Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Warung Mbak Ningsih

akuskememe

Guru Semprot
Daftar
1 Nov 2017
Post
538
Like diterima
8.692
Bimabet
Salam kepada para suhu semua. Kali ini saya akan memposting cerita baru nih. Semoga suhu-suhu di sini banyak yang suka dengan cerita ini. Cerita ini berupa imajinasi penulis atau fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. Cerita ini juga tidak berusaha untuk menyinggung pihak mana pun. Cerita ini murni hanya untuk menghibur teman-teman semua. Semoga suka.

Eps. 01 - Wanita Misterius
Eps. 02 - Rindu Suami
Eps. 03 - Laki-Laki Pertama
Eps. 04 - Celana Dalam
Eps. 05 - Syarat

Eps. 06 - Sensasi Aneh
Eps. 07 - Lelaki Berwibawa
Eps. 08 - Pejabat Bejat
Eps. 09 - Jerat
 
Terakhir diubah:
Wanita Misterius

Apa yang kalian pikirkan ketika melihat wanita penjaga warung di daerah Pantura? Warung yang biasanya selalu jadi tempat persinggahan para sopir truk? Aku menebak bahwa pikiran yang muncul pertama kali pasti adalah sesuatu yang negatif. Aku tidak akan membantahnya karena kukira sudah demikian pemikiran kebanyakan orang. Banyak yang bilang pasti wanita itu menjadi pemuas nafsu para sopir yang singgah. Dan aku juga tidak akan membantahnya. Kenapa? Biar kuceritakan.

Perkenalkan, namaku Ningsih. Aku seorang wanita yang sudah menikah dan memiliki satu orang anak. Umurku saat ini sudah menginjak 37 tahun. Namun meski sudah hampir kepala empat, banyak yang bilang aku masih tetap cantik. Tubuhku, yang meskipun agak menggemuk, namun tetap enak dipandang. Susuku yang berukuran besar ditambah pantatku yang bahenol.

Suamiku, Udin, bekerja sebagai kuli bangunan. Kami menikah sejak aku berumur 23 tahun dan suamiku 26 tahun. Suamiku sangat menyayangiku. Setiap kali ia mendapat bayaran ia selalu menyerahkan seluruhnya padaku. Ia hanya meminta untuk membeli rokok. Selebihnya ia memasrahkan padaku untuk makan sehari-hari dan bila ada sisanya untuk ditabung. Ia juga seorang suami yang sabar dan tidak pernah marah. Selama kami menikah tidak sekali pun ia marah padaku. Karena sifat itulah aku juga sangat menyayanginya.

Namun, pekerjaannya yang tidak tetap itu terkadang membuat kami mengalami kesulitan ekonomi. Ditambah anak kami, Rio, sudah mulai masuk pondok. Kami menyekolahkan Rio di pondok pesantren. Himpitan ekonomi itulah yang membuatku harus mencari sumber ekonomi lain.

“Gimana kalo buka warung?” usul suamiku.

“Buka warung di mana?”

“Di sepanjang jalan besar sana.”

“Hah?! Kok di sana, Mas?”

“Kenapa? Di sana kan banyak pemberhentian truk. Pasti banyak yang beli.”

“Ah, nggah, Mas. Nanti aku dikira wanita apaan lagi.”

“Jangan peduliin omongan orang, dek. Sekarang yang terpenting kita dapet sumber ekonomi baru,” jawab suamiku. “Lagian masakanmu kan juga enak. Pasti banyak yang suka.”

“Aku takut, Mas. Nanti kalo banyak sopir yang datang gimana?”

“Ya bagus dong. Mereka jadi makan di warung kita.”

“Terus kalo mereka goda-goda aku, gimana?”

“Ya biasalah. Di tempat lain kalo ketemu sopir, pasti juga digoda. Atau mungkin ngga hanya sopir. Jangan diladeni.”

“Aku pikir-pikir dulu deh, Mas.”

Semua berawal dari usul suamiku itu yang akhirnya membawaku ke tempat persinggahan para sopir truk. Aku tentu saja tidak menyalahkan suamiku. Tujuannya baik: menciptakan sumber ekonomi bagi keluarga kita.

Setelah aku pikir-pikir kembali kukira memang tidak ada salahnya. Lagipula untuk saat itu, membuka warung adalah jalan yang paling memungkinkan. Kami pun pergi ke sana sini untuk mencari modal awal. Setelah modal terkumpul, kami mulai merealisasikan rencana kami membuka warung makan. Warung itu kami beri nama: Warung Mbak Ningsih.

Awal-awal pembukaan, tidak seperti yang dibayangkan. Hanya ada satu dua yang mampir ke warung kami. Bahkan pernah suatu hari, tidak ada sama sekali yang mampir.

“Kenapa ya, Mas?” tanyaku.

“Sabar aja, dek. Nanti juga banyak yang mampir.”

“Apa makananku tidak enak ya, Mas?”

“Ah, ngga kok. Ini karena masih awal aja. Banyak yang belum tau sama warung kita. Sabar aja.”

Suamiku seperti biasa: penyabar. Ia selalu melihat sesuatu dari sisi positifnya. Tidak sama denganku yang cenderung mengaitkan sesuatu dengan hal yang buruk. Beruntunglah suamiku bisa menenangkan aku yang mulai bingung.

Kebingunganku bukan tanpa alasan. Kami mendirikan warung tidak dengan simsalabim tapi ada sumber daya yang keluar. Dan sialnya, sumber daya itu kami dapatkan dengan meminjam. Kalau warung ini tidak jalan, dengan cara apa kami akan melunasi pinjaman itu?

Dua minggu setelah pembukaan, tidak ada perubahan yang signifikan. Warung kami tetap saja sepi. Pembeli hanya satu atau dua orang saja. Selebihnya selalu sepi. Sampai akhirnya, datang seorang pembeli yang membuat warung ini berubah. Pembeli itu seorang wanita yang sudah agak tua. Ia datang berdua dengan suaminya.

“Warungnya baru ya?” tanya wanita itu.

“Iya, Bu.”

“Pantes.”

“Sepi ya, Bu?”

“Karena ada yang kurang.”

“Kurang? Kurang apa, Bu?” tanyaku penasaran.

“Sini, aku kasih tau,” panggil wanita itu. Aku duduk di sebelahnya. Suaminya sedang ke kamar mandi.

“Kurang apa ya, Bu?”

“Kamu kurang cantik, Nak.”

“Maksud ibu?”

“Bukan. Maksudnya bukan kamu jelek. Tapi kamu kurang tampil cantik. Cobalah kamu sedikit berdandan,” wanita itu memberi saran. “Dan, pakai baju yang sedikit lebih baik dari ini.”

Saat itu aku mengenakan pakaian kaos kumal milik suamiku hingga tampak kebesaran di badanku. Aku mengamati keadaanku karena ucapan wanita tua itu. Melihat aku kebingungan, ia melanjutkan perkataannya.

“Ibu dulu pernah buka warung seperti ini. Jadi punya pengalaman,” katanya. “Seenak apapun masakanmu kalo tampilanmu seperti ini, warungmu ya akan gini-gini aja. Dengarkan saran ibu. Warungmu ini ada di jalur truk yang cukup ramai. Yang paling banyak lewat di sini adalah sopir truk. Mereka tidak peduli masakan yang enak, mereka butuh sesuatu yang menyegarkan mata mereka. Kalo bisa, kamu tampak seksi.”

Aku terdiam. Wanita itu lalu pamit saat suaminya sudah balik dari kamar mandi. Wanita itu meninggalkan aku dengan segenap pertanyaan di otakku. Benarkan aku kurang berpenampilan menarik? Aku bangun dan pergi ke kamar yang memang kusiapkan di warung ini. Aku melihat ke kaca dan ternyata benar. Aku tampak lusuh sekali. Mulai dari dandanan dan baju. Apakah karena ini orang tidak sudi datang ke sini. Apakah benar aku harus mengubah tampilanku?

Bersambung
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd