Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Warung Mbak Ningsih

Rindu Suami

Aku bersyukur kini warungku sudah mulai ramai. Banyak sekali para sopir yang singgah di warungku. Kadang tidak hanya sopir, orang-orang yang bepergian juga mampir di sini. Hal ini turut membuat penjualannya meningkat. Syukurlah pelan-pelan aku bisa melunasi pinjaman modal awal dulu.

Tentu saja semuanya berkat saran dari wanita tua yang dulu mampir ke warungku. Setelah aku coba menimbang lagi omongannya, kukira ia ada benarnya. Aku pun memutuskan untuk mengubah penampilanku. Tetapi saat itu aku masih khawatir dengan suamiku. Aku takut dia tidak mengizinkanku. Maka aku pun meminta izin darinya.

“Ini untuk menarik perhatian yang datang,” kataku. “Bukan menarik perhatian dalam hal buruk. Tapi biar warung kita ini berkesan di mata para pembeli.”

“Apa kamu tidak takut nanti banyak yang menggoda?”

“Bukannya dulu Mas yang bilang kalo itu udah risikonya?”

“Iya sih,” jawab suamiku. “Baiklah. Asal itu demi kebaikan warung kita.”

Aku pun mulai berdandan secantik mungkin saat menjaga warung. Pakaianku juga aku ubah. Kini aku lebih sering mengenakan legging ketat dan juga mengenakan kaos. Tentu saja kaos yang juga lumayan ketat. Pakaian seperti itu membuat tubuhku terlihat lekukannya. Awalnya aku risih tapi lama kelamaan melihat warungku mulai ramai, aku semakin terbiasa.

Mayoritas yang datang ke warungku ini adalah sopir truk. Wajar karena memang jalur ini perlintasan truk. Tidak ada warung lain di sini selain punyaku. Nilai lebih dari lokasi warungku ini, ada banyak pohon di sekitarnya sehingga membuat suasana sejuk. Banyak sekali para sopir yang datang untuk sekadar berisitirahat.

Warungku buka dari pukul 5 sore sampai jam 2 malam. Kenapa kami memilih membukanya di sore hari karena, saat pagi atau siang, tidak ada yang membantu sebab suamiku harus bekerja. Jadi sepulang kerja, suamiku akan segera membantuku membawa makanan ke warung. Aku berani meninggalkannya sendiri karena mereka sudah bisa menjaga diri.

Lama kelamaan, karena kondisi warung yang terus ramai, aku berinisiatif untuk membuka warung sepanjang hari. Jadi untuk memasak makanan tidak perlu lagi pulang ke rumah. Kami langsung masak di warung ini sekaligus beristirahat di sini.

“Tapi apa kamu kuat bekerja seharian?” tanya suamiku.

“Kuat kok, Mas.”

“Gapapa kalo ga ditemani mas di sini kalo pagi?”

“Gapapa, Mas. Aku bisa jaga diri.”

“Baiklah kalo gitu.”

Akhirnya warungku buka sepanjang hari. Dari pagi sampai pagi lagi. Tapi rupanya aku butuh bantuan terutama saat ingin berbelanja ke pasar. Akhirnya aku memperkerjakan satu orang pekerja. Namanya Angga. Sengaja aku memilih laki-laki karena aku mencari fisiknya yang kuat. Sekalian agar ia bisa jadi pelindungku di warung.

Sebenarnya aku menyarankan agar suamiku berhenti saja dari pekerjaannya dan fokus di warung. Tapi ia menolak. Alasannya ia bukan tipe orang yang suka berdiam diri. Karena aku tak mau berdebat dengannya, maka aku mengiyakan saja kemauannya itu.

Seperti dugaan awalku dulu, profesi seperti ini memang berisiko digoda oleh para sopir. Semenjak aku mengubah penampilanku, hal itu hampir setiap hari aku terima. Awalnya aku merasa risih, tapi setelah agak lama aku mulai mengabaikannya dan menganggapnya hal biasa.

“Mbak, semalem habis tempur ya?” tanya seorang sopir.

“Tempur apa, Mas?”

“Tuh habis keramas.” jawabanya disambut tawa sopir-sopir yang lain.

Aku hanya diam saja sambil tersenyum. Terkadang ada juga yang menggoda begini:

“Mbak, kok cantik banget sih?”

“Ah, mas bisa aja.”

“Coba kalo belum punya suami, pasti aku nikahin.”

Atau ada juga yang vulgar seperti ini:

“Mbak, kamar mandinya di mana?”

“Di belakang, Mas.”

“Aku mau ke kamar mandi dulu. Mau coli. Habisnya tegang terus lihat yang jual.”

Aku berusaha untuk tidak emosi apabila ada yang menggodaku demikian. Aku telah terbiasa dengan semua itu. Bahkan anehnya, bila tidak ada yang menggoda justru aku merasa ada yang berbeda. Mungkin karena sudah terbiasa. Apalagi bila ada yang memujiku, aku justru merasa bahagia. Parahnya lama kelamaan setiap kali ada yang menggoda, aku sesekali juga membalasnya.

“Mbak, ini pisangnya kok kecil ya?” tanya sopir yang tengah makan pisang goreng.

“Yang gede itu punya suamiku.” jawabku nakal.

“Ah, masa, mbak? Mana gede sama punyaku?”

“Coba lihat.” Tantangku. Lalu kami tertawa bersama.

Lama kelamaan banyak para sopir yang datang dengan godaan lebih ekstrem: mereka mengajak bercinta denganku. Tentu saja aku menolak. Aku tidak mau mengkhianati suamiku. Aku belum punya cukup keberanian untuk itu.

Namun, semuanya berubah ketika suamiku harus pergi bekerja di luar kota. Itu menjadi awal aku mulai berselingkuh dengan laki-laki lain.

“Sayang sekali kalo ditolak, dek.” Kata suamiku. “Ayah yang ditunjuk jadi kepala proyek ini. Ini kesempatan emas. Ayah bisa dapat uang banyak. Lumayan untuk tabungan kita.”

“Tapi aku sama siapa di sini, Mas?” tanyaku.

“Kan ada Angga yang bantu, dek.”

“Tapi kan Angga ga 24 jam ada di sini, Mas.”

“Biar nanti kita minta Angga jaga kamu di sini, dek. Siang aja ia pulang ke rumahnya. Tapi kita harus tambah gajinya. Gimana?”

“Terserah mas aja deh gimana enaknya.”

Sejujurnya aku tidak setuju suamiku untuk merantau ke kota lain. Aku berpikir siapa yang akan menjagaku di sini. Tapi keinginannya sudah tak bisa dibendung, maka aku tak bisa menghalanginya. Aku terima saja usulannya untuk menyuruh Angga menjagaku di sini.

Angga anak yang baik. Dia sangat sopan padaku meskipun sesekali kami saling bercanda. Angga juga punya wajah yang lumayan tampan. Badannya ideal. Menurut pengakuannya, ia sudah punya calon istri.

Suamiku sendiri akan berada di luar kota setidaknya kurang lebih 3 bulan. Itu prediksi jika semua urusannya lancar. Semula aku merasa biasa saja meskipun perasaan kangen sudah menggebu. Tapi semakin lama, ketika memasuki minggu ketiga, aku mulai tak bisa membendung.

“Mas, aku kangen.” kataku pada suamiku lewat telpon.

“Mas juga kangen, dek.”

“Kapan pulang?”

“Belum tau. Kerjaan masih banyak.”

“Ga enak tidur sendirian.”

“Sabar ya, sayang.”

Sebagai seorang wanita, apalagi sudah menikah, aku tak bisa membohongi perasaanku. Aku membutuhkan belaian seorang suami. Sudah tiga minggu aku tak disentuh oleh suamiku. Aku tidak membayangkan harus menunggu sampai tiga bulan dan bahkan bisa lebih dari itu. Tetapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Satu-satunya cara yang bisa kulakukan hanyalah memuaskan diri sendiri lewat masturbasi.

Suatu hari, ada salah satu sopir yang mampir ke warungku. Ia berasal dari Sumedang. Ini kali pertama ia mampir ke warungku. Sebelumnya aku tak pernah melihatnya. Namanya Sueb.

Ada satu kejadian yang mungkin menjadi awal kesalahanku. Saat itu aku ingin mencuci piring kotor. Tempat cucian ada di belakang warung. Di sana juga ada semacam pondok kecil yang biasanya digunakan oleh para sopir untuk istirahat. Di sana dilengkapi juga kamar mandi dan penjemuran pakaian. Aku menuju ke belakang warungku, saat baru keluar dari pintu, ada pemandangan yang mengejutkanku: Sueb sedang bertelanjang sambil mengganti pakaian.

Kedatanganku yang tiba-tiba itu diketahui oleh Sueb. Ia sebenarnya juga agak kaget namun berusaha untuk tenang dan sambil menyapaku.

“Eh, mbak.” Sapanya.

“Mas...” jawabku canggung. Aku segera mencuci piring dan membelakanginya. Hatiku berdegup kencang.

Selama membuka warung baru kali ini aku menemui pemandangan seperti ini. Sebelumnya mungkin hanya sebatas bertelanjang dada atau paling parah hanya mengenakan celana dalam. Belum pernah aku melihat yang demikian. Ini juga kali pertama aku melihat kemaluan laki-laki selain milik suamiku. Aku benar-benar tidak siap dengan semua ini.

“Mau cuci piring ya, mbak?” kata Sueb.

“E...iya, Mas.”

“Maaf ya, mbak, saya barusan ga pake baju. Habis ga tau kalo bakal ada mbak di sini.”

“E...iya, Mas. Saya juga ga sengaja.”

Aku benar-benar gugup menjawab sapaan Sueb. Aku buru-buru menyelesaikan cucianku dan segera masuk lagi ke warung. Barangkali Sueb tahu perubahan sikapku. Tapi aku memang tidak bisa menyembunyikannya.

Hal yang paling membuatku kepikiran ialah selangkangan Sueb. Aku sempat melihatnya dan kutemukan kontol Sueb yang menggantung. Sekilas aku melihat ukurannya besar. Kupastikan lebih besar dari milik suamiku. Selama ini yang kutahu hanyalah milik suamiku. Sueb adalah orang lain pertama yang kulihat kemaluannya.

Kejadian itu bahkan sampai terbawa ke dalam mimpiku. Di dalam mimpi, Sueb tiba-tiba masuk saat aku sedang mandi.

“Mas, kamu mau ngapain?” ucapku yang kaget dengan kedatangan Sueb. Saat itu aku sedang telanjang.

“Hehehe. Saya pengin ngewe sama, mbak. Mbak juga kesepian kan ditinggal suaminya?” kata Sueb sambil berusaha meraih tubuhku.

Aku berusaha memberontak namun kalah oleh tenaga Sueb. Ia langsung memelukku dengan erat dan membuatku tak bisa lagi melawan. Ia membalik badanku dan meremas payudaraku dari belakang. Aku didorongnya hingga menempel ke bak mandi. Selain meremas, salah satu tangannya juga berusaha meraih selangkanganku. Setelah berhasil, ia mulai memainkan jarinya di memekku. Aku pun tidak kuasa untuk tidak mendesah.

“Ah....ah....ah....” desahku.

“Wah, cepet banget basahnya,” ucap Sueb. “Udah nafsu ya?”

Aku tidak menjawab. Aku hanya bisa menggigit bibir menahan rasa nikmat mulai timbul karena permainan tangan Sueb.

“Kalo gitu, aku masukin ya?” kata Sueb.

Ia lalu memerintahkanku untuk sedikit membungkukkan badan. Aku menuruti permintaannya. Ia lalu meraba memekku dari belakang. Kemudian tak lama kurasakan ada sebuah benda yang menyentuh memekku. Benda tumpul dan keras. Rupanya Sueb akan menyetubuhiku dari belakang karena tak lama benda tumpul itu, yang tak lain adalah kontol Sueb, menyibak bibir memekku.

“Ah...” desahku. Meski aku tak melihat langsung tapi kurasakan kontol Sueb ukurannya besar.

Aku kembali mendesah saat Sueb kembali mencoba menusukkan kontolnya agar segera masuk. Akhirnya setelah melakukan beberapa dorongan, kontol Sueb pun masuk ke dalam memekku meski baru kepalanya saja.

“Memekmu sempit banget sih,” kata Sueb. “Jarang dipake sih sama suaminya.”

Sueb pun mulai melakukan dorongan perlahan. Kontolnya pun mulai keluar masuk di memekku. Dan memekku sendiri mulai terbiasa dengan ukuran kontol Sueb. Hal itu juga membuatku mulai merasakan kenikmatan di liang senggamaku itu.

Gerakan Sueb lama kelamaan mulai semakin cepat dan berirama. Aku pun makin hanyut dalam kenikmatan. Aku cuma bisa memejamkan mataku sambil menikmati setiap dorongan dari Sueb.

“Ah...ah...ah....” desah Sueb. “Ee..naak...me...mekmuu...mbbaakk...”

“Ah...ah...ah...” aku hanya membalasnya dengan desahan. Sebenarnya aku ingin bilang kalo kontolnya juga mantap tapi aku belum berani.

Tangan Sueb meremas kedua payudaraku. Kadang ia juga memainkan putingnya. Sementara ciumannya sesekali mendarat di punggungku.

Akan tetapi, sayangnya mimpiku itu tidak tuntas. Kokok ayam membangunkanku dan kulihat matahari sudah pagi. Aku baru menyadari bahwa itu semua hanyalah mimpi. Namun, aku meraba memekku. Ternyata ia juga basah. Sungguh luar biasa sensasi mimpi yang kualami itu. Mungkin mimpi itu datang lantaran aku sudah lama tak disentuh suami dan kejadian memergoki Sueb telanjang melengkapinya.

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd