cincin. Aku malah bingung, kenapa ada kalung dalam dompetku.

“Bu kurang dua ratus nanti aku balik lagi ndak papa ya bu?” ucapku

“Ya ndak papa, biasanya juga beli disini kok ya bisa kurang to mas?” ucap ibu warung

“Hehehe biasa bu, lagi ndak dapat uang saku” ucapku

Aku kemudian kembali ke rumah, dengan sejuta pertanyaan tentang kalung ini. entah ini kalung siapa, aku hanya memandangnya ketika aku duduk di meja komputerku. Tak pernah aku ingat, kalung ini milik siapa. Kuletakan kalung itu di atas meja komputerku. Hingga malam menjelang karena tak ada pekerjaan apapun aku kemudian pergi ketempat dimana aku bisa melihat rembulan. Tempat dimana aku mengajak ibu dan bu di... arghhh... ku tancap gas dan sampailah aku disini. Aku duduk di bangku yang biasa aku duduki. diujung bangku dengan sekaleng W&A dan dunhill menemani kesendirianku.

“Ar....” ucap seorang wanita.

Aku menoleh ke arah suara itu. Aku memandangnya setelah sekian lama aku tak berjumpa dengannya. Hanya suaranya yang terakhir aku dengar dari dalam telepon ketika aku memutuskan untuk menjadimahasiswa yang baik. Ya dia bu dian.

“Eh....” ucapku terkejut

“Boleh aku duduk” ucapnya pelan

“Silahkan bu, saya juga sudah selesai kok” ucapku sambil berdiri

“Saya pulang dulu bu, silahkan dipakai bangkunya” ucapku tersenyum kepadanya dan kemudian melangkah pergi membelakanginya

“AKU MOHON JANGAN PERGI LAGI! AKU MOHON!”

“Aku tidak ingin berpisah denganmu lagi untuk waktu yang lama, sudah cukup bagiku sekali saja berpisah darimu dan melihatmu menghilang dari kaca jendela bis”

“AKU MOHOOOOOOOOOOOOOOON ARYAAAAAAAAAAAAAAAAAA hiks hiks hiks hiks hiks hiks” ucapnya terisak, ucapannya membuatku berhenti melangkah

“jangan pergi lagi hiks hiks hiks jangaaaan hiks hiks hiks aryaaaa hiks hiks hiks” isaknya

“Bis?” bathinku

Aku menoleh ke arah wanita yang terduduk dengan kedua kakinya menekuk kebelakang. Wajahnya tertunduk melihat kelantai jalan ini. Kedua tangannya menutupi wajahnya, dapat kulihat air mata mengalir dari sela-sela jarinya dan menetes kebawah. Ingatanku kembali kemasa itu, masa dimana aku....
 
Apa kabar suhu?
mohon maaf jika update agak sedikit lama, nubie harap agan dan suhu tidak marah he he he
maaf ya suhu dan agan, karena update kemarin tgl 26 jadi ya kalau satu minggu belum update harap maklum karena nubie juga punya RL yang lumayan sibuk,
ditambah lagi waktu mengetik tidak hanya 1-2 jam, sekalian nyari inspirasi suhu dan agan...
dan mohon maaf sekali lagi jika tulisan nubie belum sesuai harapan agan dan suhu
semoga update kali ini, berkenan dihati agan dan suhu...

kritik dan saran suhu juga sangat membantu nubie :)

and spesial thanks untuk agan-agan dan suhu-suhu yang sudah memberikan "thanks" "GRP" dll
untuk CrazySka and kang soleman makasih buat udah ngeklik thanks, sudah ada dikulkas :D
 
whew,update terpanjang yang pernah ane baca.
great job! :jempol:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd