Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Wild love????

Bimabet
mungkin cerita seperti ini yg bikin kita jadi arwah penasaran.... penasaran ama lanjutan.... eekkekkeke...
ts nya jago bangeeeetttt
ibarat tinggal keluar diujung, eh ada yg ketok pintu....
dilanjut ya suhuuu....
 
Terima kasih buat komennya, :((
sambungan 27 sedang dalam proses editing
nubie usahakan malam ini update suhu dan agan

sekali lagi jika ada yang kurang pas, mohon komennya suhu dan agan hiks :((
 
nungguin ah, TS-nya udah janjiin updatetan
 
Disebuah tempat kami berkumpul setelah sekian lama kami, Geng koplak, tidak pernah berkumpul. Sebuah taman berbentuk lingkaran dan disamping kanan kirinya berjajar pohon-pohon besar. Aku sedang bersembunyi dengan maksud membuat terkejut wanita yang sedang berjalan itu, Bu Dian. Lama aku menunggu wanita itu tak kunjung datang. Aku keluarkan kepalaku untuk menengok ke arah wanita tersebut.

Jantungku tercekat, mulutku berhenti berdetak, mataku seakan bisu, mulutku seakan tuli, telingaku seakan buta dengan apa yang ada didepan sana. Kulihat Bu Dian dengan dress sedikit ketat dengan lengan baju hanya menutupi sebagian kecil lengannya dihiasi celana jeans pensil ketat berwarna hitam. Dia berdiri dihadapan Seorang laki-laki yang sedang berlutut dihadapanya dengan memegang kedua tanganya. Laki-laki itu tak lain adalah pak Felix dan disamping tempat mereka berdiri ada sebuah mobil yang sewakt itu berpapasan denganku ketika aku mengantar Bu Dian. Ya sekarang aku ingat itu adalah mobil pak felix yang sering aku lihat di tempat parkir Dosen. Keberadaan mereka memang tidak bisa aku lihat dari tempat aku berkumpul karena tertutup pepohon besar. Aku kemudian menarik kepalaku dan bersandar di pohon dengan pandanganku menerawang ke dedaunan.

“Ar... sudahlah” ucap wongso yang menepuk pundakku yang tiba-tiba berada di sampingku. Mungkin dia tahu kenapa apa yang aku lihat.

“hhhaaaaaaaaaaaaaaassssssssssssssssssssh.....” hela nafas panjangku

“Ayo kita kembali” ucap Wongso, sembari membalikan badannya dan menarik bahuku

“Kamu masih ingatkan percakapan kita ketika SMA jika menemui hal seperti ini” ucapku pelan

“Ya mendatanginya, memberikan selamat dan ikut berbahagia di dalamnya”

“Tapi itu tidak perlu kamu lakukan ar...” ucap wongso yang segera aku tinggalkan dia

“Kamu tetap disini” ucapku menyingkirkan tangannya dari bahuku lalu beranjak meninggalkannya

“Hei ar... arggghhhhh” cegah wongso tapi aku sudah melangkah ke arah mereka. Dengan tatapan senyuman ke arah mereka berdua yang belum menyadari aku sedang berjalan ke arah mereka.

“Bu Dian, Pak Felix! Haiiii....” teriakku kepada mereka, membuat mereka terkejut sesaat. Aku berlari kecil kearah mereka.

“Oh Hai...” Ucap Pak Felix, yang kemudian bangkit dari berlututnya

“Ar....ya...” ucap Bu Dian dengan sangat pelan, terlihat wajah kebingungannya

“Wah kok disini bu, pak?” ucap ku, sambil menyalami merek berdua. Tatapan mata Bu Dian terhadapku menjadi tatapan sendu, kemudan dia sedikit membuang mukanya. Pak felix masih sedikit heran dengan kedatanganku

“Kamu?”

“apa kamu mahasiswa kelas saya?” ucap pak felix kepadaku

“Iya pak masa lupa, saya yang hari selasa pukul 08:30 itu lho pak, kelas paling rame waktu pak felix kenalan” ucapku

“Oh iya... iya, yang ramai itu ya”

“Lho kok kamu disini?” ucap Pak felix

“Itu pak, sedang kumpul-kumpul sama sahabat-sahabatku semasa SMA pak, tadi lihat Bu Dian sedang berjalan makanya saya kesini pak” ucapku sambil menunjuk tempat sahabat-sahabatku berkumpul

“Mana? Ndak ada?” ucap pak felix yang celingukan mencoba mencari teman-temanku

“Kalau dari sini kelihatan pak, kalau dari situ ketutup pohon pak” ucapku dengan senyum lebar

“Oh ya pak, sedang apa nih pak, bu? Bu Dian kok Diam saja bu?” ucapku

“Ndak ngapa-ngapain kok Ar” ucap Bu Dian pelan wajahnya masih sedikit shock dengan kehadiranku

“Kamu kenal sama dia sayang?” ucap Pak Felix

“Sayang? Hmmm... benar semua yang aku baca selama ini hanya halusinasi” bathinku dengan wajah tersenyum

“Saya itu mahasiswa bimbingan Bu Dian, Bu Dian itu pinter lho pak, saya saja langsung ditunjuknya untuk menjalankan KTI yang juara satu tapi sedikit modifikasi pak he he he” pujiku kepada Bu Dian dengan senyum selengekan

“Oooooo....” ucap Pak felix

“Kok malah pada bengong Bu, Pak? Wah saya mengganggu ni ya?” ucapku sambil sesekali melirik kearah Bu Dian yang masih nampak kebingungan dengan kehadiranku

“ndak ganggu Ar,santai saja” ucap Pak felix

“Kayaknya kok sedang serius nich, ada yang bisa saya bantu pak , bu?” ucapku

“emmmm.... Ada Ar, Kamu bisa?” ucap Pak felix

“Wooo siap! Untuk Dosen, seorang mahasiswa wajib menuruti pak he he he” ucapku

“Oke kalau begitu kamu tolong saya, rekam saya ya, ini” ucapnya sambil menyerahkan sematpon bergambar durian kroak

“Oke pak siaaaaaaap!” ucapku dengan wajah sumringah

“Direkam? Memangnya mau apa?! Sudah Arya kamu pulang saja!” ucap Bu Dian yang tidak kami berduagubris

Aku berdiri mundur kira-kira 3 meter dari tempat Pak felix dan Bu Dian. Pak felix kemudian berlutut dihadapan Bu Dian dan memegang kedua tanganya.

“Dian, aku ingin kamu menjadi ibu dari anak-anakku, maukah kamu menjadi istriku?” ucap pak felix. Aku hanya tersenyum melihat kejadian itu, walau sakit yang kurasa harus menghadapi wanita yang dengan segala keindahannya sedang dilamar oleh lelaki lain. Bu Dian tampak sedikit ling-lung dalam menjawab kata-kata dari pak felix. Dia kadang-kadang melihat kearahku yang sedang memgang sematpon pak felix.

“Sudah Ar, ndak usah direkam!” ucap bu Dian sedikit membentak

“Ndak papa bu, kan momen indah harus di abadikan, betul gak pak felix?” ucapku

“Benar kata Arya, sayang, kamu fokus saja ke aku” ucap pak felix membenarkan perkataanku

“Eh... Aku... aku...” ucap Bu Dian terbata-bata

“Terima! Terima! Terima! Terima! Terima! Terima!” teriakku dari belakang kamera sematpon. Tampak Bu Dian kaget dengan teriakanku itu, aku hanya mampu berteriak dengan wajah sumringahku. Dengan satu tangan menggenggam sematpon dan satu tanganku memukul langit.

“Ayo dong Bu diterima, Bu Dian dan Pak Felix sudah cocok lho, sama-sama dosen favorit di kampus”

“Ayo terima! Terima! Terima!” teriakku kembali. Pak felix masih dalam posisi berlututnya dan memandang Bu Dian dengan penuh harap. Dengan tiba-tiba pak felix mengeluarkan sebuah kotak, dikeluarkannya sebuah cincin dan dipakaikannya di jari manis Bu Dian. Bu Dian tampak sedikit kaget dengan perlakuan pak felix, nampak dia mencoba menolaknya tapi cincin itu sudah masuk ke jari manisnya.

“Jika kamu menerimaku, pakailah cincin ini selamanya” ucap Pak Felix

“HOREEEEEEEEEEEEEEEEE! CIHAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!” teriakku kegirangan dengan penuh kekecewaan dalam hati

“Arya sudah hentikan rekamannya!”

“Felix tidak seharusnya kamu melakukan ini dihadapan mahasiswa” ucap Bu Dian sedikit membentak kemudian menarik tangannya

“Apapun akan kulakukan demi kamu sayang” ucap pak felix, aku masih tersenyum

“Ibu senyum dong, kan ini momen bahagia Bu Dian masa Bu dian cemberut, Ayo Bu Dian senyum biar kelihatan cantiknya” ucapku, Bu Dian nampak begitu marah dengan ulahku tapi tak bisa diungkapkannya karena ada pak felix dihadapannya

“Sudah, matikan rekamannya! Aku tidak suka felix!” ucap Bu Dian sedikit membentak

“Jangan marah gitu sayang, ntar jadi jelek lho he he he” ucap pak felix

“Iya bu ndak usah marah gitu”

“Pak felix Sudah apa belum?” ucap ku, dan dijawab dengan anggukan oleh pak felix dan acungan jempol. Aku kemudian mematikan kamera pak felix. Dan melangkah kearah mereka.

“Wah selamat ya pak!” ucapku kepada pak felix sambil memeluknya.

“Selamat Bu, wah kalau Bu Dian dipeluk bisa-bisa mata kuliah pak felix dapet E nih aku he he he” ucapku dengan nada bercanda. Aku hanya menyalami Bu Dian dengan wajah dan senyuman ramahku dengan badan sedikit membungkuk. Tampak raut wajah gelisah terlukis di wajahnya.

“Makasih ya Ar..” ucap Pak felix

“Yuhuuuuuuuuuuuuuu... akhirnya aku menjadi saksi cinta pak felix dan Bu Dian, nilainya ditambahi ya pak he he he” ucapku bercanda dengan sedikit berjingkrak di hadapan mereka

“Tak tambahi 0,1 ya ha ha ha” ucap pak felix

“Ya pelit amat pak”

“0,05 deh pak he he he” ucapku bercanda, disambut tawa oleh pak felix. Kulihat Bu Dian,wajahnya masih penuh dengan kebingungan. Tak ada senyuman yang terlukis di wajahnya dan tak ada sedikitpun gurat wajah kebahagiaan. Pak felix masih memandangku dengan tawa, kulihat tatapan mata Bu Dian ada sedikit penyesalan di dalamnya.

“Selamat ya Bu Dian” ucapku, dia semakin nampak linglung dengan sikapku

“Sekali lagi, selamat untuk Bu Dian selaku Dosbing saya dan Pak Felix Selaku Dosen terkeren saya, semoga perjalanan cinta kalian menjadi sebuah sejarah yang tak akan terlupakan oleh Bapak maupun ibu setelah menikah dan mempunyai banyak momongan” ucapku sambil membungkukan badan ala orang jepang

“Makasih banyak Ar...” ucap Pak felix

“Kalau begitu, Pak... Bu... Saya mohon undur diri dulu, mau kumpul-kumpul sama anak-anak” ucapku

“Okay, becareful” ucap pak felix. Aku kemudian melangkah membelakangi mereka berdua.

“Arya!” panggil Bu Dian tapi aku tidak menghiraukannya

“Pak Felix, Bu Dian...” ucapku dan berhentii sejenak membelakangi mereka

“Dua menjadi satu selamanya!” teriakku, dengan mengangkat tanganku membuka dua jari tanganku dan menyatukannya kembali. Aku kemudian menoleh kebelakang dengan senyuman khasku dan kemudian berlari ke arah pohon tempatku bersembunyi. Dan wongso masih disana. Aku sudah tidak tahu apa yang terjadi di belakangku

“Kamu memang lelaki kuat Ar, berbeda denganku” ucap wongso yang ada dihadapanku

“ayo, mereka sudah menunggu” ucapku sambil melewati wongso sambil menepuk bahunya

“Ar, mungkin jika kamu adalah aku, aku mungkin akan memaki mereka berdua” ucap Wongso

“It's okay, to be a little broken, because Everybody's broken in this life”

“it’s just life” ucapku dengan senyuman ke arahnya. Aku dan wongso kemudian kembali ke tempat kami berkumpul. Dengan serentak semua orang yang berada di tempat itu berdiri.

“Kita ke warung wongso saja, cari gratisan” ucap anton

“iya, disini banyak nyamuk” ucap Aris

“Uangku juga sudah habis, ke wongso saja” ucap Udin, semuanya akhirnya beranjak dari tempat duduknya ke arah motor kami. Mereka berjalan melewatiku satu persatu dari mereka menepuk bahuku

“Sudah lah, disini juga ndak apa-apa kan?” ucapku. Tanpa mendengarkan ucapanku mereka semua naik ke motor mereka dan menyalakannya

“Cepet Su!(Cepat njing)” teriak wongso. Aku sudah tidak bisa berkutik lagi dan kami akhirnya pergi dari tempat itu menuju warung wongso. Kami berputar melewati taman dan kemudian lurus melwati tempat Bu Dian dan Pak Felix aku berhenti tepat di depan Bu Dian dan Pak Felix dengan jarak kira-kira 5 meter. Semua motor sahabat-sahabatku berhenti didepanku

“PAK! BU! SELAMAT YA! KALAU NIKAH AKU DIUNDANG LHO!” teriakku sembari mengangkat tanganku dan menggoyangkannya di udara

“Doakan ya!” teriak pak felix. Bu Dian menatapku dengan tatapan kosong ke arahku. Kutarik gas REVIA kembali dan aku melaju melewati sahabat-sahabatku yang kemudian membuntutiku dari belakang.

“Bu Dian... sekarang aku benar-benar sudah mantap dengan keyakinanku, bahwa aku tidak pantas mengharapkanmu apa lagi memilikimu. Kau terlalu indah untuk aku yang kotor ini” bathinku. Motor melaju dengan cepat tanpa mempedulikan mereka yang dibelakangku. Lampu merah aku tabrak tanpa mempedulikan tilang polisi. Dan sampailah aku di warung wongso. Warung tersebut sudah tutup dan dibuka kembali oleh wongso agar kita semua bisa berkumpul di dalam. Satu-persatu dari mereka masuk ke dalam warung dan aku masih di atas motorku. Para pacar sahabat-sahabatku masuk ke dalam rumah wongso.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA” Teriakku keras. Beberapa dari sahabat-sahabatku terlihat menengok ke arahku. Lalu aku masuk dan duduk di bangku yang dekat dengan pintu keluar masuk warung. Aku duduk bersandar dengan pandangan ke jalan di luar warung. Mereka semua terdiam seakan-akan ikut merasakan apa yang aku rasakan.

“Arya, Arya tidak apa-apa?” ucap Dira mencoba memecah kesunyian. Aku menoleh ke arah Dira dengan tatapa tajamku

“takuuuut hiiiiiiiiiiii” ucap dira ketakutan dan bersembunyi di balik tubuh karyo. Tampak sedikit wajah ketakutan di wajah mereka semua.

“Maaf, maaf, ndak papa bro he he” ucapku. Semua sahabatku seakan tahu apa yang ada dalam pikiranku. Mereka tidak berani memulai pembicaraan dengan keadaanku yang masih labil.

“Oh ya, katanya ada yang penting ada apa bro?” ucapku memecah kesunyian

“Tidak ada ndes, tenang saja, tenangkan pikiranmu dulu” ucap Joko

“Sudahlah, aku tidak apa-apa, ayo segera kita mulai saja. Kadar masalah koyo ngono wae, enteng kanggo aku (hanya masalah seperti itu, ringan buat aku)” ucapku. satu persatu dari mereka semua kemudian memukuli kepalaku. Suasana kemblai menjadi riuh dengan canda tawa kami. Tiba-tiba anton mengeluarkan sebuah kartu identitas dan diberikannya kepadaku. Ku baca bagian atas kartu identitas itu “IN = Intelejen Negara” aku tercekat mana kala aku melihat nama yang tertera dibawahnya adalah nama lengkap Anton

“Eh... apa maksudnya ini? Kamu anggota IN? Ha ha ha” ucapku

“Anton akan menjelaskan semua” jawab wongso

“Aku anggota dari IN, Aku sedang menyelidiki Ayahmu, makanya aku meminta mereka semua berkumpul” ucap Anton

“Eh...” aku terkejut dengan perkataan anton

“Halah, jangan sembarangan mana mungkin kamu anggota IN?” ucapku

“Ar, kamu tahu kan aku pernah membobol beberapa website pemerintah ketika aku SMP? Ketika itu IN mengetahui aku dibalik dalang semua itu. aku di tangkap oleh IN dan karena aku masih SMP aku dilatih oleh mereka untuk menjadi bagian dari mereka. Kamu tahu sendiri kan sewaktu SMA aku paling jarang masuk ke sekolah karena aku dalam masa pelatihan” ucap Anton dan aku hanya menatapnya dengan pandangan kosong

“Setelah lulus SMA, aku kemudian dipekerjakan di bagian jaringan. Hingga kepala divisiku menyuruhku untuk menyelidiki Mahesa Wicaksono. Mereka tahu jika itu adalah Ayah dari sahabatku sendiri jadi daripada nantinya tindakanku menyakiti hati sahabatku sendiri, aku menemui mereka semua terkecuali kamu untuk meyakinkan mereka mengenai misiku. Sebenarnya aku hanya bawahan dari komandan misi ini, tapi aku diperbolehkan oleh komandanku untuk mengikutsertakan kalian tapi bukan sebagai prajurit tetapi pengumpul informasi karena dalam misi ini, Nyawa adalah taruhannya. Dan hari ini adalah hari dimana aku berterus terang kepadamu agar jika kelak nanti aku menangkap Ayahmu. Kamu tidak dendam kepadaku. Aku ingin kamu berkerjasama denganku” ucap Anto. Kupandangi wajahnya dengan tatapan mata seriusnya, aku semakin yakin bahwa dia tidak berbohong kepadaku dan kemudian aku tersenyum, membuat beberapa sahabatku termasuk anton terkejut kecuali wongso. Aku terdiam sejenak berpikir, jujur saja aku tidak bisa bergerak sendirian aku butuh teman untuk bergerak.

“Aku tidak tahu apakah ini benar atau tidak, tapi...” ucapku

“Maafkan aku Ar, tapi ini sudah menjadi misiku untuk menyeleidikinya. Dan aku harap...” ucap Anton. Kusulut sebatang dunhill dan kuhempaskan asapnya ke alngit-langit warung wongso

“Haaaassssssssssssssh....”

“Aku sudah tahu kebusukan Ayahku, Dia telah membuat hidup banyak orang sengsara. Jika semuanya aku ceritakan disini walau 1 juta halaman tidak akan cukup”

“Aku tahu ini misi Anton tetapi secara pribadi, ini adalah keinginanku untuk mengakhiri kiprahnya. Aku tidak peduli dengan IN atau apalah yang ingin menangkapnya, yang jelas harus aku orang pertama yang menyingkirkannya”

“dan sebenarnya aku tidak ingin kalian tahu dan aku tidak ingin kalian ikut di dalamnya. Jika aku mati aku akan mati sendiri” ucapku sembari memandang mereka satu persatu

“Aku tidak mau...” ucap Aris

“Tidak mau kalau kamu bergerak sendiri, aku harus ikut he he he” lanjut aris

“aku harus ada disitu, cat kadang kalau mau berkelahi ndak ngajak-ngajak, kan enak tuh kalau tawuran bareng-bareng mengenang masa SMA” ucap Karyo

“Iyo... dia suka ninggal aku” ucap Udin yang mengangguk ke arahku

“Kalau ikut semua aku juga ikut, aku kan paling cantiiiiiiiik he he he” ucap Dira

“Aku juga, kasihan kalian nanti tidak ada makanan gratis” ucap Wongso

“yang penting ojo kondo-kondo” ucap joko

“Lumayan ada pekerjaan, aku ikut” ucap Parjo

“Pamer Gigi ah.... ikut” ucap tugiyo

“Dewo terdepan...” ucap Dewo. Aku tersenyum melihat mereka semua. Entah aku bahagia atau tidak tapi mereka semua menatapku dengan tatapan keseriusan.

“Bagaimana kalau nyawa kalian terancam?” ucapku

“Geng koplak itu jalan dulu, yang lain dipikir belakangan” ucap mereka serentak. Mereka mengulurkan tangan mereka dan menumpuknya menjadi satu dihadapanku. Aku hanya tersenyum dan menaruh tanganku diatas mereka.

“KOPLAK!” teriak kami bersama sambil mengangkat dan menjatuhkan tangan kami semua secara bersamaan. Aku memang tidak yakin kumpulan anak-anak yang baru berumur 20-an ini apakah benar-benar bisa membantuku. Tapi dengan adanya anton, mungkin bisa menata pergerakan kami agar lebih tertata

“Terus ton apa rencanamu?” ucap wongso

“Okay, begini, untuk sementara kalian lakukan kesibukan kalian seperti biasa tidak usah menjadikan misi ini sebagai menu utama harian kalian. Tugas kalian adalah mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang Ayah Arya dan kawan-kawannya, mungkin saja ketika kamu melihat mereka kalian bisa mengikutinya, karena kalian tidak akan dicurigai sebagai anggota Penegak Hukum ataupun IN. Perlu kalian ketahui, pergerakan kamipun sangat terbatas karena jika kami yang selalu mengawasi mereka, ketakutan kami adalah mereka akan segera menyadarinya. Jadi aku berharap banyak kepada kalian sebagai kepanjangan tangan IN. Jika nanti aku calling kalian harus siap, sekarang posisi mereka sedang merencanakan sesuatu aku mendapat informasi ini dari rekan kerjaku. Target kita sekarang bukan hanya ayah arya tapi juga beberapa kepala instansi pemerintahan di daerah ini. sekarang mereka sedang merencanakan sesuatu tapi aku tidak tahu, peregerakan mereka sekarang masih dalam batas wajar. Kita tidak bisa saja menggerebek mereka karena kita tidak mempunyai bukti akurat. Untuk semuanya, selama melakukan kesibukan sesekali mencari informasi mengenai mereka. Arya kamu anaknya, pastinya tahu banyak” ucap Anton

“Maaf nton, untuk sekarang ini aku tidak bisa memberitahukan bukti-bukti kepadamu” bathinku

“Belum ada, tapi ada beberapa kebengisan yang dilakukannya terhadapa orangtuanya. Selebihnya akan aku beritahukan jika ada informasi tambahan” ucapku

“Hmmm... itu tidak dapat dijadikan bukti”

“Okay, kita berkumpul lagi jika kalian semua mendapat informasi baru. Sekarang kita berpisah dulu, aku mengandalkan kalian karena kalian semua sudah aku ajukan sebagai tim bayanganku kepada kepala divisiku dan mereka menyrtujuinya. Arya apakah kamu bisa aku percaya?” ucap Anton

“Sebenarnya aku bermaksud menyelesaikannya sendiri ton. Dan sebenarnya aku malu ketika kalian semua tahu mengenai Ayahku” Ucapku kepada Anton.

“Maafkan aku, tapi kiprah Ayahmu sudah terlalu jauh merugikan negara dan daerah ini” ucap Anton. Aku hanya memandangnya dan tersenyum kepadanya. Pertemuan itu berlanjut hingga malam dengan canda tawa kami, hingga akhirnya mereka semua pulang satu–persatu. Tinggal aku, anton, dan wongso.

“Ton, biarkan aku mendalami Ayahku terlebih dahulu, aku sebenarnya punya bukti tapi jika bukti itu aku berikan sekarang, aku tidak akan puas karena kamu pasti akan bergerak terlebih dahulu, biarkan aku berjalan sendiri terlebih dahulu” ucapku

“Eh...”

“Baiklah, tapi kamu tetap dalam pengawasanku Ar” ucap Anton

“Ingat Ar jika ada bahaya kamu hubungi kami”

“dan satu hal lagi, Benahi dulu hatimu Ar” ucap Wongso sambil menepuk bahuku

“Benar Ar kata wongso” ucap Anton yang tersenyum kepadaku

Akhirnya aku berpisah dengan mereka semua, dan aku pulang dengan seidkit motivasi. Tapi motivasi itu sekejap hilang ketika ingatanku kembali kepada Bu Dian. Di dalam kamarku aku merasa sendiri, aku butuh seseorang untuk diajak berbicara mengenai semua yang terjadi. Ibu, Aku benar-benar kagen dengannya. Ku buka kembali sematponku dan ku buka ada beberapa notifikasi pesan BBM dari Bu Dian.

From : Bu Dian
PING!
From : Bu Dian
Arya...
From : Bu Dian
Buka pesanku
To : Bu Dian
Iya Bu
Naik naik kepuncak gunugng tinggi-tinggi sekali. Ringtone telepon. Bu Dian. Aku matikan dan tidak mengankatnya. Berkali-kali aku menutup teleponku ketika lagu anak-anak itu berbunyi.

From : Bu Dian
Arya, tolong kamu angkat teleponku
Aku ingin bicara
To : Bu Dian
Maaf Bu, sudah malam
From : Bu Dian
Ada apa kamu ini? cepat angkat!
Kamu marah?
To : Bu Dian
Saya tidak pernah marah Bu,
Maaf Bu saya mau istirahat dulu
From : Bu Dian
Terserah! jika kamu tidak meneleponku
TA-mu tidak akan aku ACC
To : Bu Dian
Iya Bu tidak apa-apa,Terima kasih
Hanya itu pesan terakhirku kepada Bu Dian, tak ada balasan dari Bu Dian sama sekali. Lagipula kenapa Bu Dian begitu ingin aku meneleponnya? Aku mahasiswanya dan bukan siapa-siapa bagi dia?kutuliskan sebuah status di BBM-ku.

“You make fly high then take me down”

Kemudian aku membaca statu Bu Dian

“Please, Call me, i want talking to you”

“Bodoh bodoh bodoh! Aku mau tidur!” bathinku berteriak

Minggu aku lewati hanya dengan tidur nyenyak saja di dalam kamar. Kuamati status BBM Bu Dian tidak berubah semenjak tadi malam. Ingin aku menghapus pertemanan dengannya tapi dia Dosenku dan aku masih membutuhkannya. Hingga hari senin aku berangkat kuliah tanpa sarapan karena Ibu belum pulang kerumah sedangkan Ayah tak tahu rimbanya. Selepas kuliah, aku kemudian melanjutkan penelitianku hingga larut malam. Dengan running process hari ini, Penelitianku segera berakhir dan aku akan mendapatkan semua hasil dari Tugas Akhirku. Tinggal menyelesaikan pembahasannya saja. Dalam hatiku berkata, jika saja dia menginginkan aku meneleponnya kenapa dia tidak menjengukku ke laboratorium? Pastinya dia malu karena aku mahasiswa dan dia dosen. Huh...

Hari selasa, selepas aku kuliah aku mendapat pesan dari Ibu jika Ibu sudah berada di rumah bersama Ayah. Kubaca dan kubalas secukupnya karena aku akan menghadap ke Bu Dian untuk menunjukan hasil dari penelitianku. Kau mengirimkan pesan kepada Bu Dian, dan dia menyanggupi untuk bimbingan jam 14:00. Aku terus berada di depan ruangan Bu Dian untuk menunggu kehadirannya. Tepat jam 14:05 Bu Dian datang diantar oleh pak felix, pak felix memperlakukan bu Dian dengan begitu mesra namun Bu Dian terlihat kaku dan dingin atas perlakuan itu. Pak felix kemudian menyalamiku dan pamit keluar dari gedung jurusan, lalu Bu Dian kemudian mengajakku masuk ke dalam ruanganya.

“Maaf bu, ini hasil penelitian saya mengenai Tugas Akhir,mohon untuk di cek” ucapku datar

“Ar, bisa kita bicara sebentar...” ucap Bu Dian

“Saya mohon bimbinganya bu untuk tugas akhir saya, saya hanya berharap agar tugas akhir saya ini bisa saya ujikan setelah PKL dan KKN nanti. Dan saya bisa lulus 3,5 tahun. Setelahnya saya bisa segera mencari pekerjaan atau mungkin melanjutkan kuliah S2” ucapku tegas

“Eh...”

“Ar, aku mohon kamu jangan terlalu formal seperti ini, aku ingin bicara mengenai peristiwa malam itu, aku harap ka...” ucap Bu Dian

“Bu, saya mohon, untuk bimbingannya” ucapku

“Arya, jika kamu...” ucap Bu Dian

“Saya siap di-DO,bu” ucapku singkat dengan tatapan mata yang tajam ke arahnya

“Eh...” raut wajahnya kecewa, tatapan matanya begitu sendu kearahku. Yang tak bisa menyembunyikan kegelisahan, kebingungan hatinya atas sikapku

“Baiklah...” ucapnya pelan

Dengan kekakuan diantara kami berdua semua berjalan tampak normal. Bu Dian menjelaskan mengenai hasil penelitianku, aku pun memeprhatikannya dengan seksama. Setiap penjelasan darinya aku catat secara garis besarnya. Hasil penelitianku masuk dalam kategori bagus bahkan bisa dibilang lebih bagus daripada yang di KTI-kan oleh Bu Dian. Aku semakin fokus dengan penjelasan Bu Dian, sudah tak kupikirkan lagi mengenai kejadian malam itu

“Terima kasih Bu, saya akan melanjutkan pembuatan tugas akhir saya, dan nanti setelah PKL dan KKN saya akan bimbingan dengan Ibu lagi” ucapku kemudian bangkit dari tempat duduk

“Oia Bu Selamat ya Bu untuk tanda jadi yang kemarin” ucapku sambil menyodorkan tangan kananku, namun Bu Dian hanya diam saja dan memandangku dengan tatapan yang aneh

“Ya sudah bu, saya pamit dulu” ucapku sembari melangkah keluar dari ruangan Bu Dian

“Ar...” ucap bu Dian

“Iya Bu...” ucapku

“Bisa kita jalan-jalan lagi, ada yang ingin aku bicarakan” ucap Bu Dian

“Maaf Bu saya tidak bisa...” ucapku

“Kenapa?” ucap Bu Dian

“Takut bu he he, saya undur diri Bu, terima kasih” ucapku dan lansung keluar dari ruangan itu

“Yes! Akhirnya selesai juga, tinggal Kuliah, PKL, KKN, Ujian, lulus... Goodbye my university he he” teriakku ketika aku baru melangkah beberapa langkah dari depan pintu ruangan Bu Dian

“Apakah kamu memang benar-benar ingin segera keluar dari Univ?” ucap Bu Dian tiba-tiba dari belakangku

“Eh...”

“Ya namanya juga mahasiswa bu, pastinya pengen cepet lulus kan? He he he” ucapku santai

“Apakah tidak ada yang bisa membuatmu untuk tidak tergesa-gesa lulus Ar?” ucap Bu Dian

“Tidak ada Bu, tidak ada sama sekali” ucapku

“eh...” ucapnya tiba-tiba wajahnya berubah sedih dan sedikit tertunduk

“saya pulang dulu bu” ucapku tanpa mepedulikan perubahan sikapnya setelah kejadian malam itu

Aku melangkah keluar dari gedung jurusan. Aku sudah memantapkan hatiku untuk tidak berharap lagi kepada Bu Dian. Walau ada segelintir cerita indah tentang aku dan dia. Segera aku pulang kerumah untuk melepas lelah. Sampailah aku dirumah disambut dengan Ibu, Ayahku sedang santai nonton televisi. Sesampainya dikamar aku mendapat telepon dari Anton.

“Ar, apakah ayahmu selalu dirumah?”

“Ya, ada apa?”

“Mereka kelihatnya sedang menunggu sesuatu, karena selama ini mereka tidak memperlihatkan tindak-tanduk mencurigakan selama ini”

“Begini Ton, ada informasi yang aku dapatkan, mereka sedang menunggu kehadiran beberpa orang, Ayahku pernah bercakap-cakap ditelepon mengenai beberapa orang yang sedang ditunggunya, dam akan mengadakan suatu pertemuan tapi entah dimana”

“Hm... aku mengandalkanmu, coba kamu selidiki lebih jauh lagi, mengenai beberapa orang itu?”

“Okay Ton” tuuuuut

Tak aku berikan bukti mengenai si tukang, si buku dan si aspal serta sebuah kode tempat pertemuan mereka kepada Anton. Dengan tujuan agar aku bisa mengetahuinya sendiri, memang benar tujuanku adalah aku bisa mendapatkan informasi akurat dan selanjutnya akan aku bungkam mereka semua, Ayah dan kroni-kroninya.

Malam pun tiba, makan malam bersama keluarga dan sedikit percakapan kaku diantara kami. selesai makan aku kembali ke kamar dan aku segera menyelesaikan tugas-tugas kuliahku dan melanjutkan tugas akhirku. Kesibukan dengan perkuliahan membuatku lupa waktu, kulihat jam dinding sudah menunjukan pukul 22:30. Segera aku rebah di kamar tidurku, kuraih sematponku dan ternyata terdapat notifikasi pesan BBM. Bu Dian.
From : Bu Dian
You are very arrogant,
I just want to talk for a while but you never want to understand

(kenapa dia menyebutku arogan? Apa salahku?)

To : Bu Dian
I'm so sorry,
I do not mean to be a man like that
From : Bu Dian
Temui aku sekali saja diluar jam kuliah
To : Bu Dian
Maaf Bu,
Kenapa Ibu sangat ingin bertemu dengan saya di luar jam kuliah?
From : Bu Dian
Hanya ingin keluar bersama kamu lagi, seperti pertama kali kita keluar
Dan jangan pernah panggil aku Ibu ketika diluar jam kuliah
Aku sudah mengatakannya kepadamu
To : Bu Dian
Sepantasnya saya memanggil anda Ibu karena anda Dosen saya
Jika saya selevel dengan Bu Dian mungkin saya akan memanggil Bu Dian dengan sebutan mbak
Ibu sendiri yang bilang kalau saya ini mahasiswa Ibu kan? Dan saya sangat menghormati pak felix, jadi mohon maaf saya tidak bisa

From : Bu Dian
Tolong angkat teleponku
To : Bu Dian
Maaf tidak bisa, saya sedang berkumpul dengan keluarga, bu
Dengan berbagai alasan coba aku berikan kepada Bu Dian, hingga BBM terakhirku tak mendapat balasan. Aku kemudian menarik selimut dan tidur dalam mimpi indahku. Aku sudah tidak mau mempedulikan wanita itu lagi, apa yang sebenarnya Bu Dian cari selama ini? kenapa dia sangat ingin bertemu denganku? Jika dirunut dari manapun aku bukan siapa-siapanya? Masa bodohlah, life must go on itu kata Queen. Kubuat sebuah status BBM.

“Don’ threat me Bad by Fire house”

Dibalas oleh Bu Dian

“You are not gentlemen, childish”

(statusnya wow, apa buatku ya? Tapi kalau buatku, bodoh ah?)

Aku buat status kembali

“I Saw red by warrant”

Ketika status BBM-ku aku ubah, beberapa saat kemudian bebrapa pesan BBM masuk. Bu Dian mengirimkan pesan BBM yang intinya dia ingin bertemu denganku, tapi aku tidak menggubrisnya sama sekali. Dalam hatiku, harapan untuknya sudah mulai tergerus oleh waktu. Tak ada lagi kebahagiaan ketika aku mendapatkan pesan darinya, ya tak ada sama sekali. Lagipula kenapa dia begitu ngebet ketemu denganku? Masa bodohlah! Kutarik selimut dengan iringan lagu “ I saw red milik group Band warrant”. Sebuah lagu tentang cinta yang dibalas dengan rasa sakit. (perhatikan reff-nya suhu dan agan)

Ooh, it must be magic
How inside your eyes, I see my destiny
Every time we kiss, I feel you
Breathe your love so deep inside of me

If the moon and stars should fall
They'd be easy to replace
I would lift you up to Heaven
And you would take their place

Reff:
And I saw red when I opened up the door
I saw red, my heart just spilled onto the floor
And I didn't need to see his face, I saw yours
I saw red and then I closed the door
Well I don't think I'm gonna love you anymore

Every day I wake up
I thank God that you are still a part of me
We've opened up the door to it
So many people never find the key

And if the sun should ever
Fail to send it's light
We would burn a thousand candles
And make everything alright

Back to Reff:

And I've been hurt and I've been blind
Well I'm not sure that I'll be fine
I never thought it would end this way


'Cause I saw red when I opened up the door
I saw red, my heart just spilled onto the floor
And I didn't need to see his face, oh, I saw yours
I saw red and then I closed the door
I don't think I'm gonna love you anymore
Ooh, it must be magic

Kulalui semester enam ini dengan penuh semangat, sebenarnya sok semangat. Berangkat pagi pulang sore, kumpul dengan keluarga dan belajar di dalam kamar. setiap saat aku selalu mengecek sematpon milik KS dan emai Om Nico tapi tidak ada tanda-tanda yang bisa memperkuat bukti. Jika aku hanya mengandalkan obrolan di sematpon KS bisa-bisa mereka menyuruh orang untuk membunuhku seandainya aku menjadi saksi sebagai penemu sematpon. Tante wardani saja mungkin juga tidak bisa berkutik, mereka terlalu kuat. Yang aku butuhkan adalah sebuah tindakan tapi belum tahu tindakan seperti apa.

Perkuliahan di semester enam berakhir, UAS semester genap juga telah selesai. Selama itu pula aku komunikasiku dengan Bu Dian tidak selancar dulu. Kadang sesekali aku bertemu dengannya dengan wajah penuh kelembutannya yang sedikit gelisah dan kebingungan. Kadang setiap kali aku menyapanya dia sering salah tingkah. Entah apa yang ada didalam pikirannya aku tidak pernah tahu dan AKU TIDAK MAU TAHU!. Beberapa kali Bu Dian mengajakku bertemu namun aku selalu menolaknya. Karena aku tidak ingin kejadian dengan lucas terjadi lagi, hanya itu. Ibu? Kebersamaanku dengan Ibu tetap terjaga dengan baik, walau beberapa bulan ini aku tidak bisa mencuri-curi untuk berkumpul dengan Ibu. Walau jarang berkumpul dengan Ibu, tapi melihatnya saja aku sudah senang, senyum manisnya, tatapan matanya. Dan itulah yang bisa membuatku melupakan Bu Dian, entah sejenak, entah selamanya. Untuk bisa curhat dengan Ibu saja sekarang menjadi semakin sulit, untuk BBM takutnya Ibu lupa hapus dan dibaca Ayah. Jalani dulu sajalah daripada aku harus memaksakan diriku, nanti juga pasti ada jalan sendiri.

Yudisium pun tiba, hingga akhirnya Rahman sahabatku akhirnya mau menceritakan keluh kesahnya selama semester enam ini. Rahman yang selalu bertemu denganku dengan wajah galaunya dan kosongnya sekarang menjadi Rahman yang lebih dari biasanya. Tampaknya lebih bahagia dan lebih bersemangat namun kadang dia menjadi orang stress dengan sendirinya. Sampai pada suatu hari dia mengajakku bertemu rektorat universitas, pada malam hari sekitar pukul 19:30.

“Woi kang! Dah lama?” ucapku yang baru saja datang

“Endak baru juga ane duduk dan menyulut rokok” ucap Rahman

“Ada apa kang? Kayaknya serius banget?” tanyaku

“nih rokok, nih minumannya...” ucap Rahman, dan kusulut sebuah rokok dunill mild kesukaanku

“Ar...” ucap rahman

“ya...” ucapku

“Ane mau cerita, tapi ente jangan bilang sama siapa-siapa ya?” ucap Rahman

“Iya.. iya, tenang saja, kayak sama orang lain saja kaaaaang... kang ”ucapku sambil meneguk panta merah. Nampak wajah rahman serius menatap ke tanaman-tanaman di seberang jalan. Helaan nafas panjangnya mengisyaratkan bahwa apa yang akan dikatakannya adalah sebuah hal yang sangat penting. Beberapa kali dia akan memulai tapi selalu kata-katanya tercekat ditenggorokannya. Helaan nafas panjang selalu dilakukannya untuk menenagkan pikirannya. Dan...

“Ane telah bersetubuh dengan mama ane sendiri...” ucap Rahman

“Uhuk uhuk uhuk uhuk... “ aku tersedak seketika itu
 
buat suhu dan agan-agan
jika update nubie kurang berkenan mohon kritik dan sarannya

komen berupa kritik dan saran akan menjadikan nubie labih termotivasi kembali
untuk menulis update selanjutnya

sedang dalam proses
sambungan 28 dan 29

#mohonkritikdansaranagandansuhu
 
ayo dong ama bu dian :(
 
Jangankan jadian ama dosen,ngajak jalan dosen paling kece di kampus aja gw ga bisa ngebayangin di cencengin sekampus...
Semangat updatenya bang downhill :D

Wah udh update.. Rahman terkena pengaruh buruk dari arya neh :D
 
Terakhir diubah:
Updatenya sih mantap suhu.....

Cuma mau ngasih unek-unek :
Kayaknya Bu Dian sebenernya mau nolak tapi takut menyakiti hati Pak Felix, apalagi ada si Arya di situ.
Si Arya beneran gak gentlemen, kalo beneran ikhlas melepas, diajak ketemuan Bu Dian buat ngomong aja masa gak mau,
 
Terakhir diubah:
Bimabet
moga-moga endingnya indah ya gan. siapa tau abis ini muncul karakter baru lagi selain bu dian sama emaknya arya gitu..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd