Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Warung Mbak Ningsih

Truck saya Mercy bagong, pengen mampir ke warung mbk Ningsih muat nggak ya kira2 !!??
 
Syarat

Kalau boleh jujur, sebetulnya banyak sopir yang ingin ‘naik ranjang’ bersamaku. Banyak dari mereka yang secara terang-terangan mengajakku untuk bercinta. Tapi aku menolaknya. Aku bukanlah seorang wanita yang menjual kelaminku. Meskipun aku juga tak bisa dibilang wanita baik-baik. Aku memang sudah pernah tidur dengan lelaki selain suamiku, namun itu karena aku kesepian. Aku mengakuinya. Aku butuh kehangatan lelaki. Bukan karena aku menjual tubuhku. Uang yang mereka berikan padaku hanya sebagai bentuk kebaikan mereka. Aku tak pernah menerimanya sebagai balas jasa karena sudah menikmati tubuhku.

Jadi mereka hanya bisa menelan hasrat untuk bercinta denganku. Kalaupun aku ingin ‘naik ranjang’, aku harus memilih lelaki yang membuatku nyaman. Dan aku tidak akan sembarang memilihnya. Namun kalau sekadar menggoda dan memegang pantat dan dadaku, kukira itu masih wajar. Aku biarkan saja mereka melakukannya, tapi tak akan pernah lebih dari itu.

Yason akhirnya kembali mampir ke warung setelah beberapa minggu sejak kepergiannya. Kali ini ia datang sendiri. Entah kemana teman yang dulu menemaninya di perjalanan.

“Biar tidak ada yang ganggu,” katanya saat kutanya kenapa sendiri.

Yason mengatakan bahwa ia sudah sangat rindu padaku. Tiap hari, katanya, selalu memikirkan aku. Apakah ia hanya gombal saja?

“Kangen sama apanya emang?” jawabku.

“Tidak usah ditanya lagi.”

“Apa ya?”

“Ini,” jawabnya sambil memegang selangkanganku. Kebetulan saat itu warung sepi. Hari sudah menjelang petang.

Kami sedang berada di kamar. Layaknya sepasang suami istri yang lama tak bertemu, kami saling berpelukan. Saat itu aku benar-benar tidak memikirkan bahwa aku adalah seorang istri dari Mas Udin.

“Suami kamu kapan pulang?” tanya Yason.

“Belum tau. Kerjaannya belum selesai.”

“Kenapa dia ninggalin istri yang cantik seperti kamu?”

“Kan kerja. Emang kenapa?”

“Apa tidak takut diganggu orang?”

“Iya. Orangnya kaya kamu,” jawabku menggodanya.

“Tapi kamu senang kan?”

“Hmm. Gimana ya?”

“Aku kangen sama kamu,” kata Yason. Yason menatapku dan tiba-tiba saja kami sudah saling berciuman.

Bibir kami saling terpaut. Aku langsung terhanyut dalam kenikmatan awal percintaan ini. Apalagi tangan Yason mulai bergerilya ke dalam kaos ketat yang kukenakan. Petang itu kami habiskan untuk bercinta. Melepas kerinduan dan kesepian masing-masing. Sehabis bercinta kami tertidur. Panggilan Angga yang membangunkanku. Aku langsung bergegas mengenakan pakaian dan keluar dari kamar.

“Angga, ada apa?” tanyaku.

“Mbak ketiduran ya? Soalnya saya cari-cari ga ada.”

“Iya nih, Ga. Mbak kaya yang capek banget.”

“Ada yang mampir, mbak?” tanya Angga karena melihat sopir.

“E..iya. Lagi tidur mungkin di belakang.”

“Kalo Mbak Ningsih capek. Ditutup aja, mbak. Biar istirahat dulu.”

“Iya, Ga.”

Saat percakapan dengan Angga nyaris selesai, sebuah hal yang tak terduga terjadi. Kukira Yason masih pulas tertidur. Rupanya ia bangun dan parahnya ia bersuara dan membuat Angga mendengarnya.

“Sayang,” panggil Yason. Sial, umpatku dalam hati.

Angga terkejut mendengar suara Yason dari dalam kamar. Ia memandang ke arahku. Aku hanya bisa terdiam dan tak tahu harus menjawab apa.

“Mana celana dalamku?” lanjutnya. Sial. Sial. Sial.

Aku benar-benar tak bisa mengelak. Mungkin Angga sudah tahu apa yang terjadi. Panggilan Yason sudah cukup menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

“Mbak...siapa itu?” tanya Angga penasaran.

“E...nanti mbak jelaskan ya,” jawabaku. “Kamu tunggu di luar sebentar.”

Dengan ragu, Angga menuruti permintaanku. Ia keluar warung dan aku kembali masuk ke dalam kamar.

“Ada pembeli?” tanya Yason.

“Bukan,” jawabku. “Itu Angga. Dia tau kalo kamu di sini.”

“Terus kenapa?”

“Kenapa? Kalau dia lapor suamiku bagaimana?”

“Jangan khawatir, sayang” kata Yason kembali memelukku. “Aku siap jadi suamimu.”

Aku melepaskan pelukannya di tubuhku. “Enak aja. Aku harus gimana sekarang?”

“Bilang saja aku numpang tidur.”

“Masa numpang tapi tidurnya bareng?” jawabku kesal. “Nyebut-nyebut celana dalam lagi.

“Begini saja” kata Yason. “Kasih dia imbalan.”

“Imbalan?”

“Iya. Kasih uang untuk tutup mulut.”

“Apa kamu yakin dia ngga akan berbohong?”

“Yakin. Dia pembantu yang loyal. Apalagi kalau ada uangnya.”

Aku diam mencoba memikirkan perkataan Yason. Kukira ada benarnya juga. Harus ada sesuatu yang bisa menutup mulutnya. Sesuatu yang bisa mengalahkan kesetiaannya pada suamiku.

“Baiklah.”

Aku menemui Angga yang sedang duduk di depan warung. Ia tampak bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Aku duduk di sebelahnya dan memulai pembicaraan.

“Ga,” sapaku. Angga menggeser duduknya. “Mbak tau mungkin kamu masih bingung. Tapi biar mbak kasih penjelasan dulu.”

“Aku udah mulai paham, mbak.”

“Iya. Mbak tau kalo kamu udah cukup dewasa buat memahami kejadian barusan. Mbak harap kamu bisa ngertiin, mbak, Ga”

“Tapi kenapa mbak bisa ngelakuin itu?”

“E....mbak terpaksa, Ga,” jawabku.

“Terpaksa?”

“Iya, Ga. Mbak kesepian waktu itu. Lalu dia datang dan menggoda. Mbak terlena dengan rayuannya, Ga. Akhirnya mbak menyerahkan diri padanya. Tanpa diduga, laki-laki itu merekam hubungan kami dan itu dia jadikan alat untuk terus berhubungan denganku.”

Terpaksa aku harus menambahkan cerita yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Ini semua demi keamanan hubunganku dengan Yason. Agar tak sampai ke telinga suamiku.

“Ga, mbak mohon sama kamu,” aku melanjutkan. “Jangan sampe Mas Udin tahu semua ini.”

“Tapi, mbak, kasihan sama Mas Udin.”

“Angga, mbak juga ga ada rencana untuk bohong. Tapi mbak ga bisa lari.”

“Aku udah janji sama Mas Udin, mbak.”

“Mbak mohon sama kamu, Ga. Bantu mbak kali ini aja. Apa yang kamu minta, mbak akan kasih. Tapi jangan sampe suamiku tahu.”

Angga melihat ke arahku begitu mendengar perkataanku.

“Maksud, mbak?”

Lalu aku mendekat ke arah wajah Angga dan langsung kukecup bibirnya. Angga tampak kaget. Tapi ia tidak merespon apa pun. Ia hanya diam.

Aku menarik tangan Angga dan mengajaknya masuk ke dalam warung. Kucari bagian warung yang tak terlihat dari arah luar. Kubawa Angga ke sana dan aku kembali mencium bibirnya. Angga semula tidak meresponku. Mungkin ia masih kaget dengan apa yang terjadi. Tapi perlahan kurasakan ada balasan atas ciumanku. Dan lama kelamaan, kami jadi saling berbalas ciuman. Kami saling memagut bibir masing-masing.

“Mmpphhh...”

Karena birahi yang semakin meningkat, kurasakan tangan Angga mulai meraba dari arah luar bagian dadaku. Rabaan itu perlahan berubah menjadi remasan. Aku juga ikut terangsang dengan tindakan Angga itu.

Karena melihat responku, Angga semakin berani untuk bertindak lebih jauh. Tangannya mulai menyelinap masuk ke dalam kaosku dan segera meraih susuku. Ia juga menyelinap ke dalam BH-ku. Remasan Angga mulai terasa nikmat dan aku tak bisa mengelak.

“Ah...ah...ah...” desahku.

Ternyata Angga tidak seperti yang kuduga: bocah yang lugu. Rupanya ia juga cukup berani. Entah keberaniannya itu karena bentuk kenekatan atau sebenarnya ia sudah punya pengalaman. Dan kurasa tak ada salahnya jika aku melanjutkan permainan ini.

Angga masih sibuk dengan susuku. Tanganku segera beralih ke selangkangannya. Kubuka resleting celana pendeknya. Angga berhenti dan melihat aksiku. Aku hanya tersenyum padanya dan celana pendeknya pun berhasil kuturunkan. Kini ia hanya mengenakan CD. Dan tanpa berlama-lama, CD itu juga kubuka dan kuraih kontol Angga yang sudah tegang.

Ukuran kontol Angga tak jauh berbeda dari milik suamiku. Tapi mungkin karena pemiliknya masih muda, jadi sensasinya agak beda. Aku menggenggam kontol itu dan mulai mengocoknya perlahan.

“Mbak, aku juga pengin,” kata Angga sambil tangannya memegang selangkanganku.

“Jangan sekarang, Ga.”

“Kenapa?”

“Nanti mbak jelaskan,” jawabku. “Sekarang biarkan mbak kocok aja ya.”

Angga tidak menjawab apa-apa. Ia hanya diam. Mungkin sedikit kecewa dengan jawabanku. Tapi dia tetap diam saat kuterus mengocok kontolnya.

“Ahh...” desah Angga ketika kocokanku makin dalam.

Kami sudah tak peduli jika tiba-tiba ada pembeli yang datang. Kami hanya ingin menuntaskan hasrat ini.

Aku meminta Angga kembali meremas dadaku. Angga menurutinya. Untuk meredam desahannya, aku juga kembali mencium bibir Angga. Kami saling berciuman kembali. Lebih panas dari yang sebelumnya. Mungkin karena birahi kami lebih meningkat.

“Mmpphh...mpphhh...”

Saat kocokanku makin cepat, Angga melepaskan ciumannya dan tiba-tiba desahannya menguat dan panjang.

“Ahhh....ahh....” desah Angga bersamaan dengan kontolnya yang memuntahkan sperman.

Crot. Crot. Crot. Banyak sekali sperma yang keluar dari kontolnya. Bahkan sebagian mengenai bajuku dan tanganku. Angga tampak kelelahan. Lalu aku mengecup bibirnya sekali lagi.

“Ga, mbak mohon ya,” kataku. “Jangan rahasia ini.”

Aku lalu kembali masuk ke dalam kamar. Namun saat hendak meninggalkannya, Angga meraih tanganku dan mengucapkan sesuatu.

“Ada syaratnya, mbak.” Jawab Angga.

“Syarat? Apa?”

“Saya boleh mengulang kejadian yang baru saja,”

“Baik.”

“Dan?”

“Dan apa?”

“Ijinkan besok saya menonton permainan mbak Ningsih dan laki-laki itu.”

“Tapi, Ga,...” jawabku. “Baiklah. Asal kamu bisa jaga rahasia ini.”

Aku kembali masuk ke kamar. Di sana kulihat Yason masih tertidur dengan kondisi masih telanjang. Aku menghempaskan diriku. Betapa sialnya, pikirku. Kenapa Angga sampai harus memergokiku dengan Yason? Masalah jadi semakin bertambah. Aku harus membuat kesepakatan dengan Angga. Parahnya kesepakatan itu tetap berupa perselingkuhan. Aku benar-benar tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini.

Malam itu aku menuntaskan birahiku yang tersisa karena Angga dengan bercinta bersama Yason. Aku membangunkannya dan ia langsung paham dengan apa yang kuinginkan. Rupanya aku sudah bersikap seolah dia suamiku. Aku sudah lupa bahwa suamiku yang sesungguhnya ada di tempat lain.

“Bagaimana soal Angga?” tanya Yason.

“Dia janji ngga akan ngomong,”

“Syaratnya?”

Aku diam sejenak. Bingung apa harus kusampaikan padanya atau tidak.

“Dia ingin sama denganku?”

Aku melihat ke arah Yason. Kenapa dia bisa paham?

“Awalnya. Tapi aku menolak dan hanya meminta kocok saja.”

“Wah. Kamu terima?”

“Ngga ada cara lain.”

Yason membawaku ke dalam pelukannya. “Sudahlah. Itu lebih baik daripada suamimu tahu kan? Ya hitung-hitung jadi pelampiasanmu juga.”

“Dia juga minta yang lain,”

“Apa?”

“Dia pengin menonton kita,”

“Hah?!” seru Yason dan dilanjutkannya dengan tertawa. “Serius?”

“Iya. Dia tadi bilang.”

“Lalu apa masalahnya?”

“Malu dong.”

“Malu kenapa?”

“Ya malu aja. Masa lagi gituan ditonton orang?”

“Justru itu yang bikin sensasinya jadi beda.”

“Gila kamu.”

“Percaya saja padaku.”

Pagi harinya aku menutup warung. Aku mengirim pesan pada Angga untuk datang dan akan kupenuhi janjiku. Tak lama, ia pun datang. Terdengar dari suara motornya. Aku pun keluar dan meninggalkan Yason di kamar.

“Angga...” sapaku.

“Hai, mbak.”

Tiba-tiba suara Yason terdengar memanggilku.

“Sayang, mana susunya?” panggil Yason.

“E..mbak masuk dulu, Ga.”

“Kamu ngapain sih?” tanyaku pada Yason pelan.

“Tenang saja.” jawab Yason. “Aku udah punya rencana. Nanti kamu pura-pura bermanja padaku ya.” Aku menuruti ucapan Yason.

“Sayang, pengin nih.” Lanjut Yason.

“Pengin apa sih, Sayang?” tanyaku dengan nada manja.

“Pengin memek kamu.”

“Kenapa pengin memek aku?”

“Habisnya enak sih. Legit.”

“Aku juga pengin kontol kamu, sayang.”

“Kenapa?”

“Habisnya gede dan tahan lama.”

“Ini, Sayang, kalau kamu memang pengin.”

Yason lalu membuka celana dalamnya dan tampaklah kontolnya yang menegang. Kulihat di jendela belakang, ada sepasang mata yang mengintip. Aku yakin itu Angga. Jendela itu memang sengaja aku biarkan terbuka.

Aku meraih kontol Yason dan mulai mengocoknya. Yason dengan lembut membuka bajuku satu demi satu sampai aku telanjang. Kurasa Angga juga sudah mulai melihatnya. Yason sendiri sudah telanjang bulat. Kini ia mencoba meraih bibirku dan kami pun saling berpagutan.

“Mpphh...”

Tangan kami tidak tinggal diam. Ia mencoba meraba ke mana saja di tubuh kami. Yason meraih susuku dan aku meraih kontolnya yang menegak.

Puas dengan berciuman, Yason menidurkanku dan mulai menindihku. Ia kemudian menciumi bagian leher hingga tengkukku. Sementara kontolnya terasa menggesek-gesek bagian perutku.

“Mas, jangan lupa kondomnya.”

Yason lalu bangkit dan segera mengambil kondom kemudian memasangnya. Tak lama ia kembali menindihku, kami lagi-lagi terlibat dalam ciuman yang panas. Lalu ciuman Yason berangsur turun ke bawah dan berhenti di dadaku.

“Ahh....ah....” desahku saat Yason mulai memainkan mulut dan lidahnya di susuku.

Aku memegangi kepalanya sambil kuusap pelan rambutnya. Aku terus mendesah karena Yason makin intens memberikan rangsangan di susuku.

“Aaww...” aku sedikit menjerit saat kurasakan Yason mulai menggigit kecil puting susuku.

Sementara itu kurasakan memekku sudah sangat basah: pertanda bahwa sudah siap untuk digagahi. Maka aku langsung membisikkannya pada Yason:

“Masukin, Mas,”

Yason tak mau berpikir panjang, ia langsung menuruti permintaanku. Maka dibuka pahaku lebar-lebar dan kontolnya diarahkan ke memekku.

“Ah...” kurasakan dorongan kontol Yason di memekku. Perlahan kontolnya itu mulai masuk ke dalam. Dan dengan sedikiti dorongan, akhirnya kontol Yason masuk seluruhnya di memekku.

“Oh...” aku kembali mendesah.

Yason langsung melalukan genjotan dengan irama yang pelan. Aku memejamkan mati sambi memeluk tubuh Yason. Rasa nikmat perlahan mulai menjalar ke seluruh tubuh. Aku mulai terhanyut. Apalagi ciuman Yason dan desahan nafasnya merangsang bagian tengkukku. Aku pun makin tidak tahan.

“Ah...mmaas...aah...” desahku.

“Oh...oh...aah...” Yason juga mendesah apalagi genjotannya di memekku mulai agak cepat.

“Tee.***uss...mass...ahh...”

Genjotan di memekku kurasa semakin kencang. Pantat Yason makin bergerak maju mundur. Kontolnya juga makin cepat keluar masuk di memekku. Tanganku semakin erat memeluk Yason ditambah kedua kakiku juga melingkar di pinggulnya.

“Maass...aah...yyaa...” aku mulai meracau. “..ttee..***usss...aah...mass....”

“Ahh...aah....” Yason juga ikut mendesah.

Ketika genjotan dan tusukan Yason semakin brutal, aku tak bisa menahan orgasmeku. Aku sampai.

“Maaaass......” aku memeluk tubuh Yason kuat-kuat. Pantatku ikut terangkat seolah mengejar kontol Yason setelah beberapa kali mengejang.

Yason kemudian mencabut kontolnya dan berbaring di sampingku.

“Puas, sayang?” tanya Yason. Aku mengangguk kemudian ia mengecup bibirku.

Selanjutnya Yason memintaku untuk menaiki badannya. Katanya, kini giliranku yang ada di atas. Aku mengangkangi kontol Yason dan kontol itu lalu kuarahkan ke memekku.

“Aahh...” kontol itu pun masuk. Dalam posisi seperti ini, aku yang harus bergerak aktif. Maka aku pun mulau bergerak naik turun. Kontol Yason pun seirama dengan gerakanku: keluar masuk di memekku.

Yason juga mulai mendesah seiring gerakanku yang semakin cepat.

“Ahh...ahh...ya...” desah Yason.

Tangannya lalu kurasakan menyambar susuku. Kemudian Yason memajukan badannya agar ia bisa melahap susuku. Dalam waktu sekejap, keinginannya pun tercapai. Susuku sudah ia lahap secara bergantian.

“Ahh...” aku juga turut mendesah. “Mas...ohh...”

Kurasakan kontol Yason makin mentok masuk ke memekku. Ada semacam sengatan yang kurasakan. Itu membuatku sedikit menggelinjang. Barangkali karena rangsangan permainan lidah Yason. Aku meresponnya dengan sebuah goyangan pantatku. Aku menggoyang kontol Yason yang tertanam di memekku.

“Ahh....ee...naakk...sssaa..yaangg...” desah Yason sambil memuji kenikmatan yang kuberikan.

Aku terus mempercepat goyanganku. Ciuman Yason di dadaku sudah berhenti. Kini kurasakan pantat Yason mulai bergerak mengimbangi goyanganku.

“Maaa..sss...ooh....aaa...kuuu...aa...” lalu tubuhku menggelinjang beberapa kali. Tubuhku seperti bergetar. Aku memeluk tubuh Yason. Kemudian tak lama, kurasakan kontol Yason berkedut-kedut di dalam memekku. Berbarengan dengan lenguh panjang dari mulut Yason.

“Ahhhh....”

Kami berdua lalu ambruk. Aku turun dari pangkuan Yason dan tidur di sebelahnya. Kulihat Yason melepaskan kondom di kontolnya dan ia buang ke samping tempat tidur.

“Goyanganmu hebat, sayang.” Puji Yason.

Aku tak menjawabnya. Lalu aku ingat pada Angga. Apakah ia masih di jendela itu? Kulirik sekilas ternyata ia masih ada. Rupanya ia menonton permainanku dengan Yason sampai selesai.

Entah apa yang akan ia lakukan setelah melihat semua ini. Apakah ia juga akan meminta hal yang sama padaku? Entahlah. Sore harinya Yason berangkat. Sebelum ia berangkat, ia kembali meminta jatah padaku. Tentu saja aku memberikannya.

Bersambung.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd